• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 4 DINAMIKA PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DESA

B. Penyelenggaraan Pemerintahan Desa di Berbagai

4. Kepemimpinan Kepala Desa

prioritas. Oleh sebab itu hendaknya pemerintah pusat perlu menyelenggarakan sosialisasi terhadap pemerintah kabupaten/kota maupun aparat provinsi yang nantinya secara berantai dapat mensosialisasikan teknik penyusunan peraturan kampung dan keputusan kepala kampung

4. Kepemimpinan Kepala Desa

Sebagaimana dimaklumi bahwa pemberlakuan UU No. 32 Tahun 2004 telah mengakibatkan terbentuknya dua jenis desa, yakni Desa Negara (desa dinas) dan Desa Adat (Desa Pakraman di Bali, Nagari di Sumatera Barat, dan sebagainya). Walaupun secara administrasi pemerintahan yang diakui adalah Desa Dinas, tetapi dalam praktek penyelenggaraan pemerintahan, Desa Adat ini juga perlu mendapat perhatian. Jadi, dalam penyelenggaraan pemerintahan desa banyak keterkaitan-keterkaitan yang perlu diperhatikan selain kelembagaan pemerintahan desa dalam arti yang luas, juga kelembagaan sosial menjadi tugas dan tanggung jawab dari pemerintahan desa, sehingga beban yang diemban oleh desa (dinas) di Bali cukup berat dan kompleks.

Pemerintah desa di Bali posisinya sebagai sebagai “struktur perantara” dan dipihak lain sebagai “agen pembaharuan” yang dituntut untuk mampu menjalankan fungsinya secara optimal sesuai perkembangan masyarakat desanya. Pemerintah desa di Bali yang diberi amanah (mandat) oleh rakyat tampaknya tidak diberi kewenangan yang cukup. Hal tersebut dikarenakan keterbatasan yang dimiliki oleh pemerintah desa, kedudukan kelembagaan pemerintahan yang “mendua” tersebut yakni pemerintahan desa sebagai organisasi pemerintahan dan organisasi kemasyarakatan.

Selain itu, ketiadaan atau minimnya sumber pendapatan desa, keterbatasan wewenang untuk mengambil keputusan walaupun dalam hal mengatur rumah-tangganya sendiri, dan keterbatasan sumberdaya manusia merupakan kendala-kendala dari pemerintahan desa di Bali.

Meskipun pemerintah pusat telah mengeluarkan berbagai kebijakan yang berkaitan dengan penguatan kapasitas kelembagaan pemerintahan desa, diantaranya kebijakan yang mengatur kewenangan desa, administrasi desa, dan lain-lain tetapi tidak serta merta kebijakan-kebijakan tersebut dapat diimplementasikan, perlu sosialisasi, perlu bimbingan teknis yang intensif, begitu juga dalam hal penyiapan sumberdaya manusia aparat desanya, perlu disiapkan dan dikembangkan kemampuannya sehingga mampu melaksanakan tugasnya sesuai dengan norma-norma dan peraturan yang berlaku.

Dalam hal kepemimpinan desa juga terdapat 2 (dua) macam pemimpin yang menjadi panutan masyarakat desa di Bali yakni Kepala Desa sebagai pimpinan desa dinas, dan Perbekel sebagai pimpinan desa adat (Pakeraman), dari hasil wancara dengan Kepala Desa meskipun terdapat 2 (dua) bentuk kepemimpinan tidak terjadi permasalahan yang dapat mengganggu kelancaran pemerintahan desa di Bali, karena pemimpin adat pada umumnya menyadari sepenuhnya posisinya sebagai “pengabdi” jadi umumnya pemimpin adat ini bangga dengan falsafah dasar sebagai “pengabdi” bukan pamrih yang menjadi tujuan utama para perbekel di Bali ini, dan memang dalam kehidupan sehari-hari di desa, perilaku dan kehidupan dari para perbekel ini selalu dijadikan acuan oleh masyarakat desa setempat.

Oleh sebab itu menjadi catatan penting, kemapuan (kompetensi) yang dimiliki oleh Kepala Desa (Negara) mutlak diperhatikan pada saat pengajuan calon Kepala Desa, baik kemampuan fisik, kemampuan spiritual, sehingga tidak terjadi “Matahari Kembar” di desa. Oleh sebab itu dengan memperhatikan kemampuan Kepala Desa yang ada di Bali pada saat ini yang sebagian besar berlatar belakang SLTP dan SLTA, dan mengingat kepemimpinan adalah aspek yang sangat penting dalam pemerintahan desa kiranya perlu ada pelatihan-pelatihan kepemimpinan, terutama teknis pengambilan keputusan, perumusan kebijakan dan teknik negosiasi, dan lain-lain.

Dari hasil wawancara dengan Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa Provinsi Bali, dalam rangka meningkatkan kapasitas pemerintah desa, sebenarnya Departemen dalam Negeri telah mengeluarkan Keputusan Menteri yang mengatur jenis-jenis Diklat yang perlu dilaksanakan, tetapi daerah mengalami kesulitan untuk mengembangkan kurikulum dan muatan materi sebagai penjabaran dari Keputusan Menteri Dalam Negeri tersebut, pengalaman menunjukkan pengembangan kurikulum diklat adalah salah satu aspek yang sangat sulit tetapi justru menentukan, disamping itu juga dari berbagai jenis diklat yang telah diatur oleh Menteri Dalam Negeri tersebut lebih banyak mengatur jenis diklat yang sifatnya peningkatan kapasitas intelektual, padahal pada era sekarang ini peningkatan kapasitas “behavioral dan managerial” justru sangat dibutuhkan.

Selain muatan kurikulum dan teknik penyelenggaraan diklat sebagaimana diutarakan di atas, pihak pemerintah Bali juga dihadapkan pada persepsi dari para anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, umumnya Anggota Dewan kita begitu “alergi” jika

kita mengajukan program peningkatan kapasitas pemerintahan desa, terutama Diklat Kepemimpinan Kepala Desa, alasan utamanya karena output dari Diklat Kepemimpinan Kepala Desa tidak segera kelihatan hasilnya.

Sementara itu, kepemimpinan kepala desa (kampung) di Papua juga menjadi fenomena yang sangat menarik karena peran dominannya dalam penyelenggaraan pemerintahan kampong. Berbeda dengan kelembagaan desa di daerah lain di Indonesia, di Papua juga terdapat kelembagaan Kelurahan yang terdapat di lingkungan Pemerintah Kota Jayapura. Kampong dan kelurahan merupakan organisasi level terendah yang sudah sesuai dengan peraturan pemerintah baik pusat maupun di daerah.

Kelembagaan kampung sangat berbeda dengan

kelembagaan kelurahan, dimana dominasi nilai adat istiadat setempat sangat menonjol, sehingga kebijakan yang mengatur administrasi dan pemerintahan kampong kadang-kadang tidak berlaku. Dominasi adat dan agama sangat menonjol di Papua, jadi Peraturan Menteri Dalam Negeri yang mengatur Organisasi Pemerintahan Desa (Kampung) dan yang mengatur kewenangan Desa (Kampung) dan lain-lain menjadi kurang efektif.

Hal ini perlu penyesuaian-penyesuaian terutama nilai-nilai adat perlu diakomodasi kampong, hal tersebut tergambar dari hasil wawancara dengan Kepala Biro Tata Pemerintahan, Sekretaris Daerah Kota Jayapura dan Asisten I Sekretaris Daerah Kabupaten Jayapura, hal tersebut berakibat banyaknya peraturan perundang-undangan yang tidak diimplementasikan karena berbenturan dengan adat yang berlaku dalam masyarakat.

Dilihat dari kualitas para Kepala Desa secara umum kualitasnya masih perlu ditingkatkan, termasuk kualitas

kepemimpinan kepala desa, kendala utama dalam peningkatan kualitas kepemimpinan kepala desa di papua ini terletak pada komitmen dari para pimpinan, terutama para pimpinan di

Kabupaten, kerena yang mempunyai wewenang untuk

meningkatkan kualitas aparat desa pada era otonomi daerah ini adalah Pemerintah Kabupaten, sedangkan pemerintah provinsi hanya memfasilitasi.

Dokumen terkait