• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kompensasi Finansial

Dalam dokumen SKRIPSI OLEH: MERY LASMARITO PURBA (Halaman 25-0)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Kompensasi Finansial

Kompensasi merupakan pengeluaran bagi perusahaan. Pada umumnya perusahaan memberikan kompensasi kepada para karyawannya guna mendapatkan imbal balik yang positif dari kinerja yang dihasilkan karyawannya. Oleh karena itu, kompensasi dapat diartikan sebagai alat penukar dari prestasi kerja yang dihasilkan karyawan untuk meningkatkan produktivitas perusahaan. Untuk memperjelas defenisi dari kompensasi, berikut beberapa pendapat dari para ahli:

a. Drs Malayu S. P Hasibuan

Kompensasi adalah semua pendapatan yang berbentuk uang, barang langsung atau tidak langsung yang diterima karyawan sebagai imbalan atas balas jasa yang diberikan kepada perusahaan.

b. William B. Wether dan Keith Davis

Compensation is what employee receive in exchange of their work. Whether hourly wages or periodic salaries, the personnel department usually designs and administers employee compensation. (Kompensasi adalah apa yang pekerja terima sebagai balasan dari pekerjaan yang diberikan, baik upah per jam ataupun gaji periodik di desain dan dikelola oleh bagian personalia).

c. Edwin B. Flippo

Wages is defined as the adequate and equitable renumeration of personnel for their constribution to organizational objectives. (Upah didefinisikan sebagai balas jasa yang adil dan layak diberikan kepada para pekerja atas jasa-jasanya dalam mencapai tujuan organisasi).

A compensation is anything that constitutes or is regarded as an equivalent or recompense. (Kompensasi adalah segala sesuatu yang dikonstitusikan atau dianggap sebagai suatu balas jasa atau ekuivalen).

e. R. Wayne Mondy

Kompensasi adalah total seluruh imbalan yang diterima karyawan sebagai pengganti jasa yang telah mereka berikan.

f. Robert L. Malthis dan John H.. Jackson

Kompensasi adalah faktor penting yang memengaruhi bagaimana dan mengapa orang-orang bekerja pada suatu organisasi dan bukan pada organisasi yang lainnya.

Pemberian kompensasi ini biasanya ditujukan untuk kepentingan organisasi/perusahaan, karyawan, masyarakat, dan pemerintah. Pada umumnya, pemberian kompensasi didasarkan pada prinsip adil dan wajar dengan mempertimbangkan hal-hal penting lainnya seperti undang-undang perburuhan.

Peterson dan Plowman dalam Hasibuan (2010) mengatakan bahwa orang mau bekerja karena hal-hal berikut:

1. The desire lo live, artinya keinginan untuk hidup merupakan keinginan utama dari setiap orang. Manusia bekerja untuk dapat makan dan melanjutkan hidup.

2. The desire for possession, artinya keinginan untuk memiliki sesuatu merupakan keinginan manusia yang kedua dan ini salah satu sebab mengapa manusia mau bekerja.

3. The desire for power, artinya keinginan akan kekuasaan merupakan keinginan selangkah di atas keinginan untuk memiliki, mendorong orang mau bekerja.

4. The desire for recognition, artinya keinginan akan pengakuan merupakan jenis terakhir dari kebutuhan dan juga mendorong orang mau bekerja.

Adabeberapa tujuanperusahaan atau organisasiterkaitpemberian kompensasiyang diberikankepadaparakaryawannya.Hasibuan(2010) memaparkannyasebagaiberikut:

a) Ikatan KerjaSama, Denganpemberiankompensasi,

terjalinlahikatankerjasamaformalantara

pemberikerjadenganparapekerjanya.Karyawanharus mengerjakan tugasnya,sedangkan pemberikerjawajib membayar kompensasisesuai dengan perjanjian yangtelah disepakati.

b)KepuasanKerja, Denganbalasjasa,karyawanakandapat memenuhikebutuhan-kebutuhan fisik,status sosial,danegoistiknyasehinggamemperolehkepuasankerja dari jabatannya.

c)Pengadaan Efektif, Jikaprogramkompensasiditetapkan cukupbesar,pengadaankaryawan yangqualifieduntuk perusahaan akanlebih mudah.

d) Motivasi, Jikabalasjasayang diberikancukupbesar,manajerakanmudah memotivasibawahannya.

e) StabilitasKaryawan, Dengan programkompensasi atau prinsip adildan layak serta eksternal konsistensi yang komparatif maka stabilitas karyawan lebih terjamin karenaturn-over kecil.

f)Disiplin, Denganpemberianbalas jasayangcukupbesarmakadisiplinkaryawan semakin baik.

g) Pengaruh SerikatBuruh, Denganprogramkompensasiyang baikpengaruhserikatburuhdapat dihindarkan dan karyawan akan berkonsentrasipadapekerjaannya.

h) Pengaruh Pemerintah, Jikaprogramkompensasisesuaidengan undang-undang perburuhanyang berlaku seperti upah minumun, maka intervensi pemerintah dapat dihindari.

Menurut Handoko (2001) tujuan pemberian kompensasi adalah:

1. Memperoleh sumber daya manusia yang berkualitas, kompensasi perlu ditetapkan cukup tinggi agar menarik para pelamar, karena organisasi-organisasi bersaing dalam pasar tenaga kerja, tingkat pengupahan harus sesuai dengan kondisi suplai dan permintaan tenaga kerja. Terkadang tingkat gaji yang relative tinggi diperlukan untuk menarik para pelamar yang cakap dan sudah bekerja diberbagai organisasi lain.

2. Mempertahankan sumber daya manusia yang ada sekarang, bila tingkat kompensasi tidak kompetitif niscaya banyak karyawan yang baik akan keluar.

3. Menjamin keadilan, administrasi pengupahan dan penggajian perusahaan untuk

memenuhi prinsip keadilan. Keadilan dan konsisten internal dan eksternal sangat penting diperhatikan dalam tingkat kompensasi.

2.3Kepemimpinan Transformasional

Hersey dan Blanchard (1995), menyatakan bahwa, "Kepemimpinan adalah sebagai proses mempengaruhi aktivitas seseorang atau kelompok untuk mencapai tujuan dalam situasi tertentu".

Selanjutnya Gibson (1997) menyatakan bahwa, "Kepemimpinan adalah kemampuan mempengaruhi orang lain sehingga orang tersebut dengan penuh semangat berusaha mencapai tujuan, dengan kemampuan yang dimilikinya, pimpinan dapat mempengaruhi dan mendorong karyawannya untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan apa yang diarahkannya dan diinginkannya agar dapat tercapai tujuan organisasi".

Dubrin (2005) menyebutkan, “Arti kepemimpinan adalah: 1) Upaya mempengaruhi banyak orang melalui komunikasi untuk mencapai tujuan, 2) Cara mempengaruhi orang dengan petunjuk atau perintah, 3) Tindakan yang menyebabkan orang lain bertindak atau merespon dan menimbulkan perubahan positif, 4) Kekuatan dinamis penting yang memotivasi dan mengkoordinasikan organisasi dalam rangka mencapai tujuan”.

Berdasarkan pernyataan diatas, kepemimpinan merupakan aktivitas dan pola perilaku yang secara konsisten mengarahkan perilaku orang lain, baik individu maupun kelompok untuk mencapai tujuan dalam bekerja melalui orang lain.

Bass dan Avolio (1994) mengemukakan bahwa, “Kepemimpinan

transformasional sebagai pengaruh pemimpin atau atasan terhadap bawahan. Para bawahan merasakan adanya kepercayaan, kebanggaan, loyalitas dan rasa hormat kepada atasan, dan mereka termotivasi untuk melakukan melebihi apa yang diharapkan. Kepemimpinan transformasional harus dapat mengartikan dengan jelas mengenai visi

untuk organisasi, sehingga pengikutnya akan menerima kredibilitas pemimpin tersebut”.

Menurut Yulk (2005), “Kepemimpinan transformasional adalah suatu proses di mana para pemimpin dan anggota saling menaikkan diri ke tingkat moralitas dan motivasi yang lebih tinggi. Pemimpin berupaya untuk mengubah perilaku anggotanya agar menjadi orang yang merasa mampu dan bermotivasi tinggi serta berupaya mencapai prestasi kerja yang tinggi dan berkualitas guna mencapai tujuan organisasi. Para anggota organisasi yang dipimpin secara transformasional akan merasakan adanya kepercayaan, kekaguman, kesetiaan dan hormat terhadap pimpinan, dan mereka termotivasi untuk melakukan pekerjaan dengan cara lebih baik dari yang diharapkan”.

Bass dan Avolio (1994) mengemukakan, “Ada tiga cara seorang pemimpin transformasional memotivasi karyawannya, yaitu dengan:

1. mendorong karyawan untuk lebih menyadari arti penting hasil usaha;

2. mendorong karyawan untuk mendahulukan kepentingan kelompok;

3. meningkatkan kebutuhan karyawan yang lebih tinggi seperti harga diri dan aktualisasi diri”.

2.3.1 Dimensi Kepemimpinan Transformasional

Menurut Bass dan Avolio (1994), ada 4 (empat) dimensi yang mendasari kepemimpinan transformasional, yaitu:

1. Kharisma (Charisma)

Seorang pemimpin transformasional mendapatkan kharismanya dari pandangan pengikut, pemimpin yang berkharisma akan mempunyai banyak pengaruh dan dapat menggerakkan bawahannya.

2. Inspirasi (Inspiration)

Seorang pemimpin yang inspirasional dapat mengartikulasikan tujuan bersama serta dapat menentukan suatu pengertian mengenai apa yang dirasa penting sertaapa yang dirasakan benar.

3. Stimulasi Intelektual (Intelectual Stimulation)

Pemimpin dituntut untuk dapat membantu bawahannya mampu memikirkan kembali mengenai rnasalah-masalah lama dengan netode maupun cara baru.

4. Pertimbangan Individual (Individualized Consideration)

Seorang pemimpin harus mampu untuk memperlakukan bawahannya secara berbeda-beda maupun adil dan menyediakan prasarana dalam rangka pencapaian tujuan serta memberikan pekerjaan menantang bagi bawahan yang menyukai tantangan.

2.4 Motivasi Kerja

Salah satu teori motivasi adalah Teori Harapan yang dikemukakan oleh Victor Vroom dalam Wahyuni (2009:15). Teori ini menekankan bahwa kekuatan kecenderungan berperilaku tertentu tergantung pada kuatnya harapan bahwa perilaku tersebut akan diikuti oleh keluaran tertentu dan oleh kuatnya daya tarik keluaran bagi orang yang bersangkutan. Menurut Siagan dalam Wahyuni (2009:15) menyatakan bahwa seorang karyawan akan bersedia melakukan upaya yang lebih besar apabila diyakininya bahwa upaya itu akan berakibat pada penilaian kinerja yang baik, dan bahwa penilaian kinerja yang baik akan berakibat pada imbalan yang lebih besar. Teori Harapan memfokuskan analisisnya pada tiga jenis hubungan, yaitu :

1. Hubungan upaya dengan kinerja, karyawan mempunyai persepsi bahwa upaya yang lebih besar berakibat pada kinerja yang makin memuaskan.

2. Hubungan kinerja dengan imbalan, keyakinan karyawan bahwa kinerja tertentu akan berakibat pada hasil tertentu yang diinginkan

3. Hubungan imbalan dengan tujuan pribadi, menggambarkan sejauh mana imbalan yang diterima dari organisasi memuaskan tujuan dan kebutuhan pribadi karyawan serta seberapa besar daya tarik imbalan tersebut bagi yang bersangkutan.

Michael Armstrong dalam Trisnaningsih (2003:201) motivasi kerja adalah sesuatu yang memulai gerakan, sesuatu yang membuat orang bertindak atau berperilaku dalam cara-cara tertentu. Memotivasi orang adalah menunjukkan arah tertentu kepada mereka dan mengambil langkah-langkah yang perlu untuk memastikan bahwa mereka sampai ke suatu tujuan. Bermotivasi adalah keinginan pergi ke suatu tempat berdasarkan keinginan sendiri atau terdorong oleh apa saja yang ada agar dapat pergi dengan sengaja dan untuk mencapai keberhasilan setelah tiba disana.

Adapun motivasi pada sesorang itu tergantung pada kekuatan dari motivasi itu sendiri, seberapa kuat motivasi seseorang untuk mencapai suatu tujuan. Tujuan adalah sesuatu yang ingin dicapai yang berada diluar individu, sebagai suatu harapan untuk mendapat suatu penghargaan, suatu arah yang dikehendaki oleh motivasi.

Hasibuan (2001:142) Motivasi penting karena dengan motivasi diharapkan setiap individu bekerja keras dan antusias untuk mencapai hasil kerja yang tinggi.

Motivasi kerja secara umum dapat diidentifikasikan sebagai serangkaian kekuatan penggerak yang muncul dari dalam dan diluar diri masing-masing individu. Kedua

kekuatan itu menimbulkan minat kerja dan berhubungan dengan tingkah laku dan menentukan arah, intensitas dan durasi dari tingkah laku atau kebiasaan individual. Tujuan pemberian motivasi dikemukakan antara lain :

a. Mendorong gairah dan kerja karyawan.

b. Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan.

c. Mempertahankan loyalitas dan kestabilan karyawan perusahaan.

d. Meningkatkan kedisiplinan dan menurunkan tingkat absensi karyawan.

e. Menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik.

f. Meningkatkan kreativitas, partisipasi dan kesejahteraan karyawan.

Dalam praktiknya, kebanyakan perusahaan mendesain motivasi dari bentuk tradisional ke bentuk yang lebih modern. Perbedaan yang terdapat antara satu perusahaan dengan perusahaan lain biasanya terletak pada selera, budaya organisasi, tekanan, dan sebagainya. Siswanto (2008) memaparkan ada empat (4) bentuk pemotivasian karyawan yaitu:

1. Kompensasi Bentuk Uang

Pemberian kompensasi bentuk uang sebagai motivasi kerja para karyawan memiliki dua pengaruh perilaku. Keanggotaan adalah pengaruh yang paling luas, yaitu memengaruhi karyawan pada semua tingkat pendapatan.

Pengaruh kedua adalah negatif, dari sudut pandang perusahaan, dan cenderung terbatas hanya pada karyawan yang pendapatannya tidak lebih dari tingkat standar kehidupan yang layak dan cenderung menganggap kompensasi bentuk uang sebagai tidak seimbang.

2. Pengarahan dan Pengendalian

Pengarahan dimaksudkan menentukan bagi karyawan mengenai apa yang harus mereka kerjakan dan apa yang tidak harus mereka kerjakan.

Sedangkan pengendalian dimaksudkan menentukan bahwa karyawan harus mengerjakan hal-hal yang diinstruksikan. Fungsi pengarahan mencakup berbagai proses operasi standar, pedoman, dan buku panduan bahkan manajemen berdasarkan sasaran. Fungsi pengendali mencakup penilaian kinerja, pemeriksaan mutu, dan pengukuran hasil kerja.

Pengarahan dan pengendalian jelas perlu untuk mendapatkan kinerja yang

terpercaya dan terkoordinasi. Dengan demikian, tujuan motivasi kerja para karyawan dapat terwujud.

3. Penetapan Pola Kerja yang Efektif

Pada umumnya, reakasi terhadap kebosanan kerja menimbulkan hambatan yang berarti bagi keluaran produktivitas kerja, karena manajemen menyadari bahwa masalahnya bersumber pada cara pengaturan pekerjaan, mereka menanggapinya dengan berbagai teknik yang efektif dan kurang efektif. Pola kerja yang kurang sesuai dengan tindakan dan komposisi diakui sebagai masalah yang berat. Hal ini bisa menjadi lebih negatif karena karyawan makin lama lebih muda dan berpendidikan lebih tinggi daripada dasawarsa sebelumnya.

4. Kebajikan

Kebajikan dapat didefenisikan sebagai suatu tindakan yang di ambil dengan sengaja oleh manajemen untuk memengaruhi sikap atau perasaan para karyawan. Dengan kata lain, kebajikan adalah usaha untuk membuat karyawan bahagia. Pada perusahaan yang besar, kebajikan mengambil bentuk yang sesuai dengan kelayakan dan kesopanan yang dihadapkan dari manajemen sumber daya manusia (SDM) dalam hubungan mereka dengan karyawan. Sementara itu kegiatan yang lebih formal seperti seremonial dan berwisata cenderung berkurang.

2.5 Kepuasan Kerja

Robbins (2006:103) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai sikap umum individuterhadap pekerjaannya. Pekerjaan membutuhkan interaksi dengan rekan sekerja dan para atasan, mematuhi peraturan dan kebijakan organisasi, memenuhi standard kinerja, hidup dengan suasana kerja yang sering kali kurang dari ideal.

Kepuasan kerja merupakan sikap umum individu terhadap pekerjaannya sehingga lebih mencermikan sikap dari pada perilaku. Keyakinan bahwa karyawan yang puas lebih produktif daripada karyawan yang tidak puas menjadi prinsip dasar bagi para manajer maupun pimpinan Robbins (2006). Para peneliti yang memiliki nilai humanis yang kuat berpendapat bahwa kepuasan adalah tujuan resmi organisasi. Kepuasan tidak hanya secara negatif terkait dengan absen dan pengunduran diri, namun menurut mereka, organisasi dibebani tanggung jawab

untuk memberikan pekerjaan yang menantang dan secara intrinsik memberikan penghargaan pada karyawan.

Salah satu teori yang menjelaskan mengenai kepuasan kerja adalah teori motivator hygiene yang dikembangkan oleh Herzberg (1966). Teori motivator hygiene sebenarnya berujung pada kepuasan kerja. Untuk mendatangkan kepuasankerja, dalam dunia kerja kepuasan itu salah satunya dapat mengacu kepada kompensasi yang diberikan oleh pengusaha, termasuk gaji atau imbalan dan fasilitas kerja lainnya.

Noe et al. (2011) mendefinisikan variabel ini sebagai perasaan senang sebagai akibat persepsi bahwa pekerjaan seseorang memenuhi atau memungkinkan terpenuhinya nilai-nilai kerja penting bagi orang itu. Definisi ini merefleksikan tiga aspek penting, yaitu :

1. Kepuasan kerja merupakan fungsi nilai yang didefinisikan sebagai apa yang ingin diperoleh seseorang baik sadar maupun tidak sadar

2. Beragam karyawan memiliki pandangan yang juga berbeda-beda menyangkut nilai-nilai yang dirasa penting dan sangat berpengaruh terhadap penentuan sifat dan derajat kepuasan mereka

3. Persepsi individu dapat saja bukan merupakan refleksi yang sepenuhnya akurat terhadap realitas, dan beragam orang dapat memandang situasi yang sama secara berbeda-beda

Menurut Rivai dan Sagala (2009:856) pengertian kepuasan kerja adalah evaluasi yang menggambarkan seseorang atas perasaan sikapnya senang atau tidak senang, puas atau tidak puas dalam bekerja. Kepuasan kerja adalah tingkat rasa puas individu dimana mereka merasa mendapat imbalan yang setimpal dari bermacam-macam aspek situasi pekerjaan dari organisasi tempat mereka bekerja.

Antoncic (2011) mencatat beberapa riset terdahulu tentang sumber-sumber kepuasan, yaitu :

1. Kepuasan umum yang berhubungan dengan pekerjaan, termasuk didalamnya kondisi kerja, jam kerja, dan reputasi instansi pemerintahan.

2. Hubungan karyawan, terdiri dari hubungan antarkaryawan dan juga wawancara personal tahunan dengan karyawan.

3. Remunerasi, benefits, dan budaya organisasi, unsur-unsur ini termasuk gaji, remunerasi dalam bentuk benefit dan pujian, promosi, pendidikan, sifat permanen pekerjaan, dan iklim dan budaya organisasi.

4. Loyalitas karyawan

2.6 Lingkungan Kerja

Lingkungan kerja adalah tempat di mana pegawai melakukan aktivitas setiap harinya. Lingkungan kerja yang kondusif memberikan rasa aman dan memungkinkan pegawai untuk dapat bekerja optimal. Lingkungan kerja dapat mempengaruhi emosional pegawai. Jika pegawai menyenangi lingkungan kerja di

mana dia bekerja, maka pegawai tersebut akan betah di tempat kerjanya, melakukan aktivitasnya sehingga waktu kerja dipergunakan secara efektif.

Produktivitas akan tinggi dan otomatis prestasi kerja pegawai juga tinggi.

Riyadi(2011),lingkungankerjaberpengaruhsecarapositifdansignifikan

terhadap prestasikerjayangdihasilkan oleh karyawan dalamberbagaiperusahaan.

Padadasarnya, seseorang akan merasalebih semangatdalambekerjadan lebih termotivasi,apabilaseseorang tersebutbekerjapadakondisilingkunganyang sesuai dengan pribadinya. Jelaslah,apabila perusahaanmengharapkanprestasi kerjayang baikpadakaryawannya,makaharusnyaperusahaantersebut menciptakan kondisi lingkungankerjayang baikpula. Iklimkerjamembawa pengaruh untuk jangkapanjang. Dalamjangkapendek, kerap kalikaryawan baru mempertahankan kondisi lingkungan sebagaimana adanya, akan tetapi lambat launini akanmembawadampaktersendiridalampencapaiankinerjayang dihasilkan karyawan.Tanggung jawabdalam menciptakaniklimdanlingkungan kerjayangbaik tidak hanyaberlaku bagiparapenyelia, tetapijugaparakaryawan.

Adadua(2) kelompok lingkungan kerjayaitu lingkungan kerjafisik dan lingkungankerjanonfisik.Padapeneltianini,penulis lebihmemfokuskanpada lingkungankerjafisik.Komarudindalam Analisa(2011)mengatakanlingkungan kerja fisik adalah keseluruhan atau setiap aspek dari gejala fisik dan sosial- kulturalyang mengelilingiataumempengaruhiindividu.MenurutAlexS.

Nitisemitodalam Taufik (2013)lingkungankerjafisik adalahsegalasesuatu yang adadisekitar parapekerjayangdapatmempengaruhidirinyadalammenjalankan

keamanan,kebersihan, musikdan lain-lain.Adapunfaktor-faktoryang mempengaruhi antara lain:

1) Kebersihan

Lingkungan kerja yang bersih akan menciptakan keadaan disekitarnya menjadisehat.Olehkarenaitusetiaporganisasihendaknyaselalumenjaga

kebersihan lingkungan kerja. Dengan adanya lingkungan yang bersih karyawan akan merasasenangsehinggakinerjakaryawan akan meningkat.

2) Penerangan dalan ruangkerja

Didalamruangan kerjakaryawan dibutuhkan udarayang cukup, dimana denganadanyapertukaranudarayang cukup,akan menyebabkankesegaran fisikdarikaryawantersebut.Suhuudarayang terlalupanasakan menurunkan semangatkerjakaryawan didalammelaksanakan pekerjaan.

3) Sirkulasiudara

Didalamruangan kerjakaryawan dibutuhkan udarayang cukup, dimana denganadanyapertukaranudarayang cukup,akan menyebabkankesegaran fisikdarikaryawantersebut.Suhuudarayang terlalupanasakan menurunkan semangatkerjakaryawan didalammelaksanakan pekerjaan.

4) Kebisingan

Suarayang bunyibisasangatmengangguparakaryawandalambekerja.Suara bising tersebutdapatmerusakkonsentrasikerjakaryawansehinggakinerja karyawanbisamenjaditidakoptimal.Olehkarena itusetiaporganisasiharus

selaluberusahauntukmenghilangkansuarabising tersebutataupaling tidak menekannyauntukmemperkecilsuarabising tersebut.Kemampuanorganisasi didalam menyediakan dana untuk keperluan pengendalian suara bising tersebut,jugamerupakansalahsatufaktoryangmenentukanpilihan cara pengendalian suarabisingdalamsuatu organisasi.

5) Pewarnaan ruangkerja

Masalah warnadapatberpengaruh terhadap karyawan didalammelaksanakan pekerjaan, akan tetapi banyak perusahaan yang kurang memperhatikan masalah warna. Dengandemikian pengaturanhendaknyamemberimanfaat, sehinggadapat meningkatkan semangatkerjakaryawan. Pewarnaan pada dindingruangkerjahendaknya mempergunakan warnayanglembut.

2.7 PenelitianTerdahulu

Penelitian yang dilakukan oleh LuckyWulan Analisa (2011) menggunakan variabel dependen berupa Kinerja Karyawan. Sementara variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Motivasikerja dan Lingkungan kerja. Hasil penelitian ini menemukan bahwa motivasi kerja dan lingkungan kerja memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan.

Sementara itu SlametRiyadi (2011) dalam penelitiannya menggunakan variabel dependen berupa kinerja karyawan dan variabel independennya berupa Kompensasifinansial, gaya kepemimpinan, motivasikerja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kompensasi finansial tidak mempengaruhi motivasi kerja maupun kinerja karyawan. Sedangkan gaya kepemimpinan secara signifikan

mempengaruhi motivasi kerja maupun kinerja karyawan, dan motivasi kerja secara signifikan

Arief Setya Sandhi (2013) melakukan penelitian dengan menggunakan variabel independen berupa Motivasi kerja, lingkungan kerja, stres kerja. Sedangkan variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kinerja karyawan.

Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa Adanya faktor –faktor motivasi seperti gaji, lingkungan kerja, hubungan interpersonal, dan keamanan kerja berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan.

Intrinsik, komunikasi, kompensasi finansial merupakan variabel independen dari penelitian yang dilakukan Gede Surya Suprata (2013). Hasil penelitian menyatakan bahwa intrinsik, komunikasi, dan kompensasi finansial berpengaruh signifikan secara parsial dan simultan terhadap kinerja karyawan. Kompensasi finansial terbukti berpengaruh dominan terhadap kinerja karyawan.

Yohana Oktryanti S (2015) dalam penelitiannya menggunakan variabel independen berupa Kompensasi finansial, motivasi kerja, lingkungan kerja, dan gaya kepemimpinan. Dengan variabel dependen prestasi kerja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kompensasi finansial, motivasi kerja, lingkungan kerja, dan gaya kepemimpinan secara simultan berpengaruh signifikan terhadap prestasi kerja yang dihasilkan oleh pegawai Rumah Sakit Bhayangkara Tk.II Medan.

Kompensasi finansial dan gaya kepemimpinan berpengaruh signifikan terhadap prestasi kerja secara parsial. Semakin besar kompensasi finansial yang diterima pegawai, maka akan semakin baik prestasi kerja yang dihasilkannya. Indikator

kepemimpinan dalam organisasi tersebut berpengaruh signifikan terhadap prestasi kerja yang dihasilkan. Sedangkan motivasi kerja dan lingkungan kerja tidak berpengaruh signifikan terhadap prestasi kerja secara parsial. Motivasi kerja yang diberikan kepada pegawai tidak menjamin apakah pegawai tersebut akan memberikan prestasi kerja yang berkualitas di dalam organisasi tersebut dan Pada dasarnya, ruangan tempat pegawai bekerja sudah layak digunakan, tetapi kembali lagi kepada pegawai tersebut apakah yang bersangkutan fokus dan serius dalam melakukan tugasnya atau tidak.

Tabel2.1 PenelitianTerdahulu

Peneliti Judul VariabelPenelitian HasilPenelitian LuckyWu

Arief Setya Sandhi (2013)

Analisis pengaruh motivasi kerja, lingkungan kerja, dan

Muhamad

2.8 Kerangka Konseptual

Yang menjadi variabel bebas (variable independent) pada penelitian ini adalah kompensasi finansial, kepemimpinan transformasional, motivasi kerja, kepuasan kerja, dan lingkungan organisasi. Variabel terikat (variable dependent) dalam penelitian ini adalah peningkatan kinerja pegawai. Kerangka konseptual yang dirancang dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

H1

H2

H3

H4 H5

H6

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

2.9 Pengembangan Hipotesis

Berdasarkan kerangka konseptual yang telah digambarkan di atas, maka hipotesis penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut:

Kompensasi Finansial (X1)

Kepemimpinan Transformasional (X2)

Motivasi Kerja (X3)

Kepuasan Kerja (X4)

Lingkungan Kerja (X5)

Peningkatan Kinerja Pegawai(Y)

2.9.1 Pengaruh Kompensasi Finansial terhadap peningkatan kinerja pegawai

Kompensasi yang sering disebut imbalan balas jasa adalah hak seorang pekerja atau karyawan yang harus diberikan organisasi atau perusahaan kepada pekerja setelah melakukan kewajibannya. Pemberian kompensasi merupakan bagian manajemen yang sangat prinsip dan signifikan demi kelangsungan hidup perusahaan. Namun sebelum bentuk kompensasi diberikan dan diterima oleh para karyawan harus melalui suatu proses jaringan dari berbagai sub proses untuk memberikan balas jasa kepada karyawan atas pekerjaan yang dilakukannya.

Kompensasi finansial di dunia usaha atau industri dapat memberi pengaruh yang paling penting dan signifikan terhadap kinerja karyawan. sistem kompensasi akan memberi dua tujuan penting yaitu mendorong bagi karyawan untuk merasa memiliki dalam organisasi dan mendorong untuk berprestasi yang lebih tinggi lagi.

Penelitian yang dilakukan oleh Blazovich (2013) pada variabel kompensasi dan kinerja karyawan menunjukkan bahwa kompensasi terbukti berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan. Demikian pula pada penelitian yang dilakukan oleh Sopiah (2013) dan Jamil (2010) juga menunjukkan hasil yang sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Blazovich (2013). Mengacu pada uraian di atas maka hipotesis yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

H1 : Kompensasi berpengaruh positif signifikan pada peningkatan kinerja Pegawai

2.9.2 Pengaruh Kepemimpinan transformasional terhadap Peningkatan Kinerja Pegawai

Seberapa jauh pemimpin dikatakan sebagai pemimpin transformasional, Bass (1990) dan Koh, et al. (1995) mengemukakan bahwa hal tersebut dapat diukur dalam hubungan dengan pengaruh pemimpin tersebut berhadapan karyawan. Oleh karena itu, Bass (1990) mengemukakan ada tiga cara seorang

Seberapa jauh pemimpin dikatakan sebagai pemimpin transformasional, Bass (1990) dan Koh, et al. (1995) mengemukakan bahwa hal tersebut dapat diukur dalam hubungan dengan pengaruh pemimpin tersebut berhadapan karyawan. Oleh karena itu, Bass (1990) mengemukakan ada tiga cara seorang

Dalam dokumen SKRIPSI OLEH: MERY LASMARITO PURBA (Halaman 25-0)