• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kredit Usaha Rakyat (KUR)

Dalam dokumen Lampiran Pidato Kenegaraan Presiden RI (Halaman 79-89)

REKAPITULASI PELAPORAN UANG GRATIFIKASI TAHUN 2004—

JUMLAH KECAMATAN PNPM TAHUN 2009-

3. Kredit Usaha Rakyat (KUR)

Program Kredit Usaha Rakyat (KUR) merupakan program utama dalam kluster ketiga penanggulangan kemiskinan. Program KUR diluncurkan dalam rangka menggerakkan sektor riil dan meningkatkan askes pembiayaan usaha mikro, kecil dan menengah, (UMKM) dan koperasi. Pelaksanaan program melibatkan (1) pemerintah yang menyediakan dukungan penjaminan untuk kredit/pembiayaan dari perbankan yang diberikan kepada UMKM dan koperasi; (2) pemerintah juga menetapkan kebijakan dan prioritas bidang usaha yang akan menerima penjaminan kredit/pembiayaan, serta melakukan pembinaan dan pendampingan kepada UMKM dan koperasi calon debitur KUR dan debitur KUR selama masa kredit/pembiayaan; (3) perbankan yang menyediakan kredit/pembiayaan kepada UMKM dan koperasi berdasarkan penilaian kelayakan usaha; dan (4) perusahaan penjaminan yang memberikan persetujuan penjaminan atas kredit/pembiayaan yang diberikan kepada UMKM dan koperasi.

KUR diberikan kepada UMKM dan koperasi yang memiliki usaha produktif yang bersifat individu, kelompok, kemitraan, dan/atau kluster yang layak (feasible) untuk dibiayai dengan kredit/pembiayaan, tetapi belum bankable. Kredit/pembiayaan yang diberikan, yaitu untuk keperluan modal kerja dan atau investasi UMKM dan koperasi. Penyaluran KUR mencakup (1) kredit/pembiayaan setinggi-tingginya Rp5 juta untuk KUR mikro, dan (2) di atas Rp5 juta sampai dengan Rp500 juta untuk KUR ritel. Agunan pokok untuk KUR adalah kelayakan usaha dan objek yang dibiayai, sedangkan dana penjaminan yang disediakan pemerintah digunakan untuk menjamin 70 persen dari plafon KUR (agunan tambahan) yang dipersyaratkan bank. Penyaluran KUR bisa dilakukan langsung oleh bank pemberi kredit atau melalui pola linkage (two-step loan) yang melibatkan lembaga keuangan mikro,

2 - 69 termasuk koperasi. Penjaminan disediakan pemerintah dalam bentuk penyertaan modal negara (PMN) kepada Perum Jamkrindo dan PT Askrindo, dengan nilai sebesar Rp1,45 triliun pada tahun 2007/2008, dan Rp0,5 triliun pada tahun 2009. Dalam APBN-P 2010, pemerintah juga menyediakan dana sebesar Rp1,8 triliun untuk memperkuat skema penjaminan KUR.

Realisasi penyaluran KUR sampai dengan 30 Juni 2010 (akumulatif dari tahun 2008) mencapai lebih dari Rp22,4 triliun untuk lebih dari 2,9 juta debitur, dengan rata-rata kredit per debitur sebesar Rp7,6 juta. Sekitar 2,8 juta debitur KUR merupakan usaha berskala mikro. Distribusi penyaluran KUR paling besar adalah di sektor perdagangan, restoran, dan hotel (68,6 persen volume KUR, dan 81,2 persen jumlah debitur); dan di sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan (15,3 persen volume KUR, dan 10,4 persen jumlah debitur). Penyaluran KUR terus ditingkatkan melalui upaya penyesuaian ketentuan KUR dan penurunan suku bunga dari 16 persen menjadi 14 persen untuk KUR ritel dan dari 24 persen menjadi 22 persen untuk KUR mikro. Melalui Inpres No. 1 Tahun 2010, cakupan penyaluran KUR juga diperluas dengan menambah jumlah bank penyalur KUR menjadi 19 bank dengan melibatkan 13 Bank Pembangunan Daerah (BPD); serta meningkatkan penyaluran KUR kepada sektor-sektor produktif, khususnya pertanian, perindustrian, kelautan dan perikanan, serta kehutanan. Upaya-upaya ini diharapkan dapat meningkatkan jumlah UMKM yang memanfaatkan KUR.

Untuk meningkatkan efektivitas kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan, koordinasi penanggulangan kemiskinan semakin ditingkatkan efektivitas dan percepatan melalui pembentukan Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) yang berada di bawah koordinasi Wakil Presiden RI. Dengan peningkatan tingkat koordinasi ini, diharapkan koordinasi antarbidang, terutama koordinasi di daerah, akan semakin efektif. Untuk itu, dengan terbentuknya TNP2K, maka langkah-langkah koordinasi di daerah melalui Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD) akan semakin baik pula sehingga penanggulangan kemiskinan, terutama pada daerah-daerah yang

2 - 70

tingkat kemiskinannya masih tinggi, akan dapat dipercepat penurunannya.

Sebagai hasil dari pelaksanaan kebijakan di bidang ekonomi dan sosial serta pelaksanaan program-program keberpihakan dalam tiga kluster yang beberapa programnya diuraikan di atas serta upaya- upaya peningkatan koordinasinya, tingkat kemiskinan pada tahun 2010 menurun dibanding tahun 2009.

Pada bulan Maret 2010, jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan nasional), baik secara absolut maupun persentase mengalami penurunan apabila dibandingkan dengan pada bulan Maret tahun 2009. Jumlah penduduk miskin pada bulan Maret 2009 sebanyak 32,53 juta menurun menjadi 31,02 juta pada bulan Maret 2010. Dengan demikian, jumlah penduduk miskin pada bulan Maret 2010 menurun sebesar 1,51 juta dibandingkan dengan jumlah penduduk miskin pada bulan Maret 2009, atau setara dengan penurunan tingkat kemiskinan sebesar 0,82 persen.

Selama periode Maret 2009 hingga Maret 2010, penduduk miskin di daerah perkotaan berkurang 0,81 juta, yaitu dari 11,91 juta pada bulan Maret 2009 menjadi 11,10 juta pada bulan Maret 2010. Sementara itu, di daerah perdesaan berkurang 0,69 juta orang, yaitu dari 20,62 juta pada Maret 2009 menjadi 19,93 juta pada bulan Maret 2010. Meskipun demikian, proporsi jumlah penduduk miskin antara daerah perkotaan dan perdesaan tidak banyak berubah selama periode ini. Pada bulan Maret 2009, sebanyak 63,38 persen penduduk miskin berada di daerah perdesaan, sedangkan pada bulan Maret 2010 menjadi sebesar 64,23 persen.

2.4.3 TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN

Kemiskinan yang merupakan masalah multidimensi menuntut adanya upaya dan kerja sama semua sektor dan daerah dalam menanggulanginya. Untuk itu, kerangka kebijakan penanggulangan kemiskinan setiap tahunnya memerlukan kerangka kebijakan yang mendukung keterkaitan antarprogram. Upaya peningkatan

2 - 71 kesejahteraan masyarakat tidak hanya dilakukan dengan menurunkan angka kemiskinan, tetapi harus pula disertai oleh upaya penciptaan lapangan kerja baru dan peningkatan pertumbuhan ekonomi seiring dengan upaya menjaga stabilitas ekonomi. Sehubungan dengan itu, untuk lebih mempercepat penanggulangan kemiskinan, tingkat pertumbuhan yang sudah dapat dipertahankan dan bahkan diperkirakan akan meningkat, perlu ditingkatkan kualitasnya sehingga dapat terjadi di sektor atau bidang-bidang yang memberikan perluasan kesempatan kerja, terutama lapangan kerja formal.

Sementara itu, untuk program-program penanggulangan kemiskinan yang bersifat afirmatif (berpihak) kepada masyarakat miskin, keterkaitan antarprogram penanggulangan yang ada di berbagai bidang yang terwadahi dalam tiga kluster akan terus ditingkatkan agar efektif dalam membantu masyarakat miskin. Untuk program-program dalam kluster 1, peningkatan sinergi akan dilakukan dengan penggunaan satu basis data sehingga akan lebih tepat sasaran. Sebagai contoh, kebijakan ketahanan pangan, kesehatan, pendidikan, dan penyediaan sarana/prasarana yang dikoordinasikan dalam program-progam pemenuhan kebutuhan dasar dimaksudkan untuk menurunkan kemiskinan dan pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Selain itu, program ini direncanakan akan menjadi program perlindungan sosial berbasis keluarga.

Untuk meningkatkan efektivitas penanggulangan kemiskinan, pemerintah juga akan tetap melanjutkan upaya harmonisasi program- program pemberdayaan masyarakat yang bertujuan untuk mengurangi kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja baru. Sebagaimana diketahui, harmonisasi sudah dilakukan dengan melakukan koordinasi PNPM Mandiri di bawah Tim Pengendali PNPM Mandiri. Untuk memperlancar harmonisasi dan koordinasi telah pula disusun berbagai pedoman umum dan pedoman teknis. Dengan pelaksanaan harmonisasi dan sinergi PNPM Mandiri, selama 4 (empat) tahun terakhir sudah banyak kemajuan sinergi dan harmonisasi yang dapat dilakukan. Walaupun demikian, masih terus akan dilakukan sinergi dan harmonisasi di tingkat lapangan di bawah

2 - 72

kepemimpinan pemda melalui forum TKPD. Selain itu, upaya sinergi akan ditingkatkan antara PNPM Mandiri dengan program sektoral yang juga diarahkan ke masyarakat perdesaan (tingkat kecamatan dan/atau desa/kelurahan). Dengan demikian, keberdayaan sosial masyarakat yang sudah dibangun melalui PNPM Mandiri akan dapat dimanfaatkan oleh program lain yang memberikan peran partisipasi lebih besar kepada masyarakat. Dengan demikian, program-program yang diarahkan kepada masyarakat miskin dan daerah miskin akan dapat memberikan manfaat lebih besar kepada masyarakat dan keberlanjutannya akan dapat dipertahankan dan dikembangkan oleh masyarakat di tiap-tiap daerah.

Sementara itu, untuk program KUR, masih diperlukan beberapa perbaikan pada aspek operasionalnya, antara lain, melalui perluasan penyaluran KUR melalui pola linkage dengan terus meningkatkan pelibatan Bank Pembangunan Daerah (BPD) yang dinilai sehat. Selanjutnya, juga perlu dilakukan peningkatan intensitas dan jangkauan sosialisasi kepada calon debitur KUR, peningkatan kerja sama kementerian dan lembaga (K/L) terkait bersama pemda dalam penyiapan calon debitur KUR, serta pembinaan dan pembimbingan debitur KUR selama masa kredit/pembiayaan. Selain itu, diperlukan upaya peningkatan kapasitas koperasi dan lembaga keuangan mikro (LKM) bukan bank yang akan menjadi mitra penyalur KUR melalui pola linkage. 2.5 PRIORITAS NASIONAL 5 : KETAHANAN PANGAN

Ketahanan pangan sebagaimana tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010—2014 merupakan salah satu modal dalam menggerakkan perekenomian nasional. Peningkatan ketahanan pangan diharapkan dapat mewujudkan terciptanya kemandirian pangan, meningkatkan daya saing produk pertanian, meningkatkan pendapatan petani, serta melestarikan lingkungan dan sumber daya alam. Prioritas ketahanan pangan, dalam RPJMN 2010—2014 diharapkan pula dapat meningkatkan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) sektor

2 - 73 pertanian sebesar 3,7% dan indeks nilai tukar petani (NTP) sebesar 115—120 pada tahun 2014.

2.5.1 PERMASALAHAN YANG DIHADAPI

Pelaksanaan pembangunan ketahanan pangan masih menghadapi beberapa permasalahan yang membutuhkan penanganan terkait dengan lahan pertanian, infrastruktur pertanian dan perdesaan, penelitian dan pengembangan pertanian, investasi dan pembiayaan pertanian, pangan dan gizi, serta dampak perubahan iklim.

Lahan pertanian merupakan salah satu faktor produksi yang sangat penting bagi sektor pertanian, tetapi masih dihadapkan pada permasalahan dalam perkembangannya, seperti (1) kuantitas dan kualitas sumber daya alam, terutama lahan dan air semakin menurun dari waktu ke waktu; (2) maraknya alih fungsi lahan pertanian yang subur menjadi nonpertanian mengakibatkan terjadinya penurunan luas baku lahan pertanian; (3) banyaknya lahan telantar yang belum dimaksimalkan pemanfaatannya menjadi lahan pertanian karena tidak adanya kejelasan atas status kepemilikan dan fungsinya masih sebagai kawasan hutan; (4) belum ditindaklanjutinya seluruh rencana tata ruang laut, pesisir dan pulau-pulau kecil dengan penetapan perda oleh pemerintah daerah, terutama terkait dengan perlunya kepastian tata ruang untuk pengembangan areal budi daya udang dan rumput laut; (5) belum terintegrasinya usaha perikanan sebagai satu kesatuan sistem agribisnis pada suatu wilayah; (6) luasnya lahan kritis termasuk sangat kritis yang berdampak pada menurunnya daya dukung DAS, terutama dalam kaitannya dengan sistem tata air dalam konteks bencana banjir dan kekeringan.

Pembangunan infrastruktur pertanian dan perikanan menghadapi beberapa permasalahan yang membutuhkan penanganan, seperti (1) masih perlu ditingkatkannya dukungan infrastruktur pertanian dan perikanan terutama di sentra produksi yang dapat melayani dari hulu, tengah, dan hilir; (2) masih diperlukannya keberpihakan pemerintah atas sarana dan prasarana transportasi dan logistik agar distribusi bahan pangan antarwaktu dan antarwilayah (connectivity) dapat terjamin; (3) belum memadainya

2 - 74

sarana/prasarana produksi perikanan budi daya dan tangkap seperti armada kapal yang masih didominasi oleh kapal penangkap ikan < 10 GT dan masih rendahnya kualitas fasilitas pelabuhan perikanan; dan (4) belum tertatanya saluran irigasi pada tambak.

Salah satu komponen penting yang harus menjadi perhatian utama dalam penelitian dan pengembangan pertanian dan perikanan adalah inovasi untuk meningkatkan kualitas produksi dan produktivitas. Dalam perkembangannya masih ditemukan beberapa permasalahan dalam penelitian dan pengembangan pertanian, perikanan dan kehutanan antara lain, seperti (1) masih diperlukannya peningkatan mutu produksi pangan dan pertanian untuk memenuhi tuntutan konsumsi dalam negeri dan standar perdagangan internasional; (2) diperlukannya dukungan dalam penyediaan benih unggul dan varietas bernilai tinggi dari hasil inovasi penelitian dan pengembangan pertanian; (3) terbatasnya peralatan laboratorium, mutu, dan tenaga fungsional penguji mutu; serta (4) kurangnya tenaga penyuluh yang mampu mendesiminasikan hasil teknologi.

Permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan investasi, pembiayaan, serta subsidi pangan dan pertanian yang penting untuk diatasi adalah (1) perlu adanya jaminan ketersediaan dan keterjangkauan input produksi dan sarana agar peningkatan produksi pangan dapat berkelanjutan; (2) masih perlunya pembenahan dan pengembangan skema dan mekanisme investasi dan pembiayaan pertanian agar dapat dijangkau oleh masyarakat pertanian dan perikanan; (3) perlunya keberpihakan investasi dan pembiayaan publik, terutama melalui subsidi pemerintah untuk menjaga ketersediaan dan keterjangkauan input dan sarana produksi pertanian dan perikanan; (4) kurangnya dukungan permodalan bagi usaha perikanan; serta (5) semakin ketatnya persyaratan ekspor produk perikanan khususnya ke Uni Eropa, USA, dan Jepang.

Pangan dan gizi merupakan hal yang sangat penting diperhatikan dalam sistem ketahanan pangan. Namun, masih terdapat permasalahan yang dihadapi, antara lain (1) masih tingginya penduduk dan daerah yang rentan terhadap rawan pangan; (2) ketidakpastian produksi dan harga pangan dunia sehingga menuntut

2 - 75 pemerintah untuk terus menjaga stabilitas harga pangan dalam negeri; (3) perlunya penekanan oleh pemerintah terkait percepatan penganekaragaman konsumsi pangan masyarakat; (4) masih terkonsentrasinya waktu dan tempat masa panen padi sehingga mengakibatkan pengadaan masih terkonsentrasi di wilayah panen dan memerlukan waktu dan ruang penyimpanan yang memadai; (5) belum mendukungnya institusi pemasaran gabah/beras di tingkat perdesaan terhadap proses pengadaan yang optimal dan menguntungkan semua pelaku; (6) masih kecilnya cadangan beras pemerintah (CBP) yang dikelola jika dibandingkan dengan kebutuhan untuk mencukupi konsumsi penduduk Indonesia apabila terjadi situasi krisis pangan; (7) perlunya perbaikan sistem mutu, keamanan pangan, dan penanggulangan penyakit zoonosis; serta (8) kurang memadainya sarana dan prasarana distribusi dan fasilitasi penguatan dan pengembangan pemasaran hasil perikanan dalam negeri.

Permasalahan lain yang dihadapai sektor pertanian, perikanan dan kehutanan saat ini adalah terjadinya perubahan iklim yang berdampak pada ketahanan pangan. Beberapa permasalahan akibat adanya perubahan iklim yang membutuhkan penanganan, antara lain (1) menurunnya kemampuan penyediaan bahan pangan produksi dalam negeri karena kondisi iklim dan cuaca yang tidak menentu, (2) berpengaruhnya frekuensi dan intensitas bencana banjir dan/atau kekeringan terhadap kemampuan produksi bahan pangan dalam negeri, (3) perlu ditingkatkannya kapasitas mitigasi dan adaptasi pelaku pertanian, perikanan, dan kehutanan terhadap perubahan iklim, (4) belum optimalnya rehabilitasi hutan dan lahan pada DAS prioritas pada kawasan hutan dan lahan kritis di luar kawasan hutan yang berfungsi lindung, kawasan bakau, hutan kota, hutan rawa, dan lahan gambut; (5) menurunnya kualitas lingkungan laut, pesisir dan pulau-pulau kecil, serta (6) menurunnya kualitas air baku dan lingkungan budi daya perikanan.

Selanjutnya, pembangunan ketahanan pangan juga menghadapi tantangan pokok lainnya, yaitu (1) jumlah penduduk yang semakin meningkat mengakibatkan semakin tinggi permintaan bahan pangan; (2) tuntutan terhadap jaminan pemenuhan kebutuhan

2 - 76

pangan masyarakat dari produksi dalam negeri; (3) menjaga stabilitas harga dan distribusi bahan pangan agar terjangkau oleh masyarakat; (4) potensi pengembangan nilai tambah dan daya saing komoditas bahan pangan; (5) luasnya lahan kritis, termasuk sangat kritis, yang berdampak pada menurunnya daya dukung DAS, terutama dalam kaitannya dengan sistem tata air dalam konteks bencana banjir dan kekeringan; (6) perlunya tetap mengupayakan peningkatan kesejahteraan dan kapasitas petani/nelayan; (7) peningkatan kapasitas infrastruktur pertanian membutuhkan anggaran yang besar; serta (8) rendahnya pengetahuan yang dimiliki oleh petani dan nelayan.

2.5.2 LANGKAH-LANGKAH KEBIJAKAN DAN HASIL- HASIL YANG DICAPAI

Selama ini telah dilakukan langkah-langkah kebijakan untuk mengatasi berbagai permasalahan yang dihadapi di atas. Langkah- langkah kebijakan tersebut didasarkan pada penanganan faktor fundamental yang menjadi akar permasalahan terkait dengan ketahanan pangan. Untuk menciptakan terwujudnya ketahanan pangan, pemerintah merumuskan berbagai kebijakan dan program/kegiatan yang meliputi (1) penataan regulasi untuk menjamin kepastian hukum atas lahan pertanian; (2) pengembangan areal pertanian baru seluas 2 juta hektar dalam 5 tahun ke depan; (3) pengembangan minapolitan yang mencangkup kawasan inti dan kawasan pendukung, (4) penertiban serta optimalisasi penggunaan lahan terlantar; (5) pembangunan dan pemeliharaan sarana transportasi dan angkutan, pengairan, jaringan listrik, serta teknologi komunikasi dan sistem informasi nasional yang melayani daerah- daerah sentra produksi pertanian demi peningkatan kuantitas dan kualitas produksi serta kemampuan pemasarannya; (5) restrukturisasi armada tangkap (>30 GT); (6) peningkatan upaya penelitian dan pengembangan bidang pertanian dan perikanan yang mampu menciptakan benih unggul dan hasil penelitian lainnya menuju kualitas dan produktivitas hasil pertanian nasional yang tinggi; (7) peningkatan daya saing produk pertanian dan perikanan di tingkat

2 - 77 domestik dan global melalui peningkatan mutu produk pertanian, efisiensi produksi, promosi, serta dukungan infrastruktur, kebijakan, dan regulasi yang kondusif; (8) dorongan untuk investasi pangan, pertanian, perikanan, dan industri perdesaan berbasis produk lokal oleh pelaku usaha dan pemerintah, dan penyediaan pembiayaan yang terjangkau; (9) penyediaan sistem subsidi yang menjamin ketersediaan benih varietas unggul yang teruji, pupuk, teknologi dan sarana pascapanen yang sesuai secara tepat waktu, tepat jumlah, dan terjangkau; (10) mewujudkan swasembada dan kemandirian pangan yang menjamin ketersediaan dan konsumsi pangan dalam jumlah yang cukup, aman, bergizi seimbang dan berkelanjutan, baik di tingkat nasional, daerah maupun rumah tangga; (11) peningkatan kualitas gizi dan keanekaragaman pangan melalui pola pangan harapan; serta (12) pengambilan langkah-langkah konkret terkait dengan adaptasi dan antisipasi sistem pangan, pertanian, dan perikanan terhadap perubahan iklim.

Hasil-hasil yang dicapai dalam pelaksanaan pembangunan pangan dan pertanian, antara lain sebagai berikut.

Secara umum, nilai PDB sektor pertanian dan subsektornya terus meningkat. Pada tahun 2009, pertumbuhan PDB sektor pertanian mencapai 4,1 persen atau melebihi target rata-rata RPJMN 2004—2009 yaitu sebesar 3,52 persen. Pada tahun 2010 pertumbuhan PDB sektor ini diperkirakan dapat tumbuh melebihi target pertumbuhan PDB dalam RKP 2010 sebesar 4,1 persen. Dari sisi penyerapan tenaga kerja, sektor pertanian masih menjadi tumpuan utama lapangan kerja nasional. Pada tahun 2009, sektor ini mampu menyerap sekitar 41,2 persen total tenaga kerja atau sekitar 43,03 juta orang. Pada tahun 2010, diperkirakan masih akan terjadi peningkatan penyerapan tenaga kerja menjadi sekitar 43,7 juta orang. Sementara itu, indeks nilai tukar petani (NTP) juga menunjukkan adanya peningkatan yang pada tahun 2009 nilainya mencapai 100,79 dan diperkirakan pada 2010 mencapai 104.

Peningkatan indikator ekonomi pembangunan pertanian di atas juga diiringi dengan perkembangan indikator produksi yang menggembirakan, terutama produksi tanaman bahan makanan.

2 - 78

Produksi padi dan palawija meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2009, produksi komoditas pangan meningkat jika dibandingkan dengan tahun 2008. Produksi padi meningkat sekitar 6,8 persen dari 60,3 juta ton gabah kering giling (GKG) menjadi 64,4 juta ton. Produksi jagung meningkat sekitar 8,0 persen dari 16,3 juta ton menjadi 17,6 juta ton. Produksi kedelai meningkat sekitar 25,6 persen dari 776 ribu ton menjadi 975 ribu ton. Berdasarkan ARAM II (Juni 2010), produksi padi pada tahun 2010 diperkirakan mencapai 65,15 juta GKG atau telah mencapai 97,73 persen dari target tahun 2010, produksi jagung mencapai 18,02 juta ton atau 91,01% dari target tahun 2010 sebesar 19,80 juta ton, dan kedelai sebesar 927 ribu ton. Produksi komoditas tanaman pangan selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2.5.1

TABEL 2.5.1

PRODUKSI KOMODITAS TANAMAN PANGAN

Dalam dokumen Lampiran Pidato Kenegaraan Presiden RI (Halaman 79-89)