• Tidak ada hasil yang ditemukan

MUTU JENISI

1.6 Kerangka Teori

1.6.4. Tinjauan Pustaka

Adapun yang menjadi Tinjauan pustaka dalam Penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. “Upah buruh di Indonesia” yang ditulis oleh Abdullah Sulaiman29

: yang didalamnya membahas dan menguraikan tentang pengupahan mulai dari permulaan kemerdekaan yang dimana upah hanya sekedar pemenuhan kebutuhan pokok seperti biaya makan, perumahan ,transportasi, kesehatan, keamanan. Didalamya juga dibahas tentang Konvensi ILO (Indonesia Labour Organization) yang pada akhirnya mendorong Indonesia untuk melakukan penetapan upah minimum dan diberlakukannya perlindungan upah bagi laki-laki dan perempuan.

Tuntutan buruh mendesak kenaikan upah tersebut juga mendorong Pemerintah meratifikasi beberapa konvensi ILO tahun 1954 antara lain UU No.49 Tahun 1954 tentang berlakunya hak-hak dasar untuk berorganisasi dan berunding bersama terkait penetapan upah. Akan tetapi hingga tahun 2003 posisi serikat buruh belum mampu mendorong secara konkret pemerintah dalam menetapkan upah yang layak, karena meskipun serikat buruh terlibat dalam penetapan upah dengan majikan atau pengusaha, akan tetapi masih saja ditentukan sepihak oleh pemerintah dengan legitimasi kebijakan yang ada. Kemudian didalam buku ini juga dibahas mengenai persoalan buruh tentang pelarangan mogok buruh berdasarkan Kepres No.123 Tahun 1963. Kemudian pada masa Industrialisasi antara rentang 1996-1997 penetapan upah dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal dimana ada hubungan antara ekspor dan impor yang berkaitan dengan permintaan produksi barang yang semakin tinggi dengan keinginan mendapatkan keuntungan yang tinggi. Ditambah lagi dengan posisi tawar buruh yang lemah karena melimpahnya tenaga kerja sementara serikat buruh yang ada tunduk pada kebiajakan pemerintah.

Kebijakan pengupahan minimum yang dikaji dalam buku ini dikatakan bermula dari Upah minimum Regional yang kemudian

dikhususukan lagi menjadi Upah minimum sektoral karena UMR tidak mampu mewakili kebutuhan buruh di tingkat kota dan kabupaten. UU no 13 Tahun 2013 juga belum memberikan kepastian perlindungan upah pada buruh karena tidak tegas dalam memberikan batasan batasan tentang komponen upah dan desentralisasi upah, dan tidak tegas menjelaskan kriteria-kriteria yang dihadapi pengusaha sehingga melakuakn penangguhan upah kepada buruh. Didalam buku ini juga dibahas mengenai penyelesaian perselisihan hubungan perindustrian berdasarkan UU No.13 Tahun 2013 dan UU No.2 Tahun 2004 yang mengakibatkan dualisme kebijakan yang pada akhirya menimbulkan kerancuan terhadap penyelesaian sengketa antara pengusaha dan buruh.

2. Dikriminatif dan Ekpoloitatif dalam buku yang ditulis dan diterbitkan oleh yayasan Akatiga30 : dimana dalam penelitian dibuku ini diuraikan bahwa Praktek kerja kontrak dan outsourcing buruh mulai muncul dan terus meluas sejak UU Ketenagakerjaan No. 13Tahun 2003 diberlakukan. Labour Market yang merupakan wujud dari konsep Labour Market Flexibility atau LMF yang diperlukan untuk melemaskan kekakuan peraturan ketenagakerjaan melalui kemudahan merekrut dan memecat buruh secara umum telah menguntungkan perusahaan akan tetapi dengan harga yang harus dibayar dengan memburuknya kesempatan kerja, kondisi kerja dan kesejahteraan buruh sekaligus. Hasil penelitian yang ditulis dalam buku ini menemukan berbagai pelanggaran terhadap UU dan peraturan-peraturan yang terkait dan terhadap lima konvensi ILO tentang hak dasar buruh: kebebasan berserikat, perundingan kolektif, persamaan renumerasi, perlindungan kekerasan dan anti diskriminasi. Penelitian ini mengungkapkan praktek pembedaan hak-hak buruh kontrak dan outsourcing dari buruh tetap, meskipun mereka melakukan jenis pekerjaan yang sama, dengan jam kerja yang sama dan di tempat kerja yang sama.

Kondisi semacam itu menunjukkan bahwa kebijakan LMF atau pasar kerja fleksibel dalam konteks kondisi pasar tenaga kerja di Indonesia dan lemahnya penegakan hukum, perlu ditinjau ulang.

3. Jurnal Kebijakan Penetapan Upah Minimum di Indonesia (The Minimum Wage Policy in Indonesia) oleh Izzaty Rafika Sari31 : Didalam Jurnal ini dibahas bahwasanya penetapan upah minimum bertujuan untuk meningkatkan upah para pekerja yang masih berpendapatan di bawah upah minimum. Pendekatan yang diambil dalam analisis upah minimum adalah Pendekatan Pasar tenaga kerja. Pasar tenaga kerja, sama halnya dengan pasar pasar lainnya dalam perekonomian diatur oleh kekuatan-kekuatan permintaan dan penawaran. Ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran tenaga kerja akan menentukan tingkat upah.32Namun kebijakan upah minimum tidak hanya berdampak pada upah pekerja dengan tingkat upah di sekitar upah minimum, tetapi juga berdampak ke seluruh distribusi upah. Oleh sebab itu, kebijakan upah minimum pada akhirnya akan berdampak pada harga, iklim usaha dan penyerapan tenaga kerja. Penetapan upah minimum masih menghadapi banyak kendala yaitu mekanisme penetapan upah minimum bersifat ad hoc dan tidak pasti dan kenaikan upah minimum sulit diprediksi dan diperhitungkan. Kebijakan menaikkan UMP harusnya ditempatkan dalam kerangka kebijakan industri dan kerangka kebijakan makro yang komprehensif dan tidak parsial. Upah karyawan akan meningkat jika upah minimum dinaikkan, tetapi secara bersamaan, ketidakpatuhan terhadap aturan upah minimum pun akan meningkat sehingga mengurangi manfaat yang diharapkan. Kebijakan ini menimbulkan inefisiensi dengan menghambat pekerja informal yang ingin masuk ke sektor formal karena perusahaan tidak mampu atau tidak bersedia membayar upah minimum lebih tinggi sesuai aturan, padahal para

31

Izzaty Rafika Sari. 2013. “ Kebijakan Penetapan Upah Minimum di Indonesia (The Minimum Wage Policy in Indonesia)”. Jurnal ekonomi dan kebijakan publik. Vol IV no.2.Desember tahun 2013.

pekerja tersebut bersedia menerima upah lebih rendah. Kehati-hatian diperlukan dalam menaikkan upah minimum untuk menghindari sejumlah masalah yang terkait dengan kebijakan penetapan upah tinggi. Masalah tingkat ketidakpatuhan yang tinggi, pertambahan pekerjaan formal yang lebih lambat ketika upah minimum naik, dan pekerja miskin yang tidak beranjak dari ekonomi informal. Bila kebijakan upah minimum yang kaku di sektor modern ini terus dilanjutkan dengan akibat mengurangi pertumbuhan penyerapan tenaga kerja hingga di bawah angka pertumbuhan angkatan kerja, akan lebih banyak pekerja yang dipaksa bekerja pada pekerjaan dengan bayaran rendah serta kondisi kerja yang lebih buruk, atau masuk ke sektor informal yang akan menambah jumlah kelompok pekerja yang saat ini merupakan kelompok pekerja terbesar di Indonesia.