• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ruang khazanah yang terletak di lantai 1 gedung pameran tetap luasnya mencapai 165 m2 dengan satu pintu untuk keluar dan masuk. Ruangan ini dilengkapi penyejuk udara (AC), kamera CCTV (close circuit televison), dan alarm. Selain kamera CCTV dan alarm, semua vitrin dilengkapi kunci berbentuk baut dan pintu berlapis dua, tetapi kamera CCTV dan alarm kini tidak berfungsi lagi.

Penerangan di ruang khazanah ini sepenuhnya menggunakan penerangan buatan, yaitu menggunakan lampu fluorecent atau TL (tubular lamp), lampu pijar, dan lampu spotlight. Lampu TL selain digunakan untuk penerangan ruangan, juga untuk sebagian vitrin, dan lampu spotlight digunakan untuk memberikan penerangan

Bagan 8 . Ruang khazanah

Sumber: Museum Negeri Jambi

terfokus pada panel dan foto. Oleh karena ruangan tergantung cahaya buatan, apabila di antara lampu-lampu di dalam vitrin padam, vitrin menjadi gelap dan koleksi beserta label tidak terlihat atau terbaca.

Dinding ruangan khazanah dicat warna unggu berkombinasi langit-langit warna putih, bingkai vitrin warna coklat tua, dan warna latar vitrin merah bata berbahan beludru. Warna latar vitrin yang demikian menyulitkan pengunjung untuk memperhatikan detail koleksi apabila bahan koleksinya berwarna coklat, seperti koleksi naskah aksara incung berbahan tanduk kerbau dan bambu.

Penataan koleksi di ruang khazanah awalnya didasarkan atas kronologi sejarah yang berlangsung di Jambi, tetapi karena Museum Negeri Jambi tidak

Sumber: Museum Negeri Jambi

berdasarkan urutan waktu lagi. Kronologi sejarah di Jambi meliputi masa prasejarah, masa Kerajaan Melayu Kuno, masa pemerintahan Kesultanan Jambi, masa pemerintahan kolonial Belanda, masa pendudukan Belanda, masa pendudukan Jepang, dan masa kemerdekaan. Berdasarkan kronologi sejarah tersebut koleksi yang ditata terdiri dari koleksi arkeologika, etnografika, filologika, numismatika/heraldika, keramologika, historika, dan teknologika.

Tabel 4 Susunan Vitrin

No. Vitrin

Judul Jenis Koleksi Bentuk Koleksi

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. Prasejarah Melayu Kuno Melayu Kuno Malayu Kuno Teknologi Naskah Naskah Perhiasan Perhiasan Batik Mata uang Senjata Kupon penukaran Tombak

Peralatan rumah tangga Peralatan rumah tangga

Arkeologika Arkeologika Arkeologika Arkeologika Teknologika Filologika Filologika Etnografika Etnografika Etnografika Nimismatika/heraldika Historika Numismatika/heraldika Historika Keramologika Keramologika

Beliung & batuan candi Benda-benda perunggu Arca Prajnaparamita Benda-benda emas

Alat musik & rumah tangga Aksara incung

Al-Quran

Pakaian & perhiasan Pakaian

Batik Jambi Mata uang

Pistol, pedang, & meriam Mata uang

Tombak

Alat rumah tangga Alat rumah tangga

Mengamati susunan vitrin pada denah dan tabel di atas nampak bahwa penataan koleksi didasarkan pada jenis koleksi, bukan alur cerita. Penataan koleksi diawali dengan masa prasejarah yang diwakilkan hanya sebuah beliung batu (vitrin 1

Foto 10. Arca Prajnaparamita Sumber: Penulis. Foto Arca Prajnaparamita dari Situs Muaro Jambi Foto 9. Koleksi prasejarah dan sejarah

Sumber: Penulis

dan 2). Oleh karena hanya terdapat 1 buah koleksi prasejarah, koleksi tersebut disatukan ke dalam vitrin masa Melayu Kuno. Padahal di storage masih terdapat 9

buah koleksi prasejarah lainnya, seperti replika tengkorak dan tulang manusia purba, serta serpih bilah. Tidak dimasukkannya koleksi-koleksi tersebut karena dianggap hanya sedikit dan berukuran kecil, sedangkan vitrin yang tersedia besar.

Masa Melayu Kuno dipaparkan melalui 2 buah vitrin (vitrin 3 dan 4) yang satu di antara vitrin tersebut berisi replika arca Prajnaparamita. Penempatan replika arca Prajnaparamita ini ditujukan sebagai arca pembanding dengan arca serupa yang ditemukan di

Koleksi prasejarah Beliung batu

Foto keris Si Ginjei

Candi Muaro Jambi. Pembandingnya bukan berupa arca, tetapi foto arca Prajnaparamita berukuran 20 R yang dilekatkan di panel luar vitrin.

Paparan masa Belanda diwakilkan melalui koleksi teknologika berupa akordeon, teropong, mesin jahit, dan gramofon (vitrin 5). Paparan masa ini terputus dengan kehadiran vitrin berisi koleksi filologika berupa naskah yang ditulis melalui media bambu, tanduk kerbau, dan Al-Quran bertulis tangan (vitrin 6 dan 7). Pada panel yang terletak di kiri vitrin naskah Al-Quran diletakkan foto keris Si Ginjei yang tidak ada kaitannya dengan isi dan judul vitrin sebelumnya (Al-Qur’an). Menurut Zainal (wawancara tanggal 6 Januari 2010) penempatan foto keris Si Ginjei tersebut untuk mengisi ruang kosong di antara vitrin.

Foto 12. Penempatan foto keris Si Ginjei Sumber: Penulis

Foto 11. Koleksi masa kolonial Sumber: Penulis

Foto 13. Koleksi perhiasan Sumber: Penulis.

Foto 14. Vitrin numismatika Sumber: Penulis.

Selanjutnya vitrin koleksi perhiasan yang berisi koleksi etnografika berupa perhiasan tubuh, perhiasan pakaian dan tekstil, seperti songket. Koleksi perhiasan ini menempati 2 vitrin yang berdampingan (vitrin 8 dan 9). Setelah perhiasan dilanjutkan koleksi batik (vitrin 10). Penempatan koleksi batik Jambi ini merupakan pengulangan judul pameran, karena di lantai 2 ruang pameran tetap sudah dipamerkan koleksi batik.

Koleksi numismatika berupa mata uang dan coupon penukaran yang pernah berlaku di Jambi ditempatkan pada vitrin berikutnya (vitrin 11 dan 13). Disayangkan dalam menata koleksi numismatika dalam vitrin ini dicampur antara mata uang masa Hindia-Belanda, mata uang masa pendudukan Jepang, dan masa kemerdekaan.

Foto 15. Penempatan vitrin numismatika Sumber: Penulis

Demikian pula penempatan koleksi numismatik

lainnya yang berupa coupon penukaran diselingi vitrin senjata, seperti pistol, samurai, pedang, meriam, dan meriam kecil (lila) (vitrin 12). Walaupun sama-sama berupa vitrin dinding atau vitrin tepi, tetapi bentuk kedua vitrin koleksi numismatika ini berbeda dengan vitrin lainnya. Penempatan kedua vitrin yang nampak dipaksakan cukup mengganggu lalu lintas pengunjung karena peletakkannya tidak sejajar dengan vitrin dinding lainnya. Terganggunya pengunjung juga dirasakan dengan diletakkannya alas (pedestal) guci di tengah ruangan. Alas tersebut cukup lebar, tidak sebanding dengan diameter guci yang ditempatkan di atasnya.

Koleksi lain seperti tombak dan keramik ditempat pada tiga buah vitrin dinding di tengah ruangan. Koleksi tombak menempati 1 vitrin (vitrin 14) dan 2 vitrin lainnya berisi keramik (15 dan 16). Keramik lain yang berukuran besar, seperti 3 buah guci ditempatkan di luar vitrin. Penempatan ketiga guci ini, baik di dalam vitrin maupun tidak, mengganggu karena ukurannya yang besar menutupi vitrin lainnya.

Dalam alur cerita (storyline) di atas nampak tidak ada urutan dan kesinambungan karena selain tidak ada koleksi yang sesuai kronologis sejarah Jambi,

juga penempatan koleksi didasarkan atas jenis koleksinya. Akibatnya terjadi lompatan alur cerita, yaitu dari masa Islam langsung masuk masa Pemerintahan Kolonial Belanda. Seharusnya pada masa Islam inilah muncul Kerajaan/Kesultanan Jambi yang diperkirakan tahun 1500, seiring perkembangan Islam di Nusantara.

Dokumen terkait