• Tidak ada hasil yang ditemukan

MUSEUM SANABOEDAJA : TRANSFORMASI, DAN REPRESENTASI IDENTITAS KEBANGSAAN JAWA

C. Konsep Bangunan Rumah Jawa

Sejak awal sebelum kedatangan Hindhu, masyarakat Jawa telah mengenal sistem agraria yang memiliki ritual perayaan menanam padi. Bagi petani dan keluarganya setiap tahap penanaman padi memiliki ritual yang penting sebagai ritual keagamaan. Pada masyarakat Jawa penanaman padi seperti siklus hidup manusia yang harus mendapat perhatian dari kelahirannya hingga kematiannya. Pertumbuhan padi dipercaya mendapat penjagaan secara spiritual.235

Nama ‘Sri’ dibawa dari dewa India sebagai pasangan Sedana, yaitu nama lain dari Wisnu. Quaritch Wales menunjukkan bahwa Sri merupakan Dewi Padi dari Bengal. Sridan pasangannya Sedana, atau Sardhana, nama lain dariWisnu, merupakan pasangan suci yang dihubungkan sebagai nenek moyang jauh dari orang Jawa, dan Bali.236 Grader menggambarkan hubungan antara pemujaan nenek moyang dengan pemujaanSridanSedana di Bali.237

235 N.C. van Setten van der Meer, 1979:Sawah Cultivation in Ancient Java, aspects of development during the Indo-Javanese period, 5th to 15th century, Oriental Monograph Series no.22, Faculty of Asian Studies ini association with Australian National University Press, Canberra. hal. 101.

236ibid.,hal. 102.

Di Jawa dan Bali pasangan atau temanten digambarkan sebagai kesuburan antara laki-laki dengan perempuan. Dewi Sri di sini menggambarkan konsep kematian, kelahiran kembali, dan pertumbuhan. Dia menjadi inkarnasi dalam padi oleh proses kematian, dan sebagai benih ia dikubur di bumi. Di sana ia bertemu denganWisnu, dan terjadi persatuan antara benih padi dengan air (ovum dengan sperma). Kemudian dimulailah siklus kehidupan hingga padi menguning, dan terus berputar sebagai sebuah siklus.238

Proses penanaman padi yang menggambarkan siklus hidup masyarakat petani juga direpresentasikan dalam rumah Jawa. Gambaran mengenai siklus penanaman padi ini terlihat dalam tiga unsur ruang, yaitu pendapa, pringgitan, dan dalem. Rumah Jawa merupakan gambaran hidup masyarakat agraris, baik Raja maupun rakyat biasa menyebut dirinya petani. Gambaran ini akan menempati makna yang mendalam dalam konsep rumah Jawa.

Pandangan Jawa percaya kepada kekuatan kosmos, yang berasal dari kekuatan alam, sehingga memandang perlu dibuat batas antara ruang luar dengan ruang dalam. Batas itu seperti dibedakan dengan dinding atau ketinggian tertentu. Batas-batas ini tergantung pada jenis dan fungsi ruang. Pembedaan ini dibagi menjadi empat, yaitu ruang publik, semi publik, semi privat, dan privat.239 Pembedaan ini juga membentuk suasana tertentu sebuah ruang. Pembentukan suasana ini dengan mengatur masuknya sinar matahari. Pada ruang publik tentu saja terbuka dengan sinar matahari, sedangkan ruang yang lebih privat dibentuk dengan menghambat sinar matahari yang masuk. Penghambat ini bisa

238ibid.,hal. 103.

239 Arya Arnold, 1990:Ciri-ciri Karya Budaya Di Balik Tabir Keagungan Rumah Jawa, Penerbitan Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Yogyakarta. hal. 247-248

menggunakan dinding atau alat penutup yang bisa dibuka dan ditutup, seperti tirai.240

Pengaturan tata ruang dalam masyarakat Jawa pun terhubung langsung dengan upacara penanaman padi. Bagi orang Jawa,Dewi Sri danSedana lah yang empunya rumah. Hal ini dapat dirunut dalam upacara menuai padi. Ketika padi telah menguning, petani mencari dukun untuk menentukan hari yang baik, yaitu Selasa-Kliwon sebagai hari yang cocok untuk pergi ke sawah. Kemudian dukun pergi kesawah pada pagi hari dan menanam di setiap sudutsawah dengan bambu silinder berisi beras hitam, dan janur, yang disebut belabar janur kuning dan dukun memberi tanda bahwa mulai hari itu tidak boleh ada yang pergi ke sawah. Hingga keesokan harinya dukun harus tetap terjaga untuk melanjutkan kembali upacara panen. Terkadang petani menampilkan wayang yang mengambil lakon SridanSedana. Tempat menggelar wayangini berada di pringgitan, yaitu ruang yang memisahkan antara ruangdalemdanpendapa. Fungsipringgitan, yaitu batas antara wilayah alam profan dan alam sakral. Batas tersebut tercermin dalam pagelaranwayang. Pada waktu pagelaranwayang,seketeng dibuka, padaseketeng itulah dipasang layar putih. Pemilik rumah duduk di sisi dalam menghadap layar putih, sehingga mereka melihatwayang dalam bentuk bayang-bayang, sedangkan pihak dalang, dan masyarakat berada di luar, yaitu di pendapa. Maka tempat bagian dalem di luar senthong tengah disebut juga pringgitan, artinya tempat

melihat ringgit atau wayang dalam wujud yang sebenarnya, yakni berupa bayangan.241

Sekitar pukul tujuh pagi, dukun pergi ke sawah diikuti dengan tetangga petani, dan tiap orang membawa persembahan untuk Dewi Sri. Dukun kemudian berdiri di tengah sawah dan membakar kemenyan. Kemudian dukun kembali ke rumah petani dan mengatakan: ‘aku memberi kamu makan dengan padi yang harum’. Kemudiandukun memanggilDewi Sri untuk menempati rumah ini untuk memberikan kekuatan, dan kemakmuran kepada si petani. Dukun kemudian memotong padi sejumlah hari dari permulaan upacara.242 Bersama-sama dengan kembang boreh yang harum padi diletakkan di atas tikar. Rangkaian inilah yang ditempatkan di rumah dalam ruang petanen, yaitu di atas bantal dan ditutup dengan kain yang bagus. Petani kemudian kembali ke sawah untuk mengambil beberapa ikat padi untuk dimasak menjadisega polong, untuksedekah bumi, yaitu memberi penghormatan kepada bumi dan air.243 Padi dibawa ke lumbung juga harus pada hari yang tepat, yaitu Jumat-Legi. Dukun kemudian memohon Dewi Sri danSedana, dengan mengatakan:‘Mbok Sri, aku membawamu ke rumah, aku telah menyiapkan rumah untukmu di gedong si lara Denok. Tidurlah dengan nyaman Mbok Sri dan Sedana. Engkau sekarang tinggal dengan jaka tani (pemilik rumah). Berkatilah jaka tani, bebaskan dari rasa takut dan peliharalah.’244 Tempat yang disediakan bagi pemujaan Dewi Sri dan Sedana berada di ruang dalem, yaitu di petanen. Ruang petanen sesuai upacara panen

241 Y. B. Mangunwijaya, 1988:Wastu Citra, Gramedia, Jakarta. hal. 111.

242 Meer,op.,cit.. hal. 107.

243ibid.,hal. 108.

berisi tempat tidur bagi Dewi Sri dan Sedana. Ruang ini adalah gambaran perkawainan, yang melambangkan kesuburan.

Gambaran filosofis Ruangdalem dibagi menjadi tiga, yaitusenthong tengen, senthong kiwa, dan senthong tengah (petanen). Ketiga ruang ini adalah ruang privat.245 Dalam masyarakat Jawa, ketiga ruang ini memiliki fungsi yang berbeda, sentong kiwa berfungsi untuk kepentingan kelahiran, pernikahan, dan kerumahtanggaan, sentong tengen berfungsi sebagai kerumah tanggaan, sedangkan senthong tengah berfungsi sebagai pernikahan, dan kerumahtanggaan.246

Jika dalem adalah tempat tinggal Dewi Sri dan Sedana, maka tempat manusia petani tidak di dalem, tetapi di tepi, yaitu suatu emperan yang ditutup secukupnya yang disebut gandok (tambahan, tempat menumpang). Si petani (mikrokosmos) bukan tuan, melainkan pelayan, abdi, bahkan hanya bayangan wayang belaka dari Dewi Sri. Dewi Sri dan Sedana merupakan sumber segala kehidupan, kesuburan, dan kebahagiaan.247

Selain ruangdalem yang sarat dengan makna filosofis Jawa, pendapajuga memiliki hubungan dengan ruang dalem. Fungsi praktis antara ruang pendapa dengan dalem dilihat dari fungsi, kepentingan, keguanaan, dan organisasi ruang. Pendapa yang berada di ruang semi publik memiliki sifat yang dinamis, dan kemasyarakatan, sedangkan ruang dalem yang berada di ruang semi privat

245op.,cit. hal. 509.

246ibid.,hal. 504

memiliki sifat ruang yang keras, mandiri, dan memiliki kegunaan sebagai ruang keluarga.248

D. Museum Sanaboedaja: Transformasi Ruang, dan Bangunan Rumah Jawa