• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kualitas Infrastruktur dan Kelembagaan Keseluruhan Terhadap Biaya dan Volume Impor Indonesia

PENGARUH KUALITAS INFRASTRUKTUR TRANSPORTASI DAN KELEMBAGAAN TERHADAP PERDAGANGAN

7.2. Kualitas Infrastruktur dan Kelembagaan terhadap Biaya dan Volume Impor Indonesia

7.2.1. Kualitas Infrastruktur dan Kelembagaan Keseluruhan Terhadap Biaya dan Volume Impor Indonesia

Hasil estimasi pengaruh kualitas infrastruktur dan kelembagaan secara keseluruhan terhadap biaya impor Indonesia dapat dilihat pada Tabel 41. Berdasarkan Tabel 41 terlihat bahwa dari tiga model yang digunakan memiliki R2 yang cukup tinggi berkisar antara 0.7586 (model 2) sampai 0.9251 (model 3). Artinya variabel-variabel penjelas (explanatory variable) mampu menjelaskan sekitar 75.86 persen sampai 92.51 persen variasi variabel yang dijelaskan (dependent variable) yaitu biaya impor Indonesia dari negara asal impor. Sisanya sekitar 7.49 persen sampai 24.14 dijelaskan oleh variabel di luar model. Selain R2, ditunjukkan juga nilai F statistik yang menggambarkan pengaruh variabel penjelas secara bersama-sama terhadap variabel yang dijelaskan (dependent variable). Hasil uji F dari ketiga model menunjukkan bahwa model yang dibangun secara statistik nyata pada taraf nyata kurang dari 1 persen, sehingga model dapat

9

dianalisis lebih lanjut dengan menekankan pada kriteria ekonomi dari setiap variabel pada model.

Tabel 41. Hasil Estimasi Pengaruh Kualitas Infrastruktur dan Kelembagaan (Keseluruhan) Terhadap Biaya Impor Indonesia

Variabel Total Laut Udara

Konstanta 0.8407*** 0.7103*** 3.7670*** Ln_H 0.0679 0.1351*** -0.1561*** Ln_BBKR 0.0843*** 0.1351*** 1.3168*** INFRAi -0.0455*** -0.0656*** -0.0498** INFRAj -0.0648** -0.0464 -0.1259*** INSTi -0.0695** -0.0586*** -0.4605*** INSTj 0.0637*** 0.0617** -0.1499* R2 Adjusted 0.9241 0.9111 0.7586 S.E of Regression 0.2916 0.3200 0.4217 F-Statistic 69.1763 58.3656 18.5973 Prob (F-Statistic) 0.0000 0.0000 0.0000

Sum Squared Resid 30.1050 36.2559 62.9720

Durbin Watson Stat 1.7126 1.7584 1.7678

Fixed Effect (Intersept)

Maksimum 1.1967 (Kamboja) 1.1696 (Honduras) 1.5123 (Swedia) Minimum -0.5978 (Australi) -0.6358 (Australia) -0.7178 (Madagaskar) Keterangan : *** nyata pada taraf 1%, ** nyata pada taraf 5%, * nyata pada taraf

10%

Hasil estimasi pengaruh kualitas infrastruktur terhadap biaya impor menunjukkan bahwa untuk ketiga model kualitas infrastruktur keseluruhan Indonesia sebagai negara pengimpor, yang meliputi infrastruktur transportasi, komunikasi maupun energi berpengaruh signifikan negatif terhadap biaya impor Indonesia Artinya, semakin baik kualitas infrastruktur keseluruhan yang meliputi infrastruktur transportasi, komunikasi maupun energi di Indonesia sebagai negara pengimpor akan menurunkan biaya impornya. Tanda parameter dugaan kualitas infrastruktur (keseluruhan) sesuai dengan hipotesis. Hasil ini sejalan dengan apa yang dikemukakan Limao dan Anthony (2001) bahwa kualitas infrastruktur secara kuantitatif penting dalam menentukan biaya perdagangan. Hasil estimasi Limao dan Venables (2001) menunjukkan bahwa buruknya kualitas infrastruktur

mempengaruhi 40 persen dari biaya transportasi negara-negara pantai (coastal) dan 60 persen untuk negara-negara yang terkurung daratan (Landlocked). Demikian halnya dengan penelitian yang dilakukan Bank Dunia (2007) yang menunjukkan bahwa kondisi prasarana yang buruk, baik karena mutu atau alasan topografi, ternyata juga memiliki dampak sekunder. Sarana prasarana yang buruk berpengaruh terhadap kepastian pengiriman barang, tingkat kerusakan dan kebocoran akibat lamanya waktu tempuh. Demikian halnya dengan variabel kualitas infrastruktur (keseluruhan) negara asal impor Indonesia yang juga berpengaruh signifikan negatif. Artinya, semakin baik kualitas infrastruktur negara asal impor Indonesia, akan menurunkan biaya impor Indonesia dari negara tersebut.

Sama halnya dengan kualitas infrastruktur, hasil estimasi pengaruh variabel kualitas kelembagaan keseluruhan dari negara pengimpor (Indonesia) maupun negara asal impor (pengekspor) juga berpengaruh signifikan terhadap biaya impor Indonesia. Kualitas kelembagaan Indonesia sebagai negara pengimpor dari ketiga model berpengaruh signifikan negatif terhadap biaya impor. Artinya, semakin baik kualitas kelembagaan (keseluruhan) dari negara Indonesia sebagai negara pengimpor, akan menurunkan biaya impornya. Tidak demikian halnya dengan kualitas kelembagaan negara pengekspor baik secara total (tanpa dibedakan moda transportasi) maupun melalui moda transportasi laut yang berpengaruh signifikan positif. Artinya, semakin baik kualitas kelembagaan (keseluruhan) negara pengekspor akan meningkatkan biaya impor Indonesia. Hal ini diduga terkaitnya dengan masih lemahnya kualitas kelembagaan pelabuhan negara Indonesia. Walaupun kualitas kelembagaan di negara pengekspor sudah baik, namun karena kualitas kelembagaan di Indonesia sebagai pengimpor yang masih kurang baik yang pada akhirnya menyebabkan masih relatif tingginya biaya impor Indonesia.

Sementara hasil estimasi kualitas kelembagaan keseluruhan yang berpengaruh terhadap volume impor Indonesia adalah kualitas kelembagaan negara pengekspor (negara asal impor Indonesia) baik total tanpa membedakan moda transportasi maupun yang melalui moda transportasi laut, dengan tanda koefisien yang negatif. Artinya semakin baik kualitas kelembagaan dari negara

pengekspor, akan menurunkan volume impor Indonesia. Hal ini diduga tujuan ekspor dari negara ekspor tidak hanya tergantung pada Indonesia, sehingga dengan semakin baik kualitas kelembagaan di negara pengekspor, peluang ekspor negara pengekspor ke selain Indonesia semakin tinggi.

Sama halnya dengan pembahasan sebelumnya terkait biaya ekspor, variabel lainnya yang diduga memengaruhi biaya impor Indonesia adalah harga bahan bakar baik solar maupun avtur dan harga barang (agregat) dari yang diperdagangkan. Hasil estimasi dari ketiga model menujukkan bahwa harga bahan bakar secara konsisten berpengaruh signifikan positif terhadap biaya impor, masing-masing sebesar 0.0843 (model 1), 0.1351 (model 2), dan 1.3168 (model 3). Artinya, semakin tinggi harga bahan bakar, baik solar maupun avtur, akan meningkatkan biaya impor Indonesia dari negara asal impor. Hal ini dikarenakan dengan naiknya harga bahan bakar maka biaya produksi pun akan meningkat sehingga biaya impor pun akan meningkat. Dari Tabel 41 terlihat bahwa biaya impor Indonesia relatif lebih responsif terhadap perubahan harga bahan bakar avtur dibandingkan harga bahan bakar solar. Hal tersebut ditunjukkan dengan koefisien bahan bakar avtur yang lebih besar (1.3168) dibandingkan harga bahan bakar solar dengan koefisien sebesar 0.1351 (model 2).

Demikian halnya dengan harga barang yang berpengaruh signifikan. Untuk model 2 yaitu moda transportasi laut, harga barang berpengaruh signifikan positif terhadap biaya impor. Artinya, semakin tinggi harga barang yang diimpor akan meningkatkan biaya impornya. Sementara untuk moda transportasi udara berpengaruh signifikan negatif, yang artinya semakin tinggi harga barang yang diimpor, maka biaya impor melalui moda transportasi udara akan menurun. Demikian halnya dengan hasil estimasi variabel lainnya pada volume impor menunjukkan bahwa variabel keterbukaan perdagangan (Trade openness) Indonesia sebagai negara pengimpor berpengaruh negatif. Artinya, semakin terbuka perdagangan, maka volume impor Indonesia semakin menurun.

Tabel 42. Hasil Estimasi Pengaruh Kualitas Infrastruktur dan Kelembagaan Keseluruhan Terhadap Volume Impor Indonesia

Variabel Total Laut Udara

Konstanta (C) 12.0214*** 12.0286*** 12.3430*** Ln_GDPcapi 2.4167*** 1.1697*** 4.6298*** Ln_GDPcapj -2.3974*** -1.6659*** -4.4956*** Ln_Trdopnnsi -2.3333*** -1.6659*** -5.6492*** Ln_Trdopnnsj 2.2068*** 0.5279*** 5.2029*** INFRAi 0.0870*** 0.0814*** 0.3549*** INFRAj 0.1302*** 0.0243* -0.3458 INSTi -0.3611** 0.0243* -0.3458 INSTj -0.1098*** -0.0737*** -0.0580 Adjusted R2 0.9823 0.9832 0.9815 S.E of Regresion 0.4442 0.4083 0.3314 F-stat 305.4204 321.9740 291.0126 Prob (F-stat) 0.000000 0.000000 0.000000

Sum square resid 69.4567 58.7074 38.6778 Durbin Watson Stat 1.7946 1.6731 1.9512 Fixed Effect (Intersep)

Maksimum 3.5753 (Kuwait) 1.8146 (Qatar) 5.8673 (Estonia) Minimum -2.6455 (India) -2.0848 (Bangladesh) -7.7673 (Cina) Keterangan : *** nyata pada taraf 1%, ** nyata pada taraf 5%, * nyata pada taraf

10%

Berdasarkan pendapat yang pro liberalisasi, tentunya kondisi ini kurang mampu dimanfaatkan, mengingat semakin terbuka perdagangan, pilihan produk akan semakin beragam dan persaingan harga akan semakin ketat sehingga peluang mendapatkan produk yang lebih murah akan lebih besar. Namun dari sisi lainnya, kondisi ini akan lebih baik dengan asumsi kebutuhan yang diperlukan dapat dipenuhi dari produksi domestik sehingga mengurangi mengalirnya devisa kita ke luar negeri. Faktor yang diduga memengaruhi belum dimanfaatkannya keterbukaan perdagangan terkait dengan faktor penentu lainnya seperti kondisi/kualitas infrastruktur maupun kualitas kelembagaan yang masih menjadi hambatan, yang pada akhirnya menyebabkan manfaat perdagangan yang diterima belum optimal. Hal ini diperkuat dengan apa yang ditemukan dari hasil penelitian penelitian Chen dan Gupta (2006) serta Chang et al. (2009) bahwa dampak positif keterbukaan perdagangan terhadap pertumbuhan ekonomi ditentukan oleh kondisi dan perbaikan-perbaikan yang dilakukan oleh setiap negara pada faktor-faktor lain

sebagai pendukungnya. Chang et al. (2009) menyatakan bahwa dampak keterbukaan perdagangan terhadap pertumbuhan ekonomi menjadi berarti apabila disertai oleh perbaikan-perbaikan pada infrastruktur publik, sektor finansial, kualitas modal manusia, fleksibilitas pasar tenaga kerja, serta stabilitas perekonomian dan harga. Perbaikan-perbaikan tersebut akan menjadikan keterbukaan perdagangan dapat berlangsung efektif sehingga meningkatkan efisiensi pengalokasian sumber daya, memungkinkan diseminasi pengetahuan dan teknologi, serta mendorong persaingan di pasar domestik dan internasional.

7.2.2. Pengaruh Masing-Masing Indikator Kualitas Infrastruktur dan