• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

PETA SEBARAN HUTAN DI PULAU WANGI-WANGI KAB WAKATOB

6.2. Gambaran Umum Kaindea 1 Persebaran Kaindea

6.1.2. Struktur dan Komposisi Vegetasi Kaindea

Vegetasi merupakan kumpulan semua spesies tumbuhan yang ada di suatu wilayah. Vegetasi dibentuk oleh individu-individu tumbuhan yang beragam serta memiliki variasi pada setiap kondisi tertentu. Penganalisaan vegetasi bertujuan untuk mengetahui komposisi spesies tumbuhan dan bentuk (struktur) vegetasi di wilayah yang dianalisis. Pendeskripsian menurut komposisi floristik adalah mempelajari komposisi (susunan) dan struktur (bentuk) vegetasi yang disajikan secara kuantitatif dengan parameter kerapatan, frekuensi, dan penutupan tajuk atau luas bidang dasar. Metode yang terakhir ini digunakan didalam menganalisis vegetasi di kawasan

KaindeaNto’oge, dan hasilnya disajikan pada Tabel 13.

Tabel 13 Keragaman spesies tumbuhan dalam kategori pohon di kawasan

KaindeaNto’oge di Mandati Kecamatan Wangi-Wangi Selatan

Nama daerah

dan Ilmiah Ind

DB (cm) LBD (m2) K/ ha KR (%) F FR (%) D (m2/ha) DR (%) INP Kenari(Canarium amboinense) 5 106 4.48 25 23.81 1.0 29.41 22.41 45.18 98.40 Cempedak (Artocarpus champeden) 3 89 1.97 15 14.29 0.6 17.65 9.86 19.87 51.81 Ngonga (Laportae ardens) 2 110 0.95 10 9.52 0.2 5.88 4.75 9.58 24.98 Enau(Arenga pinnata) 3 38 0.33 15 14.29 0.6 17.65 1.67 3.37 35.30 Dawi-dawi (Ficus variegataBl) 2 51 0.20 10 9.52 0.2 5.88 1.02 2.06 17.46 Raea(Alastonia acuminata) 2 86 0.54 10 9.52 0.2 5.88 2.70 5.45 20.86 Mangga (Mangifera indica) 2 72 0.40 10 9.52 0.2 5.88 2.04 4.10 19.51 Tokulo 2 81 1.03 10 9.52 0.4 11.76 5.15 10.39 31.68 Jumlah 9.91 105 3.4 49.60

Keterangan: Ind: individu, DB: diameter batang, LBD: luas bidang dasar, K: kepadatan, KR: kepadatan relativ, F: frekuensi, FR: frekuensi relativ, D: dominansi, DR: dominansi relativ, INP: indeks nilai penting.

Tabel 13 menunjukkan bahwa di kawasan Kaindea terdapat 8 spesies dalam kategori pohon dengan tingkat kepadatan 10-25 individu/ha. Kepadatan individu pohon tertinggi ditemukan pada spesies kenari yaitu 25 individu/ha, Tabel 13 juga menunjukkan bahwa kayu kenari merupakan spesies yang mendominasi kawasan Kaindea, dimana ditunjukkan oleh

frekuensinya yang sangat tinggi yaitu mencapai 100% (F=1,0), yang berarti pula bahwa spesies ini terdapat di seluruh kawasan Kaindea. Apabila dibandingkan dengan distribusi dari keseluruhan spesies yang ada, maka tampak jelas bahwa spesies kenari jauh lebih luas (FR=22,41%).

Nilai dominansi spesies kenari menunjukkan luas 22,41 m2/ha, yang bila dibandingkan dengan dominansi keseluruhan spesies mencapai 45,18%, yang berarti mengungguli spesies lainnya hampir 50% luas wilayah Kaindea. Hal ini tercermin pula pada nilai INP yang mencapai 98,40%. Dipertegas pula dari rataan diameter batang dan luas bidang basalnya (LBD) yang menunjukkan luas penutupannya terhadap lahan.

Dominansi memberikan gambaran penguasaan suatu daerah vegetasi oleh setiap spesies tumbuhan. Nilai dominansi relatifnya (DR) akan menggambarkan penguasaannya terhadap spesies lainnya, sedangkan spesies dengan nilai INP tertinggi menunjukkan bahwa spesies tersebut merupakan penyusun utama tipe hutan. Jika suatu spesies mempunyai NIP tertinggi berarti menunjukkan spesies yang mempunyai masyarakat tumbuhan di tempat tersebut, dimana nilai maksimum INP adalah 300% (Curtis dan McIntose, 1951dalam Soerianegara dan Indrawan, 2002).

Spesies lainnya yang mempunyai kepadatan yang tinggi adalah

cempedak dan enau masing-masing 15 individu/ha, sedangkan 5 (lima) spesies lainnya hanya memiliki kepadatan 5 individu/ha. Spesies cempedak dan enau juga menunjukkan kerapatan relatif yang cukup tinggi, dan terdistribusi 60% luas kawasan Kaindea (F=0,6). Akan tetapi, spesies cempedak tampak lebih dominan dibanding enau yang terlihat dari nilai dominansi maupun INP-nya yaitu berturut-turut 9,86 dan 51,81%. Fenomena ini berarti bahwa cempedak merupakan spesies terpenting kedua setelah kenari, dan kemudian enau dalam kawasanKaindea.

Selanjutnya hasil analisis vegetasi pada tingkat tiang (diameter batang 10-35 cm) menunjukkan bahwa terdapat 10 spesies dengan tingkat kepadatan antara 12-27 individu/ha disajikan pada Tabel 14.

Tabel 14 Keragaman spesies tumbuhan dalam kategori tiang di kawasan

KaindeaNto’oge Mandati Kecamatan Wangi-Wang Selatan

Nama daerah

dan Ilmiah Ind

DB (cm) LBD (m2) K/ ha KR (%) F FR (%) D (m2/ha) DR (%) INP Raea (Alastonia acuminata) 6 26 0.16 30 16.67 0.6 17.65 1.64 26.22 60.53 Enau(Arenga pinnata) 6 20 0.11 30 16.67 0.6 17.65 1.12 17.89 52.20 Tafalili 4 18 0.05 20 11.11 0.4 11.76 0.52 8.35 31.22 Ngonga (Laportae ardens) 6 15 0.05 30 16.67 0.6 17.65 0.54 8.63 42.95 Pojafia 2 14 0.01 10 5.56 0.2 5.88 0.15 2.46 13.90 Vondila (Alastonia scholaris) 2 18 0.02 10 5.56 0.2 5.88 0.25 4.05 15.49 Kaniu-Niu 4 19 0.05 20 11.11 0.2 5.88 0.55 8.73 25.72 Bambu (Bambusa vulgaris) 4 12 0.02 20 11.11 0.2 5.88 0.23 3.61 20.60 Tokulo 2 27 0.06 10 5.56 0.4 11.76 0.57 9.13 26.45 Mandoulu 2 20 0.07 10 5.56 0.4 11.76 0.69 10.93 28.25 Jumlah 0.63 180 3.4 6.27

Keterangan: Ind: individu, DB: diameter batang, LBD: luas bidang dasar, K: kepadatan, KR: kepadatan relativ, F: frekuensi, FR: frekuensi relativ, D: dominansi, DR: dominansi relativ, INP: indeks nilai penting.

Tabel 14 menunjukkan bahwa spesies Raea, enau, dan Ngonga

mempunyai tingkat kepadatan spesies (K) tertinggi pada ukuran tiang yaitu masing-masing 30 individu/ha maupun kepadatan relatifnya yaitu bila dibandingkan dengan kepadatan seluruh spesies (KR=16,67). Akan tetapi apabila dilihat dari nilai dominansi, dominansi relative maupun INPnya, tampak bahwa Raea lebih tinggi. Fenomena ini mengindikasikan bahwa spesies ini lebih menguasai wilayah Kaindea dibanding enau dan Ngonga. Tabel 14 juga memperlihatkan bahwa tujuh spesies lainnya mempunyai kepadatan, distribusi/frekuensi, dominansi maupun INP yang hampir sama. Suatu fenomena bahwa spesies-spesies tersebut memiliki sebaran maupun penguasaan wilayah yang relatif sama.

Analisis terhadap komposisi vegetasi pada tingkat sapihan dan semai tidak dilakukan karena hasil pengamatan menunjukkan bahwa jumlahnya relatif sangat sedikit. Selanjutnya, dari hasil pengamatan stratifikasi vegetasi menunjukkan bahwa tidak ada spesies yang lebih dominan dalam ukuran tinggi pohonnya. Kanopi pohon saling bersambung atau bertajuk kontinu,

dimana sebagian besar pohon-pohon dalam stratum rendah, kecil dan banyak bercabang. Tumbuhan bawah relatif sedikit didominasi enau.

Vegetasi di kawasan Kaindea Nto’oge di Mandati yang masih tetap dipertahankan keutuhannya oleh masyarakat setempat, sehingga pohon- pohon yang besar masih ada. Pada kawasan Kaindea di Wanci sudah mengalami kerusakan yang parah, yaitu hilangnya spesies-spesies dominan awal seperti kenari, mangga, enau dan bambu. Contohnya di kawasan

Kaindea Teo yang telah dikonversi menjadi lahan perladangan oleh masyarakat setempat menjadi vegetasi kebun. Sedangkan vegetasi liar yang muncul hanya spesies-spesies pioneer antara lain Macaranga, Komba- komba, dan beberapa spesies tumbuhan merambat (Tabel 15).

Tabel 15 Vegetasi utamaKaindea Teo Wanci Kecamatan Wangi-Wangi yang telah dikonversi menjadi perladangan

Nama vegetasi Nama ilmiah Keterangan

Ubi kayu Manihot utilissima Tanaman utama yang dominan

Kelapa Cocos nucifera Sengaja ditanami di kebun. Pohon

ini sebagai penanda milik individu

Jambu mete Anacardium occidentale L Tanaman sela. Pada lokasiKaindea

lainnya tanaman ini dominan.

Pisang Musa paradiaceae Tanaman sela

Mangga Mangifera indica Tanaman sela

Ubi jalar Ipomea batatas Tanaman sela

Jambu biji Psidium GuajavaL Tanaman sela pagar

Bambu Bambusa vulgaris Sisa anakan yang tumbuh liar

Makaranga Macaranga triloba Tumbuhan pioneer

Komba-komba Piperspp Tumbuhan pioneer

Sumber : wawancara dan pengamatan lapangan 2008.

Vegetasi di kawasan Kaindea Teo ini tidak akan mungkin kembali kepada bentuk semula sebagai hutan dengan komposisi vegetasi yang beragam, karena senantiasa dikelola sepanjang tahun, terkecuali dibiarkan untuk berkembang dan menjalankan proses suksesinya secara alamiah. Saat ini Kaindea sudah ada ancaman perambahan walaupun pada beberapa tempat di wilayahSara Mandati masih tetap terjaga.91 Umumnya perambahan

tersebut dilakukan tanpa izin (mencuri).

Vegetasi dalam Kaindea terdapat pohon-pohon tua dan pohon yang berumur muda, pohon yang memiliki cabang ada yang patah akibat

persinggungan dengan cabang lain pada saat tertiup angin dan pohon yang tidak produktif atau yang rebah dapat dimanfaatkan. Namun demikian, pada jarak 15 meter ke dalam hutan umumnya memiliki keutuhan vegetasi yang baik, akan tetapi tidak sedikit bagian depannya yang telah dikonversi menjadi lahan pertanian. Bahkan di hutan milik Sara Wanci seperti Kaindea Teo sudah nyaris punah menjadi kebun (Gambar 14). Perambahan lebih parah juga terjadi pada Kaindea milik keluarga.92 Hampir semua lahannya telah

konversi menjadi kebun dan dimiliki individu. Kejadian seperti ini sudah berlangsung sejak tahun 1980-an, namun puncaknya setelah reformasi.

Gambar 14 Perbandingan kondisi Kaindea pada bekas dua wilayah adat.

Kaindea Nto’oge di Mandati yang masih baik (foto kiri) dan

Kaindea Teo di Wanci yang sebagian sudah menjadi kebun (foto kanan) (sumber: Nur Arafah 2008).

Masyarakat menyayangkan kerusakan hutan yang terjadi di Wangi- Wangi khususnya pada Kaindea di Wanci. Apalagi kerusakan yang terjadi justru karena tidak adanya antisipasi pemerintah pada kegiatan pertanian dan kebutuhan kayu. Haji Mansur mengungkapkan bahwa masalah penting yang dihadapi dalam pengelolaan hutan adalah disamping konversi hutan menjadi lahan pertanian, juga penebangan kayu secara liar (illegal logging). Pelakunya justru dilakukan atas nama masyarakat, akan tetapi sesungguhnya untuk kepentingan pribadi. Perambahan hutan di Mandati cepat dicegah dan dilaporkan kepada kepala desa atau Sara.93 Pemerintah diharapkan dapat menguatkan (revitalisasi) lembaga adat dan menetapkan

92 Wawancara La Ode Baniru (2008); La Ode Masihu (2008).

93 Sara Mandati sangat peduli dengan keberadaan Kaindea di wilayahnya dan tidak akan

status perlindungan kawasan Kaindea agar tetap lestari. Haji Mansur mengatakan :

“ara ta humarapu’ako’e i pamarenta u’desa, kecamatan kene ke polisi, dhari te motikanto lumeama meana’e amohalimo ta merapi’e araya’e na hempo ta tumaha’ako’e” (Kalau hanya mengandalkan pemerintah desa, kecamatan dan polisi, maka hutan yang masih baik sekarang sangat sukar untuk dipertahankan jika tidak ada langkah-langkah perlindungan)