• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kinerja dan kualitas serta pertumbuhan

Dalam dokumen INDOSAT AR 2013 INDO (Halaman 156-159)

jumlah pelanggan

dan penawaran

layanan kami

tergantung

pada kesehatan

perekonomian

Indonesia secara

keseluruhan.

Transaksi Penjualan Menara

Pada tanggal 7 Februari 2012, Perusahaan

menandatangani Perjanjian Pembelian Aset dengan Tower Bersama, dimana Perusahaan setuju untuk menjual 2.500 dari menara telekomunikasi miliknya kepada Tower Bersama sebesar 518,5 juta, yang terdiri dari pembayaran dimuka dengan nilai wajar sebesar US$406,0 juta dan pembayaran potensial maksimal sebesar US$112,5 juta yang masih ditangguhkan. Pembayaran dimuka mencakup pembayaran secara tunai dan saham baru TBIG tidak kurang dari 5% dari peningkatan modal saham TBIG (setelah pengeluaran saham TBIG). Berdasarkan perjanjian tersebut, Perusahaan juga setuju untuk menyewa kembali lahan di 2.500 menara telekomunikasi untuk jangka waktu 10 tahun dengan harga sewa bulanan tetap sebesar US$ 1.300 per menara.

153 bab 07 - Analisa dan Pembahasan Manajemen

Indosat - Laporan Tahunan 2013

Pada tanggal 2 Agustus 2012, Perusahaan dan Tower Bersama menyelesaikan transaksi penjualan dan penyewaan kembali dari 2.500 menara telekomunikasi. Pembayaran yang dilakukan pada saat penutupan adalah sebesar US$ 429,4 juta yang terdiri dari dana tunai sebesar US$ 326,3 juta dan 5% kepemilikan saham di TBIG, yang memiliki nilai wajar sebesar US$ 103,1 juta per tanggal 2 Agustus 2012.

Total pembayaran diterima pada saat penutupan sebesar US$429,4 juta (senilai dengan sekitar Rp4.070.187 juta) dialokasikan untuk penjualan aset tetap sebesar Rp3.870.600 juta dan sisanya dialokasikan untuk sewa lahan prabayar dan kontrak sewa menara yang ada atas 2.500 menara. Total jumlah dari komponen yang dapat diidentiikasi secara terpisah dari transaksi pada tanggal penutupan adalah sejumlah Rp1.534.494 juta, yang mencakup jumlah aset tetap tercatat dijual pada tanggal penutupan transaksi sebesar Rp1.372.674 juta. Pada tanggal penutupan, Perusahaan mencatat kelebihan harga penjualan atas jumlah tersebut sebesar Rp2.535.693 juta (termasuk Rp2.497.926 juta dari penjualan aset tetap) sebagai “Laba dari Penjualan Menara” sebesar Rp1.125,192 juta, dan “Laba dari Penjualan dan Sewa Kembali yang Ditangguhkan” sebesar Rp1.410,501 juta. Per tanggal 31 Desember 2012, Perusahaan mencatat total laba dari penjualan menara sebesar Rp1.183.963 juta sebagai “Laba Penjualan Menara”. Transaksi penjualan dan sewa kembali telah dicatatkan sebagai sewa pembiayaan. Sebesar Rp58.771 juta dari pendapatan yang ditangguhkan telah diamortisasi dalam laporan laba rugi pada tahun 2012. Pendapatan yang ditangguhkan akan diamortisasi atas jangka waktu sewa untuk periode selama 10 tahun. Per tanggal 31 Desember 2013, setelah amortisasi satu tahun sisa saldo dari pendapatan yang ditangguhkan dari transaksi penjualan dan sewa kembali adalah sejumlah Rp1.069,6 miliar (US$99,3 juta).

Pada tanggal 19 Maret 2014, kami melepaskan sisa kepemilikan saham kami dalam TBIG untuk nilai penjualan kotor total sebesar Rp1.391,0 miliar. Untuk informasi lebih lanjut lihat “Butir 4 - Pelepasan atas Seluruh Kepemilikan Perusahaan dalam PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (“TBIG”)”.

Pengeluaran Barang Modal

Penyediaan jasa telekomunikasi bersifat padat modal. Untuk dapat terus bersaing, kami harus terus-menerus melakukan perluasan, memodernisasi dan memperbarui teknologi kami, yang memerlukan pengeluaran barang modal yang besar. Untuk tahun-tahun yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2011, 2012 dan 2013, pengeluaran barang modal konsolidasi aktual kami masing-masing berjumlah total Rp6.511,3 miliar, Rp8.396,6 miliar dan Rp9.371,0 miliar (US$768,8juta). Untuk tahun 2014, kami berencana untuk mengalokasikan kurang lebih Rp9.871,9 miliar (US$809,9 juta) untuk pengeluaran barang modal baru, yang bila memperhitungkan estimasi pengeluaran barang modal yang direalisasi untuk tahun 2014 untuk komitmen pengeluaran barang modal dari periode sebelumnya, akan menghasilkan jumlah aktual pengeluaran barang modal sekitar Rp15.506,9 miliar (US$1.272,2 juta) untuk tahun 2014, dimana kami bermaksud untuk menggunakannya bagi pengembangan aset tetap dalam segmen usaha seluler, data tetap dan telekomunikasi tetap kami. Lihat “Butir 5. Analisa Operasional dan Keuangan dan Prospek Usaha – Likuiditas dan Sumber Permodalan — Pengeluaran Barang Modal”. Sebelumnya, kami telah membiayai pengeluaran barang modal melalui sumber internal dan arus kas dari kegiatan usaha Perusahaan, dan juga dari hutang pembiayaan melalui pinjaman bank dan pasar modal. Pada tahun 2014, kami berencana untuk memusatkan perhatian pada modernisasi atas jaringan seluler kami di Jababodetabek, bagian lain dari Jawa termasuk Surabaya, Bandung, yogyakarta, Semarang, Sukabumi dan Garut dan di beberapa kota di luar Jawa termasuk Medan, Banjarmasin, Lampung, Batam dan Palembang. Kami mengharapkan untuk terus membiayai pengeluaran barang modal melalui sumber-sumber tersebut. Selain itu, kami juga mengaplikasikan sebagian dari pendapatan tunai dari Transaksi Penjualan Menara yang selesai pada tahun 2012

154

Indosat - Laporan Tahunan 2013

untuk membiayai pengeluaran barang modal kami. Kami menghadapi risiko likuiditas apabila peristiwa- peristiwa tertentu terjadi, termasuk namun tidak terbatas pada, lambatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia dari yang kami harapkan, menurunnya peringkat hutang kami, atau menurunnya kinerja keuangan atau rasio keuangan kami. Apabila kami tidak mendapatkan jumlah yang dibutuhkan untuk mendukung rencana pengeluaran barang modal kami untuk tahun 2014, kami mungkin tidak dapat memperbaiki atau memperluas infrastruktur telekomunikasi seluler kami atau memperbarui teknologi kami yang dibutuhkan untuk tetap bersaing dalam pasar telekomunikasi Indonesia, dimana hal tersebut dapat berdampak bagi keadaan keuangan, hasil usaha serta prospek kami.

Selain itu, perubahan yang tidak diharapkan dalam teknologi, permintaan kapasitas jaringan yang lebih besar dari pelanggan kami dan tanggapan kepada usaha dan inovasi produk dari pesaing kami dapat mengharuskan kami untuk meningkatkan pengeluaran barang modal kami, yang dapat berdampak bagi pendapatan, hasil usaha dan keadaan keuangan kami.

Ketidakstabilan Nilai Tukar Valuta Asing

Nilai mata uang Rupiah telah meningkat secara signiikan selama dekade terakhir dari nilai terendah yaitu sekitar Rp17.000 per Dolar AS selama krisis keuangan Asia. Selama periode antara tanggal 1 Januari 2011 sampai dengan tanggal 31 Desember 2013, nilai tukar tengah Rupiah Indonesia/Dolar AS yang diumumkan oleh Bank Indonesia berkisar dari nilai terendah Rp12.270 per Dolar AS sampai dengan nilai tertinggi yaitu Rp8.460 per Dolar AS dan selama tahun 2013, nilai tukar tengah Rupiah Indonesia/Dolar AS yang diumumkan oleh Bank Indonesia berkisar dari nilai terendah Rp12.270 per Dolar AS sampai dengan nilai tertinggi yaitu Rp9.634 per Dolar AS. Nilai tukar tengah yang diumumkan oleh Bank Indonesia pada tanggal 31 Desember 2013 adalah sebesar Rp12.189per Dolar AS. Meskipun sebagian besar dari pendapatan usaha kami dalam mata uang Rupiah, sebagian pendapatan usaha kami dalam mata uang Dolar AS. Selain itu, sebagian besar dari pinjaman, pengeluaran barang modal dan beban usaha Perusahaan, termasuk pembayaran bunga untuk Guaranteed Notes Jatuh Tempo Tahun 2020, adalah dalam mata uang selain

dari Rupiah, terutama Dolar AS. Pada tanggal 31 Desember 2013, 53,3% dari pinjaman kami adalah dalam mata uang Rupiah, dan sisanya adalah dalam mata uang Dolar AS. Melemahnya nilai Rupiah terhadap Dolar AS mempengaruhi kondisi keuangan dan hasil usaha kami karena, antara lain nilai Rupiah dari beban yang harus dibayarkan dalam mata uang Dolar AS akan meningkat karena faktor tersebut sehingga kami harus mengkonversi mata uang Rupiah yang lebih banyak lagi guna membayar kewajiban Perusahaan dalam Dolar AS. Sebaliknya, meningkatnya nilai Rupiah terhadap dolar AS mempengaruhi kondisi keuangan dan hasil usaha kami karena, di antaranya, hal tersebut menyebabkan penurunan pendapatan dari panggilan masuk internasional yang dilakukan oleh pengguna layanan operator asing, roaming oleh pelanggan operator asing di Indonesia dan pendapatan usaha dari jasa MIDI dan operasi satelit kami. Untuk tahun yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2011, kami mencatat laba nilai tukar valuta asing-bersih sebesar Rp36,7 miliar, untuk tahun yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2012, kami mencatat rugi nilai tukar valuta asing bersih sebesar Rp744,6 miliar dan untuk tahun yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2013, kami mencatat rugi nilai tukar valuta asing-bersih sebesar Rp2.786,9 miliar (US$228,7 juta). Sebagai tambahan, sebagian dari aset dan kewajiban moneter kami dapat terkena dampak risiko mata uang asing. Aset moneter ini terutama terdiri dari kas, setara kas, dan piutang usaha dari operator asing, dan piutang usaha dalam mata uang asing. Kewajiban moneter kami yang dapat terkena dampak risiko mata uang asing terdiri dari hutang pengadaan, hutang jangka panjang dan hutang obligasi yang timbul akibat kewajiban yang berkaitan dengan pengeluaran barang modal. Tingkat aset moneter bersih kami sebagian besar dipengaruhi oleh jumlah panggilan masuk yang melebihi jumlah panggilan keluar dalam usaha SLI kami dan pendapatan dari mata uang asing kami.

155 bab 07 - Analisa dan Pembahasan Manajemen

Indosat - Laporan Tahunan 2013

Kami tidak dapat memberikan kepastian bahwa kami dapat berhasil mengelola tingkat risiko valuta asing kami di kemudian hari ataupun bahwa kami tidak akan terus-menerus terkena dampak risiko valuta asing. Risiko kami terhadap luktuasi nilai tukar valuta asing, terutama terhadap mata uang Dolar AS, dapat meningkat jika Perusahaan mengadakan hutang tambahan dalam mata uang Dolar AS untuk membiayai rencana pengeluaran barang modal kami.

Pada bulan Februari dan Maret 2009, kami mendapatkan persetujuan untuk mengubah beberapa ketentuan dalam instrumen dan perjanjian hutang kami untuk memberikan tambahan leksibilitas dalam kewajiban kami untuk mempertahankan ketentuan rasio hutang terhadap ekuitas, hutang terhadap EBITDA dan EBITDA terhadap beban bunga. Sementara kami percaya bahwa perubahan tersebut akan memberikan ruang yang cukup jika terjadi ketidakstabilan terhadap nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS, kami tidak dapat memastikan tidak terjadinya ketidakstabilan di masa mendatang dan tidak terjadinya ketidakstabilan yang lebih kuat dibandingkan yang dialami dalam 12 bulan terakhir, yang dapat mengakibatkan pelanggaran persyaratan keuangan kami. Lihat ”— Likuiditas dan Sumber Permodalan-Arus Kas-Hutang Pokok.”

Dalam dokumen INDOSAT AR 2013 INDO (Halaman 156-159)