• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS 4.1 Letak Geografis Kota Sibolga

KASI TRANTIB KASI KESRA

4.5 Konsep Pengelolaan Bagan Pancang Nelayan Secara Berkelanjutan Suatu kegiatan dikatakan keberlanjutan, apabila kegiatan pembangunan

4.5.1 Konsep Keberlanjutan Secara Ekonomi a Volume dan nilai produks

Produksi perikanan Kota Sibolga tahun 2010 sejumlah 52.694,34 ton, sedangkan pada tahun 2011 mencapai 53.902,38 ton. Terjadi peningkatan jumlah produksi sebesar 1.208,04 ton (2,29%) dan hasil tangkapan tersebut didominasi ikan pelagis kecil seperti: Teri, Layang, Selar, Tongkol dan lain-lain. Kenaikan produksi pada tahun 2011

didukung oleh adanya penambahan armada penangkapan ikan dan bertambahnya bagan pancang serta adanya rekondisi alat tangkap nelayan dengan adanya bantuan-bantuan alat tangkap yang disalurkan oleh Pemerintah Kota Sibolga.

Data tentang perkembangan produksi sebagaimana diutarakan, dapat dilihat pada tabel 4.7 di bawah ini:

Tabel 4.7 Jumlah Produksi Perikanan Kota Sibolga 2007-2011 No. Tahun Jumlah (Ton) Persentase (%)

1. 2007 31.620,00 5,43 2. 2008 40.956,10 22,80 3. 2009 52.217,51 27,50 4. 2010 52.694,34 0,91 5. 2011 53.902,38 2,29

Sumber: Dinas Kelautan, Perikanan dan Peternakan Kota Sibolga, 2012

Jumlah produksi ikan dari tahun 2010 ke tahun 2011 meningkat sebesar 1.208,04 ton (2,29%). Hal ini hendaknya dapat dipertahankan, bahkan ditingkatkan produksinya menjadi 55.000 ton hingga akhir tahun 2013 mendatang. Jumlah produksi ikan 5 (lima) tahun kedepan serta jumlah ikan yang dikonsumsi masyarakat pertahun dari tahun 2011 s/d 2015 dapat dilihat pada Tabel 4.8:

Tabel 4.8 Data Produksi Perikanan dan Jumlah Konsumsi Ikan 2011-2015

No. Jenis Kegiatan 2011 (%) 2012 (%) 2013 (%) 2014 (%) 2015 (%) 1. Produksi Perikanan: Jumlah Produksi Ikan (ton) Target Daerah (ton)

×100%

97,41 98,29 99,07 99,74 99,91

2. Konsumsi Ikan

Jumlah Konsumsi Ikan (kg) Target Daerah (kg)

×100%

81,18 81,90 82,56 83,12 83,26

Sumber: Dinas Kelautan, Perikanan dan Peternakan Kota Sibolga, 2012

Sedangkan untuk Kelurahan Sibolga Ilir jumlah produksi perikanan adalah sebagai berikut:

Tabel 4.9 Jumlah Produksi Perikanan Kelurahan Sibolga Ilir 2007-2011

No. Tahun Jumlah (Ton) Persentase (%) 1. 2007 1.860 5,42 2. 2008 2.409,18 22,9 3. 2009 3.071,61 27,5 4. 2010 3.099,66 0,91 5. 2011 3.170,72 2,24 Sumber: Kelurahan Sibolga Ilir, 2012

Sama halnya dengan produksi perikanan di Kota Sibolga, jumlah produksi perikanan di Kelurahan Sibolga Ilir juga mengalami peningkatan setiap tahunnya. Hal ini disebabkan oleh peningkatan jumlah nelayan termasuk juga bagan pancang. Selain itu nelayan mampu meningkatkan potensi penangkapan ikan dalam meningkatkan

produksinya melalui adanya seminar atau musyawarah yang diadakan oleh kelurahan ataupun lembaga lainnya.

a. Volume dan nilai ekspor

Menurut informasi yang diperoleh dari para pemimpin lembaga pemerintahan, stakeholder dan pengusaha ikan setempat, bahwa sebagian hasil perikanan yang didaratkan di Kota Sibolga diekspor melalui Dumai dan Tanjung Balai Asahan dengan tujuan Singapura dan Malaysia.

Data tentang besarnya volume ekspor ikan dari Kota Sibolga ke Singapura dan Malaysia sulit diperoleh, karena pintu pelabuhan ekspornya bukan di Kota Sibolga dan para pengusaha (eksportir) daerah ini cenderung tertutup. Untuk kedepannya diharapkan eksportir ikan tersebut lebih terbuka memberikan data ikan yang diekspor dengan cara lebih melakukan pendekatan kepada para pengusaha tersebut dan memberikan kemudahan dalam proses pengurusan IUP dan SPI.

b. Kontribusi sektor perikanan terhadap PDRB

Berdasarkan data yang diperoleh melalui wawancara terhadap Badan Pengelola Perikanan Tangkap di Kota Sibolga, maka kontribusi perikanan terhadap PDRB Kota Sibolga pada tahun 2012 sebesar 40- 50% yang berasal dari perikanan tangkap, perikanan budidaya, dan industri pengolahan hasil perikanan.

Masalah penangkapan ikan secara ilegal di laut juga masih menjadi persoalan yang terkadang dapat menghalangi besarnya kontribusi

sektor perikanan. Pemerintah Kota Sibolga harus serius dan mengerahkan segala upaya untuk memberantas illegal fishing, karena akan memberikan dampak yang signifikan pada sektor perikanan. Penguatan armada penangkapan perlu dilakukan dengan pengadaan kapal-kapal, alat, dan perlengkapan tangkap yang bersaing (ramah lingkungan), serta meningkatkan pengetahuan penangkapan ikan. Pemenuhan BBM dengan melakukan subsidi khusus kepada nelayan juga bisa dilakukan.

Solusinya, Pemerintah Kota Sibolga harus lebih mencurahkan serta memfokuskan perhatian mereka terhadap nasib nelayan, termasuk nelayan bagan pancang. Misalnya, memberikan modal pada nelayan untuk pengadaan kapal. Dengan demikian kapal yang besar, hasil tangkapan ikannya pun akan semakin besar.

c. Pendapatan nelayan

Tabel 4.10 Pendapatan Nelayan No. Pendapatan Nelayan

(Rp) Jumlah Nelayan (KK) Persentase (%) 1. 300.000 9 8,18 2. 500.000 20 18,18 3. 700.000 31 28,18 4. 750.000 12 10,90 5. 800.000 19 17,27 6. 1.000.000 10 9,09 7. 1.500.000 4 3,63 8. 2.000.000 5 4,57 110 100 Sumber: Kuesioner, 2012

Tabel 4.10 di atas menguraikan bahwa jumlah nelayan yang paling banyak adalah nelayan yang menghasilkan pendapatan sebesar Rp. 700.000,- setiap bulannya. Berdasarkan informasi yang diperoleh, jumlah pendapatan tergantung dengan jumlah bagan pancang yang dimiliki oleh nelayan. Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. 1 bagan pancang = Rp. 300.000 – Rp. 700.000,- per bulan. 2. 2 bagan pancang = Rp. 700.000 – Rp. 1.000.000,- per bulan. 3. 3 bagan pancang = Rp. 1.000.000 – Rp. 2.000.000,- per bulan. 4. 4 bagan pancang = > Rp. 2.000.000,- per bulan.

Akan tetapi faktor lain yang dapat mempengaruhi jumlah pendapatan nelayan bagan pancang adalah musim, bulan gelap dan pasang surut air laut.

d. Nilai investasi dalam bentuk kapal ikan dan pabrik pengolahan Untuk nilai investasi dalam bentuk kapal ikan dan pabrik pengolahan di Kelurahan Sibolga Ilir sampai saat ini masih belum maksimal. Hal ini dikarenakan kapal ikan nelayan bagan pancang masih tergolong tradisional dan masih memerlukan modifikasi agar dapat bertahan lebih lama.

Sedangkan untuk pabrik pengolahan yang digunakan oleh nelayan bagan pancang nelayan di Kelurahan Sibolga Ilir masih bersifat manual dan tradisional. Nelayan masih mengggunakan cara-cara yang lama dalam mengolah hasil tangkapan ikan. Biasanya nelayan tersebut mengolah ikan hasil tangkapan tersebut di dalam sebuah gudang pengolahan secara bersama-sama dengan nelayan bagan pancang yang

lain. Sedangkan untuk biaya operasional pendirian bagan pancang nelayan adalah sebagai berikut:

Tabel 4.11 Biaya Operasional Pendirian Bagan Pancang No. Jenis Bahan Bagan Pancang yang

jauh dari wilayah pesisir

Bagan Pancang yang dekat dari wilayah pesisir 1. Kayu 200 x Rp. 80.000 = Rp. 16.000.000,- 100 x Rp. 80.000 = Rp. 8.000.000,- 2. Bambu 200 x Rp. 40.000 = Rp. 8.000.000,- 100 x Rp. 40.000 = Rp. 4.000.000,- 3. Jaring/ waring 11 m x Rp. 85.000 = Rp. 935.000,- 9 m x Rp. 85.000 = Rp. 765.000,- 4. Genset Rp. 7.000.000,- Rp. 4.000.000,- 5. Kawat Rp. 100.000,- Rp. 85.000,- 6. Tali Rp. 50.000,- Rp. 50.000,- 7. Pen/ besi Rp. 500.000,- Rp. 350.000,- 8. Paku Rp . 70.000,- Rp. 50.000,- 9. Atap seng Rp. 120.000,- Rp. 100.000,- 10. Papan Rp. 250.000,- Rp. 200.000,- 11. Bola lampu Rp. 100.000,- Rp. 100.000,- 12. Bensin 10 liter x Rp. 4.500 = Rp. 45.000,- 8 liter x Rp. 4.500 = Rp. 36.000,- Jumlah Rp. 33.170.000,- Rp. 17.736.000,- Sumber: Kuesioner, 2012

Berdasarkan data pada tabel di atas, dapat dijelaskan bahwa pembangunan bagan pancang yang jauh dari wilayah pesisir lebih besar dibandingkan dengan pembangunan bagan pancang yang dekat dari wilayah pesisir. Informasi yang diterima dari penelitian yang

dilakukan di lapangan, bahwa nelayan bagan pancang yang jauh dari wilayah pesisir adalah nelayan yang pendapatan ekonominya menengah keatas dibandingkan nelayan bagan pancang yang dekat dengan wilayah pesisir. Hasil tangkapan ikan oleh nelayan bagan pancang yang jauh dari wilayah pesisir juga dalam jumlah yang banyak. Hal ini dikarenakan bagan pancang yang jauh dari wilayah pesisir termasuk wilayah pedalaman yang mempunyai kelimpahan populasi dan spesies ikan yang tinggi dibandingkan wilayah bagan pancang yang dekat dengan pesisir.

4.5.2 Konsep Keberlanjutan Secara Sosial