• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONDISI EKONOMI GLOBAL & PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO

Dalam dokumen Laporan Tahunan Bank Mandiri 2012 (FINAL) (Halaman 82-89)

KONDISI EKONOMI GLOBAL

Perekonomian dunia pada tahun 2012 masih tumbuh melambat dibandingkan tahun 2011. Kontraksi ekonomi di kawasan Eropa dan masih berlarutnya penyelesaian masalah utang di kawasan tersebut kembali meningkatkan ketidakpastian ekonomi global. Pertumbuhan ekonomi negara yang tergabung dalam Uni Eropa semakin memburuk. Pada 4Q12 pertumbuhan Uni Eropa mengalami kontraksi lebih besar yaitu -0.9% dibandingkan dengan kontraksi ekonomi pada 3Q12 yang sebesar -0.6% (YoY). Hal ini memperlihatkan bahwa ekonomi Uni Eropa telah masuk resesi dengan pertumbuhan negatif selama dua kuartal berturut-turut. Hal tersebut kembali mendorong penurunan rating kredit di beberapa negara anggota Uni Eropa seperti Yunani, Spanyol dan Portugal.

Moody's Investors Service akhirnya memutuskan untuk menurunkan

peringkat Perancis sebanyak satu tingkat (notch) ke Aa1 dari semula AAA. Keputusan tersebut diambil seiring timbulnya kekhawatiran atas prospek pertumbuhan ekonomi dan pengaruh krisis keuangan Eropa. Prospek iskal Perancis dianggap tidak pasti karena terganggunya prospek ekonomi, baik untuk jangka pendek karena melemahnya permintaan domestik dan eksternal maupun untuk jangka panjang karena kekakuan struktural. Moody's juga memberikan prospek negatif terhadap proil utang negara yang merupakan perekonomian terbesar kedua di kawasan Eropa tersebut. Kebijakan moneter bank sentral di negara maju masih akomodatif yang ditandai dengan penahanan suku bunga acuan di tingkat rendah oleh AS (The Fed), Jepang (BoJ) dan Inggris (BOE). Sementara itu, Eropa dan Australia memutuskan untuk menurunkan suku bunga acuan. Bank Sentral Eropa (ECB) memotong suku bunga sebesar 25 bps pada Juli 2012

menjadi 0,75%, sedangkan Bank Sentral Australia (RBA) memutuskan menurunkan suku bunga acuan sebesar 125bps ke level 3%. Di samping rendahnya suku bunga, The Fed pada 13 September 2012 kembali mengumumkan kebijakan

quantitative easing tahap III dengan melakukan tambahan pembelian

mortgage backed securities sebesar USD40 miliar setiap bulannya. Ketidakpastian perekonomian global juga dikarenakan permasalahan

iscal clif (jurang iscal) di Amerika Serikat (AS). Pada Januari 2013, undang-undang keringanan pajak yang telah dilaksanakan sejak era Presiden George Bush akan dihentikan. Dengan demikian, sekitar 90% rumah tangga di AS selanjutnya akan dikenai pajak pendapatan lebih tinggi yang akan menurunkan konsumsi dan berpengaruh pada perlambatan ekonomi AS. Selain iscalclif, pada akhir tahun 2012 pemerintah AS dihadapkan dengan pilihan untuk meningkatkan batas

83

Laporan Tahunan 2012

PT Bank Mandiri (Persero) Tbk.

atas utang hingga mencapai angka USD16,4 triliun atau lebih dari 100% terhadap PDB AS pada tahun 2012. Prospek perekonomian global saat ini masih dihadapkan pada krisis Eropa yang memburuk dan tidak pasti. Kondisi perekonomian global diperkirakan masih melambat dan prediksi pertumbuhan ekonomi China yang menjadi penggerak ekonomi dunia juga mengalami pelemahan sebagai dampak krisis di Eropa. Perekonomian AS juga masih melemah ditandai dengan perlambatan dari sisi produksi dan manufaktur pada Oktober 2012. Ekonomi AS tercatat mengalami kontraksi pada 4Q12 sebesar 0,1% (YoY) turun signiikan dibanding 3Q12 yang mampu tumbuh sebesar 3,1%. Dalam World Economic Outlook (WEO) terbaru di bulan Oktober 2012, IMF melakukan revisi proyeksi pertumbuhan ekonomi global tahun 2012 dan 2013. IMF menurunkan perkiraan pertumbuhan ekonomi global di tahun 2012 menjadi 3,3% dibanding

proyeksi Juli 2012. Sementara itu, IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global pada tahun 2013 menjadi 3,6% atau juga lebih rendah dibandingkan proyeksi Juli 2012. Ketidakpastian di kawasan Eropa masih menjadi faktor utama pelemahan ekonomi global sepanjang 2012. Pertumbuhan ekonomi di kawasan Uni Eropa diperkirakan masih mengalami kontraksi pada 2012 sebesar 0,4%. IMF juga menurunkan perkiraan pertumbuhan ekonomi China dan India (dibandingkan perkiraan pertumbuhan pada Juli 2012) yang masing-masing menjadi 7,8% dan 4,9% pada 2012.

TINJAUAN DAN KONDISI USAHA

KONDISI EKONOMI GLOBAL & PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO

FUNDAMENTAL EKONOMI INDONESIA YANG BAIK

Di tengah risiko ketidakpastian perekonomian global, fundamental perekonomian domestik masih tetap baik. Pertumbuhan ekonomi tumbuh sebesar 6,2% (YoY) sepanjang tahun 2012. Permintaan domestik yang tetap kuat masih menjadi penopang pertumbuhan dalam negeri. Daya beli masyarakat meningkat seiring naiknya pendapatan per kapita penduduk yang mencapai USD3.563 per tahun pada 2012. Kinerja investasi diperkirakan sedikit meningkat sejalan dengan optimisme serta iklim usaha yang kondusif. Sementara itu, apabila dilihat dari sisi produksi, sektor-sektor yang menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi adalah sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, sektor hotel dan restoran serta sektor pengangkutan dan komunikasi.

Perekonomian Indonesia yang tetap tumbuh tersebut memberikan pengaruh positif terhadap tingkat pengangguran. Tingkat pengangguran terbuka per Agustus 2012 turun menjadi 6,14% dibandingkan Agustus 2011 yang mencapai 6,56%. Angka pengangguran Indonesia ini juga lebih rendah dibandingkan angka pengangguran negara-negara maju seperti AS dan Uni Eropa yang masing-masing berada di tingkat 7,8% dan

11,7% per Desember 2012. Tingkat pengangguran Uni Eropa tersebut mencapai rekor tertinggi dengan tingkat pengangguran muda sekitar 24%.

Pada tahun 2012, perolehan peringkat investasi Indonesia turut menjadi faktor yang menjaga persepsi investor terhadap perekonomian Indonesia. Pada 18 Januari 2012, Moody's Investors Service menaikkan Sovereign Credit Rating Republik Indonesia menjadi Baa3 dengan stableoutlook. Moody's menyatakan bahwa faktor kunci yang mendukung keputusan upgrade terhadap sovereign credit rating Indonesia adalah antisipasi posisi keuangan pemerintah akan tetap sejalan dengan negara-negara pada level Baa, perekonomian Indonesia yang telah menunjukkan ketahanannya yang cukup baik terhadap external shock, telah tersedianya kebijakan dan perangkat kebijakan untuk menangkal berbagai kerentanan di sektor keuangan, serta sistem perbankan yang semakin kuat dalam menghadapi tekanan.

Pada 23 April 2012, lembaga pemeringkat Internasional Standard and Poor’s (S&P) juga melakukan airmasi Sovereign Credit Rating Republik Indonesia pada level BB+ (long-term) dan B (short-term) dengan outlook positif. S&P menyatakan bahwa kelemahan yang terdapat pada kondisi

ekonomi dan institusional dapat diimbangi oleh kondisi iskal, eksternal dan moneter yang cukup kuat. Outlook positif mencerminkan kemungkinan upgrade apabila pertumbuhan ekonomi dapat terus meningkat, pasar keuangan yang semakin dalam, dan penerapan kebijakan yang terukur. Upgrade rating kredit ini membuktikan bahwa Indonesia berhasil dalam menjaga stabilitas ekonomi makro sekaligus mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang masih tinggi ditengah ketidakpastian kondisi ekonomi global. Dengan memasuki tingkat investment grade ini, diharapkan penguatan fundamental ekonomi dan reformasi struktural terus berlanjut.

Dari sisi kinerja Neraca Pembayaran Indonesia (NPI), pada tahun 2012 masih mencatat surplus, meskipun mengalami tekanan deisit transaksi berjalan. Melemahnya permintaan dari negara-negara mitra dagang dan turunnya harga komoditas ekspor berdampak pada menurunnya kinerja ekspor. Impor masih tumbuh cukup tinggi, terutama dalam bentuk barang modal dan bahan baku, sejalan dengan meningkatnya kegiatan investasi. Tingginya impor juga tercatat pada komoditas migas akibat tingginya konsumsi BBM, sehingga berdampak pada deisit neraca migas yang terus meningkat dan menambah tekanan pada deisit transaksi berjalan. Sementara itu, transaksi modal dan inansial mencatat kenaikan surplus

85

Laporan Tahunan 2012

PT Bank Mandiri (Persero) Tbk.

Makro Ekonomi

Produk Domestik Bruto Bi Rate & Inlasi

Kredit Valas & Kredit Rupiah Dana Valas & Dana Rupiah

Cadangan Devisa & Nilai Tukar

NPL (%) 0 0 0 0 0 0 300 120 600 600 30 46 900 360 1800 1800 90 138 600 240 1200 1200 60 92 1200 480 2400 2400 120 184 1500 600 3000 3000 150 230 n 2011 n2012 n 2011 n2012 Impor Q1 Q1 Q1 Q1 Q1 Q2 Q2 Q2 Q2 Q2 Q3 Q3 Q3 Q3 Q3 Q4 Q4 Q4 Q4 Q4 Ekspor P emben tuk an modal t etap Brut o Konsumsi P emer in tah Konsumsi Rumah T angga

n Cadangan Devisa nNilai Tukar

cukup besar didukung oleh investasi langsung (PMA) dan arus masuk modal portofolio, baik dalam pasar saham maupun pasar obligasi. Dengan perkembangan tersebut, cadangan devisa hingga akhir Desember 2012 mencapai USD112,78 miliar, atau setara dengan 6,1 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah.

NILAI TUKAR RELATIF TERJAGA

Selama tahun 2012, nilai tukar rupiah mengalami depresiasi terhadap USD dengan volatilitas yang masih terjaga. Secara rata-rata, depresiasi rupiah tercatat sebesar 6,3% (YoY) menjadi IDR9.358 per USD dari IDR8.768 per USD pada tahun sebelumnya. Tekanan terhadap rupiah selama 2012 disebabkan oleh kondisi eksternal terkait ketidakpastian ekonomi global dan dan kondisi dalam negeri seperti melebarnya deisit transaksi berjalan. Melemahnya prospek pertumbuhan ekonomi regional (China dan India) dan global menjadi pemicu utama penarikan dana oleh investor untuk menghindari risiko dari negara emerging markets termasuk Indonesia. Dari sisi dalam negeri, perlambatan ekspor di tengah tingginya pertumbuhan impor memberikan tekanan pada neraca pembayaran Indonesia dan akhirnya memberikan tekanan terhadap rupiah. Walaupun demikian, investasi langsung (FDI) dapat menahan depresiasi rupiah karena didukung oleh masih baiknya

kondisi fundamental, prospek ekonomi dan tingkat imbal hasil aset rupiah yang masih menarik.

INFLASI SESUAI SASARAN

Inlasi sepanjang tahun 2012 tetap terkendali dan berada pada kisaran sasaran inlasi yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia yaitu 4,5±1%. Infasi pada tahun 2012 tercatat sebesar 4,3% (YoY). Rendahnya inlasi didukung oleh inlasi inti yang stabil, inlasi volatilefood yang terkendali dan inlasi administeredprices yang rendah. Inlasi sempat meningkat pada awal tahun terkait rencana kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi, akan tetapi inlasi kembali mereda setelah pemerintah memutuskan untuk tidak menaikkan harga BBM sehingga cukup membantu kestabilan harga di masyarakat. Inlasi inti pada tahun 2012 juga berada di tingkat rendah yaitu 4,4% (YoY). Rendahnya inlasi inti tersebut juga disebabkan oleh rendahnya tingkat inlasi dari sisi impor seiring menurunnya harga komoditas internasional karena menurunnya permintaan global.

TINGKAT SUKU BUNGA ACUAN (BI RATE) BERADA PADA REKOR TERENDAH

Pada tanggal 9 Februari 2012 BI memutuskan untuk menurunkan BI Rate sebesar 25 bps menjadi 5,75%. Tingkat BI Rate tersebut merupakan

angka terendah sepanjang sejarah dan tetap bertahan hingga akhir tahun 2012. BI menyatakan bahwa penurunan BI Rate tersebut sejalan dengan menurunnya tekanan inlasi ke depan dan langkah lanjutan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia di tengah menurunnya kinerja ekonomi global. Pada saat yang sama, BI juga memutuskan untuk memperlebar batas bawah koridor suku bunga operasi moneter sebesar 50bps menjadi 3,75%. Kebijakan ini diambil dengan tujuan untuk mendorong pembiayaan antar bank dan mengurangi risiko likuiditas bank sekaligus memperluas sumber pendanaan bank.

KETAHANAN PERBANKAN INDONESIA TETAP KUAT

Perkembangan sistem perbankan Indonesia sepanjang tahun 2012 masih menunjukkan kinerja yang positif dengan fungsi intermediasi yang membaik di tengah ketidakstabilan ekonomi global. Dari sisi permodalan perbankan domestik, rasio kecukupan modal (CAR/Capital Adequacy Ratio) tecatat jauh di atas batas minimum 8% yaitu sebesar 17,4% per Desember 2012. Dengan struktur modal yang didominasi oleh modal inti, diharapkan ketahanan perbankan dapat menyerap risiko yang muncul dari kegiatan usaha atau perubahan lingkungan bisnis bank. Sementara itu, rasio kredit bermasalah (NPL/Non Performing Loan) gross juga masih cukup baik sebesar 1,9% per

TINJAUAN DAN KONDISI USAHA

87

Laporan Tahunan 2012

PT Bank Mandiri (Persero) Tbk.

Desember 2012 atau merupakan rasio NPL terendah yang pernah dialami oleh perbankan nasional.

Pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) dan penyaluran kredit industri perbankan juga masih cukup baik pada 2012. Per Desember 2012, DPK mengalami pertumbuhan sebesar 15,8% (YoY) menjadi IDR3.225 triliun. Walaupun demikian, angka tersebut sedikit lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan DPK pada akhir tahun 2011 sebesar 19,1% (YoY). Sementara itu, penyaluran kredit untuk pembiayaan kegiatan perekonomian juga terus meningkat, sebagaimana tercermin pada pertumbuhan kredit yang mencapai 23,1% (YoY) per Desember 2012 dengan pertumbuhan kredit investasi sebesar 27,4% (YoY) dan kredit modal kerja sebesar 23,2% (YoY) serta kredit konsumsi sebesar 19,9% (YoY).

Pada Januari 2012, BI mulai memberlakukan ketentuan terkait penerimaan Devisa Hasil Ekspor (DHE) Dalam kebijakan ini, eksportir wajib menerima seluruh DHE melalui bank devisa di dalam negeri. Selain itu, untuk memperkuat struktur pasokan devisa, sejak Juni 2012 BI secara regular melakukan lelang term deposit (TD) valas dengan harapan dapat memperkaya instrument valas domestik dan menjadi outlet penempatan devisa yang berasal dari hasil ekspor.

Selanjutnya, BI juga mengeluarkan kebijakan pengaturan besaran rasio

loan-to value ratio (LTV) dan minimum down payment (DP) yang berlaku pada Juni 2012. Kebijakan tersebut mengatur besaran rasio antara kredit yang dapat diberikan oleh Bank terhadap nilai agunan pada saat awal pemberian kredit untuk kepemilikan rumah dan kendaraan bermotor. Kebijakan LTV dan DP mendukung upaya menekan impor untuk mengurangi tekanan terhadap deisit transaksi berjalan.

PERKIRAAN KINERJA MAKRO EKONOMI INDONESIA DI 2013

Kondisi ekonomi Indonesia di tahun 2013 masih akan dipengaruhi oleh risiko akan gejolak yang terjadi di negara-negara maju, terutama Amerika Serikat dan zona Euro. Beberapa risiko tersebut adalah: Pertama, masih tingginya rasio utang terhadap GDP di zona Euro sementara perekonomiannya masih mengalami kontraksi. Kedua, perekonomian Amerika Serikat yang mulai menunjukkan pemulihan walaupun dengan ancaman iscal

clif. Perkembangan di kedua kawasan tersebut akan membawa berbagai konsekuensi pokok seperti perlambatan ekonomi global, pergerakan arus modal, penurunan harga dan permintaan komoditas utama ekspor Indonesia serta volatilitas nilai tukar mata uang. Risiko yang ketiga dan kemungkinan dapat terjadi lagi di 2012 ini adalah

perubahan iklim, cuaca ekstrim, dan potensi bencana alam yang berpengaruh pada suplai komoditas seperti pangan. Pada tahun 2012, Indonesia sempat merasakan dampak dari kegagalan panen di AS terhadap kenaikan harga komoditas utama yang selalu diimpor dari negara tersebut, seperti: gandum dan kedelai. Dari dalam negeri, perkembangan ekonomi diperkirakan akan tetap stabil ditopang oleh masih kuatnya perekonomian domestik yang menyumbangkan sekitar 88% (di luar pengeluaran pemerintah) dari total GDP. Kuatnya perekonomian domestik diperkirakan akan berlanjut pada tahun ini seiring dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk yang dikategorikan ke dalam masyarakat dengan pendapatan menengah ( middle-income class). Hal ini sejalan dengan laporan McKinsey yang memperkirakan bahwa Indonesia akan menjadi negara terbesar ketujuh di dunia pada tahun 2030 dengan dukungan 135 juta orang yang termasuk dalam consumingclass atau meningkat jauh dibandingkan dengan 45 juta consuming class saat ini. Bank Dunia memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan tumbuh sebesar 6,3% atau meningkat dibandingkan dengan pertumbuhan tahun 2012 yang sebesar 6,2%. Ekspektasi pertumbuhan ekonomi yang sebesar 6,3% tersebut memang sesuai dengan proyeksi Bank Mandiri

TINJAUAN DAN KONDISI USAHA

KONDISI EKONOMI GLOBAL & PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO

mengingat masih besarnya risiko yang dapat menahan laju pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2013. Pertumbuhan ekonomi Indonesia masih akan diwarnai oleh pertumbuhan ekspor yang lebih lambat dibandingkan pertumbuhan impornya sehingga menekan neraca perdagangan. Masih kuatnya impor sebagai akibat dari perekonomian domestik yang lebih kuat akan menahan kenaikan neraca perdagangan di saat nilai ekspor yang juga tertekan oleh ekspektasi harga komoditas yang belum

membaik. Diperkirakan ekspor barang (merchandise export) akan tumbuh sebesar 7% sementara impor akan tumbuh lebih tinggi yaitu sebesar 9% sehingga menghasilkan neraca perdagangan yang sebesar 7,7%. Lebih lanjut, deisit Neraca Transaksi Berjalan akan berlanjut tahun ini sebesar 2,3% dari GDP sebagai dampak dari deisit pada neraca jasa dan repatriasi pendapatan (incomerepatriation) seiring dengan peningkatan investasi langsung ke Indonesia.

Terkait inlasi, tekanan akan lebih tinggi di tahun 2013 sebagai akibat dari kenaikan tarif dasar listrik (TDL) sebesar 15% kepada pelanggan di atas 900VA dan kenaikan upah minimum Provinsi. Diperkirakan kenaikan rata-rata 15% tarif dasar listrik akan berdampak

naiknya inlasi sebesar 0,3ppt – 0,4ppt mengingat bobot dari tarif listrik yang sebesar 3% dari total IHK (Indeks Harga Konsumen). Patut dicatat bahwa dampak dari kenaikan tarif dasar listrik tersebut tidak akan sepenuhnya karena sekitar 60% dari total Rumah Tangga merupakan pelanggan di bawah 900VA. Selanjutnya, kenaikan upah minimum provinsi akan berdampak kepada kenaikan inlasi secara langsung maupun tidak langsung sebesar 0,2ppt – 0,3ppt. Dengan demikian tingkat inlasi diperkirakan akan mencapai 5,4% pada tahun 2013 ini atau lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat inlasi tahun sebelumnya yang sebesar 4,3%. Risiko akan inlasi yang lebih tinggi juga tetap ada jika pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi tahun ini. Konsumsi BBM bersubsidi yang tinggi selama ini telah menekan APBN dan juga neraca perdagangan yang pada akhirnya berdampak kepada tekanan pelemahan Rupiah.

Dari sisi nilai tukar rupiah, diperkirakan Rupiah masih akan mengalami pelemahan di sepanjang semester I ini sebagai dampak dari belum stabilnya perekonomian di zona Euro serta sentimen-sentimen negatif yang datang dari Amerika Serikat terkait dengan batas utang dan isu iscalclif. Rupiah diperkirakan akan bergerak di kisaran IDR9.700 – IDR9.800 per USD

di semester I sebelum kemudian menguat di semester II menuju IDR9.606 di akhir tahun 2013. Tekanan yang besar juga datang dari kinerja ekspor Indonesia yang secara fundamental masih mengandalkan ekspor komoditas mentah yang harganya diperkirakan masih lat . Dengan melihat prospek

perkembangan ekonomi global dan dalam negeri pada 2013, tentunya hal tersebut akan mempengaruhi kinerja perbankan dalam negeri. Bank Indonesia menargetkan Kredit perbankan Indonesia tumbuh pada 20% - 22% (YoY) 2013. Pertumbuhan kredit tersebut akan mengalami tantangan terkait meningkatnya tekanan inlasi.

Laporan Tahunan 2012

PT Bank Mandiri (Persero) Tbk.

90

TINJAUAN DAN KONDISI USAHA

Dalam dokumen Laporan Tahunan Bank Mandiri 2012 (FINAL) (Halaman 82-89)