• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONVERSI HAK-HAK PERORANGAN ATAS TANAH

Dalam dokumen HUKUM PERTANAHAN DI BELANDA DAN INDONESI (Halaman 195-200)

D

engan diundangkannya Undang-Undang Pokok Agraria pada tanggal 24 September 1960, hanya ada satu macam hukum tanah yang berlaku serentak di seluruh wilayah Indonesia, sebagai perwujudan Wawasan Nusantara di bidang hukum tanah dan selanjutnya hanya ada satu perangkat hak-hak perorangan atas tanah sebagaimana ditetapkan dalam pasal 16 ayat 1 jo. Pasal 53 UUPA, pasal 20 s/d 51 jo. Pasal 57 UUPA.

Sejak saat itu terjadilah uniikasi di bidang hukum tanah, antara lain uniikasi hak-hak perorangan atas tanah yang sudah dipunyai oleh orang-orang dan badan-badan hukum berdasarkan Hukum Tanah Adat dan Hukum Tanah Barat dengan cara mengubah (dikonversi) menjadi salah satu hak-hak perorangan atas tanah menurut UUPA, berdasarkan ketentuan-ketentuan konversi dalam Diktum Kedua UUPA.

Untuk memahami lebih lanjut perubahan-perubahan tersebut, perlu diketahui apa fungsi UUPA dalam hubungan ini. Fungsi tersebut adalah sebagai berikut :

1. Menciptakan uniikasi di bidang Hukum Tanah, dengan menghapuskan/ menyatakan tidak berlaku lagi peraturan-peraturan hukum tanah lama dan menyatakan berlakunya Hukum Tanah Nasional yang bersumber pada Hukum Tanah Adat yang tidak tertulis.

2. Menciptakan uniikasi hak-hak perorangan atas tanah yang sudah dipunyai oleh orang-orang dan badan-badan hukum berdasarkan Hukum Tanah Adat atau Hukum Tanah Barat, dengan cara meng- ubah (dikonversi) menjadi salah satu hak-hak perorangan atas tanah menurut UUPA, berdasarkan ketentuan-ketentuan konversi dalam Diktum Kedua UUPA.

3. Meletakan landasan hukum untuk pembangunan Hukum Tanah Nasional.

Selain itu perlu pula mengetahui konversi hak-hak perorangan atas tanah perlu diketahui terlebih dahulu perubahan apa yang terjadi sejak berlakunya UUPA dan perubahan itu terjadi karena hukum (“van rechtwege”) terhitung sejak tanggal 24 September 1960.

Dalam ketentuan UUPA ada diantaranya yang memerintahkan

untuk diadakan pengaturan lebih lanjut dalam bentuk peraturan perundang-undangan, yaitu Undang-Undang, Peraturan Pemerintah maupun Per aturan Menteri sebagaimana ditetapkan antara lain dalam pasal-pasal: 14, 17, 18, 19, 21 ayat 2, 50, 51 UUPA.

Untuk melaksanakan pembangunan Hukum Tanah Nasional, dalam rangka melengkapi UUPA dengan peraturan tertulis sebagaimana dipe rintahkan pasal-pasal tersebut digunakan bahan-bahan dari Hukum Tanah Adat yang tidak tertulis berupa : Konsepsi, Asas-asas, Lembaga- lembaga Hukum dan Sistem Hukum Tanah Adat yang tidak tertulis sebagai sumber utamanya.

Selama belum terbentuk peraturan tertulis yang dimaksud, dapat digunakan norma-norma Hukum Tanah Adat yang tidak tertulis sebagai pelengkap peraturan tertulis. Sepanjang norma-norma Hukum Tanah Adat yang tidak tertulis masih berlaku pada saat diperlukan sebagai pelengkap dan memenuhi persyaratan dalam pasal 5 UUPA. Disamping itu perlu diperhatikan pula pasal-pasal peralihan pasal 55 dan pasal 56 UUPA.

10.1. Tujuan diadakannya ketentuan konversi Tujuan diadakannya konversi adalah untuk :

a. Menciptakan uniikasi hak-hak perorangan atas tanah terutama yang sudah merupakan suatu hubungan hukum yang kongkrit dengan tanah berdasarkan ketentuan Hukum Tanah yang lama, yaitu tanah-tanah hak barat dan tanah-tanah hak Indonesia. Dan di pihak lain Hak Hipotik yang membebani tanah-tanah dengan

Hak Eigendom, Hak Erfpacht dan Hak Opstal dan juga Hak

Credietverband yang membenani tanah-tanah Hak Milik Adat. b. Untuk mengakhiri hak-hak asing atas tanah, yaitu tanah-tanah hak

yang dikuasai dan digunakan oleh orang-orang asing dan badan- badan hukum asing. Hal ini adalah sebagai akibat berlakunya Agrarische Wet 1870 yang memuat politik pertanahan pemerintah jajahan Hindia Belanda berikut peraturan pelaksanaannya. Oleh karena itu untuk tanah-tanah hak barat yang tidak dikonversi menjadi Hak Milik, hanya akan berlangsung selama sisa jangka waktunya dan paling lama adalah 20 tahun dan bahkan ada pula yang tidak dikonversi dan dihapuskan hak barat tersebut.

10.2. Terjadinya konversi

Konversi atau perubahan terjadinya karena hukum (“van rechtswege”) dan secara serentak sejak tanggal 24 September 1960. Ini berarti bahwa terhitung sejak tanggal tersebut tidak berlaku lagi lembaga-lembaga atau hak-hak atas tanah yang diatur oleh Hukum Tanah Barat maupun

Hukum Tanah Adat. Demikian pula tidak ada lagi Hak Hipotik dan Hak

Credietverband sebagai hak jaminan atas tanah. Karena hak-hak perorang- an atas tanah tersebut telah diubah/dikonversi menjadi salah satu hak baru berdasarkan UUPA.

Oleh karena itu jika akan menegaskan bahwa hak atas tanah yang

baru itu berasal dari konversi hak atas tanah yang lama, maka sebutan bagi hak atas tanah yang lama harus (didahului) sebutan “bekas”, misalnya: bekas Hak Milik Adat yang belum bersertipikat, bekas Hak Grant Sultan (di Medan dan sekitarnya), bekas Hak Eigendom, bekas Hak Erfpacht (baca pasal 1 PMA No. 2/1960, B1). Hak Hipotik dan Credietverband dikonversi menjadi Hak Tanggungan (pasal 51, 57 jo. UU no. 4/1996). 10.3. Pelaksanaan konversi

Perubahan/Konversinya adalah berdasarkan persamaan isi dan kewenangan yang ada pada hak atas tanah yang lama dengan hak atas tanah yang baru. Sedang pelaksanaan perubahan/konversi, ada yang semata-mata karena hukum, artinya tidak ada syarat lain yang harus dipenuhi terlebih dahulu, misalnya Hak Erfpacht untuk perkebunan besar langsung dikonversi menajdi Hak Guna Usaha dengan jangka waktu paling lama 20 tahun.

Ada pula yang konversinya harus dipenuhi syarat konstitutip, supaya dapat dikonversi menjadi hak tertentu, misalnya Hak Eigendom supaya dapat dikonversi menjadi Hak Milik, pemiliknya harus membuktikan bahwa ia telah berkewarganegaraan Indonesia (tunggal kewarganegaraannya) pada tanggal 24 September 1960 yang dibuktikan dengan surat kewarganegaraannya. Untuk keperluan ini harus datang di Kantor Pendataran Tanah selambat-lambatnya dalam jangka waktu 6 bulan sejak berlakunya UUPA, yaitu sampai 24 Maret 1960. Jika tidak memenuhi syarat itu maka akan dikonversi menjadi Hak Guna Bangunan dengan jangka waktu 20 tahun.

Ada pula yang konversinya memerlukan syarat deklaratoir, yaitu pemegang haknya harus mengajukan permohonan lebih dulu kepada Menteri Agaria, supaya hak itu dapat dikonversi menjadi Hak Guna Usaha. Ketentuan tersebut berlaku untuk pemegang Hak Konsesi dan Hak Sewa untuk perkebunan besar (pasal IV Ketentuan Konversi) dan permohonan itu harus diajukan dalam jangka waktu 1 tahun sejak mulai berlakunya UUPA.

Pelaksanaan konversi tersebut erat sekali hubungannya dengan

penyelenggaraan pendataran tana, karena perlu diadakan pencatatan

administrasi pertanahan bagi hak tersebut. Dan selam belum berlaku PP No. 10/1961 (pada tanggal 24 September 1961 di Jawa, Madura dan Bali),

amak untuk sementara masih digunakan peraturan pendataran tanah Barat S. 1834 – 27, yaitu Ordonansi Balik Nama (“Overshrjvingsordonnantie”)

bagi tanah-tanah hak barat (pasal 1 PMA No. 2 tahun 1960) dan bagi hak- hak Indoonesia berlaku peraturan yang khusus untuk hak-hak itu. 10.4. Konversi atas Tanah-tanah Barat

Dengan berlakunya Pernyataan Domein (Domein Verklaring) sebagaimana dirumuskan dalam pasal 1 Agrarisch Besluit 1870, maka tanah-tanah di wilayah Hindia Belanda, sepanjang di daerah pemerintahan langsung (kecuali Daerah-Daerah Swapraja) di dan diluar Jawa dan Madura, dibagi habis menjadi tanah-tanah Hak Eigendom dan Tanah Domein Negara (“Landsdomein” adalah tanah milik negara). Dan atas masing-masing

tanah tersebut dapat diberikan pada pihak lain dengan Hak Opstal,

Hak Erfpacht, Hak Gebruik, (Hak Pakai) dan Hak Sewa, melalui suatu perjanjian dengan eigenaar (pemilik hak eigendom) atau dengan Negara (Pemerintah Hindia Belanda). Pada hakikatnya hak-hak itu merupakan hak atas tanah yang sekunder. Sedang untuk mendapatkan tanah dengan Hak Eigendom dapat membeli (melalui jual beli tanah/pemindahan hak) dari Negara atau dari eigenaarnya, yang dibuktikan dengan akta hak eigendom yang dibuat oleh Pejabat Balik Nama (“Overshrjvingsambtenaar”)

dan sekaligus didatarkan pula jual beli/pemindahan haknya oleh pejabat

itu. Yang diatur menurut pasal 1 S 1873 – 27. Dan semua tanah hak barat Jenis Haknya

HAK EIGENDOM

Dikonversi menjadi Dan Jangka waktunya 24 September 1960 Hak Milik

Jangka waktu: tidak ter- batas

Hak Guna Bangunan Jangka waktu: 20 tahun Hak Pakai

Jangka waktu: selama diperlukan

Khusus untuk Perwakilan Negara Asing digunakan untuk kantor/rumah ke- diaman Kepala Perwaki- lan Asing tersebut.

Keterangan

24 September 1980 Berlangsung terus

Hapus menjadi Tanah Negara. Diajukan per- mohonan baru Berlangsung terus se- lama diperlukan.

Jenis Haknya

HAK OPSTAL

HAK ERFPACHT

HAK GEBRUIK

HAK SEWA (atas TANAH NEGA- RA)

Dikonversi menjadi Dan Jangka waktunya

24 September 1960 Hak Guna Bangunan Jangka waktu: sisa jangka waktunya, dan paling lama 20 tahun.

Untuk perkebunan besar: Hak Guna Usaha.

Jangka waktu: sisa jangka waktunya dan paling lama 20 tahun

Untuk perumahan (di kota-kota/tempat peri- stirahatan): Hak Guna Bangunan.

Jangka waktu: sisa jangka waktunya dan paling lama 20 tahun.

Untuk pertanian kecil (klien landbouw): Diha- puskan.

Hak Pakai

Jangka waktu: sisa jangka waktunya dan paling lama 20 tahun. Hak Pakai

Jangka waktu: sisa jangka waktunya dan paling lama 20 tahun.

Keterangan

24 September 1980 Hapus menjadi Tanah Negara

Diajukan permoho- nan hak baru.

Hapus menjadi Tanah Negara

Diajukan permoho- nan hak baru

Hapus menjadi Tanah Negara

Diajukan permoho- nan hak baru.

Menjadi Tanah Ne- gara dan diredistri- busikan kepada para petani dalam pelaksa- naan Landreform. Hapus menjadi Tanah Negara

Diajukan permoho- nan hak baru.

Hapus menjadi Tanah Negara

Diajukan permohon- an hak baru.

yang disebutkan di atas wajib didatarkan dan mempunyai tanda bukti

hak berdasarkan S 1873 – 27.

KONVERSI TANAH HAK BARAT

Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai yang berasal dari konversi tanah hak barat berakhir pada tanggal 23 September 1980 dan sejak tanggal 24 September 1980 menjadi Tanah Negara.

Jika bekas pemegang haknya masih memerlukan tanah tersebut dan penggunaan tanahnya sesuai dengan Rencana Tata Ruang di Derah Tersebut serta tidak terkena proyek Pemerintah Pusat/Daerah, pada asasnya dapat diajukan permohonan hak baru sesuai dengan Keppres No,or 32 tahun 1979 dan PMDN Nomor 3 Tahun 1979.

v Konversi Hak Barat yang diberikan di atas Tanah Hak Eigendom

Hak Eigendom yang dibebani Hak Erfpacht/Hak Opstal/Hak Hipotik. Ada 5 kemungkinan konversi :

1) Hak Eigendomya dikonversi menjadi Hak Milik, sedangkan Hak

Erfpacht/Hak Opstal dikonversi menjadi HGB selama jangka

waktunya dan paling lama 20 tahun.

2) Hak Eigendomnya tidak dapat dikonversi menjadi Hak Milik, melainkan hanya dapat dikonversi menjadi HGB saja karena eigenaarnya hanya menguasai secara yuridis saja, ia tidak menggunakan tanahnya. Hal ini berarti eigenaar tersebut tidak memenuhi kewajibannya untuk menggunakan tanah sesuai dengan fungsi tanahnya (menurut pasal 6 UUPA, tanah berfungsi sosial).

Oleh karenanya tidak dikonversi dan dinyatakan gugur menjadi

tanah negara dan kelak dapat diberikan kembali HGB sampai dengan tanggal 24 September 1980 (pasal 2 PMA nomor 7/1965).

3) Hak Eigendomnya djadikan jaminan utang dengan dibebani Hak Hipotik yang diberikan kepada sesuatu Bank atau orang selaku kreditor.

Hak Eigendom itu dikonversi menjadi Hak Milik atau Hak Guna Bangunan sedangkan Hak hipotik tersebut dikonversi menjadi Hak Tanggungan (pasal 1 ayat 6 KK).

Jika hak Eigendom itu dinyatakan hapus menjadi tanah negara, maka Hak Hipotiknya menjadi hapus pula. Sedangkan perjanjian utang piutangnya tetap berlangsung terus.

4) Menurut ketentuan pasal I ayat 6 Ketentuan Konversi, Tanah Hak Eigendom dapat pula dibebani Hak Servituut atau Erfdientsbaarheid, maka hak itu ikut pula dikonversi menjadi Hak Pakai.

5) Hak Eigendom yang dibebani Hak Sewa maka Hak Sewa tersebut dikonversi pula menjadi Hak Sewa.

Dalam dokumen HUKUM PERTANAHAN DI BELANDA DAN INDONESI (Halaman 195-200)