• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

PETA SEBARAN HUTAN DI PULAU WANGI-WANGI KAB WAKATOB

6.3. Kinerja Pengelolaan Kaindea

6.3.2. Kinerja Etik

Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa status berdasarkan kepemilikan, Kaindea dibagi atas dua bagian yaitu Kaindea milik adat (Sara) dan Kaindea milik keluarga (Santuha). Dalam hal ini akan diperbandingkan sejauhmana kinerja Kaindea di Wilayah Adat Mandati dan Wanci pada

Kaindea milik Sara (Kaindea u’sara) dalam perspektif etik, yaitu pada aspek produktivitas, keberlanjutan, keadilan dan efisiensi. Penilaian berdasarkan perspektif etik dengan pertimbangan untuk menilai keselarasan dengan penilaian emik padaKaindea u’sara yang masih dikelola berdasarkan aturan- aturan kelembagaan adat. Termasuk adanya kesepakatan masyarakat yang tetap menganggap bahwa Kaindea u’sara merupakan milik komunal dan semua masyarakat adat memiliki akses yang sama.

Produktivitas

Produktivitas adalah kemampuan Kaindea menghasilkan keluaran (output) hasil hutan non-kayu pada suatu kawasan. Vegetasi yang tumbuh di

Kaindea pada awalnya dibudidayakan. Kaindea u’sara dan Kaindea u’santuhamerupakan hutan yang sengaja ditanam oleh komunitas adat pada tanah-tanah yang subur di sekitar kebun masyarakat dengan pohon utama adalah enau, kenari, mangga dan bambu. Dalam perkembangannya berbagai vegetasi lain dibiarkan tumbuh di dalamnya dan tidak boleh ditebang kecuali

95 Kaindea u’santuha di Wanci pada kenyataannya sudah diklaim individu dan diolah menjadi

kebun masyarakat. Pengelola beralasan bahwa sejak dahulu tidak ada yang menjaganya.

tanaman bambu. Dari bagian tengah sampai ke pinggir umumnya mempunyai jenis-jenis vegetasi yang mirip.

Pemeliharaan tanaman hanya dilakukan pada tanaman yang diambil atau diolah hasilnya seperti enau dan bambu. Bambu dapat diambil batangnya untuk berbagai keperluan seperti tiang, dinding, lantai serta rebug (tunas bambu) untuk sayur. Dibandingkan denganKaindeakeluarga,Kaindea u’sara (milik adat) lebih banyak menyediakan hasil hutan non-kayu seperti bambu, rebug, buah kenari, nira (Suka).97Dalam pemanfaatan hasil,Kaindea

milik adat untuk kepentingan adat dan komunitas secara keseluruhan, sedangkanKaindeamilik keluarga hanya untuk keperluan keluarga tertentu.

Tekanan pemanfaatan pada Kaindea milik keluarga lebih tinggi dari pada Kaindea milik adat karena jumlah keluarga yang terus meningkat yang membutuhkan lahan berkebun. Dari aspek produktivitas, Kaindea milik adat masih lebih baik dibandingkan Kaindea milik keluarga. Dari aspek wilayah adat, Kaindea di Mandati mempunyai produktivitas yang lebih baik karena masih dapat dimanfaatkan dibandingkan dengan di Wanci. Namun secara umum, produktivitas Kaindea di dua wilayah ini rendah karena yang diutamakan adalah fungsi lindung dan sosial.

Keberlanjutan

Keberlanjutan adalah tingkat kemampuan agrosistem Kaindea untuk menjaga produktivitasnya dari masa ke masa yang dapat menyediakan manfaat bagi pemiliknya. Seperti telah dijelaskan bahwa Kaindea telah berumur ratusan tahun yang berfungsi konservasi tanah dan air (Pamonini’a u’togo), ketahanan pangan (Sowoa u’sara) dan penegasan status sosial (Potuha’a). Keberadaan Kaindea telah lama berfungsi bagi kehidupan masyarakat adat di Pulau Wangi-Wangi. Posisi Kaindea menyebar dan dikelilingi oleh kebuh-kebun masyarakat yang memiliki Kaindea tersebut. PadaKaindea u’sara dikelilingi oleh kebun sekelompok keluarga yang masih turunan dari perangkat Sara yang tertinggi seperti turunanMeantu’uMandati,

Meantu’u Agama, dan seterusnya. Semakin jauh kebun dari lingkaran

Kaindea menunjukkan posisi dalam lembaga adat atau keluarga semakin

97 Sukaatau nira adalah minuman yang disadap dari pohon enau (Kowala). Kalau diolah lagi

lebih lanjut melalui penyulingan akan menghasilkan arak (Kalawate). Air nira dapat diolah

rendah. PadaKaindea u’santuha dimiliki oleh keluarga besar pemangku adat (Santuha) yang terdiri dari keluarga intiSara98 maupun keluarga jauh99 namun

dalam pemanfaatannya lebih banyak dilakukan oleh keluarga jauh.

Kaindea keluarga lebih banyak mengalami tekanan karena kebutuhan keluarga jauh ini semakin besar dan pertambahan penduduk di sekitarnya. Pada akhirnya masyarakat yang berasal dari desa tempat Kaindea keluarga akan membuka kebun di sekitarnya. Untuk pemanfatan hasil hutan non-kayu, tetap dilakukan oleh keluarga jauh yang ditunjuk oleh keluarga Sara untuk mengawasi. Tingkat kerusakan Kaindea khususya milik Sara di Mandati sangat kecil. Kaindea di Wanci rusaknya mencapai 50-100% dimana pada

Kaindea milik Sara sudah rusak semua dan menjadi kebun masyarakat dan

Kaindea milik keluarga telah dikonversi menjadi kebun. Di Mandati juga saat ini banyak Kaindea milik keluarga mengalami tekanan karena pertambahan anggota keluarga yang bertani. Juga kebijakan pembukaan jalan umum yang melalui hutan tersebut menyebabkan rawan pencurian yang akan sulit dideteksi. Perawatan, Kaindea u’sara masih lebih baik dibanding milik. Juga keberlanjutanKaindea u’Sara di Mandati masih lebih baik.

Keadilan

Keadilan adalah tingkat pemerataan distribusi produk agrosistem

Kaindea atau kebun diantara yang berhak berdasarkan tingkat distribusi pengelolaan dan manfaat bagi suatu komunitas. Hasil hutan dan kebun menjadi hak pemiliknya baik Sara maupun Santuha. Keluarga yang sudah mempunyai ekonomi yang mapan atau telah berusaha pada bidang jasa dan perdagangan, maka pemungutan hasil hutan atau kebun lebih banyak diserahkan kepada keluarga yang tidak mampu secara ekonomi atau yang masih mengandalkan kehidupan dari pertanian lahan kering. Penyerahan ini disertai syarat.100 Institusi keluarga Sara akan mengatur lebih banyak pada

Kaindea u’sara sementara pada Kaindea u’santuha diserahkan kepada

98 Jika tidak mendapatkan lahan untuk berkebun di dekatKaindea u’sara, maka keluarga dapat

mencarikan kebun yang dikelola olehSantuha.

99 Keluarga (Santuha) dibagi atas dua, yaitu keluarga karena hubungan darah atau perkawinan

dan keluarga karena hubungan baik atau pernah mengabdi pada keluarga bangsawan.

100 Syaratnya adalah melaporkan secara periodik tentang kondisiKaindeaatau kebun, hasil yang

dicapai dan mengamankan kawasan dari pencurian atau kebakaran. Biasanya hasil hutan/kebun (yang paling baik) akan dibagi juga kepada pemiliknya sebagai tanda terima kasih.

masyarakat yang dipercaya dan masih mempunyai hubungan keluarga dekat seperti hubungan darah atau perkawinan atau hubungan baik karena pengabdian. Namun komunitas adat tetap akan melakukan pengawasan jika sewaktu-waktu dilaporkan adanya penyimpangan baik pada pengelolaan hutan maupun pada pengaturan lahan di sekitar kawasan tersebut.

Rumpun keluarga diberikan lahan di sekitar Kaindea pada awalnya sekitar satu hektar. Namun seiring dengan bertambahnya anggota keluarga, maka sekarang dalam satu keluarga mendapatkan kebun rata-rata dengan luas 250-300 m2. Luasan ini bagi sebagian keluarga sudah dianggap cukup karena ada anggota keluarga tidak lagi menggantungkan hidup dari hasil kebun dan kegiatan pertanian lainnya. Kalau mereka mengelola kebun, hanya dilakukan secara sambilan atau dipinjamkan kepada keluarga dekat atau diberikan kepada anak bungsu yang belum mempunyai pekerjaan tetap. Tapi bagi keluarga yang kehidupannya bergantung pada pertanian, maka luasan itu dianggap tidak cukup menghidupi keluarga. Walaupun demikian dalam pengelolaan Kaindea di Mandati khususnya milik Sara (Kaindea

Nto’oge) belum ada keluhan terhadap akses. Semua masyarakat Mandati mendapatkan akses yang sama berdasarkan aturan adat sehingga Kaindea

tetap lestari.

Di Wanci, akses pada Kaindea u’sara banyak dilakukan oleh masyarakat ”tertentu”101 dengan mengkonversi lahan untuk kebun, sementara

Kaindea u’santuha dikonversi oleh warga di sekitar hutan setelah melihat contoh dari keluarga Sara yang seharusnya menjaga sumberdaya. Hal ini didorong oleh keterbatasan lahan dan berbagai kepentingan ekonomi lainnya sehingga banyak terjadi perambahan hutan secara diam-diam atau pencurian hasil hutan yang tidak diketahui pelakunya. Menyikapi rendahnya sumber pendapatan dari pertanian (subsisten), sebagian masyarakat melakukan pelayaran dan berdagang antar pulau atau melakukan migrasi ke daerah Maluku untuk membuka kebun. Ada juga yang melakukan migrasi temporer menjadi pemetik cengkeh pada musim cengkeh. Setelah itu mereka akan kembali ke kampung halaman sampai musim cengkeh berikutnya. Sebagian mereka yang tidak kembali akan menjadi pedagang kecil di pasar-pasar

101 Hasil wawancara dengan berbagai sumber mengatakan bahwa masyarakat tertentu adalah

Maluku. Keluarga (laki-laki) merantau ke luar negeri (Singapura atau Malaysia) sekitar satu atau dua tahun bahkan ada yang lebih. Hasil kerjanya dikirim untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga di kampung dan selebihnya untuk modal usaha atau persiapan kawin.

Efisiensi

Efisiensi adalah kondisi dimana Kaindea sebagai property rights

memenuhi komponen universality, transferability, exclusivity dan

enforceability. Secara umum pengelolaan dan pemanfaatan Kaindea adat dan Kaindea keluarga dapat diakses oleh semua anggota masyarakat yang berhak dan juga mengeluarkan pihak lain yang tidak berhak. Pada Kaindea

milik adat, semua masyarakat Mandati mempunyai hak untuk memanfaatkan hasil hutan seperti meminta bambu, mengambil rebug, menyadap nira, memungut buah-buahan. Demikian jugaKaindea keluarga juga dapat diakses oleh keluarga tersebut. Dalam pelaksanaan dan pengawasan, Kaindea milik

Sara lebih ketat dibandingkan Kaindea milik keluarga. Walaupun terjamin kepemilikannya, ada aturan yang mengikat bahwa Kaindea tidak dapat dipindahtangankan kepada pihak manapun, termasuk dalam pemanfaatannya harus sesuai dengan izin pada awalnya.

Akses pengelolaan dan pemanfaatan Kaindea u’sara di Mandati lebih terjamin bagi seluruh komunitas adat dibandingkan pada Kaindea keluarga yang hanya diakses oleh keluarga tertentu. Pengelolaan Kaindea milik Sara

lebih ketat dibandingkan dengan Kaindea milik keluarga terutama dalam pemanfaatan hasilnya. Demikian pula dengan tingkat keamanannya,Kaindea Sara lebih baik dibanding Kaindea keluarga. Hal ini karena Kaindea Sara

disamping di kelilingi oleh kebun inti dari kerabat Sara dan juga masyarakat umum sehingga lebih mudah terpantau. Pelanggaran dalam pengelolaan

Kaindea akan mendapatkan sanksi dari masyarakat adat. Tidak ada informasi apakah ada pihak luar komunitas yang pernah masuk memanfaatkan

Kaindea u’sara di Mandati. Sementara Kaindea milik keluarga sering ada laporan gangguan namun cepat diantisipasi. Potensi ancamanKaindeajustru datang dari internal sendiri (pemilik).

Kaindea di Wanci pengawasannya sangat lemah, karena Sara sebagai pemangku adat dan pengontrol sumberdaya sudah tidak berfungsi lagi.

Demikian pula dengan hubungan kekerabatan keluarga jauh yang lemah sehingga kontrol sosial relatif longgar terhadap upaya perambahan.102 Kondisi

ini memberikan justifikasi ke masyarakat untuk berbuat yang sama.