• Tidak ada hasil yang ditemukan

LANGKAH-LANGKAH KEBIJAKAN DAN HASIL HASIL PENTING YANG DICAPA

Dalam dokumen Lampiran Pidato Kenegaraan Presiden RI (Halaman 180-186)

REKAPITULASI PELAPORAN UANG GRATIFIKASI TAHUN 2004—

B PRIORITAS NASIONAL LAINNYA

2.12 PRIORITAS NASIONAL LAINNYA: BIDANG POLHUKHANKAM

2.12.2 LANGKAH-LANGKAH KEBIJAKAN DAN HASIL HASIL PENTING YANG DICAPA

Untuk meningkatkan deteksi potensi tindak terorisme serta meningkatkan kemampuan dan keterpaduan dalam pencegahan dan penanggulangan tindak terorisme, langkah kebijakan yang telah ditempuh adalah melakukan pemantapan tata kelola pencegahan dan penanggulangan tindak terorisme yang dibarengi dengan peningkatan kapasitas dan modernisasi teknologi intelijen serta pembentukan suatu badan nasional penanggulangan terorisme. Dalam upaya pencegahan dan pemberantasan terorisme, hasil-hasil yang telah dicapai adalah telah tertangkapnya berbagai sel jaringan teror di Indonesia oleh aparat Kepolisian RI, seperti Saefudin Zuhri di Desa Sikanco, Jawa Tengah; Noordin M. Top beserta komplotannya di Kampung Kepoh Sari, Kota Surakarta; Baridin dan Tata yang satu kelompok jaringan teroris Noordin M. Top serta telah ditemukannya berbagai bukti komponen rangkaian bom dan persenjataan di tempat kejadian perkara. Sementara itu, pada tahun 2010 hasil yang telah dicapai adalah penangkapan kelompok jaringan teroris di Aceh yang pemimpinnya diperkirakan berasal dari luar Aceh; penangkapan 12 orang yang diduga teroris di Pejaten, Menteng, dan Bekasi yang diperkirakan terkait dengan kelompok teroris di Aceh; dan penangkapan Abdullah Sunata di Klaten, Jawa Tengah yang diduga sebagai pemasok dana bagi kelompok-kelompok teror di Indonesia.

Upaya komprehensif lainnya yang dilakukan oleh pemerintah untuk menangani terorisme adalah dengan menerbitkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2010 tentang Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).

Dalam bidang politik, pencegahan terorisme yang dapat dilakukan melalui upaya pelaksanaan pendidikan politik, kebangsaan, dan cinta tanah air dengan berdasarkan empat pilar bangsa, yakni Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI merupakan pilihan kebijakan pemerintah. Pendidikan politik,

2 - 170

kebangsaan, dan cinta tanah air tersebut dilakukan dengan menggunakan pola kerja sama dengan organisasi masyarakat sipil. Hasil yang telah dicapai adalah pelaksanaan kerja sama program dengan 52 ormas, LSM, dan lembaga nirlaba lainnya dalam rangka pelaksanaan sosialisasi wawasan kebangsaan. Namun, memang sosialisasi wawasan kebangsaan ini tidak hanya difokuskan pada penanganan deradikalisasi secara khusus. Pada tahun selanjutnya, fokus pada deradikalisasi perlu mendapatkan penanganan khusus. Upaya lainnya yang dilakukan untuk menjaga harmoni dalam masyarakat adalah membangun kesamaan persepsi, visi, dan misi dalam menyelenggarakan ketertiban dan ketenteraman nasional di daerah antara pemerintah daerah dengan pemerintah pusat serta rekomendasi penyempurnaan dan/atau penyusunan kebijakan dalam penyelenggaraan ketenteraman dan ketertiban serta keamanan nasional di daerah melalui pelembagaan forum publik Komunitas Intelijen Daerah. Pada tanggal 26 April 2010 telah dilaksanakan Rapat Koordinasi Nasional Komunitas Intelijen Daerah (Kominda) Se-Indonesia yang diikuti oleh 600 orang peserta.

Dalam hubungan luar negeri pada tataran multilateral, Indonesia secara konsisten mendukung pembahasan reformasi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa Bangsa (DK PBB) yang inklusif serta mempertimbangkan masukan dari seluruh negara anggota. Indonesia juga terus menekankan pentingnya keseimbangan kawasan dan peradaban serta keterwakilan negara berkembang dalam keanggotaan DK PBB. Indonesia ingin melihat DK PBB sebagai lembaga yang demokratis, adil, efektif, dan representatif, Oleh karena itu, Indonesia mendukung pengaturan penggunaan hak veto di DK PBB.

Upaya pelindungan dan pelayanan WNI Indonesia menjadi salah satu fokus diplomasi Indonesia. Pelindungan terhadap WNI yang telah dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia terbagi dalam dua kategori, yaitu pelindungan terhadap WNI yang menjadi korban dan pelindungan terhadap WNI yang menjadi pelaku atau terlibat dalam kegiatan kejahatan atau pelanggaran hukum di luar negeri. Bagi kategori pertama, pelindungan diarahkan untuk memenuhi hak- hak warga negara Indonesia sesuai dengan peraturan yang berlaku,

2 - 171 baik peraturan di negara bersangkutan maupun peraturan nasional. Sementara itu bagi WNI yang terlibat dalam kejahatan, pelindungan diarahkan untuk memperoleh perlakuan yang layak sesuai dengan standar kemanusiaan dan menghindarkan kemungkinan hukuman maksimum.

Langkah-langkah yang ditempuh untuk memberikan pelindungan yang lebih baik kepada WNI di luar negeri, antara lain, dengan memberikan pelayanan yang lebih baik dan lebih cepat kepada warga negara Indonesia yang memerlukan melalui pembentukan unit pelayanan publik (citizen service unit) di beberapa perwakilan RI di negara-negara konsentrasi keberadaan WNI/TKI. Sampai saat ini sudah terdapat unit pelayanan publik di 24 Perwakilan RI di luar negeri, antara lain, di Singapura, Bandar Seri Begawan, Kuala Lumpur, Damaskus, Amman, Doha, Seoul, Abu Dhabi, Kuwait City, Riyadh, KJRI Jeddah, Dubai, Kota Kinibalu, Johor Baru, Hongkong, Kuching, dan Penang. Di samping itu, Indonesia juga mengadakan perjanjian mengenai Mandatory Consular Notification (MCN) dengan negara-negara pengguna jasa TKI, yaitu suatu bentuk kesepakatan yang mengharuskan negara pengguna jasa TKI untuk segera memberitahukan kepada perwakilan RI di negara tersebut bilamana terjadi kasus yang menimpa warga negara Indonesia. Pemerintah juga membantu pemulangan warga negara Indonesia atau TKI yang bermasalah dari sejumlah tempat di luar negeri untuk kembali ke tanah air. Sampai dengan 100 hari masa kerja Kabinet Indonesia Bersatu II, tidak kurang dari 1.500 TKI bermasalah telah berhasil dibantu pemulangannya ke tanah air.

Saat ini dalam rangka peningkatan pelindungan dan pelayanan WNI/BHI di luar negeri, sedang dilakukan proses penyusunan desian besar (grand design) yang diharapkan dapat digunakan dalam rangka meningkatkan kualitas pelindungan dan pelayanan. Berkenaan dengan hal itu, upaya penyebarluasan tentang pentingnya penataan dan pengelolaan pelayanan di dalam negeri terhadap calon tenaga kerja juga telah dilakukan di berbagai daerah. Kegiatan ini juga dimaksudkan untuk melakukan pemetaan permasalahan serta menjaring masukan dari pemangku kepentingan terkait, antara lain, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, Disnakertrans,

2 - 172

BNP2TKI, perwakilan PJTKI, LSM, serta beberapa perwakilan KBRI di luar negeri.

Terkait dengan pelindungan target penguatan 9 pelayanan warga (citizen service), pada tanggal 3 Mei 2010 telah diresmikan bangunan fisik untuk pelayanan warga sebagai bagian dari KBRI Seoul. Dengan demikian, target yang telah dicapai adalah sebesar 11,11 persen. Sementara itu terkait dengan repatriasi dan pemberian bantuan hukum bagi WNI di luar negeri, sampai dengan tanggal 18 Juni 2010 jumlah WNI yang telah direpatriasi dan mendapatkan bantuan hukum adalah 1.042 orang (104,2 persen), dari target sebesar 1.000 orang hingga bulan Juni, sedangkan target hingga akhir tahun 2010 adalah 3.000 orang.

Berkenaan dengan penegakan hukum, upaya meningkatkan penanganan tunggakan perkara telah dilakukan dengan menerbitkan SK KMA No. 138/KMA/SK/IX/2009 tanggal 11 September 2009 yang mengatur pembatasan jangka waktu tertentu yang perlu didukung prosedur kerja dan penataan sistem dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi yang sejalan dengan SK KMA No. 144 Tahun 2007 tentang Keterbukaan Informasi di Pengadilan, antara lain, mengenai proses penanganan perkara melalui penyediaan meja informasi agar masyarakat pencari keadilan lebih mudah memperoleh data informasi mengenai perkara yang sedang ditangani oleh pengadilan dengan menerapkan sistem otomasi (komputerisasi) Sistem Manajemen Perkara Pengadilan (SMPP), semacam SIADPA di lingkungan peradilan agama), menyusun arsip perkara, menyusun sistem pemantauan kinerja, dan membangun situs web. Penyiapan software (aplikasi), penyediaan server dan komputer untuk hampir semua hakim dan pegawai, pemasangan instalasi, pelatihan, sampai dengan pelaksanaan monitoring. Percontohan pelaksanaan keterbukaan informasi dilaksanakan pada 5 (lima) pengadilan negeri, yaitu Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Pengadilan Negeri Surabaya, Pengadilan Negeri Semarang, Pengadilan Negeri Makassar, dan Pengadilan Negeri Medan yang ditindaklanjuti pada tahun 2009 dengan fasilitas pelayanan meja informasi di Pengadilan Agama Jakarta Utara dan Pengadilan Tinggi Bandung.

2 - 173 Sampai dengan tahun 2009, di peradilan tingkat pertama, total perkara yang masuk adalah sejumlah 3.546.854 perkara, dan jumlah putusan yang dihasilkan adalah sejumlah 3.462.158 perkara. Sementara itu di tingkat banding, total jumlah perkara yang masuk adalah sejumlah 14.531 perkara dan jumlah putusan sebanyak 13.395 perkara. Di tingkat Mahkamah Agung, jumlah perkara yang masuk adalah sejumlah 12.540 perkara dengan putusan sejumlah 11.985 perkara. Upaya pengikisan tunggakan perkara telah dilakukan dalam kurun waktu 2 (dua) tahun belakangan ini, baik terhadap perkara yang tertunggak maupun perkara-perkara baru sehingga tunggakan perkara tidak menjadi permasalahan kembali pada masa yang akan datang. Pada tahun 2009 Mahkamah Agung mendefinisi ulang usia perkara yang termasuk backlog cases yaitu dari perkara yang berusia 2 tahun menjadi 1 tahun sejak teregistrasi berdasarkan SK KMA No. 138/KMA/SK/IX/2009. Mahkamah Agung melaksanakan redistribusi perkara tunggakan ke pengadilan pengaju sebanyak 270 perkara di tahun 2009 dan sampai dengan bulan Juni 2010 sebanyak 500 perkara.

Di bidang pengawasan, sinergi penegakan hukum telah dilakukan pula antara Mahkamah Agung dan Kejaksaan Agung melalui penandatanganan MoU untuk meningkatkan kualitas koordinasi pengawasan diantara kedua instansi tersebut. Lingkup MoU berkaitan dengan mekanisme tukar menukar informasi mengenai adanya penyimpangan yang dilakukan oleh personel dari kedua instansi tersebut. Di samping itu, pada tahun 2009 telah dikembangkan dan diterapkan sistem pengaduan masyarakat pada empat pengadilan, yaitu Pengadilan Agama dan Pengadilan Tinggi Agama Bandung serta Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi Bandung.

Dalam rangka mewujudkan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan serta penelitian dan pengembangan yang tujuan akhirnya adalah pembentukan centre of excellence di lingkungan Mahkamah Agung RI, Badan Penelitian, Pengembangan, Pendidikan, dan Pelatihan Mahkamah Agung RI menerapkan konsep pendidikan dan pelatihan bagi hakim dan tenaga teknis secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan (continuing legal education), berjenjang, dan

2 - 174

bertahap sesuai dengan kebutuhan kompetensi hakim (competence- based training) sesuai dengan pengalaman kerja serta tuntutan pekerjaan hakim dan tenaga teknis peradilan. Analisis kebutuhan pelatihan (AKP) telah dilakukan oleh Mahkamah Agung RI untuk menghasilkan kurikulum bagi pelatihan hakim tingkat pertama dengan berdasarkan kepada data masukan dari Mahkamah Agung RI dan pihak eksternal lain, seperti KY, pengacara, Kejaksaan Agung RI, kepolisian, dan para pengguna pengadilan lainnya. Untuk melihat konsistensi kualitas penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan di masa yang akan datang, perlu didukung adanya penilaian (assessment) putusan hakim yang terkait dengan bidang-bidang tertentu sehingga dapat diperoleh dampak yang positif antara kualitas pendidikan dan kualitas putusan hakim. Secara keseluruhan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia diperlukan pengembangan sistem diklat yang terhubung dengan sistem rekrutmen, sistem pengawasan, dan sistem karier hakim dan aparat peradilan lainnya.

Dalam rangka implementasi Rencana Aksi Nasional HAM yang melibatkan, baik pemerintah pusat maupun daerah, telah dibentuk panitia RAN HAM di seluruh wilayah Indonesia dengan melibatkan aparat atau pejabat pemerintah daerah dan tokoh masyarakat. Terkait dengan upaya untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM yang banyak terjadi di masyarakat, telah dibentuk Pelayanan Komunikasi Masyarakat (Yankomnas) dengan melakukan pemetaan permasalahan HAM yang terjadi. Dari 424 kasus pelanggaran HAM yang masuk, 46 kasus pelanggaran telah ditindaklanjuti berupa rekomendasi untuk mendorong penyelesaian permasalahan HAM melalui instansi yang berwenang. Kasus-kasus pelanggaran HAM yang banyak dijumpai adalah terkait dengan kasus pertanahan, diskriminasi, kekerasan atau penganiayaan, upah, dan hak atas rasa aman.

Untuk mendukung prioritas nasional dalam rangka penghormatan terhadap HAM, Mahkamah Agung, melalui kegiatan penyelenggaraan bantuan hukum melalui pengadilan, berupaya mengakomodasi kebutuhan masyarakat, khususnya masyarakat miskin dan terpinggirkan. Kebijakan pembebasan biaya perkara,

2 - 175 pelaksanaan sidang keliling, dan pembentukan Pos Bantuan Hukum (Posbakum) di pengadilan sebagaimana amanat UU No. 49 Tahun 2009 akan dilaksanakan baik di lingkungan pengadilan umum, pengadilan agama dan pengadilan TUN sehingga mempermudah akses masyarakat kepada pengadilan sekaligus meringankan upaya masyarakat miskin dan terpinggirkan dalam memperoleh keadilan.

Peran serta Mahkamah Agung dalam melaksanakan amanat UU No. 46 Tahun 2009 tentang pengadilan tindak Pidana Korupsi (Tipikor), yang dituangkan dalam kebijakan pembentukan pengadilan tipikor telah dilakukan oleh pimpinan Mahkamah Agung terhadap 7 (tujuh) pengadilan tipikor di ibukota provinsi (Jakarta, Bandung, Semarang, Makasar, Palembang, Medan, dan Samarinda) dan akan berkembang ke 33 ibukota provinsi di seluruh Indonesia. Pendidikan hakim khusus perkara tipikor juga sudah dilakukan sejak tahun 2007 dengan adanya pelatihan sertifikasi hakim tipikor dan ditindaklanjuti dengan pelatihan sampai dengan tahun 2009 sehingga jumlah hakim yang telah mendapatkan sertifikasi hakim tipikor adalah sejumlah 850 orang. Pelatihan ini, selain meliputi pembekalan teknis, juga meliputi etika profesi dan kode etik hakim yang, antara lain, diberikan oleh pimpinan dan hakim agung serta lembaga terkait lain (seperti Komisi Yudisial, BPK, dan KPK). Proses seleksi personel hakim untuk mengikuti pelatihan tersebut juga meliputi beberapa tahap, seperti pemantauan rekam jejak etika dan profesionalisme hakim, dan rekam administrasi.

Pada bidang tindak pidana khusus selama kurun waktu tahun 2009 sampai dengan bulan April 2010, untuk lingkup tugas penyidikan yang telah dilakukan tercantum dalam tabel 2.12.1

TABEL 2.12.1

Dalam dokumen Lampiran Pidato Kenegaraan Presiden RI (Halaman 180-186)