• Tidak ada hasil yang ditemukan

KOMPOSISI KREDIT BANK MANDIRI PER SEKTOR EKONOMI (DESEMBER 2012)

Dalam dokumen Laporan Tahunan Bank Mandiri 2012 (FINAL) (Halaman 141-151)

MANAjEMEN RISIKO

KOMPOSISI KREDIT BANK MANDIRI PER SEKTOR EKONOMI (DESEMBER 2012)

Perindustrian Perdagangan Lain-Lain Pertanian Jasa-Jasa Dunia Usaha Pertambangan Pengangkutan & Komunikasi Konstruksi Listrik, Gas & Air Jasa-Jasa Sos. Masyarakat 10  5.56% 3.46% 3.13% 1.08% 22.52% 18.89% 14.02% 13.45% 11.53% 6.36%

Bank Mandiri belum memiliki aktivitas terkait sekuritisasi aset, baik sebagai investor, kreditur asal, maupun penerbit. Selama tahun 2012 Bank berhasil mengelola kebutuhan modal untuk risiko kredit (credit risk capital allocation) sebesar Rp26,86 triliun pada posisi Desember 2012, di bawah limit sebesar Rp29,86 triliun. Perindustrian 7.13% 5.53% 4.52% 1.69% 1.30% 1.06% 0.51% 0.78%

Makanan & Minuman Bahan Kimia & Sejenisnya Logam Dasar dll Tekstil, Sandang & Kulit Bahan Kertas & Sejenisnya Industri Lainnya

Hasil Tambang Non Logam & Sejenisnya Kayu & Hasil-Hasil Kayu

TINJAUAN UNIT-UNIT PENDUKUNG

ANALISIS SENSITIVITAS RISIKO KREDIT

Risk Factors Value Change* NPL Change (bps) GDP 100bps 42.59 Inlation 100bps 36.53 BI Rate 100bps 36.63 Exchange Rate (Rp/USD) Rp.100/USD 30.03

* Risk Factors lainnya dianggap tetap

Pertumbuhan Dan Kualitas Kredit Selama tahun 2012, Bank Mandiri membukukan pertumbuhan kredit yang cukup signiikan dengan tingkat NPL yang tetap terjaga. Portfolio kredit Bank Mandiri untuk keseluruhan segmen (posisi bank secara individual) tumbuh 24,1% (YoY) dengan tingkat NPL 1,74% (gross) atau 0,37% (nett). Beberapa segmen kredit mengalami pertumbuhan di atas rata-rata, seperti segmen mikro yang tumbuh sebesar 60,4% (YoY) namun dengan tingkat NPL yang terjaga sekitar 3%. Pencapaian tersebut didapatkan melalui penerapan proses kredit secara terintegrasi (end-to-end) dan handal, meliputi proses identiikasi sektor kredit yang potensial, proses underwriting yang

akurat dan ketat, proses monitoring kredit secara kontinu, portfolio management

yang komprehensif dan penyelesaian kredit bermasalah secara disiplin. Untuk mengetahui dampak perubahan kondisi ekonomi makro terhadap portfolio, dan pada akhirnya terhadap proitabilitas dan ketahanan modalnya, Bank melakukan stress testing secara berkala. Bank melakukan dua jenis

stress testing, yaitu: sensitivity analysis

dan scenario analysis. Berdasarkan hasil simulasi sensitivity analysis yang dilaksanakan pada tahun 2012, dampak perubahan variabel makro akan dapat mempengaruhi NPL pada portfolio kredit bank (dalam setahun kedepan) sebesar sebagai berikut:

VOLUME & KUALITAS KREDIT BANK MANDIRI DESEMBER 2012 (RP milyar)

0 0 400 30 1200 90 2000 150 800 60 1600 120 124,474 101,622 37,509 18,397 46,880 5,119 1,785 1,082 929 608 870 699 NPL PL NPL PL

MANAjEMEN RISIKO

145

Laporan Tahunan 2012

PT Bank Mandiri (Persero) Tbk.

2. Pengelolaan Risiko Pasar Risiko Pasar – Trading Book

Risiko pasar trading book disebabkan oleh perubahan suku bunga dan nilai tukar atas portfolio trading (termasuk

derivative instrument). Pengelolaan risiko pasar trading menerapkan pemisahan antara frontoiceunit (transaksi

trading), middle oice unit (proses manajemen risiko, menyusun kebijakan dan prosedur) dan back oice unit

(proses settlement transaksi).

Atas portfoliotradingbook, Bank melakukan proses valuasi secara harian dari sumber yang independen. Sumber harga pasar yang digunakan antara lain: (i) Harga pada Reuters, Bloomberg maupun sumber sejenis; (ii) Harga yang tercatat di bursa (exchangeprices) atau pasar sekunder; (iii) Harga pada

layar dealer (screenprices); atau (iv) Kuotasi yang paling konservatif yang diberikan oleh minimal 2 (dua) broker

dan/atau marketmaker yang memiliki reputasi baik dan salah satunya bersifat independen.

Untuk instrumen yang tidak memiliki harga pasar, Bank menggunakan mark to model berdasarkan metodologi yang telah disetujui dewan direksi dan dilakukan review secara berkala.

Pengukuran risiko pasar untuk perhitungan kecukupan modal dilakukan baik dengan metode standar maupun metode internal. Perhitungan dengan metode standar dilakukan sebagai laporan kepada regulator

(Bank Indonesia) yang dilakukan secara bulanan (bank only) dan triwulanan (konsolidasi dengan perusahaan anak). Sedangkan perhitungan

VALUE AT RISK (VaR) PER RISK FACTOR (Rp. Miliar)

VaR Year End 2012 Maximum Minimum Average Year End 2011 FX 2,25 11,70 1,28 4,88 2,73 IR 3,66 15,00 0,67 5,43 6,20 Total 4,84 16,66 1,75 7,57 6,31 Utilisasi Limit VaR 10,57% 44,91% 3,82% 17,70% 17,01% Limit VaR Total 45,80 37,10

dengan Metode Internal dilakukan sebagai laporan kepada manajemen yang dilakukan secara harian dengan metodologi Value at Risk.

Bank menggunakan 2 pendekatan perhitungan VaR yaitu: (i) Metode

Variance Covariance untuk perhitungan risiko pasar transaksi plain vanilla products. Metode ini, menggunakan konsep Exponential Weighted Moving Average (EWMA) dalam perhitungan volatilitas yaitu memberikan bobot lebih besar untuk data terkini dengan nilai decay factor yang digunakan adalah sebesar 0.94; (ii) Metode Historical Simulation untuk perhitungan risiko pasar transaksi derivatif.

Realisasi Value at Risk tahun 2012 adalah sebagai berikut :

Sedangkan realisasi Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) dengan metode Standar dan metode internal pada tahun 2012 adalah seperti tertera di bar chart sebelah kanan.

Dalam rangka memastikan risiko yang dihadapi sesuai dengan riskappetite, Bank melakukan monitoring risiko pasar atas aktivitas treasury dilakukan dengan membandingkan realisasi risiko terhadap limit yang telah ditetapkan. Selain itu, Bank juga melakukan pemantauan atas kinerja treasury

untuk memastikan target bisnis dan pendapatan tercapai.

Penggunaan pendekatan metode internal Value at Risk (VaR) senantiasa diukur kelayakan dan akurasinya melalui proses backtesting. Proses backtesting

akan memberikan gambaran sejauh mana penyimpangan yang terjadi, apakah estimasi kerugian yang didapat dari perhitungan VaR sejalan dengan dengan actual/hypotheticalloss dan sejauh mana penyimpangan tersebut dapat ditolerir. Berdasarkan hasil

backtesting periode Desember 2012, metodologi perhitungan VaR valid (perhitungan P/L tidak melebihi daily

VaR) tanpa adanya penyimpangan. Pada kondisi pasar yang sangat ekstrim, Bank melakukan proses stresstesting

untuk mengevaluasi ketahanan modal terhadap pergerakan faktor pasar yang sangat signiikan dan mempersiapkan strategi yang diperlukan jika kondisi krisis tersebut terjadi. Pelaksanaan

stresstesting dilakukan dengan

TINJAUAN UNIT-UNIT PENDUKUNG

Capital Charge Market Risk

27-D ec -11 10-Jan-12 24-Jan-12 07-F eb -12 21-F eb -12 06-M ar -12 02-M ar -12 03-A pr -12 17-A pr -12 01-M ay -12 15-M ay -12 29-M ay -12 12-Jun-12 26-Jun-12 10-Jul-12 24-Jul-12 07-A ug-12 21-A ug-12 04-S ep -12 18-S ep -12 02-O ct -12 16-O ct -12 30-No v-12 12-No v-12 27-D ec -12 11-D ec -12 25-D ec -12 20.000.000.000 15.000.000.000 10.000.000.000 5.000.000.000 -(5.000.000.000) (10.000.000.000) (15.000.000.000) (20.000.000.000) Rp.Juta

Proit&Loss VaRupper VaRlower

mengkombinasikan stressedscenario: (i) Berdasarkan skenario Bank Indonesia, dengan potensi kerugian terbesar yang dialami Bank yaitu sebesar Rp285,97 miliar (apabila suku bunga meningkat 400 basispoint dan kurs Rupiah

ter-apresiasi 20%); (ii) Berdasarkan historical scenario Bank, dengan potensi kerugian terbesar yang dialami Bank yaitu sebesar Rp234,17 miliar (apabila suku bunga meningkat 31 - 314,5 basispoint

dan kurs Rupiah ter-apresiasi 30%).

MANAjEMEN RISIKO

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Oct Nov Des

StandardModel InternalModel 120.00 100.00 80.00 60.00 40.00 20.00 Rp.Miliar

147

Laporan Tahunan 2012

PT Bank Mandiri (Persero) Tbk.

Risiko Pasar – Banking Book

Risiko pasar bankingbook disebabkan oleh perubahan suku bunga dan nilai tukar atas aktivitas bankingbook. Risiko pasar banking book dikelola dengan mengoptimalkan struktur neraca Bank untuk mendapatkan imbal hasil yang maksimal sesuai tingkat risiko yang dapat diterima Bank. Pengendalian risiko pasar banking book dilakukan dengan menetapkan limit - limit yang mengacu pada ketentuan regulator dan internal yang dimonitor secara mingguan maupun bulanan oleh Market Risk Management Unit.

Risiko suku bunga banking book

timbul akibat pergerakan suku bunga pasar yang berlawanan dengan posisi atau transaksi yang dimiliki Bank, yang dapat berpengaruh pada proitabilitas Bank (earning perspective)

maupun nilai ekonomis modal Bank (economic value perspective). Sumber-sumber risiko suku bunga banking book adalah repricing risk (repricing mismatch antara komponen aset dan kewajiban), basisrisk (penggunaan suku bunga acuan yang berbeda),

yield curve risk (perubahan bentuk dan slope yield curve), dan option risk

(pelunasan kredit atau pencairan deposito sebelum jatuh waktu). Bank menggunakan repricinggap dan melakukan sensitivityanalysis guna memperoleh proyeksi Net Interest Income (NII) dan Economic Value of Equity (EVE). Berdasarkan hasil simulasi

sensitivityanalysis per 31 Desember 2012, dampak kenaikan suku bunga sebesar 100 bps akan mengakibatkan NII dan Equity Bank turun sebesar 2,74% dan 2,82% untuk 12 bulan kedepan, dari target yang telah ditetapkan.

Risiko nilai tukar timbul akibat pergerakan nilai tukar pasar yang berlawanan pada saat Bank memiliki posisi terbuka. Risiko nilai tukar berasal dari transaksi valuta asing dengan nasabah dan counterparty yang menyebabkan posisi terbuka dalam valuta asing maupun posisi struktural dalam valuta asing akibat penyertaan modal. Bank mengelola risiko nilai tukar dengan melakukan pemantauan dan pengelolaan Posisi Devisa Netto (PDN) sesuai dengan limit internal dan regulasi. Per 31 Desember 2012, PDN keseluruhan (absolut) sebesar 0,76% dari modal.

Untuk mengetahui dampak perubahan suku bunga dan nilai tukar pada kondisi ekstrim (krisis) terhadap pendapatan dan modal, Bank melakukan stress testing risiko pasar bankingbook secara berkala.

Manajemen Pricing

Bank menerapkan kebijakan pricing

produk dana maupun produk kredit sebagai salah satu strategi memaksimalkan Net Interest Margin

(NIM) dan sekaligus mendukung Bank menguasai revenue market share

dengan mempertimbangkan kondisi persaingan.

Bank secara konsisten berupaya menerapkan strategi sebagai

marketleader dalam hal pricing

pendanaan. Namun demikian, dengan mempertimbangkan kondisi likuiditas dan kebutuhan dana, Bank dapat ANALISIS SENSITIVITAS SUKU BUNGA

Keterangan Des 2011 Des 2012 NII Sensitivity 100bps, NII 12mo

(% terhadap target NII) 3.07% 2.74% EVE Sensitivity (100bps: % Equity) 1.84% 2.82% Earning at Risk (%Equity) 0.40% 0.26% Capital at Risk (%Equity) 1.15% 1.06%

menerapkan strategi agresif (lebih besar dari pesaing utama) atau defensif (sama atau lebih kecil dari pesaing utama). Bank menerapkan riskbasedpricing

melalui pemberian suku bunga kredit yang bervariasi kepada nasabah berdasarkan tingkat risiko kreditnya. Dalam rangka memitigasi risiko suku bunga, maka suku bunga kredit disesuaikan dengan suku bunga sumber dana pembiayaan. Selain biaya dana, suku bunga kredit ditetapkan dengan mempertimbangkan biaya

overhead, premi risiko kredit dan marjin keuntungan Bank dengan tetap memperhatikan competitiveness

dengan pesaing utama. Suku bunga kredit dapat berupa suku bunga mengambang (loatingrate) atau suku bunga tetap (ixedrate).

Bank mempublikasikan Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) valuta Rupiah melalui pengumuman di setiap kantor Bank, website Bank dan setiap triwulan melalui surat kabar sesuai Surat Edaran Bank Indonesia No.13/5/DPNP tanggal 8 Februari 2011.

3. Pengelolaan Risiko Likuiditas Risiko likuiditas dapat terjadi apabila Bank tidak mampu menyediakan likuiditas dengan harga wajar yang akan berdampak kepada proitabilitas dan modal Bank. Likuiditas Bank dipengaruhi oleh struktur pendanaan, likuiditas aset, kewajiban kepada counterparty, dan komitmen kredit kepada debitur. Risiko likuiditas Bank diukur melalui beberapa indikator,

antara lain primary reserve ratio (rasio Giro Wajib Minimum dan Kas), secondary reserve (cadangan likuiditas), dan loan to deposit ratio (LDR). Pengendalian risiko likuiditas dilakukan dengan menetapkan limit - limit yang mengacu pada ketentuan regulator maupun internal.

Per 31 Desember 2012, posisi GWM Primer Rupiah adalah sebesar 8% dari total dana pihak ketiga Rupiah, sedangkan GWM Sekunder Rupiah adalah sebesar 24,94% dari total dana pihak ketiga Rupiah. Sementara untuk Valuta Asing, bank memelihara GWM sebesar 8,01% dari total dana pihak ketiga Valuta Asing. Realisasi GWM Rupiah dan Valuta Asing tersebut telah memenuhi ketentuan regulasi dan limit internal.

Bank memiliki batasan cadangan likuiditas dalam bentuk limit safety level, yaitu proyeksi cadangan likuiditas Bank untuk 3 bulan ke depan. Per 31 Desember 2012, cadangan likuiditas berada di atas safetylevel.

LDR Bank per 31 Desember 2012 sebesar 77.66%, memenuhi kriteria “likuid” dalam penilaian Tingkat Kesehatan Bank. Kondisi likuiditas Bank di masa mendatang diproyeksikan melalui metodologi liquiditygap, yang merupakan maturity mismatch antara komponen-komponen asset dan

liability (termasuk of-balancesheet) yang disusun ke dalam periode waktu (time bucket) berdasarkan contractual maturity ataupun behavioral maturity. Per 31 Desember 2012, proyeksi

likuiditas Bank sampai dengan 12 bulan ke depan berada dalam posisi surplus yang optimal.

Untuk mengetahui dampak perubahan faktor pasar maupun faktor internal pada kondisi ekstrim (krisis) terhadap kondisi likuiditas, Bank melakukan stresstesting risiko likuiditas secara berkala. Bank memiliki Liquidity Contingency Plan (LCP) yang meliputi strategi pendanaan antara lain pinjaman pasar uang, repo, pinjaman bilateral, Fxswap, penjualan surat berharga, maupun strategi pricing. Dalam LCP, penetapan kondisi likuiditas dan strategi-strategi pendanaan telah mempertimbangkan kondisi internal dan eksternal.

Dalam rangka mengantisipasi dampak krisis di kawasan Eropa terhadap kondisi likuiditas dan bisnis Bank baik secara langsung maupun tidak langsung, Bank telah menetapkan pengaktifan Business Command Center (BCC) guna mengelola dan memantau secara intensif kondisi likuiditas dan Loan to Deposit Ratio (LDR) valuta asing. Dalam menjalankan fungsinya, BCC mengelola kecukupan likuiditas dan LDR Valas melalui penyediaan likuiditas Valas untuk pencairan kredit secara selektif dan memonitor pergerakan sumber dana Valas secara harian. Dengan demikian cadangan likuiditas Valas dapat dipertahankan diatas batas minimal cadangan likuiditas

dan batasan LDR. Disamping itu, BCC juga mengkoordinir program peningkatan sumber dana Valas yang murah dan stabil.

TINJAUAN UNIT-UNIT PENDUKUNG

149

Laporan Tahunan 2012

PT Bank Mandiri (Persero) Tbk.

Untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap kondisi ekonomi yang kurang stabil, baik yang disebabkan oleh kondisi krisis di kawasan Eropa maupun berbagai isu di dalam negeri, BCC juga memonitor indikator-indikator eksternal diantaranya: nilai tukar USD/IDR, Credit Default Swap

(CDS) 5 tahun Indonesia, Spread antara ROI 5 tahun dibandingkan UST 5 tahun, Index Harga Saham Gabungan (IHSG), Suku bunga Rupiah dan USD interbank, Non Delivery Forward (NDF) USD/IDR 1M serta informasi pasar yang terkini.

Sejak dilakukan pengaktifan BCC tersebut, cadangan likuiditas Valas Bank dapat dikendalikan diatas batasan dan realisasi LDR Valas pada level maksimum 85%.

4. Pengelolaan Risiko Operasional Risiko operasional dapat disebabkan karena ketidakcukupan dan atau tidak berfungsinya proses internal, kesalahan manusia, kegagalan sistem, atau adanya faktor eksternal yang mempengaruhi operasional Bank.

Pengelolaan risiko operasional yang efektif dapat menekan kerugian akibat risiko operasional. Kerangka kerja

Operational Risk Management (ORM) mengacu pada regulasi Bank Indonesia, Basel II dan ketentuan internal Bank yang berlaku. Pada saat ini, Bank telah memiliki kebijakan manajemen risiko yang mencakup ORM yaitu Kebijakan Manajemen Risiko Bank Mandiri (KMRBM), dan Standar Prosedur

Operasional (SPO) yang berisi teknis pengelolaan risiko operasional meliputi aspek governance, prosedur maupun sistem pelaporan dan perhitungan modal.

Selain itu, dalam rangka mendukung inovasi Bank untuk memenuhi kebutuhan Nasabah atas produk dan layanan Bank, telah disusun pedoman mengenai pengelolaan risiko dan langkah-langkah mitigasi pada Produk atau Aktivitas Baru (PAB), yaitu Standar Pedoman Operasional (SPO) PAB bertujuan untuk menetapkan standarisasi dalam pengelolaan risiko PAB secara end to end dan menghasilkan produk atau aktivitas yang handal serta dapat meningkatkan keuntungan,

Bank. Sebagai upaya untuk senantiasa melaksanakan prinsip kehati-hatian dan penerapan Good Corporate Governance,

maka dalam SPO PAB dirumuskan metodologi assessment terhadap 8 (delapan) jenis risiko. Hal ini membuat seluruh produk atau aktivitas baru yang diterbitkan telah memenuhi ketentuan

regulator.

Dalam rangka meningkatkan efektivitas pelaksanaan pengelolaan risiko operasional, Bank melakukan hal seperti penyelarasan metodologi risiko operasional dengan metodologi

Risk Based Audit melalui sinkronisasi

risk library; menyediakan media komunikasi dengan Direktur Utama yang dinamakan “Letter to CEO” sebagai Whistle Blowing System; dan melakukan implementasi perangkat yang dinamakan Operational Risk Management Tools (ORM Tools). ORM Tools yang dipergunakan untuk pelaksanaan ORM adalah sebagai berikut :

a. Risk & Control Self Assessment (RCSA):

RCSA dipergunakan untuk identiikasi dan menilai risiko yang melekat pada aktivitas, dan menilai kualitas kontrol.

b. Mandiri Form Operational Risk System (M-FORs):

Bank menggunakan M-FORs untuk mencatat kerugian akibat risiko operasional yang terjadi pada unit kerja.

c. Key Indicator (KI) :

KI merupakan indikator kuantitatif yang dimanfaatkan untuk

memberikan indikasi tingkat risiko melekat pada keyprocess dalam satu tahapan unit bisnis/supporting atau

end-to-end processing.

d . Issue & Action Management (IAM): IAM merupakan perangkat untuk

memasukkan issue/permasalahan terkait risiko operasional. Berdasarkan

issue/permasalahan tersebut, dilakukan analisa penyebabnya, dan ditetapkan actionplan serta dilakukan

monitoring pelaksanaan action plan

oleh unit kerja.

Dalam hal pengelolaan risiko operasional, Unit Risk Management

berperan sebagai second line of defense

dan Internal Audit sebagai third line of defense. Sedangkan Unit kerja sebagai

riskowner merupakan irst line of defense

yang bertanggung jawab terhadap pengelolaan risiko operasional dari masing-masing unit kerja Bank. Sebagai output dari proses Pengelolaan Risiko Operasional, unit kerja

menghasilkan proil risiko operasional yang menggambarkan eksposur risiko operasional unit kerja yang akan dijadikan dasar dalam pembuatan proil risiko operasional Bank. Laporan proil risiko operasional tingkat korporasi (bankwide) yang sudah di-review oleh unit Internal Audit dipresentasikan kepada Dewan Komisaris dan dilaporkan kepada Bank Indonesia secara periodik.

Strategi Anti Fraud dan Sistem Pemantauan Fraud

Sejalan dengan SE BI No.13/28/DPNP tahun 2011 mengenai Penerapan

Strategi Anti Fraud bagi Bank Umum, Bank Mandiri telah melakukan berbagai upaya untuk memantau dan memitigasi risiko fraud melalui penerapan 4 pilar yaitu: (1) Pencegahan; (2) Deteksi; (3) Investigasi, Pelaporan dan Sanksi; serta (4) Pemantauan, Evaluasi dan Tindak Lanjut, dimana dalam implementasinya melibatkan seluruh line of defense.

Untuk mendukung implementasi strategi antifraud telah dikembangkan sistem pendukung, untuk segmen ritel (Mikro), Consumer & Electronic Banking

(kartu debit, kartu kredit, merchant,

internet & mobilebanking) telah dikembangkan sistem earlydetection

yang dapat mendeteksi secara dini transaksi anomali dan memiliki potensi

fraud. Sistem tersebut memberikan alert

terhadap transaksi yang memiliki risiko

fraud sehingga Bank dapat dengan cepat melakukan langkah mitigasi yang diperlukan. Fraud Control System yang saat ini dimiliki antara lain:

a. Fraud Control System Credit Card

b. Fraud Control System Debit Card

c. Merchant Monitoring System

d. Internet & Mobile Banking Monitoring System

e. Anti Fraud Application System

Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme

Untuk mencegah dan memitigasi risiko akibat transaksi pencucian uang dan pendanaan terorisme, Bank telah menerapkan proses duediligence dan pengelolaan risiko terhadap nasabah mengacu kepada ketentuan Bank Indonesia mengenai Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme. Proses duediligence dan

TINJAUAN UNIT-UNIT PENDUKUNG

151

Laporan Tahunan 2012

PT Bank Mandiri (Persero) Tbk.

pengelolaan risiko ini didasarkan pada prinsip risk-based approach yang mengidentiikasi, mengklasiikasi, memantau dan mengelola risiko transaksi oleh nasabah atas dasar karateristik produk, nasabah dan geograis (negara, cross-border).

Business Continuity Management Untuk menjamin kelangsungan operasional Bank dalam kondisi darurat, Bank memiliki suatu rencana komprehensif secara terdokumentasi dan teruji, yang berisi langkah-langkah yang harus diambil sebelum, selama dan setelah terjadinya suatu keadaan darurat. Kebijakan Bank dalam menjamin kelangsungan operasional bisnis diatur dalam Business Continuity Plan (BCP). Pada saat ini, Bank sedang mengembangkan BCP menjadi Business Continuity Management (BCM) yang mencakup Business Continuity Plan

(BCP), Disaster Recovery Plan (DRP) dan Emergency Response Procedure

(ERP). Pengembangan project tersebut dibantu oleh pihak eksternal (konsultan) agar memenuhi kaidah internasional. 5. Simulasi Kondisi Terburuk & Stress

Testing

Stresstesting dilakukan untuk mengevaluasi ketahanan Bank dalam menghadapi suatu skenario kejadian eksternal yang ekstrim (exceptional) tetapi mungkin terjadi (plausible) dan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan (contingency plan), serta sebagai pemenuhan ketentuan regulasi. Bagi Bank, stresstesting memiliki tujuan untuk mengestimasi besarnya kerugian, mengestimasi ketahanan modal

Bank dalam menyerap kerugian serta mengidentiikasi langkah-langkah yang harus dilakukan untuk memitigasi risiko dan menjaga modal. Ada dua jenis

stresstesting yang dilakukan Bank, yaitu:

sensitivity/shock analysis dan scenario analysis (historikal maupun hipotetis).

Simulasi stress testing didukung oleh skenario yang aktual, model-model yang komprehensif dan sistem perhitungan yang terotomasi. Model

stress testing mencakup jenis-jenis risiko utama yaitu risiko kredit, risiko pasar dan risiko likuiditas. Untuk risiko kredit, model stress testing dikembangkan untuk mencakup segmen wholesale,

consumer dan retail, dengan mengacu kepada bestpractice, antara lain melalui pemodelan ekonometrika yang menghubungkan faktor risiko kredit dengan faktor makroekonomi. Pada tahun 2012, mempertimbangkan ekonomi global memasuki tahap yang diperkirakan membahayakan dan memiliki ketidakpastian yang tinggi, dimana pertumbuhan di negara maju diperkirakan akan rendah dan volatilitas di pasar keuangan akan tetap tinggi, Bank Mandiri melakukan stresstesting

dan mempersiapkan contingencyplan

apabila kondisi mengarah pada kondisi krisis.

Selain stresstesting triwulanan menggunakan standard shock parameter dari regulator, selama tahun 2012 telah dilakukan beberapa simulasi scenario analysis antara lain skenario penurunan harga komoditas (batubara dan crudepalmoil), kenaikan harga bahan bakar minyak, kenaikan upah, serta terkait perubahan regulasi

(peningkatan batas loan-to-inance

untuk kredit konsumer).

Bank Mandiri telah membuktikan ketahanannya dalam menghadapi menghadapi global inancial crisis

tahun 2008 dan krisis Eropa tahun 2011 relatif tanpa kerugian maupun goncangan yang berarti. Namun demikian selama tahun 2012 Bank Mandiri tetap melanjutkan aktivitas

Business Command Center sebagai crisis management center yang terintegrasi untuk mengantisipasi dampak krisis dan resesi global. Atas strategi antisipasi kondisi krisis ini, Bank Mandiri mendapatkan penghargaan pada Asian Banker Risk Management Award untuk kategori Achievement in Liquidity Risk Management Award.

6. Risiko Lain

Disamping risiko-risiko utama, Bank juga memahami adanya risiko-risiko lain yang harus dikelola, antara lain risiko kepatuhan, hukum, reputasi, strategik, teknologi informasi,

kompetitor, human resources dan risiko

business interruption. Setiap tahun, keseluruh risiko tersebut bersama dengan risiko-risiko utama lainnya dinilai dan diukur secara top-down

oleh manajemen melalui sistem voting Enterprise Risk Assessment. Secara

bottom-up juga dilakukan pengukuran melalui Proil Risiko setiap triwulanan. Pengelolaan risiko-risko lain dilakukan melalui Operational Risk Committee

serta dilakukan secara langsung oleh unit kerja pendukung, antara lain

Compliance Unit, Legal Unit, Corporate Secretary dan IT Operations Unit.

Dalam dokumen Laporan Tahunan Bank Mandiri 2012 (FINAL) (Halaman 141-151)