• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konsep Keberlanjutan Pengelolaan Bagan Pancang Nelayan Berdasarkan Dimensi Kelembagaan

HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS 4.1Letak Geografis Kota Sibolga

4.6 Konsep Keberlanjutan Pengelolaan Bagan Pancang Nelayan Berdasarkan Dimensi Kelembagaan

Bagan ialah salah satu jenis alat jaring angkat yang paling dikenal di Indonesia. Hampir semua bagan dilengkapi dengan lampu untuk menarik gerombolan ikan berkumpul di atas jaring bagan. Oleh karena itu bagan disebut juga perikanan lampu dan dioperasikan pada saat malam hari. Pemasangan bagan bisa dilakukan secara permanen di dekat pantai (fixed lift net) maupun secara berpindah (mobile lift net) yang di Indonesia dikenal dengan sebutan Bagan Perahu. Operasi penangkapan dengan bagan lebih banyak dilakukan pada saat bulan mati atau sebelum munculnya bulan. Pada saat terang bulan, sinar lampu tidak bisa mengumpulkan ikan secara maksimal. Target utama dari bagan ialah ikan teri dan ikan-ikan permukaan (pelagis kecil) lainnya yang tertarik pada lampu.

Bagan pancang ialah bentuk jaring angkat yang cara pemasangannya dilakukan secara menetap pada suatu tempat dekat pantai atau tempat lainnya pada perairan yang dangkal bahkan dalam. Konstruksi tiang pancang bagan paling banyak dibuat dengan menggunakan bambu atau kayu. Di bagian atas sering dibuat atap rumah untuk nelayan yang tinggal sementara. Sering kali nelayan juga membuat tempat menjemur ikan hasil tangkapan dan tempat memasak. Operasi bagan pancang biasanya dilakukan selama beberapa hari. Setiap operasi, nelayan membawa perbekalan makan dan garam untuk pembuatan ikan asin. Tetapi

sekarang banyak nelayan yang melakukan proses penangkapan ikan dengan bagan pancang setiap harinya. Hal ini dikarenakan jumlah nelayan bagan pancang semakin bertambah.

Umur bagan pancang biasanya sesuai dengan kekuatan umur bambu atau kayu di dalam air. Setelah rusak, bahan-bahan yang tersisa sering ditinggalkan oleh pemiliknya sehingga bisa mengganggu alur pelayaran nelayan. Beberapa wilayah di Kota Sibolga khususnya di Kelurahan Sibolga Ilir merasakan masalah pelayaran yang mulai terganggu karena penempatan bagan pancang yang tidak beraturan. Hal ini akhirnya mengganggu alur pelayaran dan menyebabkan kecelakaan di laut. Oleh karena itu, pemerintah seharusnya mulai mengatur penempatan bagan pancang pada zona tertentu saja agar tidak mengganggu.

Keberlanjutan (sustainability) menurut konsep pembangunan berkelanjutan diartikan sebagai keadilan antar generasi yang menjamin bahwa generasi-generasi mendatang memiliki warisan barang modal buatan, sumberdaya alam, human capital, dan social capital. Kondisinya paling tidak sama dengan yang dimiliki oleh generasi sekarang. Hal ini sukar atau bahkan tidak mungkin dapat dicapai jika proses perencanaan dan pengambilan keputusan hanya didasarkan pada konsep ekonomi konvensional yaitu memaksimalisasi kesejahteraan (Dahuri, 2003).

Keterpaduan sektor dimaksudkan agar sektor-sektor pelaku pembangunan memanfaatkan pesisir tanpa adanya tumpang tindih yang menimbulkan konflik berkelanjutan secara horizontal maupun vertikal. Keterpaduan sektor seharusnya menjadi lebih diperkuat dengan adanya Undang-undang No.22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah yang telah disempurnakan melalui Undang-Undang

No.32 Tahun 2004. Undang Undang ini menguatkan kelembagaan dalam usaha pengembangan wilayah dimana daerah memiliki kewenangan yang lebih besar dalam mengurusi wilayahnya sendiri. Selain itu juga diperlukan antara lembaga-lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga-lembaga-lembaga non pemerintah.

Keterpaduan stake holder diperlukan untuk pengenalan, pengidentifikasian sifat, karakteristik dan permasalahan serta pemecahannya. Keterpaduan bertujuan mewujudkan masyarakat pesisir yang sejahtera. Hal ini dapat dicapai dengan peningkatan kualitas hidup komunitas manusia yang bergantung pada sumberdaya pesisir. Sumberdaya pesisir membutuhkan keseimbangan antara pemanfaatan dan konservasi dengan mempertahankan keanekaragaman hayati dan produktivitas ekosistem. Penguatan hubungan kebutuhan yang menyatukan pemerintah, masyarakat dan lingkungan hidup serta kepentingan stakeholder merupakan jalan yang sangat tepat dalam melindungi ekosistem pesisir.

Indikator kelembagaan dinilai dari kemampuan kelembagaan dalam menerapkan tugas pokok dan fungsinya dan mampu mengatasi konflik. Kemampuan kelembagaan dalam perlindungan dan pengelolaan akan menghidupkan kegiatan ekonomi produktif berbasis sumberdaya local, serta mengendalikan sumber pencemar yang mengkontribusi badan perairan.

Permasalahan perikanan tangkap yang dalam hal ini adalah bagan pancang baik berupa permasalahan sosial ataupun kerusakan lingkungan atau bahkan menurunnya stok sumberdaya ikan sebenarnya telah ada sejak manusia menggunakan laut atau perairan umum sebagai sumber untuk mendapatkan bahan pangan. Namun saat itu bobot permasalahan yang timbul tidak seberat apa yang dihadapi pada saat sekarang ini, dimana baik konflik sosial yang timbul akibat

kompetisi besar-besaran dalam memperebutkan ikan yang menjadi tujuan penangkapan, ataupun kerusakan lingkungan serta punahnya beberapa spesies ikan yang diakibatkannya telah menunjukkan indikator yang sangat memprihatinkan bagi kelangsungan hidup generasi mendatang.

Perlunya payung hukum tentang pengelolaan bagan pancang nelayan agar berkelanjutan yaitu untuk:

a. Membantu memfasilitasi pengambilan keputusan terpadu dan terintegrasi, melalui proses koordinasi dan kerjasama antarberbagai sektor, secara terus menerus dan dinamis;

b. Meningkatkan peran instansi terkait yang memiliki instrumen pengelolaan bagan pancang baik secara struktural, aturan, maupun prosedur atau kebijakan bersifat insentif; dan

c. Membantu dan memfasilitasi setiap keputusan yang diambil, agar melalui evaluasi formal dan konsisten.

Peran lembaga dalam pengelolaan bagan pancang nelayan di Kelurahan Sibolga Ilir Kecamatan Sibolga Utara Kota Sibolga yang seharusnya adalah: 1. Nelayan bagan pancang, berfungsi untuk memberikan masukan dalam

pengelolaan bagan pancang. Sedangkan peran lembaga adalah:

 Terlibat dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi program.

 Berpartisipasi aktif mendorong pengelolaan perikanan berkelanjutan pada penggunaan bagan pancang di Kelurahan Sibolga Ilir.

 Mendorong terlaksananya kearifan lokal yang mendukung pengelolaan bagan pancang secara berkelanjutan di Kelurahan Sibolga Ilir.

2. Masyarakat yang lain (masyarakat adat) mempunyai fungsi dan peran sebagai berikut:

 Memberikan masukan terhadap pengelolaan bagan pancang.

 Terlibat dalam pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi.

 Berpartisipasi aktif mendorong pengelolaan bagan pancang secara berkelanjutan di Kelurahan Sibolga Ilir.

 Mendorong terlaksananya kearifan lokal yang mendukung pengelolaan bagan pancang secara berkelanjutan di Kelurahan Sibolga Ilir.

3. Lurah Sibolga Ilir mempunyai fungsi dan peran yaitu:

 Menampung masukan dari masyarakat nelayan agar dilanjutkan kepada Camat Sibolga Utara dan Pemerintah Kota Sibolga.

 Sebagai pelaksana program di tingkat lapangan.

 Pelaksanaan fasilitasi dan koordinasi di wilayah pesisir untuk mengoptimalkan pengelolaan bagan pancang nelayan.

 Pelaksanaan dan pengawasan dalam program pengelolaan bagan pancang nelayan.

4. Camat Sibolga Utara mempunyai fungsi dan peran yaitu:

 Menampung masukan dari masyarakat dan kepala lingkungan untuk dilanjutkan Pemerintahan Kota Sibolga.

 Pelaksana program di tingkat lapangan.

 Melakukan fasilitasi dan koordinasi di wilayah untuk mengoptimalkan pengelolaan bagan pancang nelayan.

 Melakukan koordinasi terkait masalah pengawasan yang berkaitan dengan keselamatan berlayar bagi armada penangkapan ikan dari nelayan bagan pancang.

5. Dinas Kelautan, Perikanan dan Peternakan Kota Sibolga, mempunyai wewenang dan tanggung jawab dalam pembinaan bagan pancang nelayan yaitu:

 Melakukan perencanaan pengelolaan bagan pancang nelayan sesuai dengan kebutuhan masyarakat pesisir.

 Melakukan pembinaan dalam pelaksanaan kegiatan pengelolaan bagan pancang secara berkelanjutan.

 Melakukan koordinasi dan fasilitasi dalam rangka kelancaran pelaksanaan program.

 Memberikan dukungan pendanaan kegiatan.

 Melakukan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan program. 6. Dirjen Perikanan Tangkap Kota Sibolga yaitu:

 Sebagai penanggung jawab umum pelaksanaan program pengelolaan perikanan dan kelautan, yang dalam hal ini adalah pengelolaan bagan pancang nelayan.

 Melakukan koordinasi dan fasilitasi dalam rangka kelancaran pelaksanaan program.

 Memberikan dukungan pendanaan kegiatan.

 Melakukan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan program.

 Memberikan sosialisasi tentang kegiatan pengelolaan bagan pancang agar berkelanjutan.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN