• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.5. Kontribusi Penelitian

Seperti sudah dikemukakan sebelumnya bahwa terdapat banyak studi yang telah dilakukan mengenai disparitas pertumbuhan ekonomi antar wilayah di Indonesia. Dalam enam enam tahun terakhir khususnya menjelang dan pasca otonomi daerah, hampir semua studi tentang disparitas ekonomi antar wilayah menganalisis dampak otonomi daerah atau desentralisasi fiskal terhadap perekonomian wilayah dan disparitas ekonomi antar wilayah. Di pihak lain, beberapa studi tentang pembangunan atau investasi sektoral juga telah dilakukan, sebagian besar menganalisis dampak pembangunan/investasi sektor pertanian atau agroindustri terhadap keragaan perekonomian dan kemiskinan di Indonesia. Namun demikian, studi mengenai disparitas ekonomi antar wilayah tersebut masih jarang yang menggunakan pendekatan model CGE. Dalam studi ini, model CGE akan digunakan sebagai alat analisis utama dalam mempelajari dampak perubahan produsktivitas sektoral berbasis investasi terhadap pertumbuhan ekonomi wilayah dan selanjutnya disparitas ekonomi antar wilayah itu sendiri akan dianalisis dengan menggunakan indeks CVw .

Disparitas pertumbuhan ekonomi antar wilayah menunjukkan adanya perbedaan pertumbuhan atau perkembangan ekonomi antar wilayah. Pertumbuhan suatu wilayah selain ditentukan oleh aktivitas ekonomi sektoral yang berada di wilayah tersebut juga ditentukan oleh keterkaitan diantara sektor tersebut baik dalam bentuk hubungan vertikal, horizontal maupun komplementer. Ketiga bentuk hubungan tersebut dapat terjadi hingga ke luar wilayah sehingga terjadi keterkaitan antar wilayah.

Dari sisi pengeluaran, kemajuan suatu wilayah juga akan ditentukan oleh interaksi pelaku ekonomi apakah rumahtangga, pemerintah, maupun swasta dengan aktivitas sektoral dalam memenuhi final demandnya. Dengan demikian apabila ada perubahan dalam kebijakan ekonomi, misalnya kebijakan investasi sektoral, maka dampak kebijakan tersebut tidak hanya akan terjadi pada sektor yang bersangkutan tetapi juga akan mempengaruhi perkembangan sektor-sektor lainnya yang pada gilirannya akan mempengauhi pertumbuhan wilayah dimana pertumbuhan suatu wilayah pada dasarnya merupakan agregasi dari pertumbuhan sektoral dalam wilayah yang bersangkutan. Besarnya keterkaitan antar sektor di masing-masing wilayah dan antar sektor di wilayah lain akan berbeda tergantung pada banyak faktor yang kemudian akan menghasilkan tingkat pertumbuhan wilayah yang berbeda-beda yang pada gilirannya akan menentukan besarnya disparitas pertumbuhan ekonomi antar wilayah. Fenomena petumbuhan wilayah dan disparitas pertumbuhan antar wilayah dapat dilihat pada Gambar 2.

Fenomena pertumbuhan wilayah atau disparitas pertumbuhan ekonomi antar wilayah tersebut dapat ditangkap dalam model CGE yang dalam studi ini model CGE tersebut sudah memiliki dimensi wilayah atau sudah mendisagregasi tingkat nasional ke dalam tingkat wilayah. Model CGE adalah suatu alat analisis

kebijakan yang sangat kuat secara metodologi dan digunakan secara luas dalam berbagai bidang penelitian ekonomi, termasuk ilmu ekonomi pembangunan yang memfokuskan pada ekonomi wilayah. Model CGE adalah alat yang tepat untuk menganalisis shock eksternal dan kebijakan domestik pada kondisi dimana katerkaitan multisektor merupakan hal yang penting (Horison, 1997). Model CGE secara umum merupakan model yang mana di dalamnya mempresentasikan perekonomian secara keseluruhan, abstraksi dan agregasi tingkat tinggi, karena terdiri dari suatu kumpulan pasar yang berkaitan satu sama lain. Model CGE merupakan model keseimbangan karena model tersebut memasukan asumsi bahwa masing-masing pasar dalam keseimbangan/mencapai keseimbangan melalui pergerakan harga yang menyeimbangkan penawaran dan permintaan.

Gambar 2. Pertumbuhan Wilayah Wilayah Sektor ekonomi Sektor ekonomi Faktor Produksi Rumahtangga Pemerintah, dan Swasta (Distribusi Pendapatan)

Wilayah lain di Indonesia Wilayah lain di Indonesia

Dengan sitem persamaan yang komprehensif, model CGE memiliki keunggulan dalam mengungkapkan dampak produksi, konsumsi, perdagangan, investasi dan interaksi spasial secara keseluruhan dari suatu kebijakan (policy) atau guncangan (shock). Secara umum model CGE memuat persamaan- persamaan, variabel-variabel eksogen dan parameter, variabel-variabel endogen, dan bentuk-bentuk fungsi dari persamaan. Sistem persamaan dibentuk oleh subsistem-subsistem persamaan yang secara umum meliputi produksi, pasar input, faktor renumerasi, pendapatan disposable kelembagaan (rumah tangga dan pemerintah), tabungan dan investasi, permintaan produk, pasar eksternal, dan keseimbangan pasar produk (Sadoulet dan Janvry, 1995). Persamaan-persamaan yang membentuk model CGE biasanya dikelompokkan menjadi blok-blok persamaan seperti blok produksi, blok konsumsi, blok ekspor-impor, blok investasi, dan blok kliring pasar.

Aplikasi model empiris pada suatu negara tertentu digunakan sebagai laboratorium untuk suatu simulasi kebijakan dalam cakupan yang lebih luas untuk menganalisis pengaruh dari berbagai kebijakan pada perekonomian domestik. Suatu spesifikasi lembaga yang lebih detail dan suatu set dari variabel-variabel dan parameter-parameter memberikan ciri perekonomian secara memadai. Penerapan model CGE semacam ini mendukung analisis perubahan dalam variabel-variabel utama perekonomian secara kuantitatif yang disebabkan oleh langkah-langkah kebijakan makroekonomi dan sektor tertentu. Dengan mengggunakan model CGE yang telah didisagregasi ke dalam tingkat wilayah maka dampak dari kebijakan nasional tersebut juga dapat dilihat di tingkat wilayah baik aspek makro ekonomi maupun sektoral yang pada akhirnya tingkat

disparitas pertumbuhan ekonomi antar wilayah dapat dianalisis. Hal ini karena dalam model CGE yang memiliki dimensi wilayah, maka baik investasi, konsumsi rumahtangga, final demand lainnya, dan ekspor didisagregasi menurut dua dimensi yakni komoditi/sektor dan wilayah. Disamping itu komoditi/sektor itu sendiri didisagregasi menurut wilayah (Dixon et al. 1982).

Sudah dikemukakan bahwa, terdapat dua pendekatan dasar dalam membangun model CGE yang mampu menganalisis dampak suatu kebijakan atau adanya shock terhadap perekonomian wilayah yaitu model multiregional CGE

top-down dan model multiregional CGE bottom-up. Dalam studi ini akan digunakan model multiregional CGE top-down. Terdapat beberapa pertimbangan dalam pemilihan model tersebut yaitu:

1. Dari sisi ketersediaan data. Seperti yang dikemukakan oleh Dixon et al.

(1982), pendekatan top-down memerlukan data yang sangat hemat. Khususnya, menghindari pentingnya ketersediaan informasi yang detail mengenai arus perdagangan antar wilayah. Untuk Indonesia, data tersebut masih sulit diperoleh. Juga dikemukakan oleh Horridge (2007), model dan data dalam pendekatan bottom-up sangat besar sehingga memerlukan upaya yang keras untuk memperoleh data tersebut, serta langkah penyesuaian ukuran model memerlukan waktu dan memori.

2. Dari sisi kesesuaian dengan permasalah yang akan dianalisis. model

multiregional CGE top-down lebih relevan. Dimana meskipun sudah masuk dalam era otonomi daerah atau desentralisasi fiskal, namun peran pemerintah pusat atau kebijakan-kebijakan yang sifatnya nasional masih mempunyai peran besar dalam perkembangan atau pertumbuhan ekonomi suatu wilayah. Dalam era otonomi daerah tahap awal ini, peran pemerinah

pusat masih tetap penting dalam mempengaruhi perekonomian wilayah otonom, terutama dalam kondisi disparitas ekonomi wilayah yang masih bermasalah. kebijakan investasi masih banyak ditentukan oleh pusat. Disamping itu, investasi pemerintah pusat yang dikucurkan secara departemen masih relatif besar dibandingkan dengan investasi pemerintah daerah (Bappenas, 2005) dan investasi swasta yang nilainya jauh lebih besar daripada investasi pemerintah, alokasinya baik secara regional maupun sektoral masih sangat ditentukan oleh kebijakan pemerintah pusat. Di sisi lain, otonomi daerah dan kebijakan fiskal yang telah diimplementasikan sejak tahun 2001 belum memberikan hasil yang memuaskan. Pelaksanaan otonomi daerah ini sangat menguntungkan bagi daerah yang kaya akan sumberdaya alam atau daerah yang merupakan pusat perdagangan strategis. Akan tetapi bagi daerah yang miskin dan bukan pusat perdagangan, hal ini justru merugikan karena alokasi dana untuk daerahnya jadi berkurang. Dengan demikian daerah-daerah yang miskin ini biasanya sangat bergantung kepada bantuan keuangan dari pusat. Dengan demikian dalam studi yang menggunakan model multiregional CGE top-down ini, dianalisis dampak dari alokasi investasi sektoral oleh pemerintah maupun swasta khususnya terhadap perekonomian wilayah dan disparitas pertumbuhan antar wilayah.

Model multiregional CGE top-down yang digunakan dalam studi ini adalah model yang sudah dibangun Oktaviani et al. (2006) dalam studi Bappenas yang kemudian dinamai Model CGE-IR. Adapun perbedaan studi ini dengan yang dilakukan oleh Oktaviani et al. (2006) adalah: (1) dalam studi Oktaviani et al.

(2006), tidak secara khusus menganalisis disparitas pertumbuhan ekonomi antar wilayah, melainkan menganalisis dampak investasi terhadap perekonomian

makro, sektoral dan perekonomian wilayah otonom tertentu, (2) terdapat perbedaan dalam disagregasi wilayah maupun sektoral, dan (3) shock yang dilakukan, dalam Oktaviani et al. (2006) shock yang dilakukan adalah dengan melakukan peningkatan investasi pada seluruh sektor dengan besaran yang sama, sedangkan dalam studi ini shock dilakukan pada sektor-sektor terpilih.

Terdapat beberapa model ekonomi yang dapat digunakan untuk melihat dan menganalisis dampak perubahan variabel-variabel ekonomi terhadap pertumbuhan ekonomi wilayah dan disparitas pertumbuhan ekonomi antar wilayah seperti yang digunakan oleh para peneliti sebelumnya. Selain model CGE, model ekonometrika sering digunakan untuk analisis keseimbangan partial (partial Equilibrium), model Input-Output dan model Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE). Pemilihan model CGE dalam studi ini karena memiliki beberapa keunggulan:

1. Dibandingkan dengan model keseimbangan parsial, model CGE sudah memasukkan semua transaksi antara pelaku-pelaku ekonomi secara keseluruhan, baik di pasar faktor produksi maupun pasar komoditi. Sehingga dampak dari suatu kebijakan akan dapat dianalisis pengaruhnya secara kuantitatif terhadap kinerja ekonomi baik secara makro maupun secara sektoral (Horison, 1997).

2. Model CGE sudah memasukkan kemungkinan substitusi antar faktor produksi, sehingga jika terjadi perubahan harga relatif suatu faktor produksi, maka produsen akan merubah komposisi penggunaan faktor produksi ke arah faktor produksi yang harganya relatif lebih murah. Pada model CGE dampak kebijakan dapat dianalisis pada tingkat institusi, distribusi pendapatan diantara golongan rumah tangga, distribusi pendapatan diantara faktor

produksi primer, neraca perdagangan dan sebagainya (Horison, 1997). Lebih lanjut, Wobst (2001) menyatakan bahwa pada model CGE harga sudah dimasukkan sebagai variabel endogen.

3. Dibandingan dengan Social Accountinng Matrix (SAM) atau Sisem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE), model CGE sudah memasukkan persamaan non linier. Disamping itu, pada model CGE harga sudah dimasukkan sebagai variabel endogen.

4. Dibandingkan dengan model makro ekonometrika, model CGE dapat mengacu pada tahun tertentu (particular benchmark years), sedangkan pada model makro ekonometrika data yang digunakan merupakan data deret waktu, sehingga tidak dapat diaplikasikan pada tahun tertentu. Disamping itu dengan menggunakan model CGE hubungan antara makro ekonomi dangan mikroekonomi dapat diketahui, sementara pada model makro ekonometrika analisis dan dampak hanya dapat dilakukan di tingkat makro (Horison, 1997).

Sedangkan keterbatasan model CGE pada penelitian ini adalah struktur pasar yang diaplikasikan pada model dalam penelitian ini, terutama untuk komoditas listrik cenderung merupakan struktur pasar monopoli. Padahal asumsi utama dalam model CGE mengenai struktur pasar adalah pasar persaingan sempurna dengan kondisi constant return to scale. Namun demikian berdasarkan hasil penelitian Abayasiri-Silva dan Horridge (1996), model CGE dapat juga diterapkan pada struktur pasar monopoli dengan kondisi increasing return to scale. Abayasiri-Silva dan Horridge (1996) menemukan bahwa hasil simulasi yang diperoleh dengan menggunakan asumsi Pasar Persaingan Sempurna (PPS) atau monopoli adalah relatif sama. Disamping itu, penggunaan model

multiregional CGE top-down, menyebabkan shock tidak dapat dilakukan dari sisi suplai spesifik wilayah. Pemetaan dimensi wilayah muncul tanpa adanya

feedback dari wilayah yang didisagregasi; dalam hal ini efek dari kebijakan yang berasal dari dalam wilayah tidak dapat terlihat.

3.1. Teori Keseimbangan Umum dan Model Computable General