• Tidak ada hasil yang ditemukan

Merokok Mencegah Ubanan

Dalam dokumen buku Rokok Mengapa Haram (Halaman 158-162)

Kata para ahli: Pada saat menghisap rokok, pada dasarnya perokok sedang menghirup hasil pembakaran tidak sempurna.

Saya pikir kalimat ini benar juga, karena saya belum pernah melihat orang merokok menghasilkan nyala api berwarna biru dan bebas dari asap. Peristiwa pembakaran saat merokok adalah pembakaran tidak sempurna, tidak mengeluarkan nyala api, hanya ada bara dan asap. Asap ini merupakan bukti bahwa pembakaran tidak sempurna.

Pada pembakaran rokok ini terjadi penguraian berbagai bahan organik yang menghasilkan beberapa substansi berbahaya. Ada literatur yang mengatakan bahwa substansi yang dihasilkan oleh pembakaran rokok ada sekitar dua ribu macam. Substansi tersebut sebetulnya merupakan subtansi eksogen yang seharusnya tidak masuk ke dalam paru seseorang. Dari ke dua ribu substansi yang dihasilkan rokok, tiga diantaranya tergolong sangat berbahaya. Tiga subtansi yang dimaksud adalah Tar, nikotin, dan karbon-monoksida.

Beberapa perokok mengira bahwa yang paling berbahaya dari hasil pembakaran rokok adalah nikotin, sehingga mereka mengupayakan mengurangi kadar nikotin dengan memasang saringan dalam ujung rokok atau melalui pipa, rokok modern telah dilengkapi dengan saringan tersebut yang dikenal dengan

nama ilter untuk menyaring nikotin. Pendapat bahwa nikotin

merupakan substansi yang paling berbahaya sebenarnya kurang tepat. Setidaknya ada substansi lain yang lebih bahaya dibanding nikotin, yaitu Tar dan Karbon-monoksida. Perpaduan dari mereka inilah yang merupakan trio bahan berbahaya yang dikeluarkan dari pembakaran rokok.

Nikotin tidak terlalu bahaya karena bisa diilter sehingga

dibanding bila tidak diilter. Sifat nikotin adalah dapat larut

dan dapat diserap oleh dinding alveolus paru melalui membran semi-permiabel. Sehingga dalam waktu sekejap nikotin sudah berada dalam peredaran darah. Kandungan nikotin di dalam darah inilah yang menyebabkan seseorang merasa nyaman dan merasakan enaknya merokok. Rasa nyaman dan enak ini timbul ketika darah yang mengandung nikotin mengalir ke otak dan terjadi reaksi nikotin dengan neuro transmitter otak. Hasil reaksi tersebut menghasilkan sensasi tertentu yang diartikan “nikmat” yang menyebabkan ketagihan bagi pemakainya. Namun tetap harus diingat bahwa nikotin ini adalah substansi eksogen yang seharusnya tidak ada di dalam tubuh kita. Maka saat darah bersirkulasi melewati ginjal, darah akan disaring kemudian nikotin dikeluarkan oleh ginjal melalui air seni, demikian juga saat darah masuk ke sistem hati, nikotin dalam darah akan di konjunggasi oleh hati lalu dibuang melalui empedu. Dengan demikian kadar nikotin dalam darah akan menurun lagi, akibat kadar nikotin turun maka neuro transmitter yang telah terpapar nikotin tidak mendapatkan sensasi “nikmat” lagi; akhirnya mengeluarkan pesan kepada pusat sadar bahwa “ada sesuatu yang kurang” untuk memenuhi yang kurang ini maka otak mengeluarkan perintah untuk segera merokok lagi.

Pada stadium ini, perokok ingin menjaga sensasi “nikmat” yang dihasilkan oleh neuro transmitter dengan selalu berusaha tersedia nikotin dalam darahnya. Dan ada kecenderungan kadar nikotin dalam darah meningkat terus dari waktu kewaktu untuk menghasilkan “nikmat” yang sama. Neuro transmiter juga akan menyimpan memori dalam otak

tentang kebutuhan nikotin ini. Maka otak akan mengadakan rasionalisasi mencari alasan pembenar agar kebutuhan nikotin dapat dipenuhi. Maka tidak heran setiap usaha pencegahan atau pemberian informasi tentang bahaya rokok, neuro transmitter yang ketagihan nikotin akan berusaha lima kali lebih kuat untuk mendapatkan nikotin lagi. Itu sebabnya sulit bagi perokok menghentikan kebiasaan merokoknya. Neuro transmiter otaknya telah dipengaruhi nikotin, akan minta rokok lagi dan minta rokok lagi, lagi dan lagi dengan jumlah yang semakin lama semakin banyak. Tentunya sambil cari alasaan untuk mementahkan segala informasi tentang bahaya merokok, dan berusaha mengabaikan semua larangan merokok. Tidak akan mempedulikan apa fatwa MUI tentang haram tidaknya merokok.

Lain halnya dengan tar, subtansi ini tidak dapat diilter

dengan cara apapun, buktinya jika seseorang merokok

kemudian disaring dengan ilter model apapun masih terlihat

adanya asap. Sesuatu yang kelihatan sebagai asap itu adalah

sifat isik dari tar. Namun anehnya tar setelah sampai di rongga

paru tidak dapat diserap oleh dinding alveolus paru, tidak dapat melewari membran semi-permiabel. Tar hanya menempel disitu. Cara tubuh kita membersihkan tar yang menempel di dinding alveolus paru adalah dengan menggunakan sel sel Phagosit. Namanya juga sel artinya sangat kecil, sel phagosit di paru memerlukan waktu enam bulan untuk membersihkan tar setelah seseorang merokok yang terahir. Jadi jika orang tersebut merokok ulang sebelum enam bulan maka di paru orang tersebut terjadi penumpukan tar. Bayangkan bila tiap

hari merokok dan setiap harinya lebih dari sebatang, tentu sel phagosit tidak bisa membersihkan tumpukan Tar, paru akan manjadi gudang penimbunan jelaga.

Saya masih ingat waktu kepaniteraan di Bagian Bedah Thorax dulu, mengikuti pembimbing senior mengerjakan operasi thoraxotomi pada seorang pasien. Saya ditunjukan bagaimana perbedaan paru yang bersih bebas dari rokok dengan paru dari seorang perokok berat. Pasien yang tidak pernah merokok memiliki paru berwarna rose dengan konsistensi lembut terlihat demikian indah. Lain halnya dengan paru perokok berat; warnanya abu abu kehitaman, seperti kantong gandum isi pasir basah. Yang seperti pasir dalam paru itu adalah timbunan tar.

Tar yang menumpuk di alveolus paru bersifat karsinogenik, artinya menjadi pencetus terjadinya kanker. Telah terbukti secara ilmiah bahwa timbunan tar dalam paru dapat menyebabkan penyakit kanker. Maka orang yang terkena kanker paru akan cepat meninggal karena belum ditemukan obatnya. Berarti orang tersebut meninggal saat masih muda artinya belum sempat ubanan; jadi kesimpulan pertama “Merokok mencegah Ubanan”

Dalam dokumen buku Rokok Mengapa Haram (Halaman 158-162)