• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kemenangan dalam Pemilu 1988

Dalam dokumen POLITIK BENAZIR BHUTTO (Halaman 51-56)

BAB III. BENAZIR BHUTTO DALAM KANCAH POLITIK

B. Ikut Pencalonan menjadi Perdana Menteri

B. 1. Kemenangan dalam Pemilu 1988

Dalam Pemilu November 1988 tiga pesaing utama segera muncul yaitu PPP, IJI, dan MQM. IJI pimpinan Nawaz Sharif adalah partai aliansi yang terdapat dari beberapa partai sayap kanan, dengan anggota yang terbesar adalah PML. IJI mengumumkan jaminan atau kesanggupan untuk meneruskan kebijakan Zia, terutama melanjutkan kebijakan Islamisasi dalam bidang ekonomi dan kemasyarakatan. MQM pimpinan Altaf Hussain adalah partai politik baru untuk memajukan kedudukan kaum Muhajir di bidang ekonomi dan politik, yang merupakan para pengungsi dari Delhi Utar Pradesh, Bihar dan Madya Pradesh ketika India terpecah pada tahun 1947. PPP pimpinan Benazir Bhutto berkampanye untuk mengadakan pembaharuan demokrasi termasuk peninjauan kembali

terhadap Amandemen ke-8 yang tercantum dalam konstitusi 1973 yang mana telah memperkuat kedudukan Presiden atas Legislatif.67

PPP secara nyata mendapat manfaat dari sikap Benazir Bhutto yang membangkitkan kembali kenangan tentang ayahnya serta berjuang untuk perubahan. Dia mendapat manfaat karena popularitasnya di masyarakat, setelah 11 tahun di bawah pemerintahan militer, dan penampilan figur pemegang tampuk kekuasaan yang berbeda. IJI, bagaimanapun tidak mempunyai seoang figur yang populer. Tidak satupun para calon yang diunggulkan pada waktu itu, dapat menyaingi kharisma dan dinamisme Benazir Bhutto.

Pemilu untuk Majelis Nasional diselenggarakan tanggal 16 November 1988. pemilu tersebut dilukiskan oleh para pengamat asing, sebagai pemilu yang dilaksanakan

67

secara terbuka. Pemilu ini untuk mengisi 237 kursi di Majelis Nasional, dengan perincian 207 kursi diperebutkan oleh partai politik dan kelompok independen sedangkan 30 kursi tambahan diberikan bagi 10 kursi untuk politikus non Islam dan 20 kursi untuk kaum wanita.68 Hasil dari pemilu mengejutkan ketiga partai tersebut, PPP tidak mencapai hasil yang diharapkan, khususnya daerah Punjab. PPP mendapat 92 kursi dari 207 kursi yang diperebutkan. Hal ini bukan merupakan kemenangan mutlak meskipun PPP merupakan satu-satunya partai yang mempunyai kursi di keempat propinsi.

Sedangkan IJI hanya mencapai hasil gemilang di daerah Punjab, dengan memperoleh total 54 kursi. Sementara itu MQM meraih kemenangan di Karachi dan Hyderebad, yaitu 2 kota terbesar di propinsi Sindh dengan memperoleh 13 kursi dan sisanya dikuasai oleh partai-partai kecil. (lihat tabel 1)

Tabel 1.

Hasil Pemilihan Umum Anggota Majelis Nasional Bulan November 198869

NO. NAMA PARTAI PEROLEHAN KURSI

1. Pakistan People’s Party (PPP) 92 kursi

2. Islami Jamhoori Ittihad (IJI) 54 kursi

3. Muhajir Qaumi Movement (MQM) 13 kursi

4. Kelompok Independen 30 kursi

5. Partai Kecil 18 kursi

68

“Sekilas Perjalanan Politik Bhutto”, KOMPAS, 28 Desember 2007. h. 4.

69

TOTAL 207 kursi

Dari tabel 1 terlihat bahwa PPP mendapat suara terbanyak. Dalam pemilihan di propinsi Sindh, Benazir Bhutto memperoleh suara terbanyak. Sementara IJI dan partai-partai kecil lainnya sama sekali tidak memperoleh suara di propinsi Sindh. Benazir Bhutto yang orang Sindh tentunya sangat dudukung oleh masyarakat Pakistan yang cenderung memilih PPP sebagai partainya. Hal ini jelas sangat berperan bagi menangnya Benazir Bhutto dalam pemilu 1988, karena jumlah penduduk di propinsi Sindh adalah nomor dua terbesar di Pakistan. Selain itu ia mampu memanfaatkan nama besar ayahnya, Ali Bhutto untuk menarik simpati masyarakat Pakistan lainnya yang berasal dari etnis yang berbeda dengannya, khususnya masyarakat pedesaan agar mendukungnya. Karena kebijakan-kebijakan di masa pemerintaha Ali Bhutto banyak mengutamakan kepentingan masyarakat bawah, dengan program “Sosialisme Islamnya”.70 Ternyata strategi tersebut memberikan hasil yang menggembirakan dimana PPP berhasil menang pula di Punjab, yang merupakan tempat saingannya, Nawaz Sharif.

Bahkan dengan semangat “Bhutoisme” pula, Benazir Bhutto berusaha bekerja sama dengan kaum Islam Populer yang dipimpin oleh kyai. Kyai ini berperan sebagai patron, dan dengan adanya kerja sama tersebut diharapkan Benazir Bhutto akan dapat menguasai kliennya, yaitu masyarakat pedasaan. Pada masa pemerintahan Ali Bhutto, para Kyai tersebut sangat mendukungnya di mana meskipun Ali Bhutto melakukan kebijakan Land Reform, namun kebijakannya tidak berlaku bagi para kyai. Kyai tersebut malah diberikan bantuan tanah wakaf. Pemerintah juga ikut memelihara tempat-tempat keramat leluhur mereka dan tetap melindungi tanah mereka. Dengan latar belakang

70

tersebut, tentunya para Kyai cenderung mendukung Benazir Bhutto dengan partainya PPP sebagai pewaris kebijakan Ali Bhutto.

Keberhasilan Benazir Bhutto untuk meraih suara moyoritas dalam pemilu 1988, tak lepas karena ia juga melakukan pendekatan kepada para wanita Pakistan dengan usahanya memberikan pengertian Islam dari segi sejarah. Ia mengatakan bahwa ratu Sheba pernah berkuasa pada masa pra Islam, Yaman pernah dikuasai oleh beberapa wanita Muslim, seperti malika Urwa yang berkuasa hampir 50 tahun pada abad ke-11.71 Bahkan sebelum Benazir Bhutto muncul dalam politik Pakistan , telah ada Fatimah Jinnah yang memimpin partai Liga Muslim dan pernah mencalonkan diri dalam pemilihan Presiden melawan Jenderal Ayub Khan pada tahun 1964.72 dengan demikian Benazir Bhutto dapat mengatakan bahwa sebenarnya wanita boleh menjadi pemimpin, sehingga kaum wanita Pakistan mayoritas masih buta huruf mendukungnya dan menganggap Benazir Bhutto sebagai generasi baru yang memperjuangkan emansipasi wanita Pakistan.73

PPP tidak hanya mmperoleh suara mayoritas di propinsi Sindh, melainkan juga di propinsi Punjab. Padahal IJI dipimpin oleh Nawaz Sharif yang berasal dari Punjab. Hal ini dikarenakan Nawaz Sharif menganggap dirinya sebagai penerus kebijakan Zia ul-Haq. Sementara rakyat sudah bosan dengan cara kepemimpinan Zia ul-Haq yang keras dan represif. Saat itu rakyat berharap akan adanya suatu pemerintahan sipil yang demokratis.

71

Budi Winarno, “Wanita Berkuasa di Dunia”, artikel diakses pada 27 Februari 2007 dari http://search.yahoo.com/search;_ylt=A0oGklLNMRlJBfEAPutXNyoA?p=pemilu+di+pakistan+1988&y=S earch&fr=moz2&ei=UTF-8

72

Azaz Ahmad, Islamic Modernism 1957-1964, bab II (London: University Press, 1992), h. 209.

73

Anita M Weiss, “Benazir Bhutto and The Future of Women in Pakistan”, ASIAN SURVEY. Vol. XXX No 5, May 1990, h 445.

Oleh karena itu, mereka cenderung memilih PPP yang dipimpin oleh Benazir Bhutto dan menganggapnya sebagai simbol demokrasi di Pakistan.

Dalam pemilihan itu, beberapa figur yang terkemuka dari periode Zia ul-Haq, termasuk mantan PM khan Junejo gagal untuk mendapatkan tempat di Majelis Nasional dalam pemilu 1988. Bahkan dalam pemilu itu , Benazir sendiri sukses merebut 3 kursi sekaligus di daerah pemilihan Larkana, Lahore, dan Karachi. Hal ini memang sah karena konstitusi Pakistan tak melarang seorang calon maju di beberapa daerah pemilihan sekaligus. Sebaliknya, IJI hanya berhasil meloloskan Nawaz Sharif, Ketua Menteri propinsi Punjab. Dengan demikian kesempatan Benazir untuk terpilih sebagai Perdana Menteri Pakistan semakin terbuka sehingga Benazir Bhutto pun disibukan untuk mencari dukungan dari kemenangan MQM dan partai-partai kecil lainnya di parlemen.

Memang dari tabel 1 dapat dilihat bahwa PPP telah memperoleh suara mayoritas. Namun Benazir Bhutto belum dapat di pastikan tampil sebagai perdana menteri, karena partainya tidak memperoleh mayoritas mutlak 2/3 dari seluruh jumlah kursi parlemen atau setidaknya minimal 50%+1. Untuk itu, ia harus berkoalisi dengan partai-partai lainnya.

Sementara itu, kelompok-kelompok sosial, ekonomi dan para profesional yang dijuluki oleh Benazir Bhutto “kaum Islamabad” menjadi ragu sebelum meminta Benazir Bhutto untuk membentuk sebuah pemerintahan. Para birokrat sipil dan militer, pedagang dan industrialis besar serta kelas menengah mempunyai alasan untuk mengkhawatirkan kembalinya PPP. Mereka seluruhnya pernah menjadi korban kebijakan politik PPP yang

serius pada masa pemerintahan ayahnya, Zulfikar Ali Bhutto.74 Keadaan ini membuat mereka memakai Ishaq Khan sebagai pelindung.

Benazir Bhutto kemudian menyetujui beberapa prasyarat yang ditetepkan oleh “kaum Islamabad” yaitu membiarkan urusan militer untuk ditangani oleh golongan militer, melanjutkan kebijakan Zia mengenai perang sipil yang berkelanjutan di negara tetangga Afghanistan. Membujuk IJI untuk bekerja sama di Punjab dan melaksanakan program penyesuaian struktur ekonomi, melanjutkan sikap pemerintah sementara yang telah bekerja sama dengan International Monetery Found (IMF) dan World Bank.

Untuk menjamin bahwa kesepakatan itu ditepati, Benazir Bhutto juga telah menyetujui permohonan “kaum Islamabad” yang meminta agar partainya menjadikan Ishaq Khan sebagai presiden. Sepuluh hari kemudian, Benazir Bhutto pun berhasil menjadi Perdana Menteri setelah membujuk MQM untuk berkoalisi membentuk pemerintahan bersama. Bahkan PPP bekerja sama dengan IJI dan MQM untuk memilih Ghulam Ishaq Khan sebagai Presiden dan Benazir Bhutto pun akhirnya mengukir sejarah besar menjadi Perdana Menteri wanita pertama di sebuah negara mayoritas Islam pada abad Modern.75

Dalam dokumen POLITIK BENAZIR BHUTTO (Halaman 51-56)