• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KEBIJAKAN PENGUPAHAN DI INDONESIA DALAM PERATURAN PEMERINTAH NO.78 TAHUN 2015

3.2 Keterlibatan Buruh Dalam Penetapan Upah Berdasarkan PP No.78 tahun 2015 tahun 2015

3.2.3 Keterlibatan Serikat Buruh Dalam Penetapan Upah

Sementara dalam PP no.78 tahun 2015 yang merupakan aturan baru terkait pengupahan, membatasi peran dewan pengupahan dalam penetapan upah sehingga berdampak pada keterlibatan buruh dalam mempengaruhi kenaikan upahnya. Hal ini ini dapat dilihat dari beberapa hal yaitu sebagai berikut :

1. Penetapan upah tidak sepenuhnya lagi bersandar pada KHL akan tetapi sudah menggunakan formulasi penetapan upah yang hanya mengacu pada tingkat inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Sehingga dalam pelaksanaannya dewan pengupahan tidak memiliki peran maksimal lagi dalam penetapan upah. Otomatis serikat buruh tidak memiliki keterlibatan lagi dalam penetapan upah.

2. Dengan ditetapkannya permenaker no.21 tahun 2016 menggantikan permenaker no.13 tahun 2012 maka survei KHL akan dilakukan 5 tahun sekali. Peran dewan pengupahan tidak lagi sebagi aktor utama dalam survei harga bahan-bahan pokok yang akan mempengaruhi KHL. Akan tetapi survei terhadap KHL sudah sesuai dengan standart rata rata harga barang yang ditetapkan berdasarkan data-data dari badan pusat statistika. Hal ini dapat dilihat dalam Permenaker no.21 pasal 10 ayat (2) dan (3). Sehingga peninjauan langsung yang dilakukan oleh dewan pengupahan terhadap komponen hidup layak tidak lagi berdasarkan keadaan konkretnya dipasar. Sehingga hal inilah sebagi bentuk nyata bahwa dewan pengupahan saat ini dipertahankan hanya untuk menjaga citra pemerintah tetap baik dimata masyarakat. Agar masyarakat menganggap dengan adanya dewan pengupahan , penetapan upah masih dilakukan sesuai dengan cita cita Pancasila sila ke-4 yaitu musyawarah dan mufakat. Kemudian kebijakan ini dibentuk seakan-akan demokratis bagi semua pihak yang terlibat terkhususnya buruh.

3. Peran dewan pengupahan yang biasanya terlibat dalam negoisasi dengan pemerintah daerah harus pupus, karena tidak ada lagi ruang untuk membicarakan langsung kenaikan upah dengan pemerintah daerah dalam hal ini adalah gubernur. Sebelumnya setelah rekomendasi KHL oleh dewan pengupahan provinsi maupun kabupaten/kota ada ruang negoisasi sebelum penetapan upah. Hal ini mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi didaerah, produktivitas (PDRB), dan usaha marginal. Sehingga potensi terhadap kenaikan upah dapat lebih dilihat secara konkret. Sementara berdasarkan PP no.78 tahun 2015 penetapan upah sudah menggunakan formulasi penetapan upah minimum yang hanya berdasarkan tingkat inflasi dan pertumbuhan ekonomi tahunan. Dan hal ini yang membatasi peran dewan pengupahan dalam penetapan upah sekaligus menghilangkan peranan buruh didalamnya.

Peran dewan pengupahan yang semakin terbatas juga ditanggapi oleh salah satu ketua serikat buruh yaitu Ketua DPP GSBI , menyatakan67 :

“PP no.78 tahun 2015 secara langsung membatasi kemerdekaan buruh

dalam memperjuangkan kenaikan upah dengan adanya formulasi penetapan upah, hal ini dilihat dari peran dewan pengupahan yang semakin terbatas karena tidak terlibat lagi dalam mengkalkulasikan upah baik KHL maupun pertumbuhan ekonomi, PDRB. Karena dalam PP no.78 peran dewan pengupahan hanya melakukan survei lima tahun sekali. Dan hal itu pun tidak sepenuhnya diperankan oleh dewan pengupahan karena harga barang yang disurvei harus sesuai dengan yang ditetapkan lembaga yang berwenang dibidang statistik.

Dan rekomendasi itupun juga harus dikembalikan lagi kepada pemerintah

sebagai pihak yang berwenang”. Dan disini bisa dikatakan bahwa

pengupahan tidak lagi berdasarkan musyawarah melalui tripartit dan sudah

mutlak menjadi kewenangan pemerintah yaitu Gubernur secara langsung”.

Kebijakan ini adalah sebuah skema dan sistem yang dilahirkan oleh Jokowi-Jk dalam rangka mempertahankan politik upah murah”.

67

Hasil wawancara dengan ketua DPP GSBI Rudi HB Daman pada tanggal 25 Agustus 2016 pada pukul 15.00 Wib

Pendapat dari pihak serikat buruh diatas sesuai dengan yang dirasakan oleh dewan pengupahan Sumatera Utara yaitu Ririn Bidasari SH, M.hum yang menjabat sebagai sekretaris dewan pengupahan Sumatera Utara dan selaku kepala seksi persyaratan kerja, pengupahan, dan jaminan sosial dinas tenaga kerja dan Sumatera Utara. Menyatakan68 :

“Peran Dewan pengupahan paska PP no.78 tahun 2015 jelas sangat

terbatas, karena tidak lagi mengacu pada mekansime survei KHL. Akan tetapi sudah berdasarkan formulasi upah minimum yang mengacu pada tingkat inflasi dan pertumbuhan ekonomi secara nasional.

Sedangkan untuk survei KHL nya tetap ada. Akan tetapi 5 tahun sekali. hal itu dipertegas pada Permenaker no.21 tahun 2016 yang menggantikan permenaker no.13 tahun 2012. Dimana dewan pengupahan daerah seperti provinsi Sumatera Utara hanya akan melakukan survei 5 tahun sekali. dan data survei terhadap KHL itu harus disesuaikan dengan data yang dikeluarkan oleh BPS. Jadi ruang untuk penetapan upah tidak lagi sesuai dengan prinsip musyawarah dan mufakat sesuai yang diamanatkan pancasila sila ke-4”.

Minimnya keterlibatan dewan pengupahan dalam penetapan upah berdasarkan PP No.78 tahun 2015 berimbas pada keterlibatan buruh yang semakin dihilangkan dalam penetapan upah. Karena keterlibatan buruh dalam penetapan upah diwailiki oleh serikat buruh yang tergabung dalam komposisi dewan pengupahan.

“Peran Dewan pengupahan dalam PP No.78 semakin terbatas dan dapat

dikatakan dewan pengupahan hanya sebagai lembaga formal yang hanya bekerja sekali lima tahun, karena dalam PP No.78 tahun 2015 survei KHL hanya sekali dalam lima tahun. Dampaknya pada buruh yaitu , keterlibatan buruh dalam penetapan upah sudah tidak ada lagi selama lima tahun kedepan. Sehingga buruh tidak akan terlibat lagi dalam pengawasan dan negosisasi tentang kenaikan upah. Biasanya menurut UUK no.13 tahun 2003 buruh dapat terlibat melalui perwakilan serikat buruh yang berada dalam komposisi dewan pengupahan. Ketika peran dewan pengupahan

68

Hasil wawancara dengan Ririn Bidasari SH, M.Hum kepala seksi persyaratan kerja, pengupahan, dan jaminan soanisial Dinas tenaga kerja dan transmigrasi Sumatera Utara pada tanggal 16 Agustus 2016 dikantor Disnaker Sumatera Utara pada pukul 11:20 Wib

dihilangkan lima tahun kedepan maka keterlibatan buruh juga akan

dihilangkan”69 .

Jika ditinjau secara umum PP no.78 tahun 2015 jelas memiliki paradoks dengan prinsip demokrasi Pancasila di Indonesia dalam konteks musyawarah dan mufakat yang melibatkan semua pihak terkait pengupahan. Sementara secara khusus hal ini tidak sesuai dengan Pasal 28 D ayat (1) yang berbunyi hak atas pengakuan, jaminan perlindungan dan kepastian hukum yang adil dan perlakuan yang sama di depan hukum dan ayat (2) hak untuk bekerja dan mendapat imbalan serta perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja. Sementara dalam aturan organisasi perburuhan internasional atau dikenal dengan International labour Organization (ILO) menetapkan Konvensi ILO no.87 tentang kebebasan berserikat dan Konvensi ILO no.98 tentang hak berunding dalam penetapan upah minimum. Artinya PP no.78 tahun 2015 sudah tidak sesuai dengan aturan dan standart yang ditetapkan ILO tentang upah minimum.

Hal ini juga disampaikan oleh Said Iqbal selaku presiden Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia, dan Sekretaris jendral Komite Aksi Jaminan Sosial (KAJS) dalam opininya di Media Kompasiana ,menyatakan70“Penetapan upah berdasarkan formula PP no.78 tahun

2015 tidak sesuai dengan spirit melibatkan serikat pekerja, sesuai dengan Konvensi ILO No. 87 tentang Kebebasan Berserikat dan Konvensi ILO No. 98 tentang Hak Berunding, termasuk peran Serikat Pekerja yang diakui mewakili buruh untuk berunding dalam penetapan upah minimum. Dengan menetapkan formula kenaikan upah sebatas inflansi + pertumbuhan ekonomi, maka pemerintahan Jokowi - JK telah merampas hak serikat pekerja untuk terlibat dalam menentukan kenaikan upah minimum. Bahkan, Konvensi ILO No.131 tentang upah minimum mengatur keharusan adanya konsultasi antara Serikat

69

Hasil wawancara dengan Nicholas Sutrisman SH selaku ketua kordinator wilayah (Korwil) Serikat Buruh Sejahterah Indonesia (SBSI) Sumatera Utara pada tanggal 11 Oktober 2016 pada pukul 15:00 Wib

70

Dikutip dari “Mengungkap kebohongan publik mentri ketenagakerjaan terkait PP 78/2015 tentang

pengupahan” diakses dari : http://www.kompasiana.com/saidiqbal/mengungkap-kebohongan-publik-menteri-ketenagakerjaan-terkait-pp-78-205-tentang-pengupahan_5678859d729773fa170da272 tanggal 31 Agustus 2016 pada pukul 19:09 Wib

Pekerja dengan organisasi Pengusaha dalam penetapan upah minimum. Tetapi

kewajiban untuk melakukan konsultasi itu diabaikan”.

3.3 Dampak Yang Muncul Dari Peraturan Pemerintah No.78 Tahun 2015