MUSEUM NEGERI JAMBI
Oleh: Budi Prihatna NPM. 180320080004
TESIS
Guna memperoleh gelar Magister Humaniora
Program Studi Ilmu-Ilmu Sastra
Konsentrasi Museologi
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS PADJADJARAN
1. Tesis ini belum pernah diajukan dalam sidang akademik untuk memperoleh gelar sarjana, magister, dan/doktor, baik di lingkungan Universitas Padjadjaran maupun Perguruan Tinggi lainnya;
2. Gagasan, rumusan, dan penelitian murni dari penulis tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan Tim Pembimbing;
3. Dalam tesis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang ditulis atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dan jelas dicantumkan sebagai acuan dalam daftar pustaka;
4. Pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya dan apabila dikemudian hari terdapat penyimpangan atau ketidakbenaran dalam pernyataan ini, penulis bersedia menerima sanksi akademik yang berlaku di Universitas Padjadjaran.
Bandung, Juni 2010.
Oleh: Budi Prihatna NPM. 180320080004
TESIS
Guna memperoleh gelar Magister Humaniora Program Studi Ilmu-Ilmu Sastra
Konsentrasi Museologi.
Disetujui oleh Tim Pembimbing pada tanggal di bawah ini:
Bandung, 2010
Nama : Budi Prihatna
NPM. : 180320080004
Program Studi : Ilmu-Ilmu Sastra Konsentrasi : Museologi
Judul Tesis : Pemanfaatan Koleksi Regalia Kesultanan Jambi Guna Penyempurnaan Tata Pameran Tetap Ruang Khazanah Museum Negeri Jambi.
TELAH DIREVISI, DISETUJUI OLEH TIM PENGUJI/PEMBIMBING, DAN DIPERKENANKAN UNTUK DIPERBANYAK/DICETAK.
No. Nama Tandatangan
1. Prof. Dr. Dadang Suganda, M.Hum. 2. Prof. Dr. Nina Herlina, M.S.
3. Prof. Dr. Ietje Marlina
4. Dr. Yati S. Aksa
5. Reiza D. Dienaputra, Drs., M.Hum.
Bandung, Juni 2010
Menyetujui/mengetahui
Dr. Titin Nurhayati Ma’mun, M.S. Ketua Tim Pembimbing
ABSTRACT
The thesis entitled “The Exploitation of Regalia Collection of Jambi Sultanate to Improve the Permanent Display of Jambi Museum’s Treasure Room” talks about the past event of Jambi. The description of Jambi’s past event has not yet been systematic because Jambi Museum is lack of collection of certain period of time.
The aim of the research is to exploit regalia collection of Jambi Sultanate in National Museum for the collection of Jambi Museum. This is important to do in order to improve the permanent display at the treasure room of Jambi Museum. A qualitative research method is used to obtain comprehensive data on the regalia collections of Jambi Sultanate in the National Museum and the permanent display at the treasure room of Jambi Museum.
The SWOT analysis for the above problem indicates that to improve the permanent display of the treasure room, it is important to exploit regalia collection of Jambi Sultanate in National Museum. This can be done by making replicas and visualization in the form of photographs with their historical and cultural explanation. Furthermore, by SWOT analysis changed of placement of the collection at Jambi Museum can be made, so the plot of Jambi history can be present in a more comprehensive way.
ABSTRAK
Tesis berjudul Pemanfaatan Koleksi Regalia Kesultanan Jambi Guna Penyempurnaan Tata Pameran Tetap Ruang Khazanah Museum Negeri Jambi membicarakan peristiwa di Jambi masa lalu yang penggambarannya tidak runtun. Tidak runtunnya peristiwa tersebut antara lain disebabkan Museum Negeri Jambi tidak memiliki koleksi yang berkenaan dengan masa tertentu.
Tujuan penelitian ini adalah memanfaatkan koleksi regalia Kesultanan Jambi yang berada di Museum Nasional untuk Museum Negeri Jambi. Hal ini penting dilakukan agar tata pameran tetap di ruang khazanah sempurna sesuai alur sejarah Jambi. Untuk memperoleh data yang komprehensif digunakan metode penelitian kualitatif dengan objek berupa koleksi regalia Kesultanan Jambi di Museum Nasional dan penataan koleksi di ruang khazanah Museum Negeri Jambi.
Analisis SWOT pada masalah di atas menyimpulkan bahwa untuk menyempurnakan tata pameran tetap ruang khazanah perlu memanfaatkan koleksi regalia Kesultanan Jambi yang ada di Museum Nasional. Pemanfaatannya dilakukan melalui pembuatan replika atau divisualkan dalam bentuk foto disertai dengan informasi kesejarahan dan kebudayaan. Selain itu dilakukan perubahan penempatan koleksi di Museum Negeri Jambi agar alur cerita sejarah Jambi menjadi lengkap dan runtun.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang memberikan rahmat ilmu dan kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan hasil penelitian berupa tesis. Tesis ini berjudul Pemanfaatan Koleksi Regalia Kesultanan Jambi Guna Penyempurnaan Tata Pameran Tetap Ruang Khazanah Museum Negeri Jambi.
Selama menyusun tesis penulis banyak mendapatkan bimbingan dari Dr. Hj. Titin Nurhayati Ma’mun, M.S. dan Prof. Dr. Setiawan Sabana, MFA. Atas kesediaan keduanya membimbing dan memberikan arahan dari awal penulisan proposal hingga penulisan tesis, penulis mengucapkan terima kasih.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada ketua, sekretaris, dan para dosen di Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran yang memberikan pengetahuan luas tentang museologi. Demikian pula ucapan terima kasih kepada Kepala Biro Kepegawaian, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata yang memberikan kesempatan pada penulis mengikuti Program Pascasarjana Museologi di Universitas Padjadjaran.
Akhir kata, ucapan terima kasih disampaikan kepada tuo-tenganai,
alim-ulama, cerdik-pandai yang gedang idak disebut gelar dan kecik idak disebut namo
yang banyak memberikan informasi tentang sejarah, masyarakat, dan kebudayaan Jambi.
Besar harapan penulis semoga tesis ini bermanfaat dan dapat diaplikasikan dalam tata pameran tetap ruang khazanah Museum Negeri Jambi, serta menjadi acuan bagi museum lainnya.
Bandung, 2010
DAFTAR ISI
Judul i
Lembar Pengesahan ii
Pernyataan iii
Abstract iv
Abstrak v
Kata Pengantar vi
Daftar Isi viii
Daftar Tabel xii
Daftar Bagan xiii
Daftar Foto xiv
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penelitian 1
1.2. Rumusan Masalah 9
1.3. Tujuan Penelitian 9
1.4. Kegunaan Penelitian 10
1.5. Metode Penelitian 10
BAB II. KERANGKA PEMIKIRAN TEORETIS
2.1. Konsep-Konsep 15
2.1.1. Koleksi Regalia 15
2.1.2. Warisan Budaya 17
2.1.3. Penyajian Pameran 21
2.1.4. SWOT 24
2.1.5. Desain Pameran 27
2.2. Kerangka Pemikiran 31
BAB III. KONDISI FAKTUAL DAN ANALISIS MUSEUM NEGERI JAMBI
3.1. Gambaran Umum 34
3.2. Struktur Organisasi 37
3.3. Pengelola Koleksi 40
3.4. Ruang Pameran 43
3.5. Ruang Khazanah dan Penataannya 51 3.6. Arti Penting Regalia Kesultanan Jambi 58 3.7. Deskripsi Koleksi Regalia Kesultanan Jambi 59
3.7.1. Keris Si Ginjei 61
3.8. Analisis SWOT 72
3.8.1. Analisis Alur Cerita (Storyline) 72
3.8.2. Analisis Koleksi 75
3.8.3. Analisis Sarana 78
3.8.4. Analisis Teknik dan Metode Penyajian 80
BAB IV. KONDISI IDEAL PENATAAN RUANG KHAZANAH 4.1. Kondisi Ideal Museum Negeri Jambi 85
4.1.1. Alur Cerita 85
4.1.2. Koleksi 95
4.1.3. Sarana 103
4.1.4. Metode dan Teknik Penyajian 106
4.2. Konsep Yang Ditawarkan 106
4.2.1. Alur Cerita 107
4.2.2. Koleksi 108
4.2.3. Sarana 110
4.2.4. Teknik Penyajian 110
BAB V. SIMPULAN DAN SARAN 5.1. Simpulan 111
Daftar Sumber 113
Lampiran - Glosarium 121
- Pedoman Wawancara 124
- Surat Pernyataan Informan 125
DAFTAR TABEL
Tabel 1: Jadwal penelitian dan penulisan tesis 13
Tabel 2: Matrik SWOT 26
Tabel 3: Pengelola koleksi 41
Tabel 4: Susunan vitrin 53
Tabel 5: Analisis SWOT alur cerita 73 Tabel 6: Analisis SWOT koleksi regalia Kesultanan Jambi 76
Tabel 7: Analsis SWOT sarana 79
DAFTAR BAGAN
Bagan 1: Desain penelitian 12
Bagan 2: Korelasi antar teori 30
Bagan 3: Kerangka pemikiran 33
Bagan 4: Lokasi museum 35
Bagan 5: Struktur organisasi Museum Negeri Jambi 39
Bagan 6: Lantai 1 Museum Negeri Jambi 43 Bagan 7: Lantai 2 Museum Negeri Jambi 50 Bagan 8: Ruang khazanah 52
Bagan 9: Susunan ideal vitrin 102
Bagan 10: Susunan alur cerita 107
DAFTAR FOTO
Foto 1: Museum Negeri Jambi 34
Foto 2: Lobby Museum Negeri Jambi 45 Foto 3: Ruang pameran lantai 1 46
Foto 4: Ruang khazanah 47
Foto 5: Selasar 48
Foto 6: Ruang pameran terbuka 49
Foto 7: Ruang pameran lantai 2 50
Foto 8: Suasana ruang khazanah 51
Foto 9: Koleksi prasejarah dan sejarah 54
Foto 10: Arca Prajnaparamita 54
Foto 11: Koleksi masa kolonial 55
Foto 12: Penempatan foto keris Si Ginjei 55
Foto 13: Koleksi perhiasan 56
Foto 14: Vitrin numismatika 56
Foto 15: Penempatan vitrin numismatika 57
Foto 16: Keris Si Ginjei 61
Foto 17: Keris Senja Merjaya 68
Foto 18: Bendera katun hitam (Raja Sehari) 69 Foto 19: Bendera wol kuning (Pangeran Ratu) 71
1.1. Latar Belakang Penelitian
Museum Negeri Jambi merupakan sebuah Unit Pelaksana Teknis Daerah
(UPTD) dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Propinsi Jambi. Sebagai Unit
Pelaksana Teknis Daerah, Museum Negeri Jambi dituntut melaksanakan kegiatan
pengumpulan, perawatan, dan penyebaran informasi benda cagar budaya masyarakat
Jambi. Dalam Keputusan Gubernur Jambi Nomor 306 Tahun 2004 tentang Uraian
Tugas dan Fungsi Sub Bagian Serta Seksi-Seksi di Unit Pelaksana Teknis Dinas Pada
Dinas-Dinas Propinsi Jambi disebutkan:
“Museum Negeri Jambi adalah museum umum yang bertugas melaksanakan sebagian tugas teknis tertentu yang diberikan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata. Tugas tersebut berupa pengumpulan, penyimpanan, perawatan, pengawetan, penyajian, penelitian koleksi, penerbitan hasil penelitian, dan memberikan bimbingan edukatif kultural benda-benda yang mempunyai nilai budaya dan ilmiah yang bersifat lokal dan regional” (2004: 41).
Keputusan Gubernur Nomor 306 Tahun 2004 tersebut sejalan dengan isi
Pasal 2, Ayat 2 Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1995 tentang Pemeliharaan
dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya di Museum. Dalam Pasal 2, Ayat 2 Peraturan
Pemerintah tersebut dijelaskan sebagai berikut:
“Pemeliharaan dan pemanfaatan benda cagar budaya di museum dilakukan melalui upaya penyimpanan, perawatan, pengamanan, dan pemanfaatan” (Depdikbud, 1995b: 4).
Pembangunan Museum Negeri Jambi dimaksudkan sebagai upaya
preservasi benda-benda cagar budaya yang banyak ditemukan dan disimpan
masyarakat Jambi. Benda-benda cagar budaya di museum yang disebut koleksi
mewakili masa yang telah dan tengah berlangsung di Jambi, seperti tinggalan
megalitik, benda-benda logam, keramik asing dan lokal, dan benda-benda etnografi.
Museum Negeri Jambi yang diklasifikasikan sebagai museum umum
memiliki 2.923 buah koleksi yang terdiri atas: (1) koleksi geologika 63 buah; (2)
koleksi biologika 106 buah; (3) koleksi etnografika 1.453 buah; (4) koleksi
arkeologika 129 buah; (5) koleksi historika 66 buah; (6) koleksi numismatika 387
buah; (7) koleksi filologika 85 buah; (8) koleksi keramologika 417 buah; (9) koleksi
seni rupa 118 buah; dan (10) koleksi teknologika 98 buah. Koleksi-koleksi tersebut
diperoleh melalui pembelian, hibah, dan titipan. Jumlah koleksi yang dipamerkan
pada ruang pameran tetap hanya 15%, sisanya disimpan di dalam gudang (storage).
Penyimpanan dalam storage dilakukan karena jumlah dan jenis koleksinya banyak,
sedang diteliti, dalam proses untuk disimpan pada ruang pameran, dan karena hal
tertentu, seperti membahayakan keselamatan pengunjung atau koleksi lain.
Kesepuluh jenis koleksi tersebut dipamerkan di lobby dan berbagai ruangan
pameran tetap, seperti ruang potensi alam, ruang pengenalan wilayah, ruang budaya
masyarakat Jambi, ruang khazanah, selasar, dan ruang pameran terbuka.
Dari jumlah koleksi tersebut di atas, Museum Negeri Jambi hanya memiliki
satu buah koleksi berkenaan dengan Kesultanan Jambi, yaitu Bintang Turki. Koleksi
setelah dikembalikan oleh keturunan utusan Sultan Taha yang menetap di Malaysia.
Padahal koleksi yang berkenaan dengan Kesultanan Jambi penting dipamerkan dalam
upaya menjelaskan keberadaan Kesultanan Jambi seperti pada narasi label pengantar
Mengenal Propinsi Jambi yang menyebutkan bahwa:
“Berakhirnya masa Kesultanan Jambi dengan gugurnya Sultan Thaha pada tanggal 27 April 1904, Jambi ditetapkan sebagai keresidenan yang masuk ke dalam wilayah Nederlandsch Indie tahun 1906”.
Kalimat label pengantar di atas menunjukkan bahwa di Jambi pernah
berdiri suatu kerajaan atau kesultanan, yaitu Kesultanan Jambi. Kesultanan ini
diperkirakan berdiri pada awal abad ke 16, seiring penyebaran agama Islam dan
pertumbuhan ekonomi di berbagai bagian Nusantara (Kementrian Penerangan, 1950:
59).
C. den Hamer (1904: 133-150) menjelaskan bahwa Kesultanan Jambi
memiliki dua buah pusaka, yaitu keris yang bernama Si Ginjei dan Senja Merjaya.
Keris Si Ginjei disandang oleh Sultan, sedangkan Keris Senja Merjaya disandang
oleh Pangeran Ratu atau putra mahkota. Berbeda dengan hal sebelumnya, dalam
Surat Dinas Residen Palembang Nomor 2259 tertanggal 8 Juni 1904 disebutkan
bahwa pusaka Kesultanan Jambi berjumlah 3 buah, yaitu keris Si Ginjei, keris Senja
Merjaya, dan sebuah gong bernama Si Timang Jambi.
Pusaka Kesultanan Jambi yang disebut di atas diserahkan oleh Pangeran
Prabu Negara dan Pangeran Ratu Marta Ningrat kepada Asisten Residen O.L. Petri
tersebut hingga kini disimpan dan dipamerkan di Museum Nasional, Jakarta.
Penyerahan pusaka Kesultanan Jambi, khususnya keris Si Ginjei, pada Pemerintah
Hindia Belanda merupakan pengakuan kekuasaan Pemerintah Hindia Belanda atas
Jambi (Velds, 1909: 149).
Apabila ditelusuri lebih lanjut, dalam catatan Inventaris van Ethnographisch
Verzameling,Koninklijk Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen di
Seksi Etnografi, Bidang Sejarah dan Antropologi, Museum Nasional, terdapat 292
buah koleksi berasal dari berbagai daerah di Jambi. Koleksi yang berjumlah 292 buah
tersebut diperoleh dari hasil ekspedisi militer Belanda, hibah para kontrolir yang
pernah bertugas di Jambi, dan hibah masyarakat Jambi.
Dari koleksi yang berjumlah 292 ternyata terdapat 18 buah koleksi yang
berkenaan dengan Kesultanan Jambi. Kedelapanbelas koleksi tersebut adalah sebuah
gong bernama Si Timang Jambi, 2 bilah keris yang bernama Si Ginjei dan Senja
Merjaya, 2 buah parang, 2 buah pembelah pinang (kacip), 1 buah pisau bertangkai
tanduk rusa, 1 helai bendera katun hitam (bendera Raja Sehari), 1 helai bendera wol
kuning (bendera Pangeran Ratu), 1 buah keris (sarung lang), 1 buah keris panjang
dengan sarungnya, 1 buah meriam (lila), 3 buah payung, 1 perangkat perhiasan, dan
pisau bertangkai tanduk.
Beberapa koleksi tersebut pun sulit ditelusuri, karena penempatannya tidak
didata secara sistematis, bahkan ada yang tidak ditemukan lagi, seperti gong Si
Timang Jambi, seperangkat perhiasan, dan 3 buah payung. Dalam Inventaris van
Wetenschappen disebutkan bahwa koleksi gong Si Timang Jambi bernomor
inventaris 10919 saat direinventarisasi tanggal 12 November 1950 tidak ditemukan
lagi. Demikian pula seperangkat perhiasan bernomor inventaris 11678 dan 3 buah
payung bernomor inventaris 11675 saat direinventarisasi tahun 1941 tidak ditemukan.
Koleksi pusaka kesultanan lainnya yang masih dapat ditemukan di Museum
Nasional adalah dua buah keris, yaitu keris Si Ginjei, keris Senja Merjaya, 2 buah
parang, 1 buah pembelah pinang atau kacip, 1 buah Keris Majapahit, sebilah pisau,
sehelai bendera katun hitam (bendera Raja Sehari), dan sehelai bendera wol kuning
(bendera Pangeran Ratu). Empat di antara koleksi pusaka kesultanan tersebut
merupakan koleksi regalia, yaitu koleksi alat-alat kebesaran kerajaan/kesultanan yang
dikenakan, dibawa, atau berada dekat raja pada upacara atau peristiwa tertentu
sebagai simbol seorang raja (Marwoto, 2005: 155). Koleksi regalia Kesultanan Jambi
meliputi keris Si Ginjei, keris Senja Merjaya, 1 helai bendera katun hitam (bendera
Raja Sehari), dan 1 helai bendera wol kuning (bendera Pangeran Ratu).
Keris Si Ginjei merupakan keris bersalut emas dan bertatahkan berlian yang
dikuasai oleh Sultan Jambi. Sebuah legenda mengatakan bahwa keris tersebut berasal
dari Jawa yang diperoleh Paduka Berhalo1, pendiri dinasti yang membebaskan Jambi
dari Mataram, dari tuan besarnya, dan menggunakan keris tersebut untuk
1
Versi lain menyebutkan bahwa keris tersebut diperoleh Orang Kayo Hitam, putra Datuk Paduka Berhala, dari Raja Mataram untuk meredakan amukan Orang Kayo Hitam yang semula hendak dibunuh oleh Raja Mataram dengan keris tersebut. Versi ini tertuang dalam naskah Hal Perkara
melegitimasi kekuasaannya2 (Scholten, 2008: 214). Berbeda halnya dengan keris Si
Ginjei, keris Senja Merjaya yang kurang mewah hiasannya dikuasai oleh Pangeran
Ratu atau putra mahkota. Bendera katun hitam merupakan Bendera Raja Sehari yang
dikibarkan dari pagi hingga sore hari menjelang pelantikan raja atau sultan baru,
sedangkan bendera wol kuning merupakan bendera Pangeran Ratu yang
menunjukkan kedudukan seorang putra mahkota.
Kedua keris yang disebutkan di atas (Si Ginjei dan Senja Merjaya)
ditempatkan di dua tempat terpisah. Keris Si Ginjei dipamerkan di Ruang Emas
Lantai IV Gedung B, sedangkan keris Senja Merjaya dipamerkan di Ruang Emas
Gedung A. Dua buah parang dipamerkan di Ruang Emas Gedung A, sedangkan
sehelai bendera Raja Sehari dan sehelai bendera Pangeran Ratu disimpan di gudang
(storage) Ruang Tekstil. Dimasukkannya kedua helai bendera tersebut ke dalam
storage tekstil didasarkan pada bahan dasarnya, yaitu tekstil.
Penempatan keris Si Ginjei dan Senja Merjaya di Museum Nasional pada
tahun 2006 pernah dikritik, karena tidak sesuai dengan struktur pemerintahan
Kesultanan Jambi. Dalam struktur pemerintahan Kesultanan Jambi kedua koleksi ini
disandang oleh dua tokoh yang selalu berdampingan, yaitu Sultan dan Pangeran Ratu.
Oleh karena itu kedua keris tersebut juga seharusnya ditata berdampingan, seperti
saat koleksi masih ditata di Ruang Emas gedung lama Museum Nasional (Gedung A).
2
Sewajarnya koleksi regalia tersebut di atas dan koleksi yang berkenaan
dengan Kesultanan Jambi lainnya penting ditampilkan di Museum Negeri Jambi,
khususnya di ruang khazanah. Kehadirannya berguna untuk mengisi kekosongan
koleksi yang menjadi mata rantai sejarah Jambi yang diawali masa prasejarah, masa
Kerajaan Melayu Kuno, masa Kerajaan Melayu Jambi (Kesultanan Jambi), masa
Pemerintahan Hindia Belanda, masa Pemerintahan Jepang, dan masa Kemerdekaan.
Tidak adanya koleksi regalia dan koleksi yang berkenaan dengan Kesultanan Jambi
yang dimiliki Museum Negeri Jambi menyebabkan terjadinya lompatan sejarah
Jambi dari masa Kerajaan Melayu Kuno berlanjut ke masa Pemerintahan Hindia
Belanda, tanpa memasukkan masa Kerajaan Melayu Jambi (Kesultanan Jambi).
Koleksi Bintang Turki yang disinggung pada halaman 2 dan koleksi lainnya
yang dapat mengisi kekosongan alur sejarah Jambi belum dapat ditampilkan karena
sedang dalam karantina. Pengelola koleksi (kurator) Museum Negeri Jambi dalam
memanfaatkan koleksi regalia Kesultanan Jambi di Museum Nasional dan koleksi
yang berkenaan dengan Kesultanan Jambi di Museum Negeri Jambi mengalami
kesulitan mencari informasi koleksi tersebut. Kesulitan disebabkan buku sumber yang
sulit diperoleh, buku sumber yang ada menggunakan bahasa dan aksara yang tidak
lagi digunakan secara umum, sistem penulisan dalam buku sumber berbeda karena
mengalami perubahan, juga dana yang dimiliki museum untuk mengadakan
penelitian dan pengadaan koleksi terbatas, sehingga koleksi yang berada di
Padahal Museum Negeri Jambi memiliki ruang khazanah, yaitu ruang
khusus yang memamerkan benda-benda bernilai sangat tinggi, baik bahan
pembuatannya maupun latar belakang sejarahnya. Selain itu, Pemerintah Daerah pun
mendukung dan beberapa penyaksi yang menyaksikan betapa pentingnya benda
regalia tersebut masih ada.
Pentingnya benda regalia ini dipaparkan oleh A. Mukty Nasruddin (1989: 419)
sebagai berikut:
“ … Sekarang kami serahkan kepada Bapak sebagai penyerahan tanah dan jiwa rakyat Jambi kepada Pemerintah Republik Indonesia. Keris (Si Ginjei) diangkat oleh pewaris, diserahkan kepada Bapak M. Hatta, Wakil Presiden Republik Indonesia. Banyak orang tua-tua menitikan air mata karena upacara itu membawa kenangan kepada setiap penobatan Rajasari (Raja
Sehari) sebagai raja ad interm menjelang penobatan raja esok harinya.
Hanya penyerahan keris kali ini tidak diiringi tembakan meriam sebanyak 20 kali. Banyak orang terpesona oleh karena baru mengenal perangkat Kerajaan/Kesultanan Jambi dahulu itu. Penuh kegembiraan bahwa apa yang mereka rasa hilang selama ini, bertemu kembali. …”.
Oleh karena itu, masalah lompatan alur cerita (storyline) sejarah Jambi
akibat tidak adanya koleksi yang mendukung alur cerita perlu diteliti, dan hal itu
belum pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Penelitian dan penulisan tentang
koleksi regalia yang dilakukan sebatas uraian fungsi, sejarah, dan legenda, seperti
karya Hasan Yunus berjudul Engku Putri Raja Hamidah. Pemegang Regalia
Kerajaan Riau, karya M. Nazir berjudul Mengenal Budaya Daerah Jambi. Keris Si
Ginjei, dan karya Ujang Hariadi bersama Budi Prihatna dan Eka Feriani berjudul
1.2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam tesis ini beranjak dari latar belakang, yaitu tidak
adanya koleksi regalia Kesultanan Jambi yang dipamerkan di ruang khazanah
Museum Negeri Jambi. Akibat tidak adanya koleksi regalia tersebut terjadi lompatan
alur cerita (storyline) dari keutuhan cerita yang disampaikan dalam ruang khazanah
Museum Negeri Jambi. Dengan demikian, permasalahan dalam penelitian ini sebagai
berikut:
1) Mengapa koleksi regalia Kesultanan Jambi penting ditampilkan di
Museum Negeri Jambi?
2) Bagaimana menyempurnakan tata pameran tetap ruang khazanah
Museum Negeri Jambi agar sesuai alur sejarah Jambi?
1.3. Tujuan Penelitian
1) Memanfaatkan koleksi regalia Kesultanan Jambi di Museum Nasional guna
mengisi kekosongan koleksi di ruang khazanah Museum Negeri Jambi agar
tidak terjadi lompatan alur cerita (storyline) sejarah Jambi.
2) Memberikan masukan upaya pengemasan koleksi regalia Kesultanan Jambi
guna menyempurnakan tata pameran tetap ruang khazanah Museum Negeri
1.4. Kegunaan Penelitian
1) Kegunaan Teoretis.
Analisis penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi ilmiah bagi
pengembangan teori menghidupkan koleksi yang tidak asli (replika) untuk
menyempurnakan alur cerita (storyline).
2) Kegunaan Praktis.
• Hasil penelitian ini diharapkan dapat diterapkan sebagai model
pemanfaatan koleksi Museum Nasional untuk Museum Negeri Jambi;
• Masukan untuk pengelola Museum Negeri Jambi menyempurnakan tata
pameran tetap di ruang khazanah sesuai alur (storyline) sejarah Jambi.
1.5. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam mengkaji permasalahan di atas adalah
metode kualitatif dengan objek penelitian berupa koleksi regalia Kesultanan Jambi di
Museum Nasional dan penataan koleksi di Museum Negeri Jambi.
Oleh karena metode kualitatif ini berorientasi pada upaya eksplorasi dengan
analisis deskriptif, data tentang pemanfaatan koleksi regalia dan penyempurnaan tata
pameran dikumpulkan melalui pengamatan. Pengamatan dilakukan pada dua museum
yang berbeda, yaitu Museum Negeri Jambi dan Museum Nasional. Selain
pengamatan, juga dilakukan wawancara pada beberapa informan dengan latar
adat, dosen sejarah, pejabat pemerintah daerah, pejabat pemerintah pusat, mahasiswa,
dan pelajar. Kajian pustaka penulis lakukan dengan membaca dan menyarikan
berbagai buku, majalah, dan sumber lainnya di Perpustakaan Museum Nasional,
Arsip Nasional, perpustakaan pribadi, dan situs internet.
Kompilasi data hasil pengamatan, wawancara, dan kajian pustaka dianalisis
dengan SWOT, yaitu sebuah bentuk analisis yang bersifat deskriptif dengan
menempatkan situasi dan kondisi sebagai faktor masukan. Faktor masukan tersebut
dikelompokkan dalam empat komponen, yaitu kekuatan (strenghts), peluang
(opportunities), kelemahan (weaknesses), dan ancaman (threats). Kekuatan (strenght)
adalah situasi dan kondisi yang menjadi kekuatan museum saat ini; kelemahan
(weakness) adalah situasi dan kondisi yang menjadi kelemahan museum saat ini;
peluang (opportunities) adalah situasi dan kondisi yang menjadi peluang di luar
museum dan memberikan peluang bagi museum untuk berkembang pada masa depan;
serta ancaman (threats) merupakan ancaman bagi museum yang datang dari luar
museum dan dapat mengancam eksistensi museum pada masa depan.
Bagan 1 Desain Penelitian
Pelaksanaan penelitian diawali bulan Juli 2009 dengan tujuan
mengumpulkan data awal untuk penulisan proposal tesis. Penelitian selanjutnya
dilakukan bulan Oktober hingga Desember 2009 dan hasil penelitian ini dituangkan Pemanfaatan Koleksi Regalia
Kesultanan Jambi Guna Penyempurnaan Tata Pameran Tetap Ruang Khazanah
Museum Negeri Jambi
Pengumpulan Data: Pengamatan, wawancara, dan
kajian pustaka
Data Primer:
Tata pameran ruang khazanah Museum Negeri Jambi. Koleksi regalia Kesultanan Jambi di Museum Nasional
Data Sekunder: Kajian pustaka di Museum
Nasional, perpustakaan pribadi, dan situs internet
Simpulan dan Saran Analisis Data
SWOT
dalam bentuk tesis pada bulan April 2010. Adapun jadwal penelitian tersebut tertera
pada tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1
Jadwal Penelitian dan Penulisan Tesis
Bulan
No. Kegiatan 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5
1. Penelitian awal √
2. Penyusunan & konsultasi proposal √ √
3. Ujian proposal √
4. Penelitian lanjutan √ √ √
5. Analisis data √
6. Penyusunan & konsultasi tesis √ √
7. Ujian tesis √
8. Revisi & penjilidan tesis. √
1.6. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan usulan penelitian ini disusun berdasarkan buku
Format Usulan Penelitian Tesis dan Tesis. Pedoman Ringkas pada Program Studi
Ilmu-Ilmu Sastra, Bidang Kajian Utama Museologi, Fakultas Sastra, Program
Pascasarjana, Universitas Padjadjaran sebagai berikut:
Bab I. Pendahuluan. Pada bagian Pendahuluan diuraikan latar belakang
penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, metode
penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab II. Kerangka Pemikiran Teoretis. Pada bagian Kerangka Pemikiran
Teoretis diuraikan teori-teori yang relevan dengan masalah penelitian, seperti konsep
koleksi regalia, pemanfaatan benda cagar budaya, warisan budaya, penyajian
Bab III. Kondisi Faktual dan Analisis Museum Negeri Jambi. Kondisi
faktual ini mencakup gambaran umum Museum Negeri Jambi, pengelola koleksi,
ruang pameran, ruang khazanah dan penataannya, arti penting regalia Kesultanan
Jambi, deskripsi koleksi regalia Kesultanan Jambi, dan analisis. Analisisnya meliputi
alur cerita, koleksi, sarana, dan penyajian koleksi di ruang khazanah.
Bab IV. Kondisi Ideal Tata Pameran Tetap Ruang Khazanah Museum
Negeri Jambi. Kondisi ideal tata pameran meliputi alur cerita, koleksi, sarana, metode
dan teknik penyajian. Dalam bab ini juga ditawarkan konsep penyempurnaan tata
pameran yang meliputi alur cerita, koleksi, sarana, metode dan teknik penyajian.
Bab V. Simpulan dan Saran.
Daftar Sumber.
Kerangka pemikiran teoretis merupakan kerangka acuan yang disusun berdasarkan kajian berbagai aspek, baik teoretis maupun empiris yang berasal dari temuan dan hasil penelitian terdahulu terkait permasalahan yang diteliti. Dalam kerangka pemikiran teoretis ini dipaparkan secara komprehensif konsep dan teori yang digunakan sebagai landasan dalam memecahkan masalah yang dihadapi, seperti di bawah ini.
2.1. Konsep-Konsep 2.1.1. Koleksi Regalia
Satu di antara atribut raja yang penting selain gelar yang disandang adalah pusaka, yaitu benda warisan yang dianggap suci dan dapat memberikan kebahagiaan, kekuatan, kewibawaan, serta kemegahan pada orang yang memilikinya. Benda yang menyertakan raja pada saat tertentu dinamakan benda ampilan atau regalia. Alat-alat kebesaran (regalia) dianggap sakral atau keramat yang melambangkan kebesaran dan kekuasaan, penuh kekuatan magis yang dapat mempengaruhi keadaan kosmos. Selain itu, dapat mengembalikan keseimbangan dan menolak berbagai bahaya, seperti wabah, bencana alam atau gejolak masyarakat (Junus, 2002: 47).
Benda pusaka berupa regalia memiliki nilai material dan estetika yang tinggi, silsilah, keagamaan, dan persekutuan dengan mahluk halus. Selain itu, benda regalia ini menjadi sarana upacara yang penting untuk kemegahan raja (Marwoto, 2005: 155). Oleh karena benda regalia dianggap sakral dan keramat, benda ini selalu diselimuti mite atau legenda penciptaannya, tokoh yang memerankannya, kesaktian, dan kekuatan magisnya.
Berbagai upacara dilakukan untuk menampilkan pusaka dan benda regalia lainnya sehingga menambah kebesaran seorang raja. Banyak teori dikembangkan mengenai fungsi ritual dalam kerajaan tradisional, tapi kebanyakan mengaitkan kemegahan dalam upacara kerajaan dengan penggunaan kekuasaan. Ada juga yang mengatakan bahwa ritual adalah salah satu jenis kekuasaan yang mengukuhkan ketidaksamaan sosial dan kebanggaan status. Ritual memiliki kekuatan untuk menegaskan dan mengatur tatanan masyarakat. Pendapat lain menyebutkan bahwa upacara ritual memulihkan kembali kontinuitas tradisi. Hal yang lebih penting dari itu adalah menempatkan pengalaman individu dalam konteks sejarah. Kendati demikian, berbagai upacara dan berbagai pusaka (regalia) dalam masa Islam memiliki nuansa makna yang berbeda dari masa sebelumnya. Raja bukan lagi dianggap dewa-dewa, dan pusaka adakalanya hanya sebagai lambang dari keabsahan kekuasaan (Marwoto, 2005: 155-157).
atau dekat raja pada saat upacara kebesaran kerajaan. Djohan Hanafiah (1992: 20) yang mengutip pendapat Robert Heine-Geldern menyatakan:
“Pertimbangan apapun mengenai konsepsi negara dan kerajaan di Asia Tenggara kiranya tidak lengkap jika tidak menyebut paling kurang betapa pentingnya benda pusaka tersebut. Beberapa di antara benda pusaka ini ……. mempunyai makna kosmologis ….. dan yang lainnya dianggap memiliki kekuatan magis, seperti pedang raja Kamboja …. Sifat magis benda pusaka ini bahkan lebih ditekankan lagi di Semenanjung Malaya dan Indonesia. Hal ini memuncak dalam konsep aneh yang berlaku di antara suku Bugis dan Makasar. Menurut mereka sebenarnya benda pusaka itulah yang berkuasa, sedangkan raja hanya memerintah negara atas nama benda pusaka itu”.
Benda regalia merupakan warisan budaya yang perlu dilestarikan karena memiliki arti penting sejarah dan kebudayaan masyarakat yang bersangkutan.
2.1.2. Warisan Budaya.
Mahyudin Al Mudra (2008: 3) menjelaskan bahwa warisan budaya merupakan seperangkat simbol kolektif yang diwariskan oleh generasi sebelumnya dari kolektivitas pemilik simbol tersebut. Simbol adalah segala sesuatu yang dimaknai dan makna suatu simbol tersebut mengacu pada sesuatu (konsep) yang lain. Wujud simbol dapat berupa teks, suara, bunyi, gerak, gambar, dan lain-lain.
atau dimilikinya tersebut diperoleh melalui proses belajar dalam kehidupannya sebagai anggota suatu masyarakat atau komunitas (Spradley, 1997: 5-8).
Menurut Koentjaraningrat (1990: 186-189) kebudayaan mempunyai tiga wujud. Wujud pertama adalah ide, gagasan, dan sistem nilai yang beroperasi pada tataran kognitif dan agak sulit mengidentifikasikannya. Walau demikian ide, gagasan dan sistem nilai dapat diamati atau diwujudkan dalam tingkah laku, kebiasaan atau yang dikenal sebagai adat istiadat. Kebiasaan atau adat istiadat ini merupakan wujud kedua dari kebudayaan. Selain adat istiadat, elemen lainnya adalah budaya material yang berupa artefak atau benda-benda hasil produksi suatu kebudayaan. Kebudayaan material ini merupakan hal yang paling konkrit atau empirik.
Selanjutnya Mahyudin Al Mudra (2008: 4) menggolongkan warisan budaya dalam 4 bentuk, yaitu:
a) benda fisik atau material culture yang mencakup seluruh benda hasil karya manusia, baik berukuran relatif kecil hingga sangat besar, misalnya emblem, songket, keris, Candi Borobudur, dan lain-lain;
b) pola tingkah laku yang merupakan pengejawantahan dari pandangan hidup dan sistem nilai dalam masyarakat tertentu;
c) pandangan hidup yang sifatnya abstrak dapat berupa kearifan lokal suatu masyarakat dalam memandang atau memaknai lingkungan sekitarnya; d) lingkungan yang memainkan peran sebagai bagian yang tidak terpisahkan
Apabila disarikan, keempat bentuk warisan budaya ini berupa nilai budaya (intangible) dan budaya fisik (tangible) dari masa lalu. Nilai budaya masa lalu (intangible heritage) meliputi tradisi, cerita prosa rakyat, bahasa ibu, sejarah lisan, kreativitas (tari, lagu, drama pertunjukan), kearifan lokal, dan keunikan masyarakat setempat. Sementara itu, warisan budaya fisik (tangible heritage) diklasifikasikan menjadi warisan budaya tidak bergerak (immoveable heritage) dan warisan budaya bergerak (moveable heritage). Warisan budaya tidak bergerak berada di tempat terbuka dan tidak dapat dipindahkan. Warisan budaya tidak bergerak ini terdiri dari situs, tempat-tempat bersejarah, bentang alam darat maupun air, serta bangunan kuno yang bersejarah. Sebaliknya, warisan budaya bergerak merupakan warisan budaya yang dapat dipindahkan atau berada dalam ruangan, seperti karya seni, kriya, arsip, dokumen, foto, karya cetak, dan koleksi museum (Karmadi, 2008: 1).
mempunyai nilai penting bagi sejarah, estetika, etnografi atau antropologi (Unesco: 1972: 2).
Koleksi regalia sebagai warisan budaya dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan, seperti yang diamanatkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 Tentang Benda Cagar Budaya. Benda cagar budaya dapat diartikan benda alam dan buatan manusia yang dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan. Benda alam dan buatan manusia tersebut meliputi kesatuan benda atau bagian-bagiannya yang telah berumur sekurang-kurangnya lima puluh tahun. Benda cagar budaya juga mewakili masa gaya khas yang berumur sekurang-kurangnya lima puluh tahun. Benda-benda cagar budaya yang berupa benda bergerak maupun tidak bergerak dapat dimanfaatkan untuk kepentingan agama, sosial, pariwisata, pendidikan, ilmu pengetahuan dan kebudayaan, seperti yang diamanatkan dalam Pasal 19 ayat 1 Undang-Undang Cagar Budaya.
2.1.3. Penyajian Pameran.
Penyajian benda cagar budaya atau koleksi di museum dapat diartikan sebagai berbagai cara mengomunikasikan suatu gagasan yang berkenaan dengan koleksi museum kepada pihak lain dalam bentuk ceramah, pemutaran film, penerbitan karya ilmiah, dan pameran (Udansyah, 1987/1988: 1). Oleh karena luasnya pengertian penyajian, penulis membatasi hanya pada penyajian dalam bentuk pameran. Hal ini sesuai dengan judul tesis yang penulis ketengahkan, yaitu Pemanfaatan Koleksi Regalia Kesultanan Jambi Guna Penyempurnaan Tata Pameran Tetap Museum Negeri Jambi.
Penyajian dalam bentuk pameran dapat berupa pameran tetap, pameran temporer, dan pemeran keliling. Pameran tetap adalah pameran yang berlangsung dalam jangka waktu 3-5 tahun dengan tema pameran sesuai jenis, visi, dan misi museum. Pameran temporer atau pameran khusus berlangsung dalam jangka waktu 1 minggu hingga 3 bulan, dan pameran keliling berlangsung hanya beberapa hari di luar lingkungan museum (Depdikbud, 1992/1993: 44).
Agar suatu pameran menarik, museum harus memperhatikan 4 faktor utama pameran, yaitu: a) cerita; b) koleksi; c) sarana dan biaya; d) metode dan teknik penyajian. Untuk jelasnya penulis paparkan faktor-faktor tersebut sebagai berikut:
a) faktor cerita fungsinya menyampaikan informasi koleksi dari semua aspek, seperti alam, manusia (termasuk unsur sosial, budaya, teknologi, dan sejarahnya) di masa lalu, sekarang, dan akan datang;
dan kriya, benda grafika (foto, peta asli atau setiap reproduksi yang dapat dijadikan dokumen), diorama (gambaran berbentuk tiga dimensi), benda-benda sejarah alam (flora, fauna, benda-benda batuan dan mineral), benda-benda-benda-benda wawasan Nusantara, baik asli (realia) maupun replika yang mewakili sejarah alam dan budaya dari wilayah Nusantara, replika, miniatur, dan koleksi hasil abstraksi (Depdikbud, 1986: 14). Kegiatan pengadaan koleksi dilakukan melalui hibah (hadiah atau sumbangan), titipan, pinjaman, tukar menukar dengan museum lain, hasil temuan (survei, ekskavasi, sitaan), dan imbalan jasa (pembelian dari hasil penemuan atau warisan) (Depbudpar, 2007: 4);
c) faktor sarana dapat berupa sarana dasar, seperti bangunan lengkap dengan ruangan pamerannya, vitrin, panil, dan ruang evokatif yang dilengkapi tata lingkungan dan pertamanan yang menarik, maupun sarana penunjang, seperti foto penunjang, label, tata lampu, dan tata warna yang memerlukan biaya tidak sedikit;
d) faktor metode dan teknik penyajian meliputi ukuran minimal vitrin dan panil, tata cahaya, tata warna, tata letak, tata pengamanan, tata suara, labeling, dan foto-foto penunjang (Depdikbud, 1992/1993: 41).
motivasi pengunjung untuk melihat keindahan benda-benda yang dipamerkan; b) motivasi pengunjung untuk menambah pengetahuan; dan c) motivasi pengunjung untuk melihat dan merasakan suasana tertentu pada pameran di museum (Depdikbud, 1992/1993: 42).
Timbul Haryono (Museum Nasional, 2002: 2) menjelaskan bahwa suatu hal yang menjadi pertimbangan dalam menata koleksi adalah perpaduan antara orientasi yang bersifat ke dalam dengan orientasi yang bersifat keluar. Orientasi ke dalam adalah penataan dan informasi yang diberikan harus menurut kaidah-kaidah keilmuan, serta berdasarkan pada sumber-sumber informasi ilmiah. Hal ini sejalan dengan tugas museum, yaitu melaksanakan kegiatan penelitian dan menyebarluaskan hasil penelitian untuk pengembangan ilmu pengetahuan. Orientasi keluar adalah informasi yang diberikan kepada pengunjung yang bersifat ilmiah, karena museum merupakan sumber pengetahuan yang dapat dikaji dan dipakai sebagai bahan penelitian oleh kalangan ilmuwan. Museum juga sebagai tempat untuk mendidik masyarakat, baik masyarakat umum, pelajar, maupun ilmuwan.
2.1.4. SWOT (Strenghts, Weaknesses, Opportunities, Threats)
Untuk mengkaji permasalahan di atas digunakan analisis SWOT
(strengths-weaknesses-opportunities-threats), yaitu analisis situasional dengan mengidentifikasi
dijadikan rumusan strategi penyempurnaan tata pameran (Rangkuti, 2005: 18; Hasan, 2009: 2).
Kekuatan (strenghts) merupakan semua hal yang dibutuhkan pada kondisi yang sifatnya internal agar kegiatan-kegiatan penyempurnaan tata pameran berjalan maksimal. Sebaliknya, kelemahan (weaknesses) merupakan kekurangan pada kondisi internal yang berakibat kegiatan-kegiatan penyempurnaan tata pameran belum terlaksana secara maksimal. Kesempatan atau peluang (opportunities) merupakan faktor-faktor lingkungan luar (eksternal) yang positif, sedangkan ancaman (threats) merupakan faktor-faktor lingkungan luar yang negatif (Hasan, 2009: 2-4).
Dalam SWOT berbagai indikasi harus terdata dan terbaca oleh pelaku organisasi dan disajikan dalam bentuk matrik. Matrik SWOT berisi faktor-faktor strategis organisasi yang menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal dihadapi organisasi dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki organisasi.
rumusan faktor-faktor strategis eksternal dalam upaya menangkap peluang untuk dimaksimalkan dan sekaligus meminimalkan ancaman (Hasan, 2009: 4).
Kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman digambarkan dalam matrik SWOT sebagai berikut:
Kekuatan (Strenghts) Kelemahan (Weaknesses)
Peluang (Opportunities) SO (ada kekuatan internal dan ada peluang eksternal).
WO (ada kelemahan pada internal tetapi terbuka peluang eksternal)
Ancaman (Threats) ST (secara internal ada kekuatan tetapi ada ancaman eksternal)
WT (secara internal ada kelemahan dan ancaman eksternal yang besar).
2.1.4. Desain Pameran
Menurut Udansyah (1987/1988: 2-5) pameran di museum hendaknya bertitik-tolak dari tiga unsur, yaitu koleksi, pengunjung, dan sarana pameran. Ketiga unsur ini tidak dapat dipisahkan.
Koleksi yang dipamerkan hendaknya ditampilkan utuh, sehingga selain nilai nominal dan keindahan koleksi yang nampak, juga nilai intrinsik. Benda-benda koleksi yang dipamerkan harus diseleksi dahulu agar tidak terlalu banyak dan terkesan padat. Tata pameran yang sederhana justru dapat menaikan nilai koleksi yang dipamerkan dengan memberi kesempatan luas dan jelas pengunjung mengamati koleksi. Dekorasi atau unsur lain yang dominan harus dihindari, karena mungkin akan mengganggu konsentrasi pengunjung mengamati koleksi. Hal lain yang harus diperhatikan adalah faktor konservasi, yaitu perlindungan, perawatan, dan kebersihan benda koleksi. Koleksi harus dibersihkan dari kotoran, dan apabila rusak harus diperbaiki dahulu sebelum dipamerkan.
Selain unsur koleksi dan pengunjung sebagai titik tolak pertimbangan perencanaan tata pameran, juga harus dilengkapi dengan unsur sarana yang baik. Betapapun baiknya konsep, apabila tidak ditunjang dengan faktor sarana yang menarik tentu pameran tidak sempurna.
Penggantian koleksi pameran tetap secara teratur sangat penting dilakukan sebagai daya tarik pengunjung. Dalam hal ini perlu diciptakan sistem tata pameran yang memungkinkan mudahnya perubahan-perubahan koleksi tersebut. Apabila hal tersebut sulit dilakukan mungkin karena vitrin yang tersedia sulit dirubah, untuk daya tarik pengunjung perlu digiatkan pameran temporer.
Faktor lain yang terdapat dalam suatu rancangan pameran adalah tata pameran, karena betapapun bagusnya konsep pameran apabila tidak diiringi keberhasilan dalam menata, sasaran pameran tersebut tidak berhasil. Selain itu pameran harus menarik secara estetis. Apabila hal ini kurang digarap sifat yang memberi kenikmatan pada suatu pameran tidak terpenuhi. Walaupun estetika itu penting dalam setiap pameran, tetapi tidak boleh mengalahkan segi komunikatifnya, kecuali apabila pameran tersebut sepenuhnya hanya memperagakan koleksi secara estetis.
1. Metode romantika, yaitu cara penyajian koleksi yang disusun sedemikian rupa sehingga dapat mengungkapkan suasana tertentu yang berhubungan dengan koleksi yang dipamerkan;
2. Metode intelektual, yaitu cara penyajian koleksi yang disusun sedemikian rupa sehingga dapat mengungkapkan dan memberikan informasi ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan koleksi yang dipamerkan;
3. Metode estetis, yaitu cara penyajian koleksi yang disusun sedemikian rupa sehingga segi-segi keindahan dari koleksi tersebut dapat diungkapkan. Hal penting lain adalah materi penunjang berupa informasi yang mengungkapkan latar belakang sosial, sejarah alam dan budaya, asal lingkungan koleksi, proses pembuatan, dan peranannya dalam masyarakat. Materi penunjang informasi tersebut antara lain berupa foto dan benda grafis, seperti gambar, sketsa, skema, peta, dan label yang komunikatif. Dengan demikian koleksi yang disajikan dalam suatu pameran dapat bercerita tentang dirinya secara jelas kepada pengunjung.
Dalam upaya menciptakan suatu pameran yang lebih komunikatif dan menarik pengunjung, sebuah museum dalam menyajikan koleksinya harus melakukan penyempurnaan tata pameran. Hal ini dilakukan agar dalam menyajikan koleksinya tetap sesuai dengan motivasi, tema, dan metode penyajian terbaru.
budaya yang memiliki museum. Benda cagar budaya di museum memiliki risiko kerusakan dan keamanan yang tinggi, nilai bukti ilmiah dan sejarah atau seni yang tinggi, nilai ekonomi yang tinggi, sangat langka (Depdikbud, 1995b: 10).
Koleksi yang menarik dan langka ingin dimiliki museum atau institusi lain perlu dibuatkan reproduksi berupa replika, terutama untuk koleksi unggulan (masterpiece). Koleksi masterpiece adalah koleksi yang memiliki nilai tertinggi, baik bahan, teknik pembuatan, latar belakang sejarah maupun seni, seperti berbahan emas, perak, bertatahkan batu mulia, berhiaskan filigran, granulir, niello, dan lain-lain. Tujuan pembuatan replika selain menjaga keamanan koleksi asli dengan menyimpannya di tempat aman, juga berguna untuk pendidikan anak, sehingga anak-anak dapat memegang atau meraba tanpa harus cemas dengan kerusakan koleksi (Depbudpar, 2007: 16).
Rangkaian korelasi antar teori tersebut di atas dapat digambarkan sebagai berikut:
Penyajian Desain Pameran Bagan 2. Korelasi Antar Teori
Masyarakat Warisan
budaya
Koleksi Museum
2.2 Kerangka Pemikiran
Museum Negeri Jambi yang mempunyai misi sebagai lembaga studi ilmiah, pendidikan, rekreasi budaya dan sejarah melalui koleksinya berkepentingan menyempurnakan tata pamerannya. Hal ini dikarenakan tata pameran, khsususnya di ruang khazanah yang sekarang berlangsung tidak berkesinambungan sesuai alur cerita (storyline) sejarah Jambi.
Tidak adanya koleksi regalia Kesultanan Jambi menjadi alasan terjadinya lompatan alur sejarah Jambi yang diawali masa Melayu Kuno, masa Melayu Jambi (Kesultanan Jambi), masa kolonial, dan masa kemerdekaan. Koleksi regalia Kesultanan Jambi ini dapat dijumpai di Museum Nasional, dan menjadi bagian dari koleksi Seksi Etnografi sejak tahun 1906.
Koleksi regalia Kesultanan Jambi ini dapat dimanfaatkan oleh Museum Negeri Jambi guna penyempurnaan tata pameran ruang khazanah. Keberadaan koleksi regalia Kesultanan Jambi selain memperkaya koleksi Museum Negeri Jambi, juga menambah pengetahuan kepada pengunjung tentang perjalanan sejarah Jambi. Dengan adanya koleksi regalia tersebut pengunjung museum dapat lebih merasakan dan memahami berbagai peristiwa sejarah yang terjadi di Jambi dalam kurun waktu yang panjang.
melalui 3 opsi, yaitu mengembalikan koleksi regalia Kesultanan Jambi ke Jambi, membuat replika, dan memvisualisasikan.
Dalam mengkaji permasalahan tersebut, data hasil pengamatan dan wawancara di Museum Negeri Jambi dan di Museum Nasional dianalisis dengan analisis SWOT. Hasil analisisnya yang berupa strategi dapat digunakan oleh Museum Negeri Jambi dalam penyempurnaan tata pameran tetap ruang khazanahnya.
Bagan 3 Kerangka Pemikiran
Latar Belakang:
Terjadinya lompatan alur cerita sejarah Jambi di Museum Negeri Jambi karena
tidak adanya koleksi regalia Kesultanan Jambi
1. Mengembalikan koleksi regalia Kesultanan Jambi ke
Jambi;
2. Membuat replika koleksi regalia Kesultanan Jambi; 3. Memvisualisasikan koleksi
regalia Kesultanan Jambi. Koleksi regalia Kesultanan Jambi di Museum Nasional
Penyempurnaan tata pameran di ruang khazanah Museum Negeri Jambi
Hasilnya diharapkan masyarakat memahami alur sejarah Jambi dan koleksi regalia dapat menjadi identitas
masyarakat Jambi yang tidak hanya tertuang dalam seloko Pucuk Jambi Sembilan Lurah, tetapi juga wujud fisik yang dapat dilihat dan dirasakan
pengunjung.
Penelitian di Museum Negeri Jambi dan Museum Nasional
Analisis SWOT pada alur cerita, koleksi, sarana, metode dan teknik
3.1. Gambaran Umum
Sebagai Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD), Museum Negeri Jambi mempunyai visi mewujudkan Museum Negeri Jambi sebagai cermin budaya dan sejarah Jambi, pusat pendidikan non formal, pengkajian benda-benda budaya, sejarah dan alam, serta tempat rekreasi edukatif kultural.
Dalam
mewujudkan visi tersebut, Museum Negeri Jambi mengemban misi menjadikan
Museum Negeri Jambi sebagai lembaga studi ilmiah, pendidikan,
rekreasi budaya dan sejarah; melestarikan nilai-nilai luhur budaya bangsa melalui koleksi museum dalam upaya memperkokoh jatidiri serta persatuan dan kesatuan; memberikan cerminan perkembangan alam, budaya, dan sejarah terhadap peradaban manusia; mendorong pengembangan ilmu pengetahuan dengan memanfaatkan
Foto 1. Museum Negeri Jambi Sumber: Penulis
Sumber: Museum Negeri Jambi
museum sebagai sumber inspirasi dan apresiasi; dan meningkatkan sumber daya manusia guna pembinaan dan pengembangan organisasi.
Gedung museum dibangun berarsitektur perpaduan rumah tradisional Melayu Jambi, yaitu rumah
kajang lako dengan
bagian-bagiannya, seperti garang, dapur; dan rumah panjang (larik). Bentuk rumah
kajang lako diwujudkan
pada gedung induk dan auditorium, sedangkan bentuk rumah larik diwujudkan pada bangunan
penunjang, seperti gedung administrasi, storage, dan gedung konservasi/preparasi.
Gedung induk yang berarsitektur rumah kajang lako terdiri dari 2 lantai. Lantai pertama yang merupakan pengejawantahan bagian bawah (kolong) rumah
kajang lako digunakan sebagai ruangan pameran tetap. Demikian pula lantai 2 yang
dibuat tanpa pembagian ruangan guna memudahkan pengaturan teknis pameran, juga digunakan sebagai ruangan pameran tetap.
Auditorium yang merupakan bagian dari rumah kajang lako digunakan untuk mendukung kegiatan museum, seperti pagelaran seni dan budaya, seminar atau lokakarya. Adakalanya disewakan untuk kegiatan yang tidak ada kaitannya dengan kegiatan museum, seperti resepsi pernikahan, rapat, dan penyuluhan instansi atau lembaga lain.
Selain rumah kajang lako, terdapat pula bangunan kecil berupa lumbung (belubur) yang diwujudkan dalam bentuk gedung pameran temporer. Gedung ini terletak di belakang gedung induk yang fungsinya selain sebagai ruang pameran temporer, juga sebagai ruang olah raga, ruang seminar, pagelaran seni, dan resepsi pernikahan. Fungsi ruang pameran temporer ini serupa auditorium, tapi ukurannya lebih kecil berkapasitas 150 tempat duduk.
Museum Negeri Jambi terletak di sudut perempatan jalan yang menghubungkan Jalan Urip Sumoharjo, Jalan Sri Dewi Maschun Sofwan, SH., dan Jalan Slamet Riyadi. Lokasinya berjarak 7 km dari Bandar Udara Sultan Taha Saifuddin, 5 km dari terminal antar kota antar propinsi (AKAP) Alam Barajo, dan 5 km dari terminal angkutan kota Pasar Jambi.
Nomor: 01/PT/BANG/80 menyumbangkan tanah hibah Persatuan Pamong Marga/Desa (PPMD) seluas 13.320 m2 tersebut untuk membangun gedung Museum Negeri Jambi.
Peletakan batu pertama pembangunan gedung museum dilakukan oleh Gubernur Jambi Maschun Sofwan, SH. tanggal 18 Februari 1981 dan diresmikan penggunaannya tanggal 6 Juni 1988 oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Fuad Hasan. Peletakan batu pertama dan peresmian gedung museum selain dihadiri pejabat Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, juga para tuo tengganai, alim ulama,
cerdik pandai, dan para tokoh adat Melayu Jambi.
3.2. Struktur Organisasi
Struktur organisasi Museum Negeri Jambi terdiri dari seorang Kepala Museum, seorang Kepala Sub Bagian Tata Usaha, dan tiga seksi, yaitu Seksi Pengelolaan Koleksi, Seksi Konservasi/Preparasi, dan Seksi Bimbingan Edukatif Kultural.
Sub Bagian Tata Usaha melaksanakan kegiatan ketatausahaan yang meliputi urusan rumah tangga, kepegawaian, keuangan, perlengkapan, surat menyurat, kebersihan, dan keamanan.
Seksi Pengelolaan Koleksi melaksanakan kegiatan pengelolaan koleksi, meliputi survei pengadaan koleksi, pengadaan koleksi, penelitian koleksi, inventarisasi dan reinventarisasi koleksi, katalogisasi dan rekatalogisasi, penyusunan sumber data koleksi, dokumentasi koleksi (tulisan, audio, visual, dan audio-visual), menyusun naskah buku tentang koleksi, dan studi perbandingan koleksi.
Seksi Konservasi/Preparasi melaksanakan kegiatan perawatan, pelestarian, dan penyajian pameran, meliputi konservasi koleksi, fumigasi koleksi, restorasi koleksi, pengendalian kelembaban udara di lingkungan tempat koleksi, membuat reproduksi koleksi, perawatan dan pelestarian tata ruang serta perlengkapan pameran tetap, melaksanakan pameran tetap, penyempurnaan tata pameran tetap, renovasi tata pameran tetap, melaksanakan pameran khusus dan keliling.
melalui media cetak dan elektronik, serta menyelenggarakan seminar dan diskusi dalam upaya meningkatkan fungsionalisasi museum.
Secara singkat struktur organisasi Museum Negeri Jambi digambarkan dalam bagan di bawah ini.
Bagan 5.
Struktur organisasi Museum Negeri Jambi
Sumber: Museum Negeri Jambi
Dalam bagan struktur organisasi di atas menjelaskan bahwa adanya peran, aktivitas, dan bentuk hubungan formal dalam organisasi Museum. Struktur ini dibuat untuk menghilangkan duplikasi organisasi, menyederhanakan lapisan manajemen di dalam organisasi, meningkatkan saluran komunikasi (channel of communication), dan memberikan peran, tanggung jawab yang jelas, serta memiliki akuntabilitas (Shahindra, 2007: 2). Peran, aktivitas, dan bentuk hubungan tersebut meliputi teknis dan administratif. Peran teknis menangani koleksi, penataan koleksi, dan
menyebarluaskan informasi koleksi ke masyarakat, sedangkan peran administratif mendukung kegiatan teknis, seperti menyiapkan sarana dan prasarana museum, mengurus kepegawaian staf museum, menyalurkan gaji staf museum, dan lain-lain.
Struktur organisasi ini disusun sesuai visi dan misi museum, yaitu mewujudkan Museum Negeri Jambi sebagai cermin budaya dan sejarah Jambi, pusat pendidikan non formal, pengkajian benda-benda budaya, sejarah dan alam, serta tempat rekreasi edukatif kultural1.
Oleh karena tesis ini menekankan pada koleksi, penulis hanya menguraikan peran staf pengelola koleksi Museum Negeri Jambi yang berdasarkan latar belakang pendidikan dan koleksi yang dikelolanya.
3.3. Pengelola Koleksi
Museum Negeri Jambi memiliki 2.923 buah koleksi yang dikelola oleh 4 orang staf dan 1 orang kepala seksi. Kelima pengelola koleksi ini memiliki beragam pendidikan, seperti digambarkan pada tabel 2 di bawah ini:
1
Tabel 3. Pengelola Koleksi
No. Nama Pendidikan Koleksi yang dikelola
Menilik tabel di atas, ternyata hanya 3 orang yang memiliki standar pendidikan untuk sebuah museum, yaitu Minimal D3 atau S1. Mereka adalah Dafril Nelfi, Nurlaini, dan Jusuf Martun. Dua lainnya (Surya Darmawati dan Suharto) tidak memenuhi standar pendidikan, yaitu berpendidikan SMEA dan SMA Persamaan dengan pelatihan permuseuman tipe dasar. Luthfi Asiarto (2008: 29) berpendapat bahwa standar pendidikan untuk pengelola koleksi sebuah museum minimal D3 atau S1 di bidang keilmuan yang sesuai dengan jenis koleksi yang dikelolanya, dan telah mengikuti pelatihan minimal tipe dasar ilmu permuseuman. Pendidikan minimal D3
atau S1 di bidang keilmuan ini penting karena berkaitan dengan kemampuan berpikir kritis, kreatif, dan rasional.
Selain itu, pengelola koleksi tidak mampu menggali lebih dalam aspek sosial budaya dari sumber-sumber tertulis yang banyak menggunakan bahasa asing, terutama bahasa Belanda. Bahasa Belanda kerap digunakan dalam catatan berbagai peristiwa di Indonesia, termasuk koleksi museum, untuk kepentingan ilmiah dan politik, seperti dalam Daghregister, Tijdschrift Bataviaasch Genootschap van
Kunsten en Wetenschappen, Notulen Bataviaasch Genootschap van Kunsten en
Wetenschappen, dan lain-lain.
Rendahnya sumber daya manusia (SDM) berdampak pada ketidakmampuannya pengelola koleksi memaparkan kehidupan sosial budaya masyarakat di satu masa tertentu. Contoh, label dalam vitrin berisi koleksi tombak di ruang khazanah hanya menyebutkan nama koleksi, bahan pembuatan, dan asal koleksi. Seharusnya pengelola koleksi mengaitkan fungsi ketiga tombak tersebut dalam sistem sosial masyarakatnya melalui analisis bentuk, bahan, hiasan, dan ragam hias. Melalui analisis bentuk, bahan, hiasan, ragam hias, juga adanya sumber tulisan dapat diketahui bahwa tombak tersebut digunakan oleh bangsa Awin dan Penagan2 untuk melindungi raja dari serangan arah depan maupun belakang.
2
Awin dan Penagan adalah 2 dari 12 bangsa keturunan Sultan Jambi yang mengabdi pada sultan dengan tanggungjawab menjaga hukum dan ketertiban, serta bertindak sebagai pengawal sultan. Sepuluh bangsa lainnya adalah VII dan IX Koto, Muaro Sebo, Petajin, Jebus, Air Hitam, Miji,
Pinokawan, Mestong, Seradadu, dan Kebalin (Petri, 1923. 17; Scholten, 2008: 54-55). Tentang
Sumber: Museum Negeri Jambi
3.4. Ruang Pameran
Ruang pameran tetap berada di gedung induk yang terdiri atas 2 lantai, yaitu lantai pertama terdiri atas lobby, ruang potensi alam, ruang khazanah, dan selasar, sedangkan
lantai kedua merupakan ruang budaya masyarakat Jambi. Antara lantai pertama dan lantai kedua terdapat ruang pengenalan wilayah yang memperkenalkan selintas 9 kabupaten dan 1 kota di Propinsi Jambi. Tempat lain untuk memamerkan koleksi adalah ruang pameran terbuka yang letaknya di belakang gedung induk.
Penempatan ruang-ruang tersebut di atas disesuaikan dengan alur cerita yang ditetapkan, yaitu diawali memperkenalkan Jambi sebagai satu propinsi di Pulau Sumatera. Selanjutnya potensi alam Jambi yang memamerkan hasil tambang, flora, fauna, budaya, dan keindahan alam yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemakmuran masyarakat. Potensi alam yang tersebar di berbagai kabupaten dan kota dipaparkan lebih lanjut dalam panil-panil di ruang antara lantai 1 dan 2. Paparan
Bagan 6.
dalam panil-panil di lantai antara 1 dan 2 diwujudkan di ruang pameran lantai 2 yang berisi budaya masyarakat Jambi.
Adapun alur cerita berdasarkan sejarah Jambi diawali di ruang selasar, yaitu kedatangan bangsa Cina pada masa Kerajaan Melayu Kuno yang dibuktikan dengan ditemukannya keramik Cina. Dilanjutkan dengan kehidupan masa Kerajaan Melayu Kuno melalui tinggalan arkeologi dari situs Muaro Jambi, tapi sebagian koleksi ini ditempatkan di ruang pameran terbuka. Penempatan koleksi di ruang pameran terbuka disebabkan ukurannya yang tinggi sehingga tidak mungkin ditempatkan di selasar atau ruangan lain. Di bagian lain dari selasar ditempatkan koleksi berukuran besar dan berat, seperti mesin cetak, meriam, perahu lajur, gerobak, dan pedati.
Untuk lebih jelasnya pemaparan di atas, penulis paparkan gambaran umum masing-masing ruangan yang diawali dari lobby. Lobby merupakan tempat penjualan tiket masuk dan menerima pengunjung. Pada ruang ini diperkenalkan Propinsi Jambi dan batas-batasnya melalui peta timbul. Selain peta, juga terdapat logo Garuda Pancasila dan logo Propinsi Jambi Di bawah logo propinsi ditata tiga buah koleksi etnografika sebagai simbol budaya masyarakat Jambi, yaitu keris, cerana, dan gong. Keris melambangkan jiwa kepahlawanan dan kejuangan, gong melambangkan jiwa musyawarah atau demokrasi yang dalam seloko disebut bulat aek dek pembuluh,
bulat kato dek mufakat (“bulat air dalam pembuluh, bulat kata dalam mufakat”), dan
cerana melambangkan keikhlasan.
Foto 2. Lobby Museum Negeri Jambi Sumber: Penulis.
Republik Indonesia. Penempatan peta timbul Propinsi Jambi untuk menunjukkan kepada pengunjung bahwa Jambi yang terdiri dari 9 kabupaten dan 1 kota terbentang antara 0º 45’-0º45’ LS, dan 101º 0’-104º 55 BT. Bentangan tersebut berbatasan dengan Propinsi Riau di sisi utara, Propinsi Sumatera Selatan di sisi selatan, Propinsi Sumatera Barat di sisi barat, dan Laut Cina Selatan di sisi timur.
Selain tempat menerima tamu, lobby juga
digunakan sebagai tempat penjualan karcis masuk museum yang dikenakan untuk dewasa sebesar Rp. 750,-, anak-anak Rp. 500,-, dan
rombongan Rp. 500,-. Disayangkan di ruang lobby ini tidak terdapat denah dan petunjuk ruang sehingga pengunjung mengalami kesulitan mencari ruangan yang dikehendakinya. Demikian pula tidak tersedianya tempat sampah sehingga sampah tertebaran di lantai dan sudut ruangan, terutama saat ramainya kunjungan.
Foto 3. Ruang pameran lantai 1. Sumber: Penulis
fosil kayu, juga dipamerkan batuan dan hasil tambang, seperti fosfat, bentonit, batu bara, kaolin, kuarsit, granit, andesit, gamping, marmer, dan obsidian. Hasil hutan yang dipamerkan berupa contoh kayu bulian (Eusyderoxylon zwageri), meranti kuning (Shorea
leprosula), sungkai (Peronema canascens), jelutung (Dyena costulata), rotan merah
atau jerenang (Daemonorops hygrophilus), dan lain-lain. Kayu-kayu ini selain digunakan sebagai bahan bangunan, industri, alat rumah tangga, jalan dan jembatan, juga kayu bakar.
Hutan Jambi selain ditumbuhi berbagai jenis pepohonan, juga dihuni oleh Komunitas Adat Terpencil (KAT) Suku Anak Dalam3, dan berbagai jenis fauna yang beberapa di antaranya langka dan dilindungi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Perlindungan Satwa, seperti buaya muara (Crocodylus porosus), biawak (Varanus sp.), kubung (Galcopithecus volans), burung elang (Ictinaoetus
3
Foto 4. Ruang khazanah Sumber: Penulis
malayensis), burung kuau (Argusianus argus), harimau Sumatera (Panthera tigris
sumatrae), dan beruang (Helarctos malayanus).
Foto 5. Selasar. Sumber: Penulis.
Selasar terletak di antara ruang pameran tetap dan ruang administrasi. Pada selasar ini dipamerkan koleksi keramik asing maupun lokal, juga foto-foto koleksi keramik koleksi Museum Nasional yang berasal dari Jambi. Selain itu juga dipamerkan temuan arkeologi di beberapa daerah di Jambi, seperti batu lapik dan stupa. Koleksi historika dan etnografika yang dipamerkan di selasar adalah mesin cetak, meriam VOC, perahu lajur, dan alat transportasi darat, seperti gerobak, sado, dan gerobak sorong.
Penempatan foto dan koleksi keramik beriringan koleksi temuan arkeologi menunjukkan alur cerita bahwa masa Melayu Kuno banyak dikunjungi bangsa asing, seperti Cina. Kedatangan mereka bukan sekadar berdagang, tetapi juga belajar agama di tempat yang kini menjadi situs Percandian Muaro Jambi. Benda-benda yang dibawa mereka berupa peralatan rumah tangga yang dibuat dari keramik, seperti piring, sendok, guci, dan berbagai wadah lainnya.
Foto 6. Ruang pameran terbuka. Sumber: Penulis.
Ruang pameran terbuka yang letaknya di taman belakang Museum Negeri Jambi dipamerkan arca Adityawarman, berbagai arca batu dengan kondisi tidak utuh, kincir penumbuk biji-bijian, dan lumbung padi. Arca Adityawarman ini merupakan replika arca Adityawarman di Museum Nasional yang dibuat tahun 1998 dari bahan serat kaca (fiber glass). Penempatan koleksi-koleksi di ruang terbuka tersebut karena berukuran sangat besar dan memerlukan ruang luas, seperti arca Adityawarman yang tingginya mencapai 4,14 meter dan lumbung padi berukuran sebenarnya (1:1).
Uraian singkat tentang komunitas adat terpencil (KAT) Suku Anak Dalam diperkenalkan di ruang pengenalan wilayah yang letaknya di antara lantai pertama dan lantai kedua. Selain KAT Suku Anak Dalam, juga diperkenalkan secara singkat 9 kabupaten dan 1 kota yang menjadi bagian dari Propinsi Jambi melalui panel-panel. Kesembilan kabupaten tersebut adalah Muaro Jambi, Batanghari, Sarolangun, Merangin, Muaro Tebo, Muaro Bungo, Kerinci, Tanjung Jabung Barat, Tanjung Jabung Timur, dan Kota Jambi yang menjadi ibukota Propinsi Jambi.
Sumber: Museum Negeri Jambi
Foto 7. Ruang pameran lantai 2. Sumber: Penulis.
Bagan 7.
Lantai 2 Museum Negeri Jambi etnografika yang
beberapa di antaranya kini masih diproduksi
dan digunakan masyarakat Jambi. Benda-benda tersebut berupa peralatan berburu, peralatan rumah tangga, peralatan
pertanian dan perladangan, peralatan
menangkap ikan, kerajinan anyaman, tekstil (songket dan batik), perhiasan, permainan anak-anak, batik Jambi, pakaian adat dari seluruh daerah Tingkat II se Propinsi Jambi, pelaminan pengantin Putro Retno, dan amben.
Foto 8. Suasana ruang khazanah Sumber: Penulis
vitrin merupakan koleksi berukuran besar, seperti model rumah tradisional, alat pertanian dan pengolah hasil pertanian, serta perahu dan peralatan menangkap ikan. Penempatan koleksi di dalam vitrin dimaksudkan agar terhindar dari sentuhan atau jangkauan pengunjung yang berisiko rusak, hilang, dan mengurangi debu.
3.5. Ruang Khazanah dan Penataannya
Ruang khazanah yang terletak di lantai 1 gedung pameran tetap luasnya mencapai 165 m2 dengan satu pintu untuk keluar dan masuk. Ruangan ini dilengkapi penyejuk udara (AC), kamera CCTV (close circuit televison), dan alarm. Selain kamera CCTV dan alarm, semua vitrin dilengkapi kunci berbentuk baut dan pintu berlapis dua, tetapi kamera CCTV dan alarm kini tidak berfungsi lagi.
Bagan 8 . Ruang khazanah
Sumber: Museum Negeri Jambi
terfokus pada panel dan foto. Oleh karena ruangan tergantung cahaya buatan, apabila di antara lampu-lampu di dalam vitrin padam, vitrin menjadi gelap dan koleksi beserta label tidak terlihat atau terbaca.
Dinding ruangan khazanah dicat warna unggu berkombinasi langit-langit warna putih, bingkai vitrin warna coklat tua, dan warna latar vitrin merah bata berbahan beludru. Warna latar vitrin yang demikian menyulitkan pengunjung untuk memperhatikan detail koleksi apabila bahan koleksinya berwarna coklat, seperti koleksi naskah aksara incung berbahan tanduk kerbau dan bambu.
Penataan koleksi di ruang khazanah awalnya didasarkan atas kronologi sejarah yang berlangsung di Jambi, tetapi karena Museum Negeri Jambi tidak
Sumber: Museum Negeri Jambi
berdasarkan urutan waktu lagi. Kronologi sejarah di Jambi meliputi masa prasejarah, masa Kerajaan Melayu Kuno, masa pemerintahan Kesultanan Jambi, masa pemerintahan kolonial Belanda, masa pendudukan Belanda, masa pendudukan Jepang, dan masa kemerdekaan. Berdasarkan kronologi sejarah tersebut koleksi yang ditata terdiri dari koleksi arkeologika, etnografika, filologika, numismatika/heraldika, keramologika, historika, dan teknologika.
Tabel 4 Susunan Vitrin
No. Vitrin
Judul Jenis Koleksi Bentuk Koleksi
1.
Beliung & batuan candi Benda-benda perunggu Arca Prajnaparamita Benda-benda emas
Alat musik & rumah tangga Aksara incung
Pistol, pedang, & meriam Mata uang
Tombak
Alat rumah tangga Alat rumah tangga
Foto 10. Arca Prajnaparamita Foto 9. Koleksi prasejarah dan sejarah
Sumber: Penulis
dan 2). Oleh karena hanya terdapat 1 buah koleksi prasejarah, koleksi tersebut disatukan ke dalam vitrin masa Melayu Kuno. Padahal di storage masih terdapat 9
buah koleksi prasejarah lainnya, seperti replika tengkorak dan tulang manusia purba, serta serpih bilah. Tidak dimasukkannya koleksi-koleksi tersebut karena dianggap hanya sedikit dan berukuran kecil,
sedangkan vitrin yang tersedia besar.
Masa Melayu Kuno dipaparkan melalui 2 buah vitrin (vitrin 3 dan 4) yang satu di antara vitrin tersebut berisi replika arca Prajnaparamita. Penempatan replika arca Prajnaparamita ini ditujukan sebagai arca pembanding dengan arca serupa yang ditemukan di