• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN UMUM TENTANG SUSTAINABLE DEVELOPMENT PRINCIPLE

C. Konsep Sustainable Development Principle dalam Deklarasi Rio Branco menurut Perspektif Hukum Internasional

Deklarasi Rio Branco merupakan sebuah momentum dari suatu kolaborasi sub-nasional dari 34 negara bagian dan provinsi “Governor’s Climate and Forest Task Force” (GCF) atau Satuan Tugas Hutan dan Iklim Gubernur dari 7 negara yakni Brasil, Indonesia, Meksiko, Nigeria, Peru, Spanyol dan Amerika Serikat.

Negara bagian dan provinsi angota GCF tersebut terdiri dari Acre, Amapa, Amazonas, Mato Grossi, Para dan Tocantins (Brasil); Aceh, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Papua, Kalimantan Barat, dan Papua Barat (Indonesia); Amazonas, Loreto, Madre de Dios, San Martin, dan Uyacali (Peru); Campeche, Chiapas, Jalisco, Quintana Roo, dan Tabasco (Meksiko); Cross River State (Nigeria); California dan Illnois (Amerika Serikat); dan Catalonia (Spanyol).

Deklarasi ini dinilai sebagai langkah kesepakatan terbaik oleh pemerintah dari negara bagian dan provinsi penandatangannya, terutama untuk masalah mitigasi perubahan iklim dan perlindungan hutan tropis.

Komitmen anggota-anggota CGF ini berorientasi pada pengurangan deforestasi hutan109 dan degradasi hutan110, perlindungan sistem iklim global, meningkatkan mata pencaharian pedesaan, dan mengurangi kemiskinan di yurisdiksi anggotanya. Komitmen tersebut kemudian secara formil dituangkan dalam Deklarasi Rio Branco pada 11 Agustus 2014 setelah sekian lama yakni tahun 2008

109 Deforestasi hutan adalah pengalihan hutan menjadi lahan dengan tujuan lain atau pengurangan tajuk pohon di bawah ambang batas minimum 10 % untuk jangka panjang dengan tinggi pohon mininmum 5 m (in situ ) dan areal minimum 0,5 ha (Sumber : FAO (Food and Agriculture Organisation, seperti yang dikutip dari Rancangan strategi Nasional REDD+ tanggal 18 November 2010 BAPPENAS)

110

Degradasi hutan adalah perubahan di dalam hutan yang berdampak negatif terhadap struktur atau fungsi tegakan hutan atau lahan hutan sehingga menurunkan kemampuan hutan dalam menyediakan jasa/produk hutan. Dalam konteks REDD+, diartikan sebagai penurunan stok karbon (carbon stock degradation) hutan.

negara bagian dan provinsi-provinsi GCF berupaya mempelopori promosi pengintegrasian perlindungan hutan dan iklim menuju pembangunan berkelanjutan.

Konsep sustainable development principle dalam deklarasi ini menjadi nafas dari berbagai tujuan yang menjadi komitmen bersama para anggota CGF. Dalam deklarasi disebutkan bahwa yang menjadi kesadaran dasar pentingnya perlindungan hutan bagi dunia yakni:111 “Hutan tropis memainkan peran penting dalam

pembangunan berkelanjutan dengan melindungi kualitas udara dan air, tanah, habitat tanaman dan satwa; dan berkontribusi melalui mitigasi banjir dan proteksi iklim, dan dengan menyediakan sumber-sumber obat-obatan, pangan, energi dan hasil hutan lainnya, dan hal-hal ini sangatlah penting bagi mata pencaharian dan budaya masyarakat hutan dan masyarakat pedesaan”.

Kesadaran akan betapa pentingnya hutan dalam kesinambungan fungsi lingkungan dan pembangunan terhadap manusia baik secara global dan regional di berbagai bidang terutama yang terkait dengan kualitas udara dan air serta tanah, habitat tanaman dan satwa, ketersediaan sumber-sumber pangan, energi dan obat-obatan serta hasil hutan lainnya bagi masyarakat dunia bahkan juga perlindungan dan pencegahan terhadap berbagai bencana alam seperti banjir dan perubahan iklim.

Beranjak dari hal itulah, negara-negara bagian dan provinsi-provinsi anggota GCF sejak tahun 2008 mempelopori upaya-upaya perlindungan hutan tropis yang pada faktanya seperempat hutan tropis dunia berada di negara-negara bagian dan provinsi-provinsi anggota CGF, termasuk di dalamnya lebih dari tiga perempat hutan Brasil dan Peru dan lebih dari setengah hutan Indonesia.

GCF berupaya membangun strategi-strategi dan program-program yurisdiksi untuk pembangunan rendah emisi dan segala hal yang terkait REDD+ secara tepadu dalam skala besar menuju pembangunan yang berkelanjutan.112 Upaya mengurangi deforestasi dilakukan dengan membangun kemitraan-kemitraan baru dengan inisiatif-inisiatif sektor swasta melalui program-program yurisdiksi dan menyalurkan secara cepat dan efektif pendanaan berbasis kinerja untuk mendukung pembangunan ekonomi berbasis hutan dan ramah bagi produsen, rimbawan, petani, peternak, masyarakat adat, komunitas-komunitas lokal, dan para pemangku kepentingan hutan lainnya.

Kelompok GCF ini mempunyai tujuan memajukan program-program di tingkat nasional di negara-negara tropis guna merancang pembangunan desa rendah emisi serta pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan (REDD+113) di tengah prospek transformasi pasar menuju karbon netral dan berkelanjutan yang harus mendorong pemerintah untuk terus berinvestasi dalam program-program yurisdiksi untuk REDD+ dan pembangunan rendah emisi. Jika jaminan atas pembiayaan ini bisa tersedia, GCF berkomitmen untuk mengurangi deforestasi sebesar 80 % pada tahun 2020 nanti.

Deklarasi Rio Branco dianggap merupakan salah satu representasi salah satu solusi perubahan iklim jangka panjang terbaik karena pemerintah negara-negara hutan tropis tidak meminta negara-negara industri untuk membayar tagihannya,114 karena hanya menyerukan kepada seluruh pemerintah negara-negara donor dan sektor swasta

112

Lihat Paragraf 2

113 seperti yang dikutip dari www.reddplus.go.id/tanya-jawab Reducing Emissions From

Deforestation and Forest Degradation (REDD+) yakni langkah-langkah yang didesain untuk

menggunakan insentif keuangan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dari deforestasi dan degradasi hutan, memaksimalkan peran konservasi, manajemen hutan yang berkepanjangan dan peningkatan stok hutan karbon.

untuk bekerja sama menggalang dana-dana pembayaran untuk kinerja dan peningkatan kapasitas upaya pembangunan berkelanjutan yang dilakukan di negara-negara bagian dan provinsi-provinsi anggota GCF.

Pemerintah nasional GCF, pemerintah negara-negara donor, sektor swasta dan masyarakat sipil diharapkan oleh GCF untuk bergabung bersama dan menyepakati bahwa sedikitnya ada sejumlah besar dana dari pembayaran untuk kinerja yang ditujukan untuk mempromosikan REDD+ dan pembangunan rendah emisi yurisdiksi anggota GCF yang akan diperuntukkan dan diberikan kepada komunitas yang hidupnya bergantung pada hutan, para petani kecil dan masyarakat adat.115

Upaya pengurangan deforestasi dan degradasi hutan serta promosi REDD+ dan pembangunan rendah emisi yang diusung oleh deklarasi ini tentunya merupakan salah satu perwujudan penerapan sustainable development principle yang sudah digaungkan sejak dahulu. Diantaranya adalah Konvensi Tentang Perubahan Iklim (The Framework Convention on Climate Change) 1992. Konvensi ini dirancang untuk mengatur pemakaian gas rumah kaca (greenhouse gases) seperti CO2, CH4, N2O, HFCs, PFCs dan SF6 yang merupakan penyebab terjadinya global warming dan global climate change,116. Tujuan akhir yang ingin dicapai konvensi ini adalah menstabilkan konsentrasi gas rumah kaca pada suatu level, yang mencegah akibat merusak dari gas rumah kaca pada sistem iklim.

Hal yang sama juga menjadi sentra fokus perlindungan yang dimuat dalam konvensi sebelum Konvensi tentang Perubahan Iklim 1992 ini, yakni Konvensi Wina 1985 atau The Vienna Convention for The Protection of the Ozone Layer. Pada

115 Deklarasi Rio Branco, Paragraf 19

preambulnya konvensi ini menunjukkan kesadaran masyarakat internasional atas ancaman yang sedang timbul terhadap atmosfer dunia. Meski konvensi ini tidak memuat standar-standar yang harus dipenuhi dalam rangka membatasi zat perusak ozon (ozon depleting substances), namun dapat dijadikan sebagai dasar acuan untuk melakukan kerjasama dalam melindungi lapisan ozon yang terbukti telah menipis.

Tindak lanjut dari Konvensi Wina ini adalah Protokol Montreal 1987, Amandemen London 1990, Amandemen Copenhagen 1992, Amandemen Montreal 1997, dan Amandemen Beijing 1999.117 Dalam Protokol tersebut disebutkan angka-angka dan standar serta jadwal (hard rules) yang harus dicapai oleh negara-negara anggota untuk mencegah kerusakan lebih lanjut terhadap lapisan ozon.

Konvensi Wina dan Konvensi Tentang Perubahan Iklim sama-sama hanya memuat soft obligations (aturan lunak) yaitu aturan yang tidak langsung menimbulkan dampak terhadap pengurangan zat yang dikontrol. Berbeda dengan Kyoto Protocol (Protokol Kyoto) tahun 1997 yang sudah memuat hard obligations tentang mengurangi gas rumah kaca, karena sudah memuat prinsip baru yakni Common but Differentiated Responsibilities, dan dengan demikian QELROs-nya (Quantified Emissions Limitation and Reduction Objectives) ditetapkan secara berbeda-beda antara negara yang satu dengan yang lain sesuai dengan kemampuan dan tanggungjawabnya. 118

Terlepas dari upaya pengurangan deforestasi hutan dan perlindungan sistem iklim global, Deklarasi Rio Branco ini juga membuat komitmen bersama tentang upaya pemberantasan kemiskinan dalam yurisdiksi anggotanya yakni meningkatkan mata pencaharian pedesaan, serta mensejahterakan komunitas yang hidupnya

117 Ibid.,

bergantung pada hutan, para petani kecil dan masyarakat adat. Ini menunjukkan bahwa konsep pembangunan berkelanjutan yang diamanahkan oleh berbagai kesepakatan internasional turut menjadi tujuan bersama dalam deklarasi ini. Sesuai dengan prinsip pembangunan berkelanjutan yang dimuat dalam Deklarasi Rio 1992 sebagai penegasan dari Deklarasi Stockholm 1972.

Substansi prinsip pembangunan berkelanjutan dalam Deklarasi Rio Branco berkaitan erat dengan prinsip umum yang termuat dalam Deklarasi Rio 1992, terutama Prinsip 1. Prinsip 2, Prinsip 3, Prinsip 5, Prinsip 22 serta Prinsip 27.

Kehidupan manusia yang layak dan produktif yang serasi dengan alam yang merupakan sasaran upaya pengurangan deforestasi dn pemanfaatan hutan serta perlindungan iklim global dalam Deklarasi Rio Branco sesuai dengan Prinsip 1 Deklarasi Rio 1992 yang menyatakan bahwa manusia merupakan sasaran utama pembangunan berkelanjutan.

Setiap negara yang tergabung dalam GCF ini berdaulat penuh memanfaatkan sumber daya alam mereka sesuai dengan kebijakan bidang lingkungannya masing-masing dan wajib menjaga agar kegiatan yang dilaksanakan di dalam wilayahnya tidak menimbulkan kerusakan lingkungan negara lain atau wilayah di luar batas wilayah nasional negara lain bersesuaian dengan prinsip yang termaktub dalam Prinsip 2 Deklarasi Rio 1992.

Pengurangan deforestasi dan degradasi hutan, pembangunan rendah emisi, promosi REDD+, yang merupakan upaya perlindungan sistem iklim global dunia untuk masa sekarang dan yang akan datang yang dilakukan GCF sebagaimana telah mereka deklarasikan dalam Deklarasi Rio Branco; senada dengan prinsip hak membangun yang ada dalam Prinsip 3 Deklarasi Rio 1992 yang harus dilaksanakan

sebaik mungkin untuk memenuhi kebutuhan pembangunan dan lingkungan hidup baik bagi generasi masa kini dan masa depan.

Kerjasama yang dibangun oleh para anggota GCF yang terdiri dari 34 negara bagian dan provinsi dari 6 negara yang memiliki hutan tropis ini juga menyerukan kepada mitra-mitra mereka dari kalangan manapun baik pemerintah-pemerintah negara donor, sektor swasta, komunitas atau masyarakat sipil untuk turut bekerjasma bersama GCF mendukung program-program mereka untuk peningkatan pencaharian masyarakat pedesaan dan memberikan manfaat kepada segala pihak yang hidupnya bergantung pada hutan dan hasil hutan; merupakan upaya pengejawantahan prinsip 5 Deklarasi Rio 1992 yang menginginkan kerjasama internasional dalam rangka pemberantasan kemiskinan sebagai prasyarat perwujudan pembangunan berkelanjutan untuk mengurangi batas hidup layak.

Perhatian dari GCF kepada masyarakat adat dan masyarakat hutan di wilayah yurisdiksinya sebagaimana yang mereka deklarasikan dalam deklrasai Rio Branco berkaitan dengan Prinsip 22 Deklarasi Rio yang mewajibkan pemerintah untuk menghormati tradisi, pengetahuan dan peran penduduk asli dalam pembangunan, serta memelihara jatidiri, kebudayaan dan kepentingan mereka.

Semangat kerjasama yang diusung oleh Deklarasi Rio Branco dimana para anggota GCF mengharapkan itikad baik dan kerjasama dari seluruh komponen masyarakat internasional, baik pemerintah-pemerintah negara donor, sektor swasta maupun masyarakat sipil untuk mendukung tujuan baik GCF yakni melindungi hutan dan mencegah perubahan sistem iklim global dunia sekaligus mensejahterakan masyarakatnya. Hal ini sesuai dengan amanah Prinsip 27 Deklarasi Rio 1992 bahwa

pelaksanaan prinsip-prinsip deklarasi berdasarkan kerjasama pemerintah dan anggota masyarakat, berdasarkan itikad baik, serta semangat kemitraan bersama.

Komitmen-komitmen yang disepakati oleh anggota GCF dalam Deklarasi Rio Branco ini jika ditinjau dari hukum internasional turut mewujudkan semangat pembangunan berkelanjutan yang sejak dahulu sudah dibuat oleh negara-negara di dunia melalui berbagai kesepakatan dan aturan internasional atas dasar kesadaran bahwa kelangsungan masa depan lingkungan sekaligus masa depan kelangsungan kehidupan manusia dipengaruhi oleh kebijakan serta tindakan manusia terhadap lingkungan di masa kini, dan salah satu yang terpenting di antaranya adalah kebijakan pembangunan berkelanjutan.

BAB I

PENDAHULUAN