• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tindak lanjut yang diperlukan untuk substansi inti pengendalian banjir

Dalam dokumen Lampiran Pidato Kenegaraan Presiden RI (Halaman 107-112)

REKAPITULASI PELAPORAN UANG GRATIFIKASI TAHUN 2004—

PRODUKSI KOMODITAS TANAMAN PANGAN 2009—

4) Tindak lanjut yang diperlukan untuk substansi inti pengendalian banjir

Sebagai tindak lanjut dalam upaya penyelesaian pembangunan prasarana pengendaliam banjir, khususnya Kanal Banjir Timur Jakarta dan penanganan secara terpadu Daerah Aliran Sungai Bengawan Solo, sasaran yang ingin dicapai dalam tahun 2011, antara lain, (a) diselesaikannya bangunan pelengkap Kanal Banjir Timur yang terdiri atas bangunan akhir (jetty), jalan inspeksi, perkuatan tebing, normalisasi Kali Blencong, Inlet Cakung, Saluran Gendong, utilitas (PGN Jaktim, PLN Jaktim, TPJ), jembatan penyeberangan orang (KBT 226), jembatan KBT 207, drain inlet, perkuatan bronjong, jalan oprit, pekerjaan galian dan timbunan hulu Kali Sunter, serta pemasangan grass block; (b) diselesaikannya pembangunan Waduk Gonggang dan 6 waduk lainnya dalam proses pelaksanaan (Bendo, Gondang, Kresek, Kedung Bendo, Kendang, dan Pidekso) di Daerah Aliran Sungai Bengawan Solo; (c) direhabilitasinya prasarana sumber air di Daerah Aliran Sungai Bengawan Solo yang terdiri atas penanganan sedimen Waduk Wonogiri dan konservasi Daerah Aliran Sungai Keduang, rehabilitasi 7 waduk (Prijetan, Cengklik, Tlogo Ngebel, Banjar Anyar, Tlego Sarangan, Kedung Uling,

2 - 97 dan Gonggang) dan rehabilitasi embung/waduk lapangan; dan (d) dipeliharanya waduk dan konservasi Daerah Aliran Sungai Bengawan Solo yang terdiri atas operasi wilayah sungai dan pemeliharaan infrastruktur sumber daya air di Daerah Aliran Sungai Bengawan Solo serta konservasi Kali Tirtomoyo dan Kali Asin; (e) dibangunnya prasara pengendali banjir di Daerah Aliran Sungai Bengawan Solo yang, antara lain, terdiri atas Bendung Gerak Sembayat, tanggul kiri Bengawan Solo Rengel‐ Centini; serta (f) terehabilitasinya prasarana pengendali banjir yang, antara lain terdiri atas normalisasi 3 sungai (Kali Mungkung, Kali Grompol dan Kali Sawur), serta perbaikan dan pengaturan Kali Madiun (Kwadungan‐Ngawi). 5) Tindak lanjut yang diperlukan untuk substansi inti

telekomunikasi

RPJMN 2010—2014, khususnya prioritas infrastruktur mengamanatkan pembangunan komunikasi dan informatika untuk difokuskan kepada penuntasan pembangunan jaringan serat optik di Indonesia bagian timur sebelum 2013 dan maksimalisasi tersedianya akses komunikasi data dan suara bagi seluruh rakyat. Untuk mendukung pelaksanaan fokus tersebut, pembangunan komunikasi dan informatika di semester kedua tahun 2010 dan 2011 diarahkan pada penyediaan infrastruktur komunikasi dan informatika sesuai dengan standar pelayanan minimal untuk meningkatkan aksesibilitas masyarakat serta penguatan dan modernisasi infrastruktur untuk meningkatkan daya saing. Terkait dengan fokus peningkatan pelayanan sarana dan prasarana yang sesuai dengan standar pelayanan minimum, pembangunan komunikasi dan informatika pada semester kedua tahun 2010 dan 2011 akan diarahkan kepada lanjutan penyediaan jasa akses telekomunikasi di 33.259 desa atau mencapai 100 persen desa USO dan jasa akses internet di 5.748 kecamatan dengan tingkat pencapaian 20 persen. Terkait dengan fokus dukungan infrastruktur bagi peningkatan daya saing sektor riil, pembangunan diarahkan pada (a) penetapan kebijakan dan mekanisme pemanfaatan dana TIK, khususnya untuk

2 - 98

pembiayaan proyek jaringan backbone serat optik Palapa Ring melalui skema kerja sama pemerintah dan swasta; (b) pembangunan access point komunitas di Jawa Barat, Banten, dan Lampung dengan tingkat pencapaian 50 persen atau 111 kecamatan dari total 222 kecamatan; serta (c) melanjutkan implementasi TV digital.

2.7 PRIORITAS NASIONAL 7: IKLIM INVESTASI DAN IKLIM USAHA

Tahun 2009 ditandai oleh mulai pulihnya perekonomian global. Gejolak pasar keuangan yang sangat tinggi pada akhir tahun 2008 dan triwulan I 2009 telah mulai mereda sejak triwulan II 2009. Berbagai indikator risiko menunjukkan telah berkurangnya tekanan di pasar keuangan. Aktivitas ekonomi di sektor riil, baik di negara maju maupun di negara berkembang, juga telah menunjukkan tanda- tanda peningkatan. Pertumbuhan ekonomi global telah menuju ke arah pemulihan sejak triwulan II 2009 meskipun secara keseluruhan tahun masih mengalami kontraksi. Pemulihan ekonomi global ini tidak terlepas dari berbagai kebijakan yang telah diambil oleh negara maju dan negara berkembang sejak awal terjadinya krisis keuangan global.

Dalam triwulan I tahun 2010, kondisi keuangan global tetap terjaga walaupun dibayangi oleh krisis Yunani. Kondisi pasar keuangan stabil dengan kinerja pasar saham dan obligasi yang kembali meningkat pesat. Pertumbuhan tersebut ditopang oleh semakin pulihnya ekonomi global. Keketatan di pasar keuangan global terus berkurang sebagaimana tercermin dari semakin menurunnya risk premium dan rendahnya tingkat volatilitas pasar keuangan global. Seiring dengan meningkatnya kepercayaan investor, kinerja pasar saham dan obligasi dunia meningkat kecuali di kawasan Euro yang sedikit melemah sebagai imbas dari krisis Yunani. Spread suku bunga yang relatif tinggi telah mendorong derasnya aliran modal masuk ke negara berkembang.

Sementara itu, ekonomi Indonesia (PDB) pada Semester I tahun 2010 tumbuh sebesar 5,9 persen jika dibandingkan dengan

2 - 99 Semester I tahun 2009. Pertumbuhan tersebut didukung oleh pertumbuhan ekspor barang dan jasa yang naik 17,2 persen dan tumbuhnya investasi dalam bentuk Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto (PMTB) sebesar 7,9 persen.

Indeks Tendensi Bisnis (ITB) yang mengindikasikan adanya peningkatan kondisi bisnis sebagai hasil dari survei terhadap 2.400 perusahaan besar dan menengah di kota-kota besar di seluruh provinsi pada Triwulan II tahun 2010 menunjukkan sinyal positif yang mencapai nilai 104,2 (BPS, Triwulan II tahun 2010). Diperkirakan nilai ITB Triwulan III tahun 2010 akan mencapai 107,0 yang berarti lebih baik dari triwulan sebelumnya.

Ekspor Indonesia dalam tahun 2009 tumbuh negatif seiring dengan melemahnya permintaan global dan menurunnya perdagangan dunia. Volume perdagangan dunia pada tahun 2009 yang turun sebesar 12,3 persen, telah menyebabkan turunnya ekspor Indonesia sebesar 15,0 persen. Masalah ini berasal dari ekspor migas yang turun sebesar 34,7 persen dan ekspor nonmigas yang turun sebesar 9,7 persen. Penurunan ekspor nonmigas terbesar terjadi pada kelompok produk ekspor manufaktur, sebagai akibat dari melemahnya daya beli pasar global yang lebih menunda pembelian produk-produk untuk kebutuhan sekunder. Tekanan perdagangan dunia itu menyebabkan negara-negara maju dan beberapa negara berkembang yang ekonominya sangat bergantung pada ekspor (seperti: Malaysia, Singapura, dan Thailand) ke negara maju mengalami kontraksi ekspor.

Tanda-tanda perbaikan ekonomi global yang telah mulai terlihat di Semester II tahun 2009 terus berlanjut sampai dengan Semester I tahun 2010. Ekspor nonmigas Indonesia sepanjang tahun 2010 (Semester I) mengalami kenaikan yang cukup signifikan, yaitu tumbuh sebesar 38,4 persen jika dibandingkan dengan 2009 (Semester I), seiring dengan pulihnya permintaan dan perdagangan dunia.

Untuk mendukung terwujudnya pertumbuhan ekonomi Indonesia yang cukup tinggi secara berkelanjutan dan berkualitas,

2 - 100

diperlukan iklim investasi dan iklim usaha yang menarik. Iklim investasi dan iklim usaha yang menarik dilaksanakan melalui perbaikan kepastian hukum, penyederhanaan prosedur, pengembangan dan penetapan Sistem Logistik Nasional, perbaikan sistem informasi, pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus, dan kebijakan ketenagakerjaan.

2.7.1 PERMASALAHAN YANG DIHADAPI

Perkembangan investasi sangat dipengaruhi oleh iklim investasi dan iklim usaha di dalam negeri. Upaya untuk meningkatkan iklim investasi dan iklim usaha terus dilakukan. Namun, posisi daya saing Indonesia jika dibandingkan dengan negara-negara lain masih perlu terus ditingkatkan. Dalam peringkat

Ease Doing Business (World Bank, 2010) Indonesia menempati

peringkat ke-122 dari 183 negara. Posisi Indonesia berada di bawah negara-negara sekawasan seperti Malaysia (peringkat 23), Thailand (peringkat 12), dan Vietnam (peringkat 93). Menurut Global Competitiveness Index (World Economic Forum, 2009) Indonesia berada pada peringkat 55 dari 134 negara yang disurvei, di bawah negara Singapura (peringkat 3), Malaysia (peringkat 24), Thailand (peringkat 36), dan Cina (peringkat 29). Sebaliknya, menurut World

Competitivenss Indicators (IMD, 2009) Indonesia menempati

peringkat 42 dari 57 negara yang disurvei.

Meskipun upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan perizinan dasar sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari cakupan pelayanan perizinan investasi terus dilakukan. Namun, masih ditemukan beberapa permasalahan dalam pelayanan perizinan. Berdasarkan hasil survei Peringkat Kualitas Pelayanan Penanaman Modal di 291 kabupaten/kota pada tahun 2009, Kerja sama antara Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dengan Komite Pemantau Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD), terhadap para pelaku usaha dan aparat Pemerintah Daerah ditemukan permasalahan dalam pelayanan perizinan, yaitu terkait dengan waktu, biaya, prosedur, dan persyaratan yang sulit. Baik dari aspek waktu maupun dari aspek biaya untuk mendapatkan perizinan dasar, ditemukan ada lebih dari 20 persen pelaku usaha yang menyatakan bahwa waktu

2 - 101 dan biaya lebih besar jika dibandingkan dengan yang dijanjikan oleh Pemda. Hanya sekitar 2 persen pelaku usaha yang menyatakan waktu untuk mendapatkan perizinan dasar lebih cepat dari peraturan resmi atau yang dijanjikan oleh Pemda.

Di samping itu, proses ekspor dan impor di Indonesia masih memerlukan waktu yang relatif lama jika dibandingkan dengan negara tetangga, seperti Singapura, Malaysia, dan Thailand. Waktu rata-rata yang diperlukan untuk melakukan ekspor di Indonesia adalah 21 hari; padahal negara Singapura, Thailand, dan Malaysia dapat memproses ekspor selama berturut-turut 5, 14, dan 18 hari. Di lain pihak, waktu rata-rata yang dibutuhkan untuk melakukan importasi di Indonesia adalah 27 hari, sedangkan Singapura, Thailand, dan Malaysia hanya membutuhkan waktu sebanyak 3, 13, dan 14 hari (Sumber: Doing Business 2010, Bank Dunia). Di sisi lain, hasil survei yang dilakukan oleh Bappenas (2008) menyatakan bahwa prosedur ekspor dan impor merupakan salah satu faktor penentu bagi pengusaha untuk melakukan investasi di Indonesia. Berdasarkan survei tersebut, 27,9 persen dari keputusan berinvestasi ditentukan oleh kemudahan dan kecepatan proses ekspor dan impor.

Permasalahan penting lainnya adalah belum terintegrasinya jaringan logistik domestik yang menjadi salah satu faktor penyebab tingginya biaya distribusi dan logistik di Indonesia. Berdasarkan survei yang dilakukan Bank Dunia pada tahun 2007, peringkat Logistics Performance Index (LPI) untuk Indonesia adalah pada posisi 43 dari 150 negara. Bahkan, di tahun 2010, peringkat LPI Indonesia menurun menjadi 75. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja logistik nasional masih perlu untuk ditingkatkan agar dapat meningkatkan daya saing dunia usaha nasional di pasar global.

TABEL 2.7.1

Dalam dokumen Lampiran Pidato Kenegaraan Presiden RI (Halaman 107-112)