• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PUSTAKA

2.2 Wilayah Pesisir dan Laut

Pesisir adalah jalur yang sempit dimana terjadi interaksi darat dan laut. Artinya kawasan pesisir meliputi kawasan darat yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut (gelombang, pasang surut) dan kawasan laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami dan aktivitas manusia. Potensi pembangunan yang terdapat di wilayah pesisir secara garis besar terdiri dari tiga kelompok (Dahuri, 2001) yaitu:

1. Sumber daya dapat pulih

Sumber daya dapat pulih terdiri dari: hutan mangrove, ekosistem terumbu karang, rumput laut, sumber daya perikanan laut, yang merupakan ekosistem utama pendukung kehidupan yang penting di wilayah pesisir. Selain mempunyai fungsi ekologis sebagai penyedia utrient bagi biota perairan, tempat pemijahan dan asuhan bagi bermacam biota, penahan abrasi, penahan amukan angin taufan dan tsunami, penyerap limbah, pencegah intrusi air laut.

2. Sumber daya tak dapat pulih

Sumber daya tak dapat pulih terdiri dari seluruh mineral dan geologi, antara lain: minyak, gas, granit, emas, timah, bouksit, tanah liat, pasir dan kaolin.

3. Jasa-jasa lingkungan

Jasa-jasa lingkungan yang dimaksud meliputi fungsi kawasan pesisir dan lautan sebagai tempat rekreasi dan pariwisata, media komunikasi dan transportasi, sumber energi, sarana pendidikan dan penelitian, pertahanan dan keamanan, penampung limbah, pengatur iklim, kawasan lindung, dan sistem penunjang kehidupan serta fungsi fisiologis lainnya.

Wilayah pesisir dan laut dari konsep wilayah bisa termasuk dalam empat jenis wilayah yaitu:

a. Sebagai wilayah homogen, wilayah pesisir merupakan wilayah yang memproduksi ikan, namun bisa juga dikatakan sebagai wilayah dengan tingkat pendapatan penduduknya yang tergolong di bawah garis kemiskinan.

b. Sebagai wilayah nodal, wilayah pesisir seringkali sebagai wilayah belakang, sedangkan daerah perkotaan sebagai intinya. Bahkan seringkali wilayah pesisir dianggap sebagai halaman belakang yang merupakan tempat membuang segala macam limbah. Sebagai wilayah belakang, wilayah pesisir merupakan penyedia input (pasar input) bagi inti, dan merupakan pasar bagi barang-barang jadi (output) dari inti.

c. Sebagai wilayah administrasi, wilayah pesisir dapat berupa wilayah administrasi yang realatif kecil yaitu kecamatan atau desa, namun juga

dapat berupa kabupaten/ kota pada kabupaten/kota yang berupa pulau kecil.

d. Sebagai wilayah perencanaan, batas wilayah pesisir lebih ditentukan dengan kriteria ekologis. Karena menggunakan batasan kriteria ekologis tersebut, maka batas wilayah pesisir sering melewati batas-batas satuan wilayah administrasi.

Dari beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan wilayah pesisir dan laut adalah wilayah yang dipengaruhi secara langsung oleh pengaruh pasang surut air laut, sehingga batasan darat adalah wilayah desa/ kecamatan yang berbatasan dengan pantai, sedangkan batasan laut adalah batas-batas wilayah kecamatan/ kabupaten/ propinsi atau negara (Budiharsono, 2001: 21).

Dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (selanjutnya disebut PWP-PK) Pasal 1 Ayat (2), disebutkan bahwa:

“Wilayah pesisir adalah daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut”.

Selanjutnya, pada Pasal 2 Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang PWP PK disebutkan bahwa:

”Ruang lingkup pengaturan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil meliputi daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut, ke arah darat mencakup wilayah administrasi kecamatan dan ke arah laut sejauh 12 (dua belas) mil laut di ukur dari garis pantai.”

Ruang lingkup Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang PWP-PK meliputi daerah pertemuan antara pengaruh perairan dan daratan, ke arah daratan mencakup wilayah administrasi kecamatan dan ke arah perairan laut

sejauh 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan atau ke arah perairan kepulauan. Sementara itu, menurut UNCLOS 1982, pengertian batasan wilayah pesisir tidak diatur, tetapi UNCLOS 1982, membagi laut ke dalam zona-zona yaitu:

a. Wilayah laut yang berada di bawah yurisdiksi suatu negara adalah: 1. Perairan Pedalaman (Internal Waters)

2. Perairan Kepulauan (Archipelagic Waters) 3. Laut Wilayah (Territorial Sea)

4. Zona Tambahan (Contiguous Zone)

5. Zona Ekonomi Eksklusif (Exclusive Economic Zone) 6. Landas Kontinen (Continental Shelf)

b. Wilayah laut yang berada di luar yurisdiksi suatu negara adalah: 1. Laut Lepas (High Seas)

2. Dasar Laut Dalam atau Kawasan (Area/ Deep Sea Bed) (Lowe, 1999: 30). Penentuan batas wilayah pesisir dan laut tidak dapat disamakan antara ketentuan dalam UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang PWP-PK dengan UNCLOS 1982. UU Nomor 27 Tahun 2007 berlaku pada batas wilayah administrasi kecamatan dan ke arah laut sejauh 12 (dua belas) mil diukur dari garis pantai, sedangkan UNCLOS 1982 tidak menentukan batas wilayah pesisir maupun cara pengukurannya. Karakteristik, pengertian dan batasan wilayah pesisir di setiap negara berbeda-beda, tergantung kondisi geografisnya. Pada umumnya karakteristik umum wilayah pesisir dan laut adalah sebagai berikut :

1. Laut merupakan sumber dari common property resources (sumberdaya milik bersama), sehingga memiliki fungsi publik dan kepentingan umum;

2. Laut merupakan open access, memungkinkan siapapun untuk memanfaatkan ruang laut untuk berbagai kepentingan;

3. Laut bersifat fluida, dimana sumberdaya (biota laut) dan dinamika

hydrooceanography tidak dapat disekat atau dikapling;

4. Pesisir merupakan kawasan yang strategis karena memiliki topografi yang relatif mudah dikembangkan dan memiliki akses yang sangat baik (dengan memanfaatkan laut sebagai “prasarana” pergerakan);

5. Pesisir merupakan kawasan yang kaya akan sumberdaya alam, baik yang terdapat di ruang daratan maupun ruang lautan, yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan manusia (Dahuri, 2003: 15).

Wilayah pesisir dalam geografi dunia merupakan tempat yang sangat unik, karena di tempat ini air tawar dan air asin bercampur dan menjadikan wilayah ini sangat produktif serta kaya akan ekosistem yang memiliki keanekaragaman lingkungan laut. Pesisir tidak sama dengan pantai, karena pantai merupakan bagian dari pesisir.

Berdasarkan ketentuan Pasal 3 UU No. 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia, wilayah perairan Indonesia mencakup:

a. Laut Territorial Indonesia adalah jalur laut selebar 12 mil laut diukur dari garis pangkal kepulauan Indonesia,

b. Perairan Kepulauan adalah semua perairan yang terletak pada sisi dalam garis pangkal lurus kepulauan tanpa memperhatikan kedalaman dan jarak dari pantai.

c. Perairan Pedalaman adalah semua perairan yang terletak pada sisi darat dari garis air rendah dari pantai-pantai Indonesia, termasuk ke

dalamnya semua bagian dari perairan yang terletak pada sisi darat pada suatu garis penutup. Perairan pedalaman adalah perairan yang terletak di mulut sungai, teluk yang lebar mulutnya tidak lebih dari 24 mil laut, dan di pelabuhan.

Pada pasal 2 ayat 2 UU No. 6 tahun 1996 ditegaskan bahwa perairan di sekitar, di antara, dan yang menghubungkan pulau-pulau atau bagian pulau-pulau yang menjadi bagian dari daratan Negara Republik Indonesia, dengan tidak memperhitungkan luas atau lebarnya merupakan bagian integral dari wilayah daratan Negara Republik Indonesia. Pemahaman tersebut menegaskan bahwa laut dan daratan merupakan satu kesatuan wilayah yang tidak dapat dipisahkan.

Di luar wilayah kedaulatannya Indonesia mempunyai hak-hak eksklusif dalam memanfaatkan sumber daya kelautan yang terkandung dalam Zona Ekonomi Ekseklusif (ZEE) dan Landas Kontinen menurut United Nation Conventions on The Law of The Sea (UNCLOS) 1982. Zona Ekonomi Ekseklusif adalah suatu bagian wilayah laut di luar dan berdampingan dengan laut teritorial, yang tunduk pada rezim hukum khusus yang ditetapkan dalam Bab V UNCLOS 1982. ZEE mencakup wilayah laut sampai dengan 200 mil diukur dari garis pangkal. Di dalam ZEE Indonesia memiliki hak-hak berikut:

1. Hak berdaulat untuk mengeksplorasi kekayaan alam atau eksploitasi sumber daya alam yang bernilai ekonomi.

2. Hak yurisdiksi (kewenangan) yang berhubungan dengan pendirian dan pemanfaatan pulau buatan, instalasi bangunan-bangunan, penelitian, dan perlindungan serta pemeliharaan lingkungan laut.

Berkaitan dengan hak-hak tersebut, Indonesia dituntut untuk menetapkan dan mengumumkan allowable catch di ZEE Indonesia. Hal ini berkaitan dengan ketentuan UNCLOS 1982 bahwa negara lain, terutama yang tidak memiliki pantai, berhak untuk memanfaatkan ”surplus” yang tidak dimanfaatkan oleh negara pantai yang memiliki ZEE. Landas Kontinen adalah dasar laut dan tanah di bawahnya di luar wilayah darat negara yang bersangkutan, sampai pada pinggir terluar dari tepian kontinen (continental margin). Beberapa ketentuan tambahan tentang landas kontinen adalah sebagai berikut:

1. Bila pinggir terluar tepian kontinen berjarak kurang dari 200 mil dari garis pangkal, batas landas kontinen ditetapkan 200 mil dari garis pangkal (sama dengan ZEE).

2. Bila pinggir terluar tepian kontinen berjarak lebih dari 200 mil dari garis pangkal, maka batas landas kontinen ditetapkan maksimal 350 mil dari garis pangkal atau 100 mil laut dari batas kedalaman 2.500 meter isodepth.

Sebagaimana ZEE, Indonesia juga memiliki hak untuk berdaulat atas eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam yang terkandung di landas kontinen. Hak pemanfaatan sumber daya alam di ZEE dan landas kontinen merupakan suatu hal yang perlu dipertimbangkan dalam pelaksanaan pembangunan, sejak dari perencanaan hingga pengendalian pemanfaatannya. Mengingat salah satu aspek penataan ruang adalah pemanfaatan sumber daya untuk kesejahteraan masyarakat, ruang lautan menurut UU No. 24/1992 mencakup laut teritorial, perairan pedalaman, perairan kepulauan, Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, dan Landas Kontinen Indonesia, mengingat Indonesia memiliki hak untuk mengelola sumber

daya yang di dalamnya. Pengertian laut menurut UU No. 24/1992 tentang Penataan Ruang dapat diinterpretasikan dari ketentuan Pasal 9, bahwa:

“Laut merupakan unsur ruang wilayah yang penataannya harus terintegrasi dalam penataan ruang wilayah”.

Dalam hal ini penataan ruang wilayah propinsi mencakup wilayah laut sampai dengan batas 12 mil, sesuai dengan ketentuan batas kewenangan menurut pasal 3 UU No. 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah. Sementara penataan ruang wilayah Kabupaten/ Kota mencakup wilayah laut sampai dengan batas 4 mil atau sepertiga wilayah laut propinsi, sesuai ketentuan batas kewenangan menurut pasal 10 ayat 3 UU No. 22/1999.

Wilayah pesisir merupakan interface antara kawasan laut dan darat yang saling mempengaruhi dan dipengaruhi satu dengan lainnya, baik secara bio-geofisik maupun sosial ekonomi. Wilayah pesisir mempunyai karakteristik yang khusus sebagai akibat interaksi antara proses-proses yang terjadi di daratan dan di lautan. Ke arah darat, wilayah pesisir meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air, yang masih dipengaruhi sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut dan perembesan air asin; sedangkan ke arah laut wilayah pesisir mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran. Dengan memperhatikan aspek kewenangan daerah di wilayah laut, dapat disimpulkan bahwa pesisir masuk ke dalam wilayah administrasi daerah Propinsi dan daerah Kabupaten/Kota.

Definisi wilayah pesisir diatas memberikan suatu pemahaman bahwa ekosistem pesisir merupakan ekosistem yang dinamis dan mempunyai kekayaan habitat yang beragam, di darat maupun di laut serta saling berinteraksi antara habitat tersebut. Selain mempunyai potensi yang besar, wilayah pesisir juga merupakan ekosistem yang paling mudah terkena dampak kegiatan manusia. Menurut Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Kep.10/Men/2003 tentang Pedoman Perencanaan Pengelolaan Pesisir Terpadu, wilayah pesisir didefinisikan sebagai wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang saling berinteraksi, dimana ke arah laut 12 mil dari garis pantai dan sepertiga dari wilayah laut untuk Kabupaten/ Kota dan ke arah darat hingga batas administrasi Kabupaten/Kota.

Wilayah laut dan pesisir beserta sumberdaya alamnya memiliki makna strategis bagi pembangunan ekonomi Indonesia, karena dapat diandalkan sebagai salah satu pilar ekonomi nasional. Disamping itu, fakta-fakta yang telah dikemukakan beberapa ahli dalam berbagai kesempatan, juga mengindikasikan hal yang serupa. Fakta-fakta tersebut antara lain adalah:

a. Secara sosial, wilayah pesisir dihuni tidak kurang dari 110 juta jiwa atau 60% dari penduduk Indonesia yang bertempat tinggal dalam radius 50 km dari garis pantai. Dapat dikatakan bahwa wilayah ini merupakan cikal bakal perkembangan urbanisasi Indonesia pada masa yang akan datang. b. Secara administratif kurang lebih 42 Daerah Kota dan 181 Daerah

Kabupaten berada di pesisir, dimana dengan adanya otonomi daerah masing-masing daerah otonom tersebut memiliki kewenangan yang lebih luas dalam pengelolaan dan pemanfaatan wilayah pesisir.

c. Secara fisik, terdapat pusat-pusat pelayanan sosial-ekonomi yang tersebar mulai dari Sabang hingga Jayapura, dimana didalamnya terkandung berbagai aset sosial (Social Overhead Capital) dan ekonomi yang memiliki nilai ekonomi dan finansial yang sangat besar.

d. Secara ekonomi, hasil sumberdaya pesisir telah memberikan kontribusi terhadap pembentukan PDB nasional sebesar 24% pada tahun 1989. Selain itu, pada wilayah ini juga terdapat berbagai sumber daya masa depan (future resources) dengan memperhatikan berbagai potensinya yang pada saat ini belum dikembangkan secara optimal, antara lain potensi perikanan yang saat ini baru sekitar 58,5% dari potensi lestarinya yang termanfaatkan.

e. Wilayah pesisir di Indonesia memiliki peluang untuk menjadi produsen (exporter) sekaligus sebagai simpul transportasi laut di wilayah Asia Pasifik. Sebagaimana diketahui, pasar Asia Pasifik diperkirakan akan mencapai 70-80% pasar ekspor dunia. Pada tahun 1999 kontribusi peti kemas Indonesia baru mencapai 11,6% dari total pasar Asia Pasifik (24 juta TEUs). Hal ini menggambarkan peluang untuk meningkatkan pemasaran produk-produk sektor industri Indonesia yang tumbuh cepat (4% – 9% per tahun).

f. Selanjutnya, wilayah pesisir juga kaya akan beberapa sumber daya pesisir dan lautan yang potensial dikembangkan lebih lanjut meliputi: (a) pertambangan dengan diketahuinya 60 cekungan minyak; (b) perikanan dengan potensi 6,7 juta ton/tahun yang tersebar pada 9 dari 17 titik penangkapan ikan dunia; (c) pariwisata bahari yang diakui dunia dengan

keberadaan 21 spot potensial; dan (d) keanekaragaman hayati yang sangat tinggi (natural biodiversity) sebagai daya tarik bagi pengembangan kegiatan ecotourism.

g. Secara biofisik, wilayah pesisir di Indonesia merupakan pusat biodiversity laut tropis dunia karena hampir 30% hutan bakau dan terumbu karang dunia terdapat di Indonesia.

h. Secara politik dan hankam, wilayah pesisir merupakan kawasan perbatasan antar-negara maupun antar-daerah yang sensitif dan memiliki implikasi terhadap pertahanan dan keamanan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Salah satu kunci dalam memanfaatkan sumberdaya pesisir yang demikian besar dan memiliki karakteristik yang khas tersebut adalah dengan menempatkan kepentingan ekonomi secara proporsional dengan kepentingan lingkungan, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Tentunya kita semua sudah maklum bahwa berbagai kasus bencana banjir yang melanda hampir seluruh pesisir utara Jawa, Madura dan beberapa tempat di Sumatera dan bencana kekeringan yang tengah kita alami dewasa ini merupakan buah dari pembangunan selama ini yang terlalu mengedepankan kepentingan ekonomi dan kepentingan jangka pendek semata. Pengalaman buruk ini, tentunya menjadi pelajaran yang berharga bagi kita semua agar lebih hati-hati dalam mengelola dan memanfaatkan wilayah pesisir yang memiliki karakteristik khas tersebut.

2.2.1 Batasan Wilayah Pesisir dan Laut

Zona Pesisir dan Zona Laut, dimana zona itu dapat diartikan sebagai daerah atau wilayah, yang terdiri dari: