• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perumusan Masalah

Dalam dokumen SKRIPSI OLEH: MERY LASMARITO PURBA (Halaman 18-0)

BAB I PENDAHULUAN

1.2 Perumusan Masalah

Apakah Kompensasi Finansial, Kepemimpinan Transformasional,Motivasi Kerja, Kepuasan kerja dan Lingkungan Kerja berpengaruh secara simultan maupun parsial terhadap Peningkatan Kinerja Pegawai pada Satuan Non Vertikal Tertentu Pelaksanaan Jaringan Sumber Air Provinsi Sumatera Utara?

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui apakahKompensasi Finansial, Kepemimpinan Transformasional, Motivasi Kerja, Kepuasan Kerja dan Lingkungan Kerja berpengaruh secara simultan maupun parsial terhadap Peningkatan Kinerja Pegawai pada Satuan Non Vertikal Tertentu Pelaksanaan Jaringan Sumber Air Provinsi Sumatera Utara.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat pada beberapa pihak, yaitu :

1. Bagi pihak Satuan Non Vertikal Tertentu Pelaksanaan Jaringan Sumber Air Provinsi Sumatera UtaraHasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pertimbangan berkaitan dengan kompensasi finansial, kepemimpinan transformasional,kepuasan kerja dan lingkungan kerja, danuntuk meningkatkan kinerja pegawai.

2. Bagi pihak Akademisi

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pembelajaran dan pengaplikasian ilmu pengetahuan, khususnya dalam bidang sumber daya manusia.

3. Bagi Peneliti

Sebagai wahana melatih menulis dan berpikir ilmiah khususnya bidang manajemen sumber daya manusia.

4.Bagi pihak lain

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan tambahan rujukan bagi penelitian selanjutnya serta sebagai pertimbangan bagi organisasi yang menghadapi masalah serupa.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1Peningkatan Kinerja Pegawai

Mathis dan Jackson (2002), mendefinisikan bahwa kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan dan tidak dilakukan karyawan. Kinerja karyawan adalah yang mempengaruhi seberapa banyak karyawan memberikan kontribusi kepada organisasi yang antara lain termasuk: kuantitas keluaran, kualitas keluaran, jangka waktu keluaran, kehadiran di tempat kerja dan sikap kooperatif. Pekerjaan hampir selalu memiliki lebih dari satu kriteria pekerjaan atau dimensi. Kriteria pekerjan adalah faktor yang terpenting dari apa yang dilakukan orang di pekerjaannya.

Dalam artian, kriteria pekerjaan menjelaskan apa yang dilakukan orang di pekerjaannya. Oleh karena itu kriteria-kriteria ini penting, kinerja individual dalam pekerjaan haruslah diukur, dibandingkan dengan standar yang ada, dan hasilnya dikomunikasikan pada setiap karyawan.

Penilaian kinerja merupakan suatu proses organisasi untuk menilai kinerja pegawainya. Tujuan dilakukannya penilaian kinerja secara umum adalah untuk memberikan umpan balik kepada karyawan dalam upaya memperbaiki kinerjanya dan meningkatkan produktivitas organisasi, khususnya yang berkaitan dengan kebijaksanaan terhadap karyawan seperti untuk tujuan promosi, kenaikan gaji, pendidikan dan latihan. Saat sekarang ini dengan lingkungan bisnis yang bersifat dinamis penilaian kinerja merupakan suatu yang sangat berarti bagi organisasi.

Organisasi haruslah memilih kriteria secara subyektif maupun obyektif. Kriteria kinerja secara obyektif adalah evaluasi kinerja terhadap standar-standar spesifik,

sedangkan ukuran secara subyektif adalah seberapa baik seorang karyawan bekerja keseluruhan.

Penilaian kinerja (performance appraisal, PA) adalah proses evaluasi seberapa baik karyawan mengerjakan, ketika dibandingkan dengan satu set standar dan kemudian mengkomunikasikannya dengan para karyawan. Penilaian kinerja merupakan landasan penilaian kegiatan manajemen sumber daya manusia seperti perekrutan, seleksi, penempatan, pelatihan, penggajian, dan pengembangan karir. Kegiatan penilaian kinerja sangat erat kaitannya dengan kelangsungan organisasi. Data atau informasi tentang kinerja karyawan terdiri dari tiga kategori (Mathis dan Jackson, 2002 ), yaitu :

1. Informasi berdasarkan ciri-ciri seperti kepribadian yang menyenangkan, inisiatif atau kreatifitas dan mungkin sedikit pengaruhnya pada pekerjaan tertentu.

2. Informasi berdasarkan tingkah laku memfokuskan pada perilaku yang spesifik yang mengarah pada keberhasilan pekerjaan. Informan perilaku lebih sulit diidentifikasikan dan mempunyai keuntungan yang secara jelas memberikan gambaran akan perilaku apa yang ingin dilihat oleh pihak manajemen.

3. Informasi berdasarkan hasil mempertimbangkan apa yang telah dilakukan karyawan atau apa yang telah dicapai karyawan. Untuk pekerjaan dimana pengukuran itu mudah dan tepat, pendekatan hasil ini adalah cara yang terbaik.

Akan tetapi, apa-apa yang akan diukur cenderung ditekankan, dan apa yang sama-sama pentingnya dan tidak merupakan bagian yang diukur mungkin akan

diabaikan karyawan. Sebagi contoh, seorang tenaga penjualan mobil yang hanya dibayar berdasarkan penjualan mungkin tidak berkeinginan untuk mengerjakan tugas-tugas administrasi atau pekerjaan lain yang tidak berhubungan secara langsung dengan penjualan mobil. Lebih jauh lagi, masalah etis atau legal bisa jadi timbul ketika hasilnya saja yang ditekankan dan bukannya bagaimana hasil itu diperoleh.

Rahmanto (2002) mengemukakan bahwa sistem penilaian kinerja mempunyai dua elemen pokok, yakni :

1. Spesifikasi pekerjaan yaang harus dikerjakan oleh bawahan dan kriteria yang memberikan penjelasan bagaimana kinerja yang baik (good performance) dapat dicapai, sebagai contoh : anggaran operasi, target produksi tertentu dan sebagainya.

2. Adanya mekanisme untuk pengumpulan informasi dan pelaporan mengenai cukup tidaknya perilaku yang terjadi dalam kenyataan

dibandingkan dengan kriteria yang berlaku sebagai contoh laporan bulanan manager dibandingkan dengan anggaran dan realisasi kinerja (budgeted and actual performance) atau tingkat produksi dibandingkan dengan angka penunjuk atau meteran suatu mesin.

Penilaian kinerja dapat terjadi dalam dua cara, secara informal dan secara sistimatis (Mathis dan Jackson, 2002). Penilaian informal dapat dilaksanakan setiap waktu dimana pihak atasan merasa perlu. Hubungan sehari-hari antara manajer dan karyawan memberikan kesempatan bagi kinerja karyawan untuk dinilai. Penilaian sistimatis digunakan ketika kontak antara manajer dan karyawan bersifat formal,dan sistemnya digunakan secara benar dengan melaporkan kesan dan observasi manajerial terhadap kinerja karyawan. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa penilaian kinerja merupakan bagian integral dari proses penilaian yang meliputi : penerapan sasaran kinerja yang spesifik, terukur,

atasan. Karyawan bersama atasan masing-masing dapat menetapkan sasaran dan standar kinerja yang harus dicapai dalam kurun waktu tertentu. Peningkatan kinerja karyawan perseorangan pada gilirannya akan mendorong kinerja sumber daya manusia secara keseluruhan. Menurut Handoko (2000) ada enam metode penilaian kinerja karyawan :

1. Rating Scale, evaluasi hanya didasarkan pada pendapat penilai, yang membandingkan hasil pekerjaan karyawan dengan kriteria yang dianggap penting bagi pelaksanaan kerja.

2. Checklist, yang dimaksudkan dengan metode ini adalah untuk mengurangi beban penilai. Penilai tinggal memilih kalimat-kalimat atau kata-kata yang menggambarkan kinerja karyawan. Penilai biasanya atasan langsung. Pemberian bobot sehingga dapat di skor. Metode ini bias memberikan suatu gambaran prestasi kerja secara akurat, bila daftar penilaian berisi item-item yang memadai.

3. Metode peristiwa kritis (critical incident method), penilaian yang berdasarkan catatan-catatan penilai yang menggambarkan perilaku karyawan sangat baik atau jelek dalam kaitannya dengan pelaksanaan kerja. Catatan-catatan ini disebut peristiwa kritis. Metode ini sangat berguna dalam memberikan umpan balik kepada karyawan, dan mengurangi kesalahan kesan terakhir.

4. Metode peninjauan lapangan (field review method), seseorang ahli departemen main lapangan dan membantu para penyelia dalam penilaian karyawan. Spesialis personalia mendapatkan informasi khusus dari atasan langsung tentang kinerja karyawan. Kemudian ahli itu mempersiapkan evaluasi atas dasar informasi

tersebut. Evaluasi dikirim kepada penyelia untuk di review, perubahan, persetujuan dan serubahan dengan karyawan yang dinilai. Spesialis personalia bisa mencatat penilaian pada tipe formulir penilaian apapun yang digunakan perusahaan.

5. Tes dan observasi prestasi kerja, bila jumlah pekerja terbatas, penilaian prestasi kerja bisa didasarkan pada tes pengetahuan dan ketrarnpilan. Tes mungkin tertulis atau peragaan ketrampilan. Agar berguna tes harus reliable dan valid. Metode evaluasi kelompok ada tiga: ranking, grading, point allocation method.

6. Method ranking, penilai membandingkan satu dengan karyawan lain siapa yang paling baik dan menempatkan setiap karyawan dalam urutan terbaik sampai terjelek. Kelemahan metode ini adalah kesulitan untuk menentukan faktor-faktor pembanding, subyek kesalahan kesan terakhir dan halo effect, kebaikannya menyangkut kemudahan administrasi dan penjelasannya. Grading, metode penilaian ini memisah-misahkan atau menyortir para karyawan dalam berbagai klasifikasi yang berbeda, biasanya suatu proposi tertentu harus diletakkan pada setiap kategori. Point location, merupakan bentuk lain dari grading penilai dibenkan sejumlah nifai total dialokasikan di antara para karyawan dalam kelompok. Para karyawan diberi nilai lebih besar dan pada para karyawan dengan kinerja lebih jelek. Kebaikan dari rnetode ini, penilai dapat mengevaluasi perbedaan rclatif di antara para karyawan, meskipun kelemahan-kelemahan efek halo (halo effect) dan bias kesan terakhir masih ada.

2.2Kompensasi Finansial

Kompensasi merupakan pengeluaran bagi perusahaan. Pada umumnya perusahaan memberikan kompensasi kepada para karyawannya guna mendapatkan imbal balik yang positif dari kinerja yang dihasilkan karyawannya. Oleh karena itu, kompensasi dapat diartikan sebagai alat penukar dari prestasi kerja yang dihasilkan karyawan untuk meningkatkan produktivitas perusahaan. Untuk memperjelas defenisi dari kompensasi, berikut beberapa pendapat dari para ahli:

a. Drs Malayu S. P Hasibuan

Kompensasi adalah semua pendapatan yang berbentuk uang, barang langsung atau tidak langsung yang diterima karyawan sebagai imbalan atas balas jasa yang diberikan kepada perusahaan.

b. William B. Wether dan Keith Davis

Compensation is what employee receive in exchange of their work. Whether hourly wages or periodic salaries, the personnel department usually designs and administers employee compensation. (Kompensasi adalah apa yang pekerja terima sebagai balasan dari pekerjaan yang diberikan, baik upah per jam ataupun gaji periodik di desain dan dikelola oleh bagian personalia).

c. Edwin B. Flippo

Wages is defined as the adequate and equitable renumeration of personnel for their constribution to organizational objectives. (Upah didefinisikan sebagai balas jasa yang adil dan layak diberikan kepada para pekerja atas jasa-jasanya dalam mencapai tujuan organisasi).

A compensation is anything that constitutes or is regarded as an equivalent or recompense. (Kompensasi adalah segala sesuatu yang dikonstitusikan atau dianggap sebagai suatu balas jasa atau ekuivalen).

e. R. Wayne Mondy

Kompensasi adalah total seluruh imbalan yang diterima karyawan sebagai pengganti jasa yang telah mereka berikan.

f. Robert L. Malthis dan John H.. Jackson

Kompensasi adalah faktor penting yang memengaruhi bagaimana dan mengapa orang-orang bekerja pada suatu organisasi dan bukan pada organisasi yang lainnya.

Pemberian kompensasi ini biasanya ditujukan untuk kepentingan organisasi/perusahaan, karyawan, masyarakat, dan pemerintah. Pada umumnya, pemberian kompensasi didasarkan pada prinsip adil dan wajar dengan mempertimbangkan hal-hal penting lainnya seperti undang-undang perburuhan.

Peterson dan Plowman dalam Hasibuan (2010) mengatakan bahwa orang mau bekerja karena hal-hal berikut:

1. The desire lo live, artinya keinginan untuk hidup merupakan keinginan utama dari setiap orang. Manusia bekerja untuk dapat makan dan melanjutkan hidup.

2. The desire for possession, artinya keinginan untuk memiliki sesuatu merupakan keinginan manusia yang kedua dan ini salah satu sebab mengapa manusia mau bekerja.

3. The desire for power, artinya keinginan akan kekuasaan merupakan keinginan selangkah di atas keinginan untuk memiliki, mendorong orang mau bekerja.

4. The desire for recognition, artinya keinginan akan pengakuan merupakan jenis terakhir dari kebutuhan dan juga mendorong orang mau bekerja.

Adabeberapa tujuanperusahaan atau organisasiterkaitpemberian kompensasiyang diberikankepadaparakaryawannya.Hasibuan(2010) memaparkannyasebagaiberikut:

a) Ikatan KerjaSama, Denganpemberiankompensasi,

terjalinlahikatankerjasamaformalantara

pemberikerjadenganparapekerjanya.Karyawanharus mengerjakan tugasnya,sedangkan pemberikerjawajib membayar kompensasisesuai dengan perjanjian yangtelah disepakati.

b)KepuasanKerja, Denganbalasjasa,karyawanakandapat memenuhikebutuhan-kebutuhan fisik,status sosial,danegoistiknyasehinggamemperolehkepuasankerja dari jabatannya.

c)Pengadaan Efektif, Jikaprogramkompensasiditetapkan cukupbesar,pengadaankaryawan yangqualifieduntuk perusahaan akanlebih mudah.

d) Motivasi, Jikabalasjasayang diberikancukupbesar,manajerakanmudah memotivasibawahannya.

e) StabilitasKaryawan, Dengan programkompensasi atau prinsip adildan layak serta eksternal konsistensi yang komparatif maka stabilitas karyawan lebih terjamin karenaturn-over kecil.

f)Disiplin, Denganpemberianbalas jasayangcukupbesarmakadisiplinkaryawan semakin baik.

g) Pengaruh SerikatBuruh, Denganprogramkompensasiyang baikpengaruhserikatburuhdapat dihindarkan dan karyawan akan berkonsentrasipadapekerjaannya.

h) Pengaruh Pemerintah, Jikaprogramkompensasisesuaidengan undang-undang perburuhanyang berlaku seperti upah minumun, maka intervensi pemerintah dapat dihindari.

Menurut Handoko (2001) tujuan pemberian kompensasi adalah:

1. Memperoleh sumber daya manusia yang berkualitas, kompensasi perlu ditetapkan cukup tinggi agar menarik para pelamar, karena organisasi-organisasi bersaing dalam pasar tenaga kerja, tingkat pengupahan harus sesuai dengan kondisi suplai dan permintaan tenaga kerja. Terkadang tingkat gaji yang relative tinggi diperlukan untuk menarik para pelamar yang cakap dan sudah bekerja diberbagai organisasi lain.

2. Mempertahankan sumber daya manusia yang ada sekarang, bila tingkat kompensasi tidak kompetitif niscaya banyak karyawan yang baik akan keluar.

3. Menjamin keadilan, administrasi pengupahan dan penggajian perusahaan untuk

memenuhi prinsip keadilan. Keadilan dan konsisten internal dan eksternal sangat penting diperhatikan dalam tingkat kompensasi.

2.3Kepemimpinan Transformasional

Hersey dan Blanchard (1995), menyatakan bahwa, "Kepemimpinan adalah sebagai proses mempengaruhi aktivitas seseorang atau kelompok untuk mencapai tujuan dalam situasi tertentu".

Selanjutnya Gibson (1997) menyatakan bahwa, "Kepemimpinan adalah kemampuan mempengaruhi orang lain sehingga orang tersebut dengan penuh semangat berusaha mencapai tujuan, dengan kemampuan yang dimilikinya, pimpinan dapat mempengaruhi dan mendorong karyawannya untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan apa yang diarahkannya dan diinginkannya agar dapat tercapai tujuan organisasi".

Dubrin (2005) menyebutkan, “Arti kepemimpinan adalah: 1) Upaya mempengaruhi banyak orang melalui komunikasi untuk mencapai tujuan, 2) Cara mempengaruhi orang dengan petunjuk atau perintah, 3) Tindakan yang menyebabkan orang lain bertindak atau merespon dan menimbulkan perubahan positif, 4) Kekuatan dinamis penting yang memotivasi dan mengkoordinasikan organisasi dalam rangka mencapai tujuan”.

Berdasarkan pernyataan diatas, kepemimpinan merupakan aktivitas dan pola perilaku yang secara konsisten mengarahkan perilaku orang lain, baik individu maupun kelompok untuk mencapai tujuan dalam bekerja melalui orang lain.

Bass dan Avolio (1994) mengemukakan bahwa, “Kepemimpinan

transformasional sebagai pengaruh pemimpin atau atasan terhadap bawahan. Para bawahan merasakan adanya kepercayaan, kebanggaan, loyalitas dan rasa hormat kepada atasan, dan mereka termotivasi untuk melakukan melebihi apa yang diharapkan. Kepemimpinan transformasional harus dapat mengartikan dengan jelas mengenai visi

untuk organisasi, sehingga pengikutnya akan menerima kredibilitas pemimpin tersebut”.

Menurut Yulk (2005), “Kepemimpinan transformasional adalah suatu proses di mana para pemimpin dan anggota saling menaikkan diri ke tingkat moralitas dan motivasi yang lebih tinggi. Pemimpin berupaya untuk mengubah perilaku anggotanya agar menjadi orang yang merasa mampu dan bermotivasi tinggi serta berupaya mencapai prestasi kerja yang tinggi dan berkualitas guna mencapai tujuan organisasi. Para anggota organisasi yang dipimpin secara transformasional akan merasakan adanya kepercayaan, kekaguman, kesetiaan dan hormat terhadap pimpinan, dan mereka termotivasi untuk melakukan pekerjaan dengan cara lebih baik dari yang diharapkan”.

Bass dan Avolio (1994) mengemukakan, “Ada tiga cara seorang pemimpin transformasional memotivasi karyawannya, yaitu dengan:

1. mendorong karyawan untuk lebih menyadari arti penting hasil usaha;

2. mendorong karyawan untuk mendahulukan kepentingan kelompok;

3. meningkatkan kebutuhan karyawan yang lebih tinggi seperti harga diri dan aktualisasi diri”.

2.3.1 Dimensi Kepemimpinan Transformasional

Menurut Bass dan Avolio (1994), ada 4 (empat) dimensi yang mendasari kepemimpinan transformasional, yaitu:

1. Kharisma (Charisma)

Seorang pemimpin transformasional mendapatkan kharismanya dari pandangan pengikut, pemimpin yang berkharisma akan mempunyai banyak pengaruh dan dapat menggerakkan bawahannya.

2. Inspirasi (Inspiration)

Seorang pemimpin yang inspirasional dapat mengartikulasikan tujuan bersama serta dapat menentukan suatu pengertian mengenai apa yang dirasa penting sertaapa yang dirasakan benar.

3. Stimulasi Intelektual (Intelectual Stimulation)

Pemimpin dituntut untuk dapat membantu bawahannya mampu memikirkan kembali mengenai rnasalah-masalah lama dengan netode maupun cara baru.

4. Pertimbangan Individual (Individualized Consideration)

Seorang pemimpin harus mampu untuk memperlakukan bawahannya secara berbeda-beda maupun adil dan menyediakan prasarana dalam rangka pencapaian tujuan serta memberikan pekerjaan menantang bagi bawahan yang menyukai tantangan.

2.4 Motivasi Kerja

Salah satu teori motivasi adalah Teori Harapan yang dikemukakan oleh Victor Vroom dalam Wahyuni (2009:15). Teori ini menekankan bahwa kekuatan kecenderungan berperilaku tertentu tergantung pada kuatnya harapan bahwa perilaku tersebut akan diikuti oleh keluaran tertentu dan oleh kuatnya daya tarik keluaran bagi orang yang bersangkutan. Menurut Siagan dalam Wahyuni (2009:15) menyatakan bahwa seorang karyawan akan bersedia melakukan upaya yang lebih besar apabila diyakininya bahwa upaya itu akan berakibat pada penilaian kinerja yang baik, dan bahwa penilaian kinerja yang baik akan berakibat pada imbalan yang lebih besar. Teori Harapan memfokuskan analisisnya pada tiga jenis hubungan, yaitu :

1. Hubungan upaya dengan kinerja, karyawan mempunyai persepsi bahwa upaya yang lebih besar berakibat pada kinerja yang makin memuaskan.

2. Hubungan kinerja dengan imbalan, keyakinan karyawan bahwa kinerja tertentu akan berakibat pada hasil tertentu yang diinginkan

3. Hubungan imbalan dengan tujuan pribadi, menggambarkan sejauh mana imbalan yang diterima dari organisasi memuaskan tujuan dan kebutuhan pribadi karyawan serta seberapa besar daya tarik imbalan tersebut bagi yang bersangkutan.

Michael Armstrong dalam Trisnaningsih (2003:201) motivasi kerja adalah sesuatu yang memulai gerakan, sesuatu yang membuat orang bertindak atau berperilaku dalam cara-cara tertentu. Memotivasi orang adalah menunjukkan arah tertentu kepada mereka dan mengambil langkah-langkah yang perlu untuk memastikan bahwa mereka sampai ke suatu tujuan. Bermotivasi adalah keinginan pergi ke suatu tempat berdasarkan keinginan sendiri atau terdorong oleh apa saja yang ada agar dapat pergi dengan sengaja dan untuk mencapai keberhasilan setelah tiba disana.

Adapun motivasi pada sesorang itu tergantung pada kekuatan dari motivasi itu sendiri, seberapa kuat motivasi seseorang untuk mencapai suatu tujuan. Tujuan adalah sesuatu yang ingin dicapai yang berada diluar individu, sebagai suatu harapan untuk mendapat suatu penghargaan, suatu arah yang dikehendaki oleh motivasi.

Hasibuan (2001:142) Motivasi penting karena dengan motivasi diharapkan setiap individu bekerja keras dan antusias untuk mencapai hasil kerja yang tinggi.

Motivasi kerja secara umum dapat diidentifikasikan sebagai serangkaian kekuatan penggerak yang muncul dari dalam dan diluar diri masing-masing individu. Kedua

kekuatan itu menimbulkan minat kerja dan berhubungan dengan tingkah laku dan menentukan arah, intensitas dan durasi dari tingkah laku atau kebiasaan individual. Tujuan pemberian motivasi dikemukakan antara lain :

a. Mendorong gairah dan kerja karyawan.

b. Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan.

c. Mempertahankan loyalitas dan kestabilan karyawan perusahaan.

d. Meningkatkan kedisiplinan dan menurunkan tingkat absensi karyawan.

e. Menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik.

f. Meningkatkan kreativitas, partisipasi dan kesejahteraan karyawan.

Dalam praktiknya, kebanyakan perusahaan mendesain motivasi dari bentuk tradisional ke bentuk yang lebih modern. Perbedaan yang terdapat antara satu perusahaan dengan perusahaan lain biasanya terletak pada selera, budaya organisasi, tekanan, dan sebagainya. Siswanto (2008) memaparkan ada empat (4) bentuk pemotivasian karyawan yaitu:

1. Kompensasi Bentuk Uang

Pemberian kompensasi bentuk uang sebagai motivasi kerja para karyawan memiliki dua pengaruh perilaku. Keanggotaan adalah pengaruh yang paling luas, yaitu memengaruhi karyawan pada semua tingkat pendapatan.

Pengaruh kedua adalah negatif, dari sudut pandang perusahaan, dan cenderung terbatas hanya pada karyawan yang pendapatannya tidak lebih dari tingkat standar kehidupan yang layak dan cenderung menganggap kompensasi bentuk uang sebagai tidak seimbang.

2. Pengarahan dan Pengendalian

Pengarahan dimaksudkan menentukan bagi karyawan mengenai apa yang harus mereka kerjakan dan apa yang tidak harus mereka kerjakan.

Sedangkan pengendalian dimaksudkan menentukan bahwa karyawan harus mengerjakan hal-hal yang diinstruksikan. Fungsi pengarahan mencakup berbagai proses operasi standar, pedoman, dan buku panduan bahkan manajemen berdasarkan sasaran. Fungsi pengendali mencakup penilaian kinerja, pemeriksaan mutu, dan pengukuran hasil kerja.

Pengarahan dan pengendalian jelas perlu untuk mendapatkan kinerja yang

terpercaya dan terkoordinasi. Dengan demikian, tujuan motivasi kerja para karyawan dapat terwujud.

3. Penetapan Pola Kerja yang Efektif

Pada umumnya, reakasi terhadap kebosanan kerja menimbulkan hambatan yang berarti bagi keluaran produktivitas kerja, karena manajemen menyadari bahwa masalahnya bersumber pada cara pengaturan pekerjaan, mereka menanggapinya dengan berbagai teknik yang efektif dan kurang efektif. Pola kerja yang kurang sesuai dengan tindakan dan komposisi diakui sebagai masalah yang berat. Hal ini bisa menjadi lebih negatif karena karyawan makin lama lebih muda dan berpendidikan lebih tinggi daripada dasawarsa sebelumnya.

4. Kebajikan

Kebajikan dapat didefenisikan sebagai suatu tindakan yang di ambil dengan sengaja oleh manajemen untuk memengaruhi sikap atau perasaan para karyawan. Dengan kata lain, kebajikan adalah usaha untuk membuat karyawan bahagia. Pada perusahaan yang besar, kebajikan mengambil bentuk yang sesuai dengan kelayakan dan kesopanan yang dihadapkan dari manajemen sumber daya manusia (SDM) dalam hubungan mereka dengan karyawan. Sementara itu kegiatan yang lebih formal seperti seremonial dan berwisata cenderung berkurang.

2.5 Kepuasan Kerja

Robbins (2006:103) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai sikap umum individuterhadap pekerjaannya. Pekerjaan membutuhkan interaksi dengan rekan sekerja dan para atasan, mematuhi peraturan dan kebijakan organisasi, memenuhi standard kinerja, hidup dengan suasana kerja yang sering kali kurang dari ideal.

Kepuasan kerja merupakan sikap umum individu terhadap pekerjaannya sehingga lebih mencermikan sikap dari pada perilaku. Keyakinan bahwa karyawan yang puas lebih produktif daripada karyawan yang tidak puas menjadi prinsip dasar bagi para manajer maupun pimpinan Robbins (2006). Para peneliti yang memiliki nilai humanis yang kuat berpendapat bahwa kepuasan adalah tujuan resmi organisasi. Kepuasan tidak hanya secara negatif terkait dengan absen dan pengunduran diri, namun menurut mereka, organisasi dibebani tanggung jawab

untuk memberikan pekerjaan yang menantang dan secara intrinsik memberikan penghargaan pada karyawan.

Salah satu teori yang menjelaskan mengenai kepuasan kerja adalah teori motivator hygiene yang dikembangkan oleh Herzberg (1966). Teori motivator hygiene sebenarnya berujung pada kepuasan kerja. Untuk mendatangkan kepuasankerja, dalam dunia kerja kepuasan itu salah satunya dapat mengacu

Salah satu teori yang menjelaskan mengenai kepuasan kerja adalah teori motivator hygiene yang dikembangkan oleh Herzberg (1966). Teori motivator hygiene sebenarnya berujung pada kepuasan kerja. Untuk mendatangkan kepuasankerja, dalam dunia kerja kepuasan itu salah satunya dapat mengacu

Dalam dokumen SKRIPSI OLEH: MERY LASMARITO PURBA (Halaman 18-0)