• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN TEORITIS

2.1. Tinjauan Pustaka

2.1.2. Komunitas dan Modal Sosial

Wilkinson (1970) memahami komunitas sebagai “kumpulan orang-orang yang hidup di suatu tempat (lokalitas), di mana mereka mampu membangun sebuah konfigurasi sosial budaya dan secara bersama-sama menyusun aktivitas- aktivitas kolektif (collective action).”

Warren dalam Fear & Schwarzweller (1985), secara sosiologis komunitas sebagai “kombinasi dari lokalitas (kawasan) dan unit-unit sosial (manusia dan kelembagaan sosial) yang membentuk keteraturan, di mana setiap unit sosial menjalankan fungsi-fungsi sosialnya secara konsisten sehingga tersusun sebuah tatanan sosial yang tertata secara tertib.”

Ciri-ciri suatu komunitas adalah mempunyai rasa solidaritas yang tinggi, di mana satu sama lain saling berinteraksi secara intensif dan mempunyai ikatan emosional yang kuat serta berada dalam wilayah teritorial yang jelas. Desa Sekarwangi merupakan suatu komunitas di mana di dalamnya terdapat ikatan emosional, dibatasi oleh wilayah teritorial dan mempunyai nilai dan norma yang mengatur individu di dalamnya. Perempuan kepala rumahtangga merupakan bagian dari komunitas dari Desa Sekarwangi. Kesatuan dalam komunitas tidak bisa dipisahkan dari modal sosial yang merupakan perekat hubungan antar perseorangan atau kelembagaan di dalam komunitas tersebut.

Worldbank (2001) mengemukakan bahwa modal sosial mengacu pada kelembagaan, hubungan dan norma yang membentuk kualitas dan kuantitas interaksi sosial dalam masyarakat. Peningkatannya menunjukkan bahwa kohesi sosial memberikan kritikal kepada masyarakat tentang kehidupan ekonomi yang layak dan pembangunan yang berkelanjutan. Modal sosial tidak hanya merupakan jumlah dari institusi tetapi merupakan perekat yang menghubungkan masyarakat.

Adanya modal sosial pada masyarakat yang tinggi dapat mempermudah terjadinya partisipasi masyarakat, juga untuk mendukung kegiatan dan program dari pemerintah serta memungkinkan munculnya inisiatif lokal yang tinggi untuk membangun dirinya sendiri.

Modal Sosial menurut Colleta & Cullen (2000) merupakan suatu sistem yang terdiri dari:

1. Integrasi (integration), merupakan hubungan-hubungan kekerabatan yang saling memperkuat hubungan antar individu dalam komunitas.

2. Pertalian (linkage) yaitu ikatan dengan komunitas lain diluar komunitas asal, berupa jejaring (network), dan asosiasi-asosiasi yang bersifat kewarganegaraan (civil associations) yang menembus perbedaan kekerabatan, etnik dan agama.

3. Integritas organisasional (organizational integrity) yaitu keefektifan dan kemampuan institusi negara untuk menjalankan fungsinya, termasuk menciptakan kepastian hukum dan menegakkan peraturan.

4. Sinergi (synergy) yaitu relasi antara pemimpin dan institusi pemerintahan dengan komunitas (state community relations).

Menurut Powell dan Smith-Doerr (1994) dalam Damsar (2002) jaringan sosial mempunyai dua pendekatan:

1. Pendekatan analisis yaitu jaringan sosial berupa pola informal dalam organisasi, bagaimana lingkungan dalam organisasi dikonstruksi dan sebagai suatu alat penelitian formal untuk menganalisis kekuasaan dan otonomi, area ini terdiri dari struktur sosial sebagai suatu pola hubungan unit-unit sosial yang terkait (individu-individu sebagai aktor-aktor yang bersama dan bekerja sama) yang dapat mempertanggungjawabkan tingkah laku mereka yang terlibat.

2. Pendekatan preskriptif memandang jaringan sosial sebagai pengaturan logika atau sebagai suatu cara menggerakkan hubungan-hubungan diantara para aktor ekonomi.

Modal jaringan alokasi sumber memperoleh nilai tambah melalui pertukaran yang mempunyai ciri-ciri (Powell, 1990):

1. Penggunaan sumber yang ditingkatkan dan penyebaran resiko, yaitu dengan menggunakan koperasi untuk mengatur produk.

2. Fleksibilitas dan adaptabilitas, yaitu usaha mikro menangkap peluang pasar, menyediakan barang murah dan lebih menunjukkan inovatif melalui

perubahan teknologi, siklus produk yang singkat dan sistem produksi non standar.

3. Mengakses informasi dan keterampilan, yaitu mentransfer teknologi yang telah mapan, akses terhadap seperangkat keterampilan dan keahlian.

Jadi dalam suatu jaringan sosial tercakup di dalamnya usaha-usaha untuk memperluas hubungan timbal balik berdasarkan kepercayaan baik secara vertikal maupun horisontal. Berhasilnya suatu program pembangunan masyarakat dapat dilihat dari bagaimana modal sosial yang terjalin di dalamnya. Apabila modal sosial tinggi terutama jejaring sosial yang ada di dalamnya, maka akan muncul sinergi, sehingga kegiatan-kegiatan dapat berjalan secara berkesinambungan. Modal sosial merupakan hubungan kelembagaan yang dapat berperan untuk meningkatkan kesejahteraan PKRT usaha mikro. Peran kelembagaan dapat dilihat pada Tabel 1. berikut ini:

Tabel 1. Peran Lembaga Formal dan Informal dalam Peningkatan Kesejahteraan. N

o

Faktor yang berperan

Lembaga Informal Lembaga Formal

1. Informasi: • Pasar, harga, inovasi produk. • Nilai, pendapat, kepercayaan. • Pemimpin politik, kinerja negara.

Keluarga, teman, teman sebaya.

Tetangga, sanak famili, jaringan etnik, kelompok informal, jaringan hubungan kerja;

Festival, upacara keagamaan, kegiatan olahraga, sejarah, aktivitas keagamaan, kelompok masyarakat sipil.

• Koran, jurnal, majalah, buku- buku, radio, televisi, internet, peraturan.

• Penyediaan infrastruktur: jalan, kantor pos, listrik, telepon. • Sekolah, kurikulum sekolah. • Hak rakyat, kekebasan

membentuk lembaga, partisipasi masyarakat dalam mekanisme akuntabilitas. 2. Kepercayaan/

trust

Norma, nilai, hubungan

interpersonal, sanksi sosial. • Aturan Hukum, pengandilan independen, hak konsumen, kontrak.

• Institusi keuangan yang aman. • Sekolah, kurikulum sekolah. • Partisipasi masyarakat dalam

mekanisme akuntabilitas. 3. Kredit Kelompok etnik, jaringan

kerabat, teman, peminjam uang, perputaran kredit dalam komunitas, kelompok masyarakat sipil.

• Bank biro, lembaga kredit, pelatihan dan pemasaran.

4. Perangkat publik, pela yanan dasar dan sumber potensi masyarakat

Kelompok komunitas dan komite.

• Kerjasama dengan kelompok lokal melalui reprentasi langsung maupun tidak langsung.

Hubungan antar kelembagaan ini dapat digunakan untuk menganalisis jaringan sosial usaha mikro yang dikelola oleh perempuan kepala rumahtangga di Desa Sekarwangi Kecamatan Katapang. Hal tersebut dapat diketahui dengan melihat bagaimana perempuan kepala rumahtangga dapat mengakses atau mengontrol kelembagaan yang ada di dalam maupun di luar komunitas untuk mengembangkan usahanya. Peran kelembagaan ini dapat berfungsi untuk meningkatkan kesejahteraan perempuan kepala rumahtangga yang mengelola usaha mikro.

Dimensi modal sosial untuk melihat jaringan usaha mikro menurut Portes (1998) dapat dilihat pada gambar 1. berikut ini:

Tinggi “Migran desa-Kota” “Anggota Program Kredit yang sukses” Quadran 2 Quadran 1 JARINGAN LUAR KOMUNITAS Quadran 3 Quadran 4 Rendah

“Orang Buangan” “Masyarakat Desa yang Miskin”

Rendah Tinggi