• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ketergantungan Rokok

Dalam dokumen buku Rokok Mengapa Haram (Halaman 65-74)

Tidak semua orang akan menderita ketergantungan rokok (yang dimaksud adalah tembakau), karena untuk sampai didiagnosis tersebut, seseorang harus memenuhi beberapa kriteria dulu yaitu ada efek toleransi (semakin hari jumlah

rokok yang dihisap semakin banyak agar tercapai efek yang diinginkan) dan efek putus zat ( bila rokok dihentikan atau dikurangi dalam jumlah yang banyak, maka akan timbul gejala putus zat). Atau mereka tidak dapat menghentikan perilaku merokoknya walaupun sudah jelas ada penyakit yang disebabkan oleh perilaku merokoknya itu.

Selain itu ketergantungan terjadi karena interaksi tiga faktor yaitu faktor individu, faktor zat nya itu sendiri dan faktor lingkungan.

Tidak semua individu mempunyai resiko sama besar untuk menderita ketergantungan rokok. Faktor kepribadian dan faktor genetik biasanya merupakan dua faktor yang berperan dalam membuat seseorang jadi ketergantungan; tapi dalam hal rokok belum ada penelitian yang mendukung adanya faktor genetik. Sedangkan ciri-ciri kepribadian beresiko tinggi antara lain adanya sifat mudah kecewa dan kecenderungan menjadi agresif/destruktif dalam menanggulangi kekecewaannya, merasa rendah diri, mempunyai sifat tidak sabaran yang berlebih, suka mencari sensasi dengan melakukan hal-hal yang mengandung resiko berbahaya yang berlebihan, cepat bosan, keterbelakangan mental taraf perbatasan (diketahui melalui pemeriksaan IQ), cenderung mengabaikan peraturan-peraturan, adanya anggota keluarga yang merokok dan sebagainya.

Tidak semua zat dapat menimbulkan ketergantungan. Hanya zat yang berkhasiat farmakologik tertentu, yang kerjanya di Susunan Saraf Pusat yang menimbulkan ketergantungan. Zat itu disebut zat adiktif.

Dalam rokok, ada zat adiktif yang bernama nikotin. Bila tembakau atau rokok dihisap, maka nikotin akan diserap melaui paru-paru dan dengan cepat masuk ke aliran darah dan mencapai otak. Proses ini berlangsung amat cepat, nikotin mencapai otak hanya dalm waktu 8 detik setelah seseorang menghisap rokok. Nikotin juga dapat mencapai aliran darah

melalui selaput lendir mulut (jika tembakau dikunyah) atau hidung (jika dihirup), bahkan melalui kulit.

Otak kita terdiri dari biliunan sel. Mereka saling berkomunikasi melalui pelepasan zat kimia yang disebut neurotransmitter. Tiap neurotransmitter telah mempunyai pasangannya masing-masing yang khas, seperti anak kunci

yang spesiik untuk lubang kunci tertentu, yang disebut

reseptor. Jika neurotransmitter mencapai reseptor yang sesuai, seperti anak kunci masuk ke lubang yang sesuai, maka sel tersebut teraktivasi seperti pintu yang terbuka.

Molekul nikotin bentuknya seperti salah satu neurotransmitter asetilkholin. Asetilkholin merupakan neurotransmitter yang berperan dalam banyak fungsi termasuk gerak otot, pernapasan, denyut jantung, proses belajar, dan daya ingat. Selain itu dapat juga mempengaruhi pelepasan neurotransmitter lain yang memepengaruhi alam perasaan, nafsu makan, memori dan lain-lain.

Jika nikotin mencapai otak, akan berikatan dengan reseptor asetilkholin dan menimbulkan efek yang serupa dengan asetilkholin. Akhir-akhir ini nikotin juga diketahui meningkatkan kadar dopamin di bagian otak sehingga menimbulkan rasa nikmat (pleasure) dan ini juga merupakan penguat (reward). Dopamin yang kadang-kadang disebut juga molekul kenikmatan, adalah molekul yang sama yang berperan dalam adiksi obat lain seperti kokain dan heroin. Para peneliti saat ini menganggap bahwa perubahan inilah yang berperan dalam semua jenis adiksi. Hal ini juga dapat menerangkan mengapa para perokok sulit sekali berhenti.

Jadi mereka bukannya tidak mau berhenti tetapi mereka tidak dapat berhenti. Para ahli berpendapat bahwa ketergantungan adalah penyakit yang disebabkan oleh ketidakseimbangan kimiawi otak di salah satu bagian otak yang bernama “pleasure pathway”.

Kemudian faktor lingkungan yaitu kehidupan keluarga (hubungan ayah dan ibu) sangat berpengaruh, juga lingkungan teman-teman sebaya atau teman sekantor.

Pembahasan

Kebanyakan perokok menganggap dirinya tidak ketergantungan, tetapi hanya untuk mengatasi iseng-iseng atau mengatasi kesuntukannya. Mereka juga selalu bilang, bahwa mereka juga bisa tidak merokok untuk sehari atau dua hari, bahkan kalau puasapun (sebelum lebaran) mereka juga tidak merokok. Tetapi begitu buka puasa, yang pertama dilakukan adalah merokok. Selain itu bila dianjurkan untuk berhenti total mereka juga mengatakan bahwa ada sesutu yang missing, sehingga mereka harus merokok lagi baru enak; atau bila berkumpul dengan kawan-kawan yang merokok, mereka juga akhirnya tak tahan untuk tidak merokok. Jadi tampak di sini bahwa sebetulnya awalnya merokok itu suatu kebiasaan yang lama-lama menjadi sulit berhenti.

Para perokok juga banyak yang berpendidikan tinggi bahkan juga dokter yang seharusnya paham bahwa merokok itu tak baik untuk kesehatan, tetapi buktinya mereka tetap merokok bahkan ada yang sehari menghisap sampai bungkus rokok. Jadi di sini tampak bahwa pendidikan dan pengetahuan

seseorang tidak berbanding terbalik dengan perilaku merokok yaitu semakin tinggi pendidikan dan pengetahuan kesehatan seseorang, semakin sedikit perilaku merokok ; selain itu juga usia tidak menunjukkan bahwa semakin tua semakin sedikit yang merokok. Kalau dilihat dari gejala ini maka teori adiktif lebih dapat diterima untuk menjelaskan ketergantungan rokok seseorang.

Pengobatan ketergantungan nikotin seperti juga ketergantungan zat psikoaktif lain, selain perlu farmakoterapi untuk membantu meringankan efek putus zatnya, atau mencegah kekambuhan, tetap perlu adanya psikoterapi .

Tetapi dari pengalaman penulis ada beberapa orang yang sudah sangat ketergantungan rokok dan usianya pada saat itu juga sudah lebih dari 0 tahun, dapat berhenti total dari perilaku merokoknya, karena terkena penyakit berat yang berkaitan dengan perilaku merokoknya. Dalam hal ini teori adiktif agak sukar untuk menjelaskan kejadian ini, tetapi teori perilaku mungkin lebih cocok tapi dengan syarat ada trauma/ efek pengaruh yang cukup besar pada perokok.

Kesimpulan

Perilaku merokok dimulai dari kebiasaan yang kemudian berlanjut menjadi ketergantungan karena orang yang bersangkutan merasakan efek yang nyaman bila menghisap rokok.

Ketergantungan nikotin merupakan salah satu langkah awal untuk menjadi ketergantungan zat psikoaktif yang lain, karena kita tahu bahwa kerja nikotin berkaitan juga dengan

reseptor asetilkholin dan dopamin dimana dopamin ini sangat berpengaruh pada ketergantungan zat adiktif lain. Gejala putus zat nikotin juga sangat tidak enak, tetapi yang masih menjadi misteri adalah nikotin juga mempengaruhi pelepasan dopamin, seperti ketergantungan obat lain, tetapi kenapa nikotin tidak dapat menjadi obat substitusi untuk heroin, kokain alkohol dll. Apakah karena nikotin legal dan tersedia

banyak dan relatif murah ? Atau ada hal-hal lain lagi yang

berpengaruh yang sampai saat ini kita belum tahu.

Saran

Untuk mengatasi perilaku merokok harus secara holistik, jadi untuk mengatasi zat nya lebih baik bila ada antagonisnya, seperti naltrexon untuk yang ketergantungan opiat; lalu untuk individunya sebaiknya diberikan psikoterapi sehingga yang bersangkutan menyadari bahwa perilaku merokok itu adalah hal yang tidak baik dan kemudian untuk lingkungan diteruskan adalanya larangan merokok di sembarang tempat dan ada sanksi yang jelas bila hal tersebut dilanggar.

Referensi

Brick J., Erickson C. Drugs, the Brain, and behavior. The Pharmacology of Abuse and

Dependence. The Haworth Medical Press. 998.

Departemen kesehatan RI. Direktorat Jenderal Pelayanan Medik. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III. Jakarta. 993.

Gahlinger PM. Illegal Drugs. A Complete Guide to Their History, Chemistry, Use and

Abuse. Sagebrush Press. USA. 200.

Ghodse H. Drugs and Addictive Behavior. Cambridge University Press. 2002.

Goldstein A. Addiction From Biology to Drug Policy. Second edition. Oxford

Versity Press. 200.

Joewana S. Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan Zat Psikoaktif.

Lahgunaan Napza/Narkoba Edisi 2. Jakarta. Penerbit Buku kedokteran EGC. 2005.

Kurniadi H dan Wreksoatmodjo BR. Napza dan Tubuh Kita. Jakarta. Yayasan Jendela

Peduli Napza. 2000.

Longenecker GL. How Drugs Work. Drug Abuse and The Human Body. Ziff-Davis

Press. 99.

Notoatmodjo S. Promosi Kesehatan & Ilmu Perilaku. Jakarta. PT. Rineka Cipta. 200

Pinel JP. Biopsychology. Third Edition. Allyn & Bacon. A Viacom Company. 99.

Robbins SP. Organizational behavior. Concepts, Controversies, and Applications.

Sixth Edition. Prentice Hall International, Inc. USA. 993.

Bunda, Jauhkan Racun Itu

Dalam dokumen buku Rokok Mengapa Haram (Halaman 65-74)