• Tidak ada hasil yang ditemukan

Diantara tulisan yang ditemukan mengkaji tentang konsep restorative justice adalah tulisan Braithwaite yang menyatakan bahwa dalam proses keadilan restoratif dapat mengembalikan korban, pelaku, dan masyarakat menjadi lebih baik daripada yang ada dalam praktek peradilan pidana. Dikatakan bahwa sistem keadilan restoratif juga dapat mencegah, melumpuhkan, dan merehabilitasi lebih efektif daripada sistem hukuman.35

Penelitian yang dilakukan oleh OJJDP (Office of Juvenile Justiceand Deliquency Prevention) menunjukkan bahwa keadilan retributif hanya fokus pada dendam publik dan penyediaan hukuman melalui proses yang berlawanan. Adapun keadilan restoratif berkaitan dengan hubungan yang lebih luas antara pelaku, korban, dan masyarakat, serta memberikan prioritas untuk memperbaiki kerusakan atau kerugian yang ditanggung korban dan masyarakat korban. Keadilan restoratif berbeda dari keadilan retributif dalam pandangannya tentang kejahatan sebagai lebih dari sekedar pelanggaran hukum karena fungsi yang paling penting dari keadilan adalah untuk memastikan bahwa bahaya ini diperbaiki.36

Gordon Bazemore menyatakan bahwa wawasan terpenting dari pendekatan restoratif adalah bahwa praktek, program, dan proses yang terbaik adalah memenuhi kebutuhan korban dan pelaku. Oleh karena itu keadilan restoratif memiliki potensi untuk meningkatkan status program reparatif. Keadilan restoratif dan ‚keseimbangan‛ adalah sebuah model intervensi untuk menempatkan korban dalam misi direstrukturisasi.37

Ted Gordon Lewis menunjukkan bahwa inti dari filosofi restoratif adalah cara di mana masyarakat, korban, dan pelaku harus mendapat perhatian yang seimbang dalam menanggapi setiap kejahatan. Dibutuhkan peran aktif dan kerjasama yang nyata antara

35 John Braithwaite, Restorative Justice and Responsive Regulation, (Oxford: University Press, 2002).

36 OJJDP (Office of Juvenile Justiceand Deliquency Prevention),‚Balanced and Restorative Justice for Juveniles A Framework for Juvenile Justice in the 21st Century‛, Balanced and Restorative Justice Project University of Minnesota, August, 1997. (Shay Bilchik as the Administrator Office of Juvenile Justice and Delinquency Prevention.)

37Gordon Bazemore, ‚Crime Victims and Restorative Justice in Juvenile Courts: Judges as Obstacle or Leader?‛, Western Criminology Review, 1998, http://wcr.sonoma.edu/v1n1/bazemore.html.

para penegak hukum, LSM dan masyarakat dalam mengatasi permasalahan dengan menggunakan pendekatan keadilan restoratif.38

Van Ness menyatakan bahwa pelaku dan korban yang berpartisipasi melalui pendekatan keadilan restoratif dalam menyelesaikan permasalahan tindak pidananya cenderung lebih tinggi tingkat kepuasannya dibandingkan dengan diselesaikan melalui proses pengadilan. Hal ini disebabkan karena pelaku, korban dan masyarakat berpartisipasi bersama-sama secara aktif dalam penyelesaian masalah-masalah yang timbul dari suatu kejahatan untuk mencapai hasil yang restoratif.39

Menurut Darrell James Fox, dibutuhkan pendekatan yang lebih untuk mengatasi kebutuhan anak-anak meliputi baik hukum dan kesejahteraan. Konsep restorative justice membuktikan bahwa antara korban dan pelaku mencapai tingkat kepuasan yang baik, tingkat kepatuhan yang tinggi dan pengurangan tingkat kenakalan.40

Penelitian Jeff Latimer, Craig Dowden and Danielle Muise menunjukkan bahwa dibandingkan dengan pendekatan tradisional nonrestorative, keadilan restorative ditemukan lebih berhasil dalam mencapai tujuan. Program keadilan restoratif adalah metode yang lebih efektif untuk meningkatkan kepatuhan pelaku dengan restitusi, dan mengurangi residivisme pelanggar.41

Hadi Supeno menyatakan bahwa model keadilan restorative lebih pada upaya pemulihan hubungan antara pelaku dan korban. Kajian ini lebih menekankan pada aspek perlindungan pidana anak yang dinyatakan dalam tulisannya bahwa sudah saatnya menghentikan

38Sejak didirikan pada tahun 1999, Barron County Restorative Justice Programs (BCRJP), dalam kemitraan dengan pemerintah berbasis lembaga di Barron County, Wisconsin, telah menunjukkan manfaat yang lebih besar mengintegrasikan layanan berbasis masyarakat dengan sistem peradilan anak, BCRJP telah menghasilkan sejumlah manfaat, antara lain: kejahatan dan residivisme telah menurun, Ted Gordon Lewis, ‚A Partnership Model for Balancing Community and Government Resources for Juvenile Justice Service‛, Journal of Juvenile Justice, Vol 1 Issue 1, Fall 2011.

39Daniel W. Van Ness, ‚An Overview of Restorative Justice Around the World‛, International Journal Workshop Enhancing Criminal Justice Reform Including Restorative Justice (Bangkok. Thailand, 22 April 2005).

40Darrell James Fox, ‚Restorative Justice The Current Use of Family Group Conferencing in the British Youth Justice System‛, IUC Journal of Social Work Theory and Practice, issues 10, 2004/2005.

41Jeff Latimer, Craig Dowden and Danielle Muise, ‚The Effectiveness of Restorative Justice Practices‛, The Prison Journal, Vol. 85 No. 2, June 2005.

kriminalisasi anak dengan cara membangun sistem peradilan anak dengan semangat melindungi dan bukan mengadili.42

Marlina memaparkan tentang peradilan pidana anak di Indonesia dengan menawarkan konsep diversi dan restorative justice yang merupakan proses penyelesaian perkara di luar sistem peradilan untuk mencapai kesepakatan dan penyelesaian dengan mengutamakan perbaikan, perdamaian, pemulihan dan perlindungan.43

Mutaz M. Qafisheh menjelaskan bahwa keadilan restorative bukanlah suatu hal yang baru dalam sistem peradilan pidana Islam. Dalam hal ini ditemukan bahwa hukum Islam dianut hampir semua berbentuk mekanisme restoratif, seperti adanya kompensasi, konsiliasi dan pengampunan. Hal ini membuktikan bahwa hukuman yang berat dianggap sebagai pencegahan bukan dianggap sebagai hukuman yang sebenarnya untuk pelaksanaan.44

Nawal H. Ammar menyatakan bahwa pemberiaan maaf dan peringanan hukuman terhadap pelaku tindak pidana dengan pengampunan dari pihak korban serta penyesalan dari pelaku menghapuskan hukuman berat bagi pelaku. Pemaafan dan perdamaian merupakan konsep restorative justice dalam Islam yang paling cocok untuk mengubah keadilan dalam sistem peradilan pidana dari retributive menjadi restorative.45

Penelitian ini menolak pendapat Alf Ross dan John Rawls yang menyatakan bahwa hukuman ditujukan pada pengenaan penderitaan terhadap orang yang melakukan kejahatan. 46 Dalam pemberian hukuman, orang yang melakukan kejahatan harus menderita/ mendapatkan hukuman sebanding dengan apa yang dia lakukan dan beratnya hukuman yang diberikan harus sesuai dengan perbuatannya.47

42Hadi Supeno, Kriminalisasi Anak Tawaran Gagasan Radikal Peradilan Anak Tanpa Pemidanaan (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2010).

43Marlina, Peradilan Pidana Anak di Indonesia (Pengembangan Konsep Diversi dan Restorative Justice (Bandung: PT Refika Aditama, 2009).

44Mutaz M. Qafisheh, ‚Restorative Justice in the Islamic Penal Law: A Contribution to the Global System‛, International Journal of Criminal Justice Sciences Vol 7 Issue 1 January – June 2012.

45Nawal H. Ammar, ‚Restorative Justice in Islam: Theory and Practice ‚, The spiritual Roots of Restorative justice, edited by Michael L. Hadley (Albany: State University of New York Press, 2001).

46 Alf Ross, On Guilty, Responsibility and Punishment, Steven and Sons Ltd., London, 1975.

47 Richard A. Posner, Retribution and Related Concepts of Punishment, The journal of Legal Studies Vol 9 no 1 Jan 1980 –jstor.org.

Penelitian ini juga menolak pendapat Kathleen Daly yang menyatakan bahwa hukuman diperlukan untuk membela korban agar pelaku bertekad menebus kesalahan dengan menjatuhkannya hukuman. Daly mengemukakan bahwa hukuman merupakan pengenaan penderitaan kepada pelaku. Daly juga menambahkan bahwa keadilan restoratif terlalu banyak memberikan janji kepada masyarakat.48

Dari berbagai penelitian tersebut diatas, peneliti belum menemukan penelitian yang berkaitan tentang kebijakan dan implementasi restorative justice terhadap pelaku pidana anak Indonesia dalam perspektif Hukum Islam.

F. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan oleh penulis merupakan penelitian lapangan (field research) dan juga dilengkapi dengan penelitian kepustakaan (library research). Penulis menggunakan metode penelitian kualitatif yang mempunyai tipe yuridis normatif. Pendekatan yuridis normatif tersebut mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan-putusan pengadilan serta norma-norma hukum yang ada dalam masyarakat. Penelitian ini bersifat deskriptif analitis dalam penyajian datanya. Peneliti mencoba menggambarkan dan menganalisa data mulai dari tahap pengumpulan, penyusunan data kemudian dianalisis dan diinterpretasi terhadap data tersebut.49

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan studi pustaka, wawancara, dan observasi sesuai dengan jenis-jenis sumber data yang diperlukan. Metode pengumpulan data primer dengan metode wawancara dan juga dengan cara membandingkan beberapa pendapat tentang teori hukuman restorative justice dalam sistem peradilan pidana, dikaji dengan melakukan kritik konstruktif kemudian ditinjau dari perspektif hukum Islam. Penulis juga mengungkap keterkaitan sistem restorative justice yang berlaku di Indonesia terhadap pelaku pidana anak berdasarkan

48Kathleen Dally, ‚Restorative Justice: The Real Story‛, School of Criminology and Criminal Justice, Griffith University, Brisbane, Queensland,

Australia (Version Revised, 12 July 2001)

http://www.griffith.edu.au/__data/assets/pdf_file/0011/50321/kdpaper12.pdf.

49Winarno Surakhmad, Pengantar Penelitian Ilmiah (Bandung: Tarsito, 1980), 136.

undangan yang berlaku lalu dianalisa latar belakang teori hukuman dari sistem peradilan tersebut. Dalam hal ini penulis menganalisa pendapat aparat penegak hukum tentang sistem restorative justice pada peradilan anak lalu dibandingkan dengan teori hukuman perspektif hukum Islam. Adapun studi pustaka dilakukan terhadap data sekunder yang diperoleh dengan mempelajari peraturan perundang undangan, literatur, hasil penelitian serta dokumen-dokumen resmi yang berkaitan dengan obyek penelitian.50

2. Sumber Data dan Metode Analisis Data a. Sumber Data

1) Data primer diperoleh melalui wawancara dan observasi dengan instansi hukum terkait yang menangani perkara tindak pidana anak seperti Kepolisian, Petugas Peneliti Kemasyarakatan (Bapas) dan Hakim Anak. Selain menggunakan data primer, penelitian ini juga menggunakan bahan hukum primer yang terdiri dari: KUHP (Kitab undang-undang Hukum Pidana), KUHAP (Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana), Undang-undang tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU RI No 3 Th.1997), Undang-undang tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU RI No 11 Th.2012) dan Undang-Undang Perlindungan Anak (No 23 Th. 2002).

2) Data Sekunder data yang diperoleh dari dokumen-dokumen resmi, buku-buku yang membahas tentang hukum pidana anak serta jurnal-jurnal ilmiah.

b. Metode Analisis Data

Berdasarkan sifat penelitian yang menggunakan metode penelitian kualitatif maka data yang diperoleh dari usulan penelitian tersebut akan disajikan secara deskriptif dalam bentuk uraian yang disusun secara sistematis untuk kemudian dianalisis kasus per-kasus dengan pendekatan undang-undang yang berkaitan dengan perlindungan anak dan peradilan anak kemudian dijelaskan dalam perspektif hukum Islam sehingga menghasilkan laporan penelitian

50Maksud utama analisis terhadap bahan hukum adalah mengetahui makna yang dikandung oleh istilah-istilah yang digunakan dalam aturan perundang-undangan secara konsepsional, sekaligus mengetahui penerapannya dalam praktik dan putusan hukum. Abu Yasid, Aspek-aspek Penelitian Hukum (Hukum Islam- Hukum Barat) (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), 77.

yang bersifat deskriptif analitis.51 Semua teknis analisis data kualitatif berkaitan erat dengan metode pengumpulan data yaitu observasi dan wawancara ataupun focus group discussion.

G. Sistematika Penulisan

Penulisan tesis ini terdiri dari lima bab, yaitu:

Bab I : Bab pertama adalah bab Pendahuluan yang berisi latar belakang permasalahan, rumusan masalah, tujuan penelitian, signifikasi penelitian, penelitian terdahulu yang relevan, metode penelitian dan sistematika penulisan.

Bab II : Bab ini membahas tentang definisi anak dan anak yang berkonflik dengan hukum serta wacana konsep retributive versus restorative justice dan konsep ta‘zi>r dalam menetapkan putusan hukuman yang diberikan kepada pelaku anak yang melakukan tindak kriminal, variasi penerapan restorative justice, perkembangan dan pelaksanaan restorative justice di Indonesia, serta membahas tentang pemberian hukuman ta‘zi>r terhadap pelaku tindak pidana dalam hukum Islam.

Bab III: Bab ini berisi arah kebijakan restorative justice untuk anak yang terpidana sesuai dengan hukum positif di Indonesia, serta menjelaskan sistem restorative justice sebagai penanggulangan tindak kejahatan pidana atas anak dan dijelaskan tentang efektivitas implementasi restorative justice atas pelaku tindak kriminal anak dalam perubahan sikap mental, prilaku dan menjauhi pengulangan tindak kriminal. Dalam bab ini juga dijelaskan hambatan dan kendala dalam menerapkan konsep restorative justice, dan juga dijelaskan tentang konsep restorative justice dan tazi>r sebagai praktek keadilan dalam hukum pidana.

Bab IV:Bab ini menguraikan tentang kasus-kasus yang termasuk kedalam pidana anak, dianalisa dan dijelaskan bagaimana kasus tersebut dapat diselesaikan dengan konsep restorative justice menurut hukum positif di Indonesia dan menurut hukum Islam.

51Deskriptif tersebut meliputi isi dan struktur hukum positif untuk menentukan isi atau makna aturan hukum yang dijadikan rujukan dalam menyelesaikan permasalahan hukum yang menjadi objek kajian. Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), 107.

Bab V : Dalam bab ini berisi suatu kesimpulan sebagai jawaban dari permasalahan dan tujuan penelitian pada bab-bab sebelumnya, serta saran-saran atau rekomendasi-rekomendasi terkait dengan judul penelitian.

BAB II

TEORI RETRIBUTIVE JUSTICE, RESTORATIVE JUSTICE DAN TA‘ZI>R DALAM SISTEM HUKUM PIDANA ANAK

Dunia hukum dalam beberapa tahun ini telah mengalami reformasi cara pandang dalam penanganan anak yang melakukan kenakalan dan perbuatan melanggar hukum. Banyak negara yang mulai meninggalkan mekanisme peradilan anak yang bersifat retributif. Hal ini disebabkan oleh kegagalan sistem tersebut untuk memperbaiki tingkah laku dan mengurangi tingkat kriminalitas yang dilakukan oleh anak. Pakar hukum dan pembuat kebijakan mulai memikirkan alternatif solusi yang lebih tepat dalam penanganan anak dengan memberikan perhatian lebih untuk melibatkan mereka secara langsung (reintegrasi dan rehabilitasi). Dalam bab ini dijelaskan tentang definisi anak, anak yang berkonflik dengan hukum dan juga dijelaskan konsep retributif dalam hukum pidana positif, restoratif menurut hukum pidana positif dan Islam serta pemberian hukuman ta’zi>r terhadap pelaku tindak pidana dalam hukum Islam.

A. Definisi Anak dan Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH)