• Tidak ada hasil yang ditemukan

Restorative Justice sebagai Paradigma Keadilan yang Demokratis dan Manusiawi dan Manusiawi

1. Definisi dan Posisinya dalam Hukum Pidana.

Dalam dua puluh lima tahun terakhir keadilan restoratif23 telah menjadi sebuah konsep hukum yang mendunia dan dinamis pada

22Romli Atmasasmita, Kapita Selekta Hukum Pidana dan Kriminologidalam tulisan Mahmud Mulyadi, ‚Revitalisasi Alas Filosofis Tujuan Pemidanaan dalam Penegakan Hukum Pidana Indonesia‛ (2006), 8, http://library.usu.ac.id/download/fh/06006999.pdf. (Diakses pada 21 Februari 2013).

23Istilah ‚restorative justice‛ diciptakan oleh seorang psikolog, Albert Eglash pada tahun 1977, dalam sebuah tulisannya tentang ganti rugi atau pampasan (reparation). Keadilan restoratif sangat peduli dengan usaha membangun kembali hubungan-hubungan setelah terjadinya tindak pidana, tidak sekedar memperbaiki hubungan antara pelaku dan masyarakat. tetapi juga sebagai pertanda dari sistem peradilan pidana modern. Muladi, ‚Pendekatan Restorative Justice Dalam Sistem

peradilan pidana. Lebih dari 80 negara di dunia menggunakan bentuk keadilan restoratif dalam menyelesaikan suatu perkara pidana.24 Kelompok Kerja Peradilan Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mendefinisikan restorative justice adalah suatu proses bagi semua pihak yang berhubungan dengan tindak pidana tertentu dan duduk bersama untuk memecahkan masalah serta memikirkan bagaimana mengatasi akibat pada masa yang akan datang.25

Keadilan restoratif merupakan pembentukan kembali keadilan melalui nilai konsensus (kesepakatan) baru. 26 Keadilan restoratif mewajibkan pelaku mengambil tanggung jawab pribadi atas tindakannya dan kemudian aktif bekerja untuk memperbaiki kerusakan yang telah menyebabkan kerugian pada korban dan masyarakat.27

Peradilan Pidana dan Implementasinya Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak‛ (Semarang, 1-2 November 2013), 1.

Beberapa pakar hukum menyatakan ketidak setujuannya terhadap penerjemahan restorative justice dengan keadilan restoratif karena memiliki makna yang berbeda, namun lembaga internasional UNICEF dalam seminar internasional yang digelar di Jakarta tahun 2002 telah mengenalkan istilah ‚keadilan restoratif‛. Hadi Supeno, Kriminalisasi Anak, 195.

24Daniel W. Van Ness, ‚An Overview of Restorative Justice Around the World‛, International Journal Workshop Enhancing Criminal Justice Reform Including Restorative Justice(Bangkok. Thailand, 22 April 2005),

1,https://assets.justice.vic.gov.au/njc/resources/c4518c8a-c200-4623-afd1-42e255b62cf9/01+an+overview+of+restorative+justice.pdf (Accessed February 21, 2013).

Pada tahun 2001, Pusat Keadilan dan Rekonsiliasi di Prison Fellowship International mengidentifikasi 80 negara di dunia di mana beberapa bentuk intervensi keadilan restoratif sedang digunakan. Estimasi kenaikan sebesar 20 negara didasarkan pada dua faktor: meningkatnya jumlah negara di mana pendekatan restoratif sedang diadili dan literatur tumbuh pada subjek yang membawa praktek restoratif yang ada menjadi perhatian pengamat.

25 Rika Saraswati, Hukum Perlindungan Anak di Indonesia (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2009), 135.

26Michael Wenzel, Tyler G. Okimoto, Norman T. Feather, Michael J. Platow, ‚Retributive and Restorative Justice‛ Law and Human Behavior issue 5 vol 32 (Published online: October 24, 2007 ), 381-382,

http://eresources.pnri.go.id:2058/docview/204150778/abstract/14066C48066625370 D7/2?accountid=25704 (accessed March 12, 2013).

27Mark S. Umbreit, ‚Victim Sensitive Victim Offender Mediation Training Manual‛,An International Resource Center in Support of Restorative Justice Dialogue, Research and Training Center for Restorative Justice and Mediation(1998), 37,

http://www.cehd.umn.edu/ssw/rjp/resources/rj_dialogue_resources/Training_Resourc es/VOM (accessed June 3, 2013).

Menurut Braithwaite restorative justice merupakan sebuah konsep penyembuhan bukan pembalasan. Konsep restoratif menggunakan gagasan tradisional seperti pemulihan dan pencegahan suatu kejahatan untuk menjadikan hukuman pidana lebih demokratis dan manusiawi.28 Howard Zehr mengemukakan bahwa keadilan restoratif merupakan proses untuk mengidentifikasi dan mengatasi bahaya, serta untuk menyembuhkan dan menempatkan hal-hal yang benar.29

Teori restorative justice merupakan teori normatif peradilan pidana dan gerakan reformasi yang berkembang. Keadilan restoratif merupakan suatu bentuk dialog yang berada di luar lembaga peradilan pidana biasa dan bebas dari prosedur hukum yang formal. Dalam hal ini korban bisa berkomunikasi dengan pelaku dan pelaku bisa mengakui kesalahan dan menerima tanggung jawab. Semua bentuk keadilan restoratif bersifat sukarela, partisipatif, dialog dan musyawarah untuk menghasilkan beberapa bentuk solusi yang dapat memuaskan dan menyembuhkan bahaya dan konflik yang akan terjadi.30

Jeff Christian seorang pakar lembaga permasyarakatan Internasional dari Kanada mengemukakan bahwa konsep restorative justice adalah sebuah penanganan tindak pidana yang tidak hanya dilihat dari kacamata hukum semata tetapi juga dikaitkan dengan aspek-aspek moral, sosial, ekonomi, agama dan adat istiadat lokal serta berbagai pertimbangan lainnya.31 Oleh karena itu Eva Achjani Zulfa menyatakan bahwa nilai yang diusung oleh keadilan restoratif

28John Braithwaite, Restorative Justice and Responsive Regulation (Oxford University Press, 2002), 4-5.

29Howard Zehr, ‚Doing Justice Healing Trauma : The Role of Restorative Justice in Peacebuilding‛, South Asian Journal of Peacebuilding Vol 1 No 1(Spring 2008), 3-4,

http://www.wiscomp.org/pp-v1/Howard_Zehr_Paper.pdf (accessed May 1, 2013).

30Albert W. Dzur, ‚Civic Implications of Restorative Justice Theory: Citizen Participation and Criminal Justice Policy‛, Journal of Social Deliberation : The Practice of Restorative Justice,Vol 36 Issue 3/4 Dec 2003, http://e-resources.pnri.go.id:2058/docview/221329511?accountid=25704. (accessed May 1, 2013).

31Hadi Supeno, Kriminalisasi Anak Tawaran Gagasan Radikal Anak Tanpa Pemidanaan,196

berakar dari nilai-nilai tradisional dalam masyarakat tradisional seperti keseimbangan, keharmonisan, serta kedamaian dalam masyarakat.32

Model keadilan restoratif memang sebuah pilihan sistem peradilan anak masa depan di seluruh dunia bila kita ingin melihat anak-anak di dunia terbebas dari kekerasan karena tuduhan-tuduhan melakukan tindak pidana. Braithwaite, Ahmed, Morrison, dan Reinhart mencatat bahwa praktek restoratif fokus pada mempertahankan dan memperkuat ikatan sosial untuk mencegah anak-anak dari perasaan terisolasi oleh komunitas sekolah dan masyarakat.33

Dari penjelasan teori retributif dan restoratif diatas kita dapat menyimpulkan perbedaan antara konsep keadilan retributif dan restoratif sebagaimana terlihat pada matrik dibawah ini34

32Eva Achjani Zulfa, ‚Keadilan Restoratif dan Revitalisasi Lembaga Adat di Indonesia‛, Jurnal Kriminologi Indonesia Vol 6 No II(Agustus 2010), 184,

http://journal.ui.ac.id/index.php/jki/article/viewFile/1114/1022 (diakses 1 Mei 2013).

33 Glenn Rideout, Karen Roland, Geri Salinitri, Marc Frey, ‚Measuring the Effect of Restorative Justice Practices: Outcomes and Contexts‛,Journal of Educational Administration and Foundation Vol 21 Issue 2 (2010),

http://eresources.pnri.go.id:2058/docview/896272633/13DC3B704F5BE73CD5/9?ac countid=25704 (accessed May 14, 2013).

34 http://www.ywcamadison.org/atf/cf/%7B2487BD0F-90C7-49BC-858D-CC50637ECE23%7D/RestorativeYWCA Madison Racial Justice Resource Guide, 6. Lihat juga http://www.cscsb.org/restorative_justice/retribution_vs_restoration.html. (accessed May 14, 2013).

Matrik 1. Perbedaan konsep Keadilan Retributif dan Restoratif KEADILAN RETRIBUTIF KEADILAN RESTORATIF Perilaku buruk / tindak pidana

terhadap pelaku kejahatan yang ditetapkan oleh pihak yang berwenang atas suatu pelanggaran hukum.

Perilaku buruk / tindak pidana yang didefinisikan sebagai tindakan terhadap korban dan masyarakat (Kejahatan adalah tindakan terhadap orang lain dan masyarakat).

Pelaku bertanggung jawab kepada otoritas untuk perilaku atau pelanggaran.

Pelaku bertanggung jawab kepada korban dan masyarakat. Pertanggung jawaban

disamakan dengan

penderitaan, jika pelanggar menderita maka mereka telah bertanggung jawab atas kesalahannya.

Pertanggung jawaban

didefinisikan sebagai mengambil

tanggung jawab dan

memperbaiki kerusakan yang telah diperbuat, sukses diukur dengan berapa banyak perbaikan dicapai.

Korban bukanlah fokus utama dari proses.

Korban dan masyarakat terlibat langsung dan memainkan peran kunci dalam respon terhadap masyarakat.

Pelanggar didefinisikan sebagai kenakalan / perilaku

buruk dan korban

didefinisakan sebagai material dan kerugian psikologis.

Pelanggar ditentukan oleh kemampuan mereka untuk mengambil tanggung jawab atas tindakan mereka dan perubahan perilaku. Korban didefinisikan sebagai kerugian dan kapasitas untuk berpartisipasi dalam proses pemulihan kerugian dan penyembuhan.

Kenakalan/kejahatan adalah hasil dari pilihan individu dengan tanggungjawab individu.

Kenakalan/kejahatan memiliki kedua dimensi individual dan sosial dan merupakan hasil dari pilihan individu dan kondisi yang mengarah pada perilaku.

Sistem peradilan anak yang berlandaskan pada keadilan retributif hanya memberikan wewenang kepada Negara yang didelegasikan pada aparat penegak hukum (polisi, jaksa, hakim dan sipir penjara). Pelaku dan korban sedikit sekali mendapat kesempatan untuk menyampaikan versi keadilan yang mereka inginkan. Negara menentukan derajat keadilan bagi korban dengan memberikan hukuman penjara pada pelaku. Hal seperti ini menyebabkan tindak kriminal yang dilakukan anak semakin meningkat karena di penjara mereka justru mendapat tambahan ilmu untuk melakukan kejahatan dan kemudian merekrut anak lain untuk mengikutinya.35

Hasil penelitian dan pengamatan pakar hukum tentang anak yang bermasalah atau pelaku delinkuen yang pernah diproses dengan hukum, tidak terhindar dari penyebutan yang hina atau stigmatisasi sebagai anak yang pernah dipenjarakan ‚mantan napi kecil‛. Oleh karena itu pidana penjara yang merupakan perampasan kemerdekaan untuk anak-anak sebaiknya dihapuskan. Alternatif yang lebih ringan (less harm) harus diperbanyak sehingga tersedia banyak pilihan bagi hakim. Kebijakan diskresi dan diversi seharusnya lebih banyak diterapkan. Pemenjaraan berat untuk kasus-kasus tertentu harus dijadikan sebagai pilihan terakhir (ultimum remedium).36

Pendekatan keadilan restoratif ini sangat penting dan strategis, karena dengan proses keadilan restoratif, yang berubah dan bergeser tidak hanya persoalan kelembagaan dan aspek norma kebijakan serta regulasi, tetapi juga berkaitan dengan persoalan perubahan budaya yang berkaitan dengan nilai persepsi, sikap dan filosofi. Konsep retributif yang hanya berorientasi pada pelaku harus diubah menjadi konsep restoratif yang berorientasi pada pelaku, korban dan

35DS. Dewi dan Fatahillah A. Syukur, Mediasi Penal: Penerapan Restorative Justice di Pengadilan Anak Indonesia, 26.

36Eriyantouw Wahid, Keadilan Restoratif dan Peradilan Konvensional Dalam Hukum Pidana (Jakarta: Penerbit Universitas Trisakti, 2009), 52.

masyarakat untuk menghasilkan dasar pendekatan keseimbangan (the balanced approach).37

Matrik 2. Perbedaaan paradigma dalam penanganan ABH Perbedaan Restitusi Retribusi Restorasi Landasan Filosofi Memperbaiki kesalahan dengan mengganti atau memperbarui. Mencapai keadilan dengan memberi balasan atas derita/ sakit yang ditimbulkan. Memberikan maaf sebagai dasar memperbaiki hubungan antar manusia. Cara Korban menerima ganti rugi. Pelaku dijatuhi hukuman yang setimpal atau lebih berat. Pelaku menyesali perbuatan, berjanji tidak mengulangi dengan memberikan ganti rugi jika diperlukan.

Fokus Korban. Pelaku. Korban dan

pelaku. 2. Variasi Penerapan Restorative Justice

Bentuk praktik restorative justice yang telah berkembang di Negara Eropa, Amerika Serikat, Canada Austalia dan New Zealand dapat dikelompokkan dalam empat jenis praktik penerapan restorative justice yaitu : Victim Offender Mediation, Conferencing/ Family Group Conferencing, Circles dan Restorative Board/ Youth Panel.

2.1 Victim Offender Mediation (VOM)

37Muladi, ‚Pendekatan Restorative Justice Dalam Sistem Peradilan Pidana dan Implementasinya Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak‛, 44.

Proses restorative justice terbaru yang pertama adalah victim offender mediation. VOM dimulai sekitar tahun 1960 dan pada tahun 1970 dilaksanakan pada tingkatan lokal. Pada saat dilakukan di tingkat lokal itulah mulai banyak orang direkrut untuk menjadi mediator, banyak juga yang ditangani oleh lawyer atau sarjana hukum sukarela dan belum melakukan pertemuan tatap muka.

VOM adalah proses yang menyediakan korban berkesempatan untuk bertemu pelaku dalam lingkungan yang aman dan terstruktur serta terlibat dalam diskusi mediasi kejahatan. Dengan adanya bantuan seorang mediator yang terlatih, korban dapat memberitahu pelaku tentang kerugian fisik, emosional, dan keuangan atas dampak kejahatan itu.38

Tujuan dilaksanakannya VOM adalah memberi penyelesaian terhadap peristiwa yang terjadi, diantaranya dengan membuat sanksi alternatif bagi pelaku atau melakukan pembinaan ditempat khusus bagi pelanggaran yang benar-benar serius. Dalam bentuk dasarnya proses ini melibatkan dan membawa korban dan pelaku bersama kepada satu mediator yang mengkoordinasi dan memfasilitasi pertemuan.

Sasaran dari VOM yaitu proses penyembuhan terhadap korban dengan menyediakan wadah bagi semua pihak untuk bertemu dan berbicara secara sukarela serta memberi kesempatan pada pelaku belajar terhadap akibat dari perbuatannya dan mengambil tanggung jawab langsung atas perbuatannya serta membuat rencana penyelesaian kerugian yang terjadi.39 Dalam melaksanakan program mediasi, mediator harus melakukan segala kemungkinan untuk memastikan bahwa korban tidak akan dirugikan dengan cara apapun. Korban juga harus diberikan pilihan mengenai keputusan seperti kapan dan di mana sidang mediasi akan berlangsung, yang akan hadir, yang akan berbicara pertama, dll.40

38 http://www.nij.gov/topics/courts/restorative-justice/promising practices/victim-offender-mediation.htm 5 desember, 2007 (accessed March 6, 2013).

39Marlina, Peradilan Pidana Anak di Indonesia, 184.

40 http://www.nij.gov/topics/courts/restorative-justice/promising practices/victim-offender-mediation.htm 5 desember, 2007 (Accessed March 6, 2013). Lihat juga Ronald M. George, Balanced and Restorative Justice (Council of California Administratif Office of The Courts, 2006), 22,

Victim offender mediation berbeda dengan tipe mediator yang lain. Mediasi ini sering dititik beratkan pada tercapainya sebuah pertanggung jawaban dengan sedikit perhatian terhadap akibat dari konflik tersebut terhadap kehidupan atau keadaan para pihak yang ikut terlibat. Jenis mediasi lain lebih menitikberatkan pada pertanggung jawaban tetapi victim offender mediation mendasarinya dengan dialog dan perhatian kepada penyembuhan korban serta pertanggungjawaban pelaku dalam pengembalian kerugian.41

2.2 Family Group Conferencing (FGC)

Family Group Conferencing (FGC) adalah proses perencanaan penetapan hukuman di mana keputusan harus dibuat untuk anak-anak atau remaja. FGC merupakan pertemuan formal di mana anggota anak atau keluarga dekat pemuda datang bersama-sama dengan kerabat dan anggota masyarakat anak yang terlibat untuk mengembangkan sebuah rencana dalam memutuskan kepentingan terbaik untuk anak yang melakukan tindak kriminal.42

Family Group Conferencing berakar pada budaya Aborigin, di mana perawatan dan pengambilan keputusan bagi anak-anak adalah tanggung jawab keluarga dan masyarakat. Pada tahun 1989 konsep ini dimasukkan ke dalam model undang-undang Perlindungan Anak setelah adanya konsultasi ekstensif dengan kelompok masyarakat dan Maori asli.43 Proses yang dilakukan masyarakat bangsa Maori ini terkenal dengan sebutan wagga wagga dan telah dipakai untuk menyelesaikan permasalahan dalam masyarakat tradisional dan merupakan tradisi yang ada sejak lama.44

FGC berkembang di New Zealand. Model ini juga telah diperkenalkan di hampir 20 negara termasuk Australia, Brazil dan Arab Saudi. Sebuah survei internasional menunjukkan peningkatan dramatis dalam pembentukan program baru antara tahun 1998 dan 2002, dan diikuti pada tahun 2003. Survei yang sama melaporkan

41Marlina, Peradilan Pidana Anak di Indonesia, 187.

42Ministry of Children and Family Development (Child and Family Development Division), Family Group Conference Reference Guiede (British

Columbia, August 2005), 2.

http://www.mcf.gov.bc.ca/child_protection/pdf/fgc_guide_internet.pdf (accessed June 8, 2013).

43Ministry of Children and Family Development (Child and Family Development Division), Family Group Conference Reference Guiede, 3.

bahwa proyek FGC berfokus pada kesejahteraan anak (60%), keadilan pemuda (58%) diikuti oleh kekerasan dalam rumah tangga/ keluarga (keduanya 32%) dan kesehatan mental anak (29%).45

Peserta dalam FGC terdiri dari tiga kategori yaitu: keluarga, anak atau orang muda yang menjadi subyek konferensi dan aparat penegak hukum yang menangani kasus anak seperti: kepolisian, hakim, jaksa, balai pemasyarakatan, dll yang terlibat dalam kasus ini.46 Dalam konsep FGC, keluarga dipandang sebagai "pakar" yang berada dalam posisi terbaik untuk mengembangkan rencana yang akan menjamin perawatan dan perlindungan anak-anak mereka.47

Tujuan dari FGC ini mendapatkan kejelasan dari peristiwa yang terjadi dengan memberi semangat kepada pelaku, mengembalikan kerugian korban, dan memberi kesempatan kepada pelaku untuk bertanggung jawab atas kesalahannya. Sasaran dari FGC adalah melibatkan korban secara langsung dalam diskusi dan melibatkannya dalam pembuatan keputusan mengenai pelanggaran yang terjadi serta memberikan kesempatan korban dan pelaku untuk saling berhubungan dalam memperkuat kembali tatanan masyarakat yang sempat terpecah karena terjadinya pelanggaran oleh pelaku terhadap korban.48

2.3 Circles

The circle process a path for Restorative dialogue adalah cara berbicara bersama-sama, dihormati dan diperlakukan sama. Peserta didorong untuk mempunyai rasa tanggung jawab bersama demi kesejahteraan masyarakat dan individu yang ada di dalamnya, serta memberikan pemahaman bahwa apa yang terjadi pada seseorang mempengaruhi semua.49

45Lee Barnsdale dan Moira Walker, Examining The Use and Impact of Family Group Conference (Social Work Research Center University of Stirling : March 2007), 2, http://www.scotland.gov.uk/Resource/Doc/172475/0048191.pdf. (accessed June 8, 2013).

46Leone Huntsman, Family Group Conferencing in a Child Welfare Context (NSW Department of Community Service : July 2006), 7, http://www.community.nsw.gov.au (accessed June 8, 2013).

47Melisa Hanson, Judith Wirth and Karin Gunderson, Family Group Conference Facilitators Manual, 6,

http://www.nrcpfc.org/webcasts/archives/05/trainingmanualnov04.pdf (accessed June 8, 2013).

48Marlina, Peradilan Pidana Anak di Indonesia, 189.

49Jean Greenwood, The Circle Process : A Path for Restorative Dialogue (Center for Restorative Justice and Peacemaking: October 2005), 2,

Circle merupakan versi terbaru dari sanksi hukum pidana dan merupakan praktek tradisional dari penduduk asli di Kanada dan Amerika Indian di Amerika Serikat. Konsep ini dibangkitkan pada tahun 1991 oleh hakim dan komite keadilan masyarakat di Yukon Territory dan masyarakat Kanada utara lainnya. Circle telah dikembangkan paling luas di Saskatchewan, Manitoba, dan Yukondan serta telah digunakan sesekali di beberapa komunitas lain. Penggunaan konsep ini menyebar ke Amerika Serikat pada tahun 1996.

Circle telah digunakan untuk pelaku dewasa dan remaja, untuk berbagai pelanggaran, dan pengaturan baik di pedesaan dan perkotaan. Circle adalah strategi yang dirancang tidak hanya untuk mengatasi perilaku kriminal dan tunggakan pelaku tetapi juga untuk mempertimbangkan kebutuhan korban, keluarga, dan masyarakat.50

Keberhasilan dari circle adalah jika adanya kerjasama dengan sistem peradilan formal dan masyarakat. Sistem peradilan formal perlu ikut berperan untuk memastikan bahwa proses yang dijalankan telah memberikan keadilan dan bersifat jujur bagi semua pihak dan tanpa pemaksaan.

2.4 Reparative Board / Youth Panel

Reparative Board merupakan praktek lain yang terinspirasi oleh keadilan restoratif untuk meningkatkan kontrol sosial di tingkat lokal dengan melibatkan warga dalam proses peradilan. Dalam konsep ini sangat dibutuhkan bagi pengamat untuk hadir selain anggota dewan.51

Program ini adalah versi terbaru yang jauh lebih maju dan lebih luas komunitasnya terhadap kejahatan remaja. Program ini umumnya dikenal dengan istilah-istilah seperti youth panels, neighborhood boards, atau community diversion boards. Program ini mulai dilaksanakan di Negara bagian Vermont pada tahun 1996 dengan

http://www.cehd.umn.edu/ssw/rjp/resources/rj_dialogue_resources/Peacemaking_He aling_Circles/The_Circle (accessed June 10, 2013).

50Gordon Bazemore and Mark Umbreit, ‚A Comparison of Four Restorative Conferencing Models‛, Juvenile Justice Bulletin (Office of Justice Programs, February 2001), 6,

https://www.nttac.org/views/docs/jabg/balancedRestoreJustice/comparison_four_rc_ models.pdf (accessed June 10, 2013).

51Margarita Zernova, Restorative Justice : Ideals and Realities (England: Ashgate Publishing, 2007), 20.

lembaga pendamping Bureau of Justice Assictance setelah melihat respon yang baik dari warga Negara.52

Selama pertemuan, para penegak hukum melakukan diskusi dengan pelaku, membicarakan sanksi yang pantas untuk para pelaku sampai adanya kesepakatan tindakan hukuman yang akan ditentukan bagi pelaku. Dalam hal ini pelaku harus mendokumentasikan kemajuannya dalam memenuhi ketentuan perjanjian. Setelah ditetapkan jangka waktu telah berlalu, petugas menyampaikan laporan kepada pengadilan atas kepatuhan pelaku dengan disepakati sanksi. Pada titik ini, keterlibatan dewan dengan pelaku berakhir.

Tujuan dari program reparative board ini adalah melibatkan pelaku dan korban secara langsung dalam proses peradilan, memberikan kesempatan bagi korban dan anggota masyarakat untuk menghadapi pelaku dengan cara yang konstruktif tentang perilaku mereka, memberikan kesempatan bagi pelaku untuk mengambil tanggung jawab pribadi dan dipertanggungjawabkan secara langsung atas kerugian yang terjadi pada korban dan masyarakat serta mengurangi ketergantungan pada pengolahan sistem peradilan formal.53

3. Restorative Justice dalam Islam

Keadilan restoratif cenderung fleksible, proses keadilan ini ditentukan sesuai dengan ringan dan beratnya kejahatan yang di perbuat, kerusakan yang disebabkan, situasi dan kondisi pelaku dan posisi korban. Dalam hukum Islam bentuk keadilan restoratif ini dapat berupa kompensasi, konsiliasi dan pengampunan. Hal ini bertujuan agar pelaku dapat bertanggung jawab atas kerugian yang ditimbulkan olehnya terhadap korban dan masyarakat.54

Menurut Andi Hamzah dalam hukum Islam pelaku tindak pidana bisa mendapatkan pembebasan atau memperoleh keringanan

52Marlina, Peradilan Pidana Anak di Indonesia, 194. Lihat juga David

Peebles, Community Reparative Boards,

https://www.ncjrs.gov/html/ojjdp/2001_2_1/page2.html (Accessed June 10, 2013).

53Gordon Bazemore and Mark Umbreit, ‚A Comparison of Four Restorative Conferencing Models‛, Juvenile Justice Bulletin, 3.

54Mutaz M. Qafisheh, ‚Restorative Justice in the Islamic Penal Law: A Contribution to the Global System‛, International Journal of Criminal Justice

Sciences Vol 7 Issues 1 January-June

2012.http://www.sascv.org/ijcjs/pdfs/mutazaicjs2012istissue.pdf (Acessed February 25, 2013).

hukum dari pengadilan bila mereka mendapat pengampunan dari korban dengan membayar denda atau diyat. Jika penyelesaian lewat restoratif tercapai, Negara yang diwakili oleh pengadilan hanya menetapkan lewat sebuah keputusan agar kesepakatan antara pelaku dan korban dapat berjalan dengan baik.55Prinsip-prinsip keadilan restoratif ini adalah pusat untuk ajaran banyak agama, termasuk Islam.56

3.1. Kompensasi (Diyat)

Kompensasi atau diyat 57 adalah sebuah alternatif untuk hukuman mati atau hukuman lain atas sebuah kejahatan yang

55Yustisi.com, Menjaga Keseimbangan Hubungan Pelaku Pidana dan Korban- Indonesia Sudah Waktunya Punya Peradilan Restoratif, http://yustisi.com/2012/04/indonesia-sudah-waktunya-punya-peradilan-restoratif/ Terbit Online 4 Maret 2013 (Diakses pada 2 Desember 2013).

56Center for Restorative Justice and Peacemaking, ‚Restorative Justice and Islam‛,