• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ruang pameran tetap berada di gedung induk yang terdiri atas 2 lantai, yaitu lantai pertama terdiri atas lobby, ruang potensi alam, ruang khazanah, dan selasar, sedangkan

lantai kedua merupakan ruang budaya masyarakat Jambi. Antara lantai pertama dan lantai kedua terdapat ruang pengenalan wilayah yang memperkenalkan selintas 9 kabupaten dan 1 kota di Propinsi Jambi. Tempat lain untuk memamerkan koleksi adalah ruang pameran terbuka yang letaknya di belakang gedung induk.

Penempatan ruang-ruang tersebut di atas disesuaikan dengan alur cerita yang ditetapkan, yaitu diawali memperkenalkan Jambi sebagai satu propinsi di Pulau Sumatera. Selanjutnya potensi alam Jambi yang memamerkan hasil tambang, flora, fauna, budaya, dan keindahan alam yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemakmuran masyarakat. Potensi alam yang tersebar di berbagai kabupaten dan kota dipaparkan lebih lanjut dalam panil-panil di ruang antara lantai 1 dan 2. Paparan

Bagan 6.

dalam panil-panil di lantai antara 1 dan 2 diwujudkan di ruang pameran lantai 2 yang berisi budaya masyarakat Jambi.

Adapun alur cerita berdasarkan sejarah Jambi diawali di ruang selasar, yaitu kedatangan bangsa Cina pada masa Kerajaan Melayu Kuno yang dibuktikan dengan ditemukannya keramik Cina. Dilanjutkan dengan kehidupan masa Kerajaan Melayu Kuno melalui tinggalan arkeologi dari situs Muaro Jambi, tapi sebagian koleksi ini ditempatkan di ruang pameran terbuka. Penempatan koleksi di ruang pameran terbuka disebabkan ukurannya yang tinggi sehingga tidak mungkin ditempatkan di selasar atau ruangan lain. Di bagian lain dari selasar ditempatkan koleksi berukuran besar dan berat, seperti mesin cetak, meriam, perahu lajur, gerobak, dan pedati.

Untuk lebih jelasnya pemaparan di atas, penulis paparkan gambaran umum masing-masing ruangan yang diawali dari lobby. Lobby merupakan tempat penjualan tiket masuk dan menerima pengunjung. Pada ruang ini diperkenalkan Propinsi Jambi dan batas-batasnya melalui peta timbul. Selain peta, juga terdapat logo Garuda Pancasila dan logo Propinsi Jambi Di bawah logo propinsi ditata tiga buah koleksi etnografika sebagai simbol budaya masyarakat Jambi, yaitu keris, cerana, dan gong. Keris melambangkan jiwa kepahlawanan dan kejuangan, gong melambangkan jiwa musyawarah atau demokrasi yang dalam seloko disebut bulat aek dek pembuluh,

bulat kato dek mufakat (“bulat air dalam pembuluh, bulat kata dalam mufakat”), dan

cerana melambangkan keikhlasan.

Penempatan logo Propinsi Jambi di bawah logo Garuda Pancasila menunjukkan bahwa Propinsi Jambi merupakan bagian dari Negara Kesatuan

Foto 2. Lobby Museum Negeri Jambi Sumber: Penulis.

Republik Indonesia. Penempatan peta timbul Propinsi Jambi untuk menunjukkan kepada pengunjung bahwa Jambi yang terdiri dari 9 kabupaten dan 1 kota terbentang antara 0º 45’-0º45’ LS, dan 101º 0’-104º 55 BT. Bentangan tersebut berbatasan dengan Propinsi Riau di sisi utara, Propinsi Sumatera Selatan di sisi selatan, Propinsi Sumatera Barat di sisi barat, dan Laut Cina Selatan di sisi timur.

Selain tempat menerima tamu, lobby juga

digunakan sebagai tempat penjualan karcis masuk museum yang dikenakan untuk dewasa sebesar Rp. 750,-, anak-anak Rp. 500,-, dan rombongan Rp. 500,-. Disayangkan di ruang lobby ini tidak terdapat denah dan petunjuk ruang sehingga pengunjung mengalami kesulitan mencari ruangan yang dikehendakinya. Demikian pula tidak tersedianya tempat sampah sehingga sampah tertebaran di lantai dan sudut ruangan, terutama saat ramainya kunjungan.

Ruang potensi alam memperkenalkan kekayaan alam Jambi yang dapat dimanfaatkan untuk membangun propinsi ini melalui berbagai koleksi batuan hasil tambang, kayu hasil hutan, dan fauna yang habitatnya di hutan-hutan Jambi. Selain

Foto 3. Ruang pameran lantai 1. Sumber: Penulis

fosil kayu, juga dipamerkan batuan dan hasil tambang, seperti fosfat, bentonit, batu bara, kaolin, kuarsit, granit, andesit, gamping, marmer, dan obsidian. Hasil hutan yang dipamerkan berupa contoh kayu bulian (Eusyderoxylon zwageri), meranti kuning (Shorea

leprosula), sungkai (Peronema canascens), jelutung (Dyena costulata), rotan merah

atau jerenang (Daemonorops hygrophilus), dan lain-lain. Kayu-kayu ini selain digunakan sebagai bahan bangunan, industri, alat rumah tangga, jalan dan jembatan, juga kayu bakar.

Hutan Jambi selain ditumbuhi berbagai jenis pepohonan, juga dihuni oleh Komunitas Adat Terpencil (KAT) Suku Anak Dalam3, dan berbagai jenis fauna yang beberapa di antaranya langka dan dilindungi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Perlindungan Satwa, seperti buaya muara (Crocodylus porosus), biawak (Varanus sp.), kubung (Galcopithecus volans), burung elang (Ictinaoetus

3

KAT Suku Anak Dalam yang menyebut dirinya Sanak atau Orang Rimba merupakan pengganti istilah Suku Kubu yang dianggap merendahkan. Mereka hidup berkelompok dan menetap di tepi anak-anak sungai di pedalaman Jambi dalam jangka waktu tertentu. Sebagai suku bangsa pengembara (nomaden) mereka sangat tergantung pada kekayaan alam yang menyangga kehidupannya dan kerap berpindah tempat tinggal, terutama saat melangun atau tabu kematian.

Foto 4. Ruang khazanah Sumber: Penulis

malayensis), burung kuau (Argusianus argus), harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae), dan beruang (Helarctos malayanus).

Pada ruang khazanah dipamerkan koleksi yang memiliki nilai tinggi, baik bahan, teknik pembuatan, maupun sejarahnya. Koleksi di ruangan ini antara lain arca dan perhiasan emas, batuan candi, mata uang, naskah, tombak, senjata, dan keramik. Meskipun ruang khazanah berisi koleksi yang mempunyai nilai tinggi, tapi alur cerita (storyline) tidak disesuaikan dengan sejarah Jambi. Pendapat ini dipertegas oleh seorang sejarawan dan dosen di Universitas Jambi yang menyatakan bahwa penataan koleksi di ruang tersebut (ruang khazanah) tidak menggambarkan sejarah Jambi secara kronologis (wawancara dengan Fachruddin Saudagar tanggal 17 Januari 2010). Hal senada juga disampaikan oleh pemandu yang menyatakan bahwa tidak runtunnya alur cerita menyulitkannya dalam menjelaskan peristiwa sejarah dan budaya di Jambi pada pengunjung museum di ruangan ini (wawancara dengan Irzal tanggal 5 Januari 2010).

Foto 5. Selasar. Sumber: Penulis.

Selasar terletak di antara ruang pameran tetap dan ruang administrasi. Pada selasar ini dipamerkan koleksi keramik asing maupun lokal, juga foto-foto koleksi keramik koleksi Museum Nasional yang berasal dari Jambi. Selain itu juga dipamerkan temuan arkeologi di beberapa daerah di Jambi, seperti batu lapik dan stupa. Koleksi historika dan etnografika yang dipamerkan di selasar adalah mesin cetak, meriam VOC, perahu lajur, dan alat transportasi darat, seperti gerobak, sado, dan gerobak sorong.

Penempatan foto dan koleksi keramik beriringan koleksi temuan arkeologi menunjukkan alur cerita bahwa masa Melayu Kuno banyak dikunjungi bangsa asing, seperti Cina. Kedatangan mereka bukan sekadar berdagang, tetapi juga belajar agama di tempat yang kini menjadi situs Percandian Muaro Jambi. Benda-benda yang dibawa mereka berupa peralatan rumah tangga yang dibuat dari keramik, seperti piring, sendok, guci, dan berbagai wadah lainnya.

Penempatan campuran koleksi historika dan etnografika di selasar bukan berdasarkan alur cerita, tetapi pada ukurannya, seperti berat, besar, dan panjang, sehingga tidak dapat ditempatkan di tempat yang sesuai alur cerita.

Foto 6. Ruang pameran terbuka. Sumber: Penulis.

Ruang pameran terbuka yang letaknya di taman belakang Museum Negeri Jambi dipamerkan arca Adityawarman, berbagai arca batu dengan kondisi tidak utuh, kincir penumbuk biji-bijian, dan lumbung padi. Arca Adityawarman ini merupakan replika arca Adityawarman di Museum Nasional yang dibuat tahun 1998 dari bahan serat kaca (fiber glass). Penempatan koleksi-koleksi di ruang terbuka tersebut karena berukuran sangat besar dan memerlukan ruang luas, seperti arca Adityawarman yang tingginya mencapai 4,14 meter dan lumbung padi berukuran sebenarnya (1:1).

Uraian singkat tentang komunitas adat terpencil (KAT) Suku Anak Dalam diperkenalkan di ruang pengenalan wilayah yang letaknya di antara lantai pertama dan lantai kedua. Selain KAT Suku Anak Dalam, juga diperkenalkan secara singkat 9 kabupaten dan 1 kota yang menjadi bagian dari Propinsi Jambi melalui panel-panel. Kesembilan kabupaten tersebut adalah Muaro Jambi, Batanghari, Sarolangun, Merangin, Muaro Tebo, Muaro Bungo, Kerinci, Tanjung Jabung Barat, Tanjung Jabung Timur, dan Kota Jambi yang menjadi ibukota Propinsi Jambi.

Pada lantai dua dipamerkan benda-benda budaya masyarakat Jambi dengan tema masyarakat dan kebudayaan Jambi. Di ruangan ini dipamerkan berbagai benda

Sumber: Museum Negeri Jambi

Foto 7. Ruang pameran lantai 2. Sumber: Penulis.

Bagan 7.

Lantai 2 Museum Negeri Jambi etnografika yang beberapa di antaranya kini masih diproduksi

dan digunakan masyarakat Jambi. Benda-benda tersebut berupa peralatan berburu, peralatan rumah tangga, peralatan

pertanian dan perladangan, peralatan

menangkap ikan, kerajinan anyaman, tekstil (songket dan batik), perhiasan, permainan anak-anak, batik Jambi, pakaian adat dari seluruh daerah Tingkat II se Propinsi Jambi, pelaminan pengantin Putro Retno, dan amben.

Berbeda halnya dengan koleksi yang dipamerkan di lantai 1, koleksi yang dipamerkan di lantai 2 selain ditempatkan di dalam vitrin, juga di luar vitrin. Koleksi yang ditempatkan di luar

Foto 8. Suasana ruang khazanah Sumber: Penulis

vitrin merupakan koleksi berukuran besar, seperti model rumah tradisional, alat pertanian dan pengolah hasil pertanian, serta perahu dan peralatan menangkap ikan. Penempatan koleksi di dalam vitrin dimaksudkan agar terhindar dari sentuhan atau jangkauan pengunjung yang berisiko rusak, hilang, dan mengurangi debu.

Dokumen terkait