• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEADAAN UMUM PENGUPAHAN DI INDONESIA DAN TINJAUAN KEBIJAKAN PERATURAN PEMERINTAH NO.78 TAHUN 2015

2.1 Sejarah Sistem Pengupahan di Indonesia secara umum

2.1.3 Masa Reformasi Dan Paska Reformasi

Setelah jatuhnya orde baru, Indonesia memulai masa perubahan dengan lahirnya era reformasi. Di era reformasi terdapat perubahan yang signifikan baik dari segi ekonomi, politik, dan sosial. Begitu juga halnya dengan kebijakan perburuhan. Setahap demi setahap ruang yang diberikan kepada buruh untuk mendapatkan haknya baik itu upah, jam kerja, tunjangan kerja, keselamatan kerja dsb mulai diperbaharui meskipun pada esensinya tidak mengalami perubahan yang signifikan. Kebijakan pengupahan yang muncul pada periode ini yaitu Permenaker Nomor 01 Tahun 1999 tentang upah minimum menggantikan permenaker no. 03 Tahun 1997 tentang Upah Minimum Regional yang berlaku hanya 2 tahun.

Dalam Peraturan ini, Upah Minimum adalah upah bulanan terendah yang terdiri dari upah pokok termasuk tunjangan tetap41. Upah minimum terdiri dari UMR Tingkat 1, UMR Tingkat II, UMSR Tingkat I dan UMSR tingkat II42.

UMR Tingkat 1 dan UMR Tingkat II ditetapkan dengan mempertimbangkan43 :

a. Kebutuhan

b. Indeks harga konsumen(IHK);

c. Kemampuan,perkembangan dan kelangsungan perusahaan;

d. Upah pada umumnya yang berlaku di daerah tertentu dan antar daerah ; e. Kondisi pasar kerja;

f. Tingkat perkembangan perekonomian dan pendapatan per kapita.

Sedangkan UMSR Tingkat 1 dan UMSR Tingkat II ditetapkan berdasarkan faktor pertimbangan diatas tadi ditambah pertimbangan kemampuan perusahaan secara sektoral44. Penetapan besaran upah minimum dilakukan oleh

41

Pasal 1 ayat 1 Permenakertrans No.1 tahun 1999 Tentang Upah minimum

42

Pasal 3 Permenakertrans No.1 tahun 1999 Tentang Upah minimum

43

Pasal 6 ayat 1 Permenakertrans No.1 tahun 1999 Tentang Upah minimum

44

menteri tenaga kerja45 dan diadakan peninjauan besaran upah minimum selambat-lambatnya 2 (dua) tahun sekali. Upah minimum ini hanya berlaku bagi pekerja yang mempunyai masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun46. Peraturan menteri ini kemudian diperbaiki melalui Kepmenakertrans No : Kep-226/Men/2000 Tentang Perubahan Pasal-Pasal Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor Per-01/Men/1999 Tentang Upah Minimum. Dalam keputusan ini, terjadi perubahan beberapa istilah yaitu;

1. Upah Minimum Regional tingkat 1 (UMR Tk.1) diubah menjadi Upah Minimum Propinsi (UMP).

2. Upah Minimum Regional Tingkat II (UMRTk.II) diubah menjadi "Upah Minimum Kabupaten/Kota.

3. Upah Minimum Sektoral Regional Tingkat 1(UMSR Tk.I) diubah menjadi Upah Minimum Sektoral Propinsi (UMS Propinsi).

4. Upah Minimum Sektoral Regional Tingkat II (UMSR Tk.II)diubah

menjadi Upah Minimum Sektoral Kabupaten/kota (UMS

Kabupaten/Kota).

Secara umum tingkat upah minimum di Indonesia ditetapkan pada level propinsi. Sebelum otonomi daerah pemerintah pusat (dalam hal ini Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi) menetapkan tingkat upah minimum setiap propinsi didasarkan pada rekomendasi dari pemerintah daerah (propinsi), sedangkan setelah otonomi daerah, pemerintah daerah memiliki kebebasan dalam menentukan tingkat upah minimumnya. Sebelum otonomi daerah, propinsi secara umum hanya memiliki satu tingkat upah minimum dan berlaku untuk seluruh wilayah kota/kabupaten, sedangkan setelah otonomi daerah, setiap kota/kabupaten diberi kebebasan untuk menentukan tingkat upah minimumnya sepanjang tidak berada di bawah tingkat upah minimum propinsi.

45

Pasal 4 ayat 1 Permenakertrans No.1 tahun 1999 Tentang Upah minimum

46

Sebagai bagian dari perubahan regim politik dari sentralisasi menjadi desentralisasi, kewenangan penetapan tingkat upah minimum juga dipindahkan kepada tingkat propinsi dan kota/kabupaten yang mana bekerja sama dengan komisi upah pada tingkat daerah. Setiap komisi upah terdiri dari perwakilan dari dinas ketenagakerjaan, pengusaha, perwakilan serikat pekerja dan beberapa penasehat ahli dari perguruan tinggi. Adapun tujuan utama dari kebijakan desentralisasi ini adalah untuk meningkatkan efektivitas ekonomi, efisiensi, dan persamaan akses terhadap pelayanan publik. SMERU47 juga berpendapat bahwa desentralisasi kewenangan ke level pemertintahan yang lebih rendah dalam penetapan UMR juga bertujuan untuk membagi resiko dalam bernegosiasi dengan serikat pekerja di setiap daerah, seperti misalnya demonstrasi besar ketika upah minimum naik atau berubah. Lebih lanjut, pemerintah daerah juga dianggap lebih mengerti tentang masalah dan kondisi ketenagakerjaan daerahnya dibandingkan pemerintah pusat sehingga desentralisasi adalah mutlak untuk harus dilakukan.

Berdasarkan peraturan pemerintah, pemerintah daerah pada tingkat propinsi menetapkan upah minimum untuk setiap wilayah daerahnya, sedangkan kota/kabupaten memiliki pilihan untuk mengikuti atau menetapkan upah minimum diatas tingkat upah minimum propinsi tetapi tidak berada di bawah upah minimum propinsi (UMP). Namun pelaksanaannya cukup bervariasi antar propinsi. Beberapa propinsi seperti DKI Jakarta, Sumatera utara dan banyak propinsi di luar Jawa tetap menggunakan UMP untuk upah minimum daerahnya. Disisi yang lain beberapa propinsi seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Bali memilih untuk memiliki upah minimum pada tingkat kota/kabupaten.

Berdasarkan peraturan pemerintah, dalam menentukan tingkat upah minimum beberapa komponen pertimbangannya adalah :

1. Biaya Kebutuhan Hidup Minimum (KHM) 2. Indeks harga konsumen (IHK)

47

3. Kemampuan, pertumbuhan dan keberlangsungan dari perusahaan 4. Tingkat upah minimum antar daerah

5. Kondisi pasar kerja

6. Pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita

Kemudian dalam penetapan upah minimum, pada tahun 2003 diterbitkan UU No.13 tahun 2003 yang dianggap pemerintah akan mampu memberikan perlindungan upah bagi buruh, dan disisi lain mampu memberikan ruang bagi pengusaha agar tetap mampu memberikan upah sesuai dengan kemampuan perusahaan. Dalam UU ini dikatakan bahwa tujuan dari kebijakan pengupahan adalah untuk pencapaian kebutuhan hidup layak seorang buruh/pekerja. Sebagai pelaksanaan Pasal 89 ayat (4) Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan maka Penetapan Komponen kebutuhan hidup minimum (KHM) sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja No.81 Tahun 1995 tanggal 29 Mei 1995 yang kemudian diubah dan disesuaikan melalui Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2005 tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak. Dalam peraturan Menteri Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Republik Indonesia No.17 Tahun 2005 yang dimaksud dengan

Kebutuhan Hidup Layak (KHL) adalah standar kebutuhan yang harus dipenuhi oleh seorang pekerja/buruh lajang untuk dapat hidup layak baik secara fisik, non fisik dan sosial, untuk kebutuhan 1 (satu) bulan.

Kemudian diatur tentang pedoman survey harga penetapan nilai Kebutuhan Hidup Layak (KHL) sebagaimana yang telah ditetapkan oleh Menteri Tenagakerja dan Transmigrasi Republik Indonesia No.17 Tahun 2005 pasal 3 ayat (5) yaitu melalui tahapan sebagai berikut :

 Pembentukan tim oleh Ketua Dewan atau Bupati/Walikota

1. Tim terdiri dari unsur tripartit yang diketuai oleh wakil dari Badan Pusat Statistik (BPS).

2. Daerah yang telah membentuk Dewan Pengupahan, anggota tim berasal dari anggota Dewan Pengupahan.

3. Daerah yang belum membentuk Dewan Pengupahan, Bupati/Walikota membentuk tim yang berunsur Tripartit dengan memperhatikan system keterwakilan.

4. Jumlah tim ditetapkan sesuai dengan kebutuhan dengan keanggotaan masing-masing tim 4 orang yang terdiri dari Pemerintah, Organisasi Pengusaha, Serikat Pekerja/Serikat Buruh dengan komposisi 2 : 1 : 1.

 Tim menetapkan metode survei

1. Kuisioner : Kuisioner memuat hal-hal yang perlu ditanyakan kepada responden untuk memperoleh informasi harga barang/jasa sesuai dengan jenis-jenis kebutuhan dalam komponen KHL.

2. Pemilihan Tempat Survey : Survei harga dilakukan di pasar tradisional yang menjual barang secara eceran bukan pasar induk atau pasar swalayan dan sejenisnya.Untuk jenis kebutuhan tertentu, survei harga dapat dilakukan di tempat lain yang sesuai dengan jenis kebutuhan tersebut. Beberapa kriteria pasartempat survei harga antara lain: Bangunan fisik pasar relatif besar – Terletak di daerah kota, komoditas yang dijual beragam, banyak pembeli,waktu keramaian berbelanja relatif panjang. 3. Survei kebutuhan yang bukan termasuk pangan dan sandang tidak

dilakukan di pasar tradisional sebagai berikut :

- Listrik : yang disurvei adalah rekening listrik tempat tinggal pekerja berupa satu kamar sederhana yang memakai daya listrik sebesar 450 watt - Air : survei dilakukan di PAM, tarif rumah tangga yang mengkonsumsi air

bersih sebanyak 2.000 liter per bulan.

- Transport: tarif angkutan kota di daerah yang bersangkutan untuk satu kali jalan.

- Harga tiket rekreasi disurvei di tempat rekreasi.

- Sewa kamar: untuk mengetahui harga sewa kamar, diambil tiga sampel harga sewa kamar dengan lokasi yang berbeda dimana umumnya pekerja tinggal.

 Waktu Survei

1. Survei dilakukan pada minggu pertama setiap bulan.

2. Waktu survei ditetapkan sedemikian rupa sehingga tidak terpengaruh oleh fluktuasi harga akibat perubahan kondisi pasar, misalnya antara lain saat menjelang bulan puasa dan hari raya keagamaan.

 Responden

1. Responden yang dipilih adalah:

2. Pedagang yang menjual barang-barang kebutuhan secara eceran.Untuk jenis-jenis barang tertentu, dimungkinkan memilih responden yang tidak berlokasi di pasar tradisional seperti meja/kursi, tempat tidur, kasur dan lain-lain.

3. Penyedia jasa seperti tukang cukur/salon, listrik, air dan angkutan umum. 4. Pemilihan responden perlu memperhatikan kondisi sebagai berikut:

Apakah yang bersangkutan berdagang pada tempat yang tetap/permanen/ tidak berpindah-pindah, apakah yang bersangkutan menjual barang-barang eceran, apakah yang bersangkutan mudah diwawancarai, jujur dan responden harus tetap/tidak berganti-ganti.

 Metode Survei Harga

Data harga barang dan jasa diperoleh dengan cara menanyakan harga barang seolah-olah petugas survei akan membeli barang, sehingga dapat diperoleh harga yang sebenarnya (harus dilakukan tawar menawar). Survei dilakukan terhadap tiga orang responden tetap yang telah ditentukan sebelumnya.

 Pelaporan

Dewan Pengupahan Kabupaten/ Kota atau Bupati/ Walikota menyampaikan laporan hasil survei berupa form isian KHL kepada Dewan Pengupahan Propinsi setiap bulan. Dewan Pengupahan Propinsi menyampaikan

rekapitulasi nilai KHL seluruh Kabupaten/Kota di Propinsi yang bersangkutan kepada Dewan Pengupahan Nasional secara periodik setiap bulan.

Kemudian dalam pasal 2 ayat (2) dilampirkan standar KHL yang terdiri dari :

Makanan & Minuman (11 item)

Sandang (9 item)

Perumahan (19 item)

Pendidikan (1 item)

Kesehatan (3 item)

Transportasi (1 item)

Rekreasi dan Tabungan (2 item)

Tabel 2.3 : Komponen Standar Kebutuhan Hidup Layak (KHL) Berdasarkan Permenaker No.17 Tahun 200548

No Komponen Kualitas/Kriteria Jumlah

Kebutuhan

I MAKANAN DAN MINUMAN

1. Beras Sedang Sedang 10 kg

2. Sumber Protein :

a. Daging Sedang 0.75 kg

b. Ikan Segar Baik 1.2 kg

c. Telur Ayam Telur ayam ras 1 kg

3. Kacang-kacangan : tempe/tahu Baik 4.5 kg

4. Susu bubuk Sedang 0.9 kg

5. Gula pasir Sedang 3 kg

6. Minyak goreng Curah 2 kg

7. Sayuran Baik 7.2 kg

8. Buah-buahan (setara

pisang/pepaya) Baik 7.5 kg

9. Karbohidrat lain (setara tepung

terigu) Sedang 3 kg

10. Teh atau Kopi Celup/Sachet 4 Dus isi 25 = 75 gr

11. Bumbu-bumbuan Nilai 1 s/d 10 15%

JUMLAH

12. Celana panjang/ Rok Katun/sedang 6/12 potong

13. Kemeja lengan pendek/blouse Setara katun 6/12 potong

14. Kaos oblong/ BH Sedang 6/12 potong

15. Celana dalam Sedang 6/12 potong

16. Sarung/kain panjang Sedang 1/12 helai

17. Sepatu Kulit sintetis 2/12 pasang

18. Sandal jepit Karet 2/12 pasang

19. Handuk mandi 100cm x 60 cm 2/12 potong

20. Perlengkapan ibadah Sajadah, mukena 1/12 paket

JUMLAH

III PERUMAHAN

21. Sewa kamar Sederhana 1 bulan

22.Dipan/ tempat tidur No.3 polos 1/48 buah

24. Sprei dan sarung bantal Katun 2/12 set

25. Meja dan kursi 1 meja/4 kursi 1/48 set

26. Lemari pakaian Kayu sedang 1/48 buah

27. Sapu Ijuk sedang 2/12 buah

28. Perlengkapan makan

a. Piring makan Polos 3/12 buah

b. Gelas minum Polos 3/12 buah

c. Sendok garpu Sedang 3/12 pasang

29. Ceret aluminium Ukuran 25 cm 1/24 buah

30. Wajan aluminium Ukuran 32 cm 1/24 buah

31. Panci aluminium Ukuran 32 cm 2/12 buah

32. Sendok masak Alumunium 1/12 buah

33. Kompor minyak tanah 16 sumbu 1/24 buah

35. Ember plastik Isi 20 liter 2/12 buah

36. Listrik 450 watt 1 bulan

37. Bola lampu pijar/neon 25 watt/15 watt 6/12 (3/12) buah

38. Air Bersih Standar PAM 2 meter kubik

39. Sabun cuci Cream/deterjen 1.5 kg

IV PENDIDIKAN

40. Bacaan/radio Tabloid/4 band 4 buah/ (1/48)

JUMLAH

V KESEHATAN

41. Sarana Kesehatan

a. Pasta gigi 80 gram 1 tube

b. Sabun mandi 80 gram 2 buah

c. Sikat gigi Produk lokal 3/12 buah

e. Pembalut atau alat cukur Isi 10 1 dus/set

42. Obat anti nyamuk Bakar 3 dus

43. Potong rambut Di tukang

cukur/salon 6/12 kali

JUMLAH

VI TRANSPORTASI

44. Transportasi kerja dan lainnya Angkutan umum 30 hari (PP)

JUMLAH

VII REKREASI DAN TABUNGAN

45. Rekreasi Daerah sekitar 2/12 kali

46. Tabungan (2% dari nilai 1 s/d 45)

JUMLAH

Mekanisme proses penetapan Upah Minimum berdasarkan standar KHL pada permenaker no.17 tahun 2005 adalah sebagai berikut :

Ketua Dewan Pengupahan Provinsi dan/atau Kabupaten/Kota membentuk tim survei yang anggotanya terdiri dari unsur tripartit: perwakilan serikat pekerja, pengusaha, pemerintah, dan pihak netral dari akademisi.

Berdasarkan Kepmen No. 17 tahun 2005 yang mengatur standar KHL, tim survei Dewan Pengupahan melakukan survei harga untuk menentukan nilai harga KHL yang nanti hasilnya akan diserahkan kepada kepala daerah (Gubernur dan atau Bupati/Walikota) masing-masing.

Survei dilakukan setiap satu bulan sekali dari bulan Januari s/d September , sedang untuk bulan Oktober s/d Desember dilakukan prediksi dengan membuat metode least square. Hasil survei tiap bulan tersebut kemudian diambil rata-ratanya untuk mendapat nilai KHL.

Nilai KHL ini akan digunakan sebagai salah satu bahan pertimbangan dalam penetapan upah minimum yang berlaku bagi pekerja/buruh dengan masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun. Upah bagi pekerja dengan masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih dirundingkan secara bipartit antara pekerja atau serikat pekerja dengan pengusaha di perusahaan bersangkutan.

Berdasarkan nilai harga survei itu, Dewan Pengupahan juga mempertimbangkan faktor lain seperti: produktivitas, pertumbuhan ekonomi, usaha yang paling tidak mampu, kondisi pasar kerja dan saran/pertimbangan dari Dewan Pengupahan Provinsi/Kabupaten/Kota.

Gubernur nantinya akan menetapkan besaran nilai upah minimum. Penetapan Upah Minimum ini dilakukan 60 hari sebelum tanggal berlakunya yaitu setiap tanggal 1 Januari.

Akan tetapi dalam pelaksanaanya Permenaker no.17 tahun 2005 tidak sepenuhnya melindungi buruh terhadap hak normatifnya dimana ketentuan tentang penetapan upah hanya diperuntukan bagi seorang pekerja/buruh lajang, artinya disini ada pembatasan untuk buruh yang berkeluarga untuk sejahterah,

karena tidak sepenuhnya dicantumkan kebutuhan hidup layak bagi seorang buruh/pekerja yang telah berkeluarga. Kemudian salah satu hal yang tidak pernah berubah adalah standar barang dan jasanya serta kualitasnya sehingga permen 17 thn 2005 sangat jelas mengatakan bahwa buruh Indonesia, tidak boleh berkeluarga, buruh Indonesia tidak boleh tinggal ditempat yang lebih baik dan buruh di Indonesia juga tidak boleh memiliki rumah dan lain sebagainya semua barang dan jasa yang menjadi dasar perhitungan adalah barang dan jasa kelas 3 atau kualitas sedang bawah.

Selain itu dari Survei yang dilakukan salah satu serikat buruh yaitu Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) terdapat beberapa komponen dalam KHL secara kwalitas justru mengalami penurunan seperti terlihat pada bagan di bawah ini :

Tabel 2.4 : Perbandingan NilaI Kwalitas dan Kwantitas KHM dengan KHL49

NO KEPERLUAN MUTU JENIS