• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. KONDISI IDEAL PENATAAN RUANG KHAZANAH

4.1.2. Koleksi

Untuk mendukung alur cerita harus tersedia koleksi, baik yang dimiliki Museum Negeri Jambi maupun lembaga lain, seperti Museum Nasional, Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Jambi, Direktorat Museum, museum lain, dan Pemerintah Daerah. Tersedianya koleksi yang sesuai alur cerita dapat diperoleh melalui pengadaan koleksi dari luar museum, juga penambahan, pemindahan, dan pengurangan koleksi yang sudah ada di ruang khazanah. Penambahan, pemindahan, dan pengurangan koleksi di ruang khazanah Museum Negeri Jambi digambarkan dalam tabel berikut:

Tabel 9.

Penambahan, Pengurangan, dan Pemindahan Koleksi

No Penambahan No Pemindahan No Pengurangan

1. 2. 3. 4. 5. 6. Vitrin 1 (koleksi Prasejarah);

Vitrin 4 (koleksi replika arca Prajnaparamita) ; Vitrin 7 (koleksi regalia: keris Si Ginjei);

Vitrin 8 (koleksi regalia: keris Senja Merjaya); Vitrin 15 (koleksi kebudayaan ber- kelanjutan);

Koleksi perhiasan sebagai pengganti koleksi songket yang dikeluarkan (vitrin 14);

1.

2.

3.

Vitrin 3 (koleksi Hindu- Buddha) ke vitrin 4 (replika arca Prajnapara- mita) dan sebaliknya; Vitrin 5 (koleksi

teknologi/Hindia Belanda ke vitrin 10 (koleksi batik) dan koleksi batik dikeluarkan.

Koleksi coupon penukaran (vitrin 13) ke vitrin 11 (masa Hindia- Belanda). 1. 2. 3. 4. 5.

Koleksi songket di vitrin 9 dikeluarkan karena ada koleksi sejenis di lantai 2 ruang pameran tetap; Vitrin 10 (koleksi batik) dikeluarkan karena ada koleksi sejenis di lantai 2 ruang pameran tetap; Koleksi numismatika yang sejenis dikeluarkan;

Koleksi keramik yang berupa guci besar dikeluarkan;

Vitrin 13 (kupon karet) dikurangi dan koleksi dipindahkan ke vitrin 11 (masa Hindia Belanda) karena mengganggu sirkulasi pengunjung.

Dari tabel di atas dijelaskan bahwa penambahan koleksi dilakukan pada vitrin 1 yang berisi koleksi prasejarah, vitrin 4 yang berisi replika arca Prajnaparamita, vitrin 7 dan 8 untuk koleksi regalia Kesultanan Jambi, dan vitrin 15 untuk kebudayaan yang berkelanjutan.

Dari hasil analisis SWOT strategi pengadaan koleksi, khususnya koleksi regalia yang menjadi mata rantai sejarah Jambi, strateginya adalah:

1) oleh karena aset nasional dan tidak dapat dikembalikan ke Jambi, pemanfaatan koleksi regalia Kesultanan Jambi yang berada di Museum Nasional dapat dilakukan melalui pembuatan replika atau divisualkan (foto);

2) pembuatan replika atau visualisasi dari koleksi regalia dapat dilakukan melalui kerjasama dengan instansi lain, seperti Museum Nasional, Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Jambi, Direktorat Museum, dan Pemerintah Daerah Jambi.

Berkenaan dengan pembuatan replika dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1995 Tentang Pemeliharaan dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya di Museum. Dalam Pasal 13 Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1995 berbunyi:

(1) Untuk menghindari kerusakan, kehilangan, dan/atau kemusnahan, benda Cagar Budaya di museum yang memiliki:

a. risiko, kerusakan, dan keamanan yang tinggi; b. nilai bukti ilmiah dan sejarah atau seni yang tinggi; c. nilai ekonomi yang tinggi;

d. sangat langka dapat dibuat tiruannya.

(2) Setiap pembuatan tiruan benda cagar budaya di museum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus dilaporkan kepada Menteri.

(3) Laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) sekurang-kurangnya membuat keterangan:

a. nama benda cagar budaya di museum yang dibuat tiruannya; b. keterangan data pemilik;

c. jenis bahan pembuatannya; d. jumlah tiruan;

e. tujuan pembuatan

Tata cara pelaporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) diatur lebih lanjut oleh Menteri.

Seperti diungkapkan di halaman 85, agar alur cerita sejarah Jambi sesuai urutan waktu (timelines) dapat juga dilakukan dengan visualisasi koleksi regalia Kesultanan Jambi. Visualisasi dilakukan dengan membuat foto regalia dan menguraikan latar belakang koleksi beserta ukurannya. Ukuran koleksi penting agar pengunjung dapat mengetahui ukuran sebenarnya dari koleksi regalia yang diamatinya. Visualisasi koleksi lebih mudah, murah, dan cepat dibandingkan membuat replika.

Wujud keris Si Ginjei dan benda regalia Kesultanan Jambi lainnya penting dihadirkan di Museum Negeri Jambi agar alur sejarah jelas dan menepis cerita yang berkembang di masyarakat bahwa keris Si Ginjei hilang secara gaib. Selain itu, menunjukkan pada masyarakat bahwa betapa pentingnya koleksi regalia ini, sehingga Pemerintah Kolonial Belanda pun berupaya untuk mendapatkannya.

Tidak adanya koleksi juga memaksa dimasukkannya koleksi yang dianggap serupa, seperti menempatkan replika arca Prajnaparamita yang diperoleh hibah dari Direktorat Permuseuman, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Hal ini nampak pada vitrin 3 yang berisi replika arca Prajnaparamita, sedangkan pembandingnya berupa foto tanpa informasi.

Arca Prajnaparamita yang asli ditemukan di reruntuhan Candi Wayang, Kompleks Percandian Singosari, Desa Candirenggo, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Arca ini merupakan tinggalan arkeologi masa Majapahit yang dapat dijumpai tidak hanya di Pulau Jawa, tetapi juga di daerah lain di Indonesia, seperti Muaro Jambi. Arca Prajnaparamita yang ditemukan di Kompleks Percandian Muaro Jambi kondisinya tidak utuh, tanpa kepala dan lengan. Arca ini dipamerkan di Museum Situs Candi Muaro Jambi. Di bawah ini digambarkan bentuk kedua arca Prajnaparamita.

Foto 21. Arca Prajnaparamita dari situs Candi Muaro Jambi

Sumber: Amdefi.

Foto 22. Arca Prajnaparamita dari situs Percandian Singosari.

Sumber: Museum Nasional

Sebaiknya koleksi arca Prajnaparamita (realia atau replika) dari situs Percandian Muaro Jambi ditempatkan di vitrin dengan pembanding ditempatkan di sampingnya. Kedua arca Prajnaparamita ini harus diberi label yang menjelaskan bagian-bagian tertentu dari arca yang menunjukkan bahwa arca tersebut memiliki kesamaan wujud.

Pemindahan koleksi dilakukan pada vitrin 3 (vitrin masa Hindu-Buddha) ke 4 (replika arca Prajnaparamita) dan sebaliknya; vitrin 5 (teknologi/Hindia Belanda) ke vitrin 10 (batik), dan isi vitrin 10 (batik) dikeluarkan karena pada ruang pameran tetap lantai 2 dipamerkan koleksi sejenis.

Pengurangan koleksi dilakukan pada koleksi sejenis, seperti koleksi numismatika dan koleksi yang mengganggu alur pengunjung, seperti koleksi guci.

Koleksi guci dikeluarkan selain mengganggu alur pengunjung, juga rawan dari kerusakan karena ditempatkan di luar vitrin tanpa pelindung atau pembatas.

Apabila dibandingkan dengan denah ruang khazanah sebelumnya (denah 9 halaman 51) nampak tidak banyak terjadi perubahan susunan vitrin, hanya perubahan bentuk vitrin, terutama vitrin 11 dan 13 (numismatika). Perubahan bentuk vitrin disesuaikan dengan vitrin lainnya agar tidak mengganggu sirkulasi pengunjung dan meminimalkan ruang kosong.

Koleksi masa Melayu Kuno yang mengisi vitrin 3 (replika arca Prajnaparamita) dan 4 (Melayu Kuno) perlu dilakukan pertukarkan, yaitu koleksi di vitrin 3 ke vitrin 4, dan sebaliknya. Pemindahan koleksi replika arca Prajnaparamita diiringi dengan pengadaan koleksi arca Prajnaparamita yang ditemukan di situs Candi Muaro Jambi. Pengadaan koleksi arca Prajnaparamita dari situs Muaro Jambi dilakukan dengan membuat replika, karena koleksi asli arca Prajnaparamita merupakan bagian dari koleksi Museum Situs Candi Muaro Jambi.

Berakhirnya masa Hindu-Buddha, Jambi memasuki masa Islam yang ditandai munculnya Kesultanan Jambi yang diperkirakan pada abad ke 15. Oleh karena itu, alur cerita selanjutnya adalah menempatkan koleksi Islam dan Kesultanan Jambi pada vitrin 5 hingga 9. Hasilnya pada vitrin 5 berisi koleksi naskah aksara incung, vitrin 6 berisi koleksi Al-Qur’an, vitrin 7 berisi koleksi replika atau visualisasi keris Si Ginjei, replika bendera katun hitam, dan “Bintang Turki”, sedangkan vitrin 7 berisi koleksi replika atau visualisasi keris Senja Merjaya, dan vitrin 9 berisi tombak.

Datangnya bangsa asing yang diawali pembukaan kantor dagang lalu berkembang menjadi pendudukan dipaparkan pada vitrin 10, 11, dan 12. Pada vitrin 10 dan 11 dipaparkan masa pendudukan Belanda, sedangkan vitrin 12 dipaparkan masa pendudukan Jepang. Vitrin masa pendudukan Belanda, yaitu vitrin 10 berisi persenjataan yang digunakan tentara kolonial Belanda maupun para pejuang kemerdekaan, dan vitrin 11 berisi dampak kedatangan bangsa Belanda di Jambi, antara lain diperkenalkannya mesin jahit, dan sistem pembayaran berupa mata uang Belanda (Gulden) dan coupon penukaran. Untuk vitrin 12 berisi senjata dan mata uang yang berlaku pada masa pendudukan Jepang di Jambi dari tahun 1942 hingga 1945.

Masuknya era kemerdekaan hingga kini dipaparkan pada vitrin 13 hingga 15. Pada vitrin-vitrin ini berisikan koleksi pakaian, perhiasan, dan benda-benda kebudayaan masa lalu yang hingga kini digunakan masyarakat. Susunan ideal vitrin digambarkan pada bagan di bawah ini:

Dalam penataan yang didasarkan atas urutan waktu (timeline) koleksi harus diintegrasikan dalam satu vitrin atau tema, tidak dikelompokkan berdasarkan jenis koleksi. Pengintegrasian koleksi dimaksudkan agar dalam satu masa dapat dipaparkan semua aspek yang terjadi pada masa tersebut dan hasilnya digambarkan sebagai berikut:

Bagan 9. Susunan ideal vitrin

Tabel 10. Susunan Ideal Vitrin

No. Vitrin

Masa Bentuk Koleksi

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. Prasejarah Prasejarah Melayu Kuno Malayu Kuno Islam/Kesultanan Islam/Kesultanan Kesultanan Jambi Kesultanan Jambi Kesultanan Jambi Kolonial Belanda Kolonial Belanda Kolonial Jepang Masa kemerdekaan Masa kemerdekaan Kebudayaan berkelanjutan

Benda mesolitik dan megalitik Benda-benda perunggu

Batuan candi dan arca perunggu.

Arca Prajnaparamita dari Jambi dan Singosari Aksara incung

Al-Quran

Keris Si Ginjei, Bintang Turki, dan bendera katun hitam Keris Senja Merjaya dan bendera wol kuning

Tombak

Senjata dan mata uang, Peralatan rumah tangga Pedang dan mata uang Perhiasan

Perhiasan Alat rumah tangga

Dokumen terkait