• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konsep Retributive Justice dalam Hukum Pidana

Penerapan hukum pidana seharusnya ditujukan dan mempunyai pengaruh yang efektif untuk mencegah suatu kejahatan terjadi.

12Imam al-Qa>d{i Abu> al-Wali>d Muh{ammad ibn Ah{mad ibn Muḥammad ibn Aḥmad ibn Rushd Qurt}u>bi> Andalusi>, Bida>yatu Mujtahid wa Niha>yatu Muqtas}id (Beiru>t : Da>r Fikr, 1995), juz ke 2, 228. Wahbah Zuhaili>, Fiqh al-Isla>mi> wa Adillatuh, 4475. Lihat juga Disertasi Mulyadi Zakaria, ‚Sistem Peradilan Anak di Indonesia dalam Perspektif Hukum Islam‛ (Disertasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2011), 190-191.

13Mulyadi Zakaria, ‚Sistem Peradilan Anak di Indonesia dalam Perspektif Hukum Islam‛, 194.

Berkaitan dengan persoalan ini, ada satu pertanyaan yang dapat dimunculkan yaitu, mungkinkah pemidanaan dapat dijadikan instrument pencegah kejahatan?. Persoalan ini muncul karena selama ini banyak anggapan bahwa pemidanaan bukan mengurangi terjadinya kejahatan, tetapi justru menambah kejahatan semakin marak terjadi.

Untuk mencari jawaban atas persoalan diatas, pembahasan harus diarahkan untuk mengungkap secara philosopis apa tujuan sesungguhnya pemidanaan. Alasan philosopis pemidanaan sangat penting untuk mencari arah kemana nantinya kebijakan hukum pidana diarahkan. Tanpa itu semua, maka substansi hukum pidana dan penerapannya akan tercabut dari akar nilai philosopis dan akan menjadi hukum pidana yang kering serta tidak menyentuh nilai rasa kemanusiaan yang hidup di dalam masyarakat.

Fatic berpendapat bahwa tujuan pemidanaan disandarkan pada alasan bahwa pemidanaan merupakan (morally justifed) pembenaran secara moral karena pelaku kejahatan dapat dikatakan layak untuk menerimanya atas kejahatan yang sudah diperbuatnya. 14 Teori Retributif memandang bahwa pemidanaan merupakan pembalasan atas kesalahan yang telah dilakukan. Teori ini berorientasi pada perbuatan.15

Keadilan retributif ialah sistem peradilan pidana yang didasarkan pada hukuman untuk para pelaku bukan pada rehabilitasi.16 Keadilan retributif merupakan pembentukan kembali keadilan melalui pemaksaan hukuman sepihak atas pelaku dengan apa yang diperbuatanya. 17 Keadilan retributif adalah pokok hukum yang

14Mahmud Mulyadi, ‚Perlindungan Terhadap Anak Yang Berkonflik Dengan Hukum : Upaya Menggeser Keadilan Retributif Menuju Keadilan Restoratif‛, Jurnal Equality vol 13 no 1 (Februari 2008), 89,

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18419/1/equ-feb2008-13%20%284%29.pdf (accessed May 13, 2013).

15Michael Wenzel, Tyler G. Okimoto, Norman T. Feather, Michael J. Platow, ‚Retributive and Restorative Justice‛ Law and Human Behavior issue 5 vol 32 (Published online: October 24, 2007 ), 381,

http://eresources.pnri.go.id:2058/docview/204150778/abstract/14066C48066625370 D7/2?accountid=25704 (accessed March 12, 2013).

16http://oxforddictionaries.com/us/definition/american_english/retributive% 2Bjustice (accessed July 30, 2013).

17Sebuah hukuman sepihak berarti bahwa pelanggar harus menanggung penderitaan bertentangan dengan keinginan mereka. Menurut teori ini pemidanaan diberikan karena dianggap si pelaku pantas menerimanya diakibatkan oleh

menyatakan bahwa hukuman dapat dilaksanakan asalkan sesuai atau sebanding dengan kejahatan yang dilakukan dan dihukum sesuai undang-undang yang sudah ditetapkan dengan istilah eye for eye, and a tooth for a tooth (mata ganti mata dan gigi ganti gigi).18

Menurut Bemmelen teori retributif melegitimasi pemidanaan sebagai sarana pembalasan atas kejahatan yang telah dilakukan seseorang. Kejahatan dipandang sebagai perbuatan yang amoral dan asusila di dalam masyarakat, oleh karena itu pelaku kejahatan harus dibalas dengan menjatuhkan pidana. Tujuan pemidanaan dilepaskan dari tujuan apapun, sehingga pemidanaan hanya mempunyai satu tujuan, yaitu pembalasan.19

Menurut M. Sholehuddin, filsafat pemidanaan mempunyai dua fungsi, yaitu : fungsi fundamental dan fungsi teori. Fungsi fundamental merupakan landasan dan asas normatif atau kaidah yang memberikan pedoman. Setiap asas yang ditetapkan sebagai prinsip maupun kaidah itulah yang diakui sebagai kebenaran atau norma yang wajib ditegakkan, dikembangkan dan diaplikasikan. Adapun fungsi teori merupakan filsafat pemidanaan yang berfungsi sebagai teori yang mendasari dan melatar-belakangi setiap teori pemidanaan.

Berdasarkan ke dua fungsi tersebut dalam proses implementasinya, penetapan sanksi pidana merupakan program legislasi dan yudikasi untuk menormatifkan jenis dan bentuk sanksi (pemidanaan) sebagai landasan keabsahan penegakan hukum melalui penerapan sanksi.20 Upaya menanggulangi kejahatan pada hakikatnya merupakan suatu perlindungan masyarakat yang tujuannya untuk mencapai kesejahteraan.21

kesalahanya sehingga pemidanaan menjadi retribusi yang adil dari kerugian yang telah diakibatkan.

18http://www.wisegeek.org/what-is-retributive-justice.htm (accessed July 30, 2013).

19Mahmud Mulyadi, ‚Perlindungan Terhadap Anak Yang Berkonflik Dengan Hukum : Upaya Menggeser Keadilan Retributif Menuju Keadilan Restoratif‛, 85.

20Dwidja Priyatno, ‚Pemidanaan Untuk Anak Dalam Konsep Rancangan KUHP (Dalam Kerangka Restorative Justice)‛, Makalah disampaikan dalam Rangka Kuliah Umum di Pascasarjana UNSUR (Cianjur, 18 Juli 2009), 2,

www.unsur.ac.id/file/Jurnalrestoratif2005%20R004.doc (accessed May 13, 2013).

21Teguh Prasetyo, Kriminalisasi dalam Hukum Pidana(Bandung:Nusa Media, 2011), 20.

Menurut Romli Atmasasmita penjatuhan pidana kepada pelaku kejahatan dalam teori retributif ini, mempunyai sandaran pembenaran sebagai berikut:

1) Penjatuhan pidana dimaksudkan sebagai pemuasan rasa balas dendam si korban, baik perasaan adil bagi dirinya, temannya, maupun keluarganya. Perasaan ini tidak dapat dihindari dan tidak dapat dijadikan alasan untuk menuduh tidak menghargai hukum. Tipe aliran retributif ini disebut vindicative;

2) Penjatuhan pidana dimaksudkan sebagai peringatan kepada pelaku kejahatan dan anggota masyarakat yang lainnya bahwa setiap perbuatan yang merugikan orang lain atau memperoleh keuntungan dari orang lain secara tidak wajar, maka akan menerima ganjarannya. Tipe aliran retributif ini disebut fairness;

3) Penjatuhan pidana dimaksudkan sebagai penunjuk adanya kesebandingan antara beratnya suatu pelanggaran dengan pidana yang dijatuhkan. Tipe aliran retributif ini disebut proportionality.22

Tujuan pidana dalam pandangan retributif dianggap terlalu kejam dan bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan. Keadilan yang ingin dicapai melalui penerapan hukum pidana dalam penanggulangan kejahatan akan sulit terwujud bila disandarkan pada tujuan pemidanaan retributif. Oleh karena itu diperlukan pencarian justifikasi keadilan yang sesuai untuk mencapai keadilan dalam penerapan hukum pidana.

C. Restorative Justice sebagai Paradigma Keadilan yang Demokratis