• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.3. Peranan Kelembagaan dalam Perdagangan

2.3.1 Overview dan Pengertian

Kelembagaan (institution) merupakan aturan dan rambu-rambu yang digunakan para anggota suatu kelompok masyarakat untuk mengatur hubungan yang saling mengikat atau saling tergantung satu sama lain. Penataan kelembagaan atau institusi dapat ditentukan oleh beberapa unsur, yaitu : aturan operasional untuk pengaturan pemanfaatan sumberdaya, aturan kolektif untuk menentukan, menegakkan hukum atau aturan itu sendiri dan untuk merubah aturan operasional serta mengatur hubungan kewenangan organisasi (Ostrom 1985). Sementara menurut North (1990) kelembagaan merupakan aturan main di dalam suatu kelompok sosial dan sangat dipengaruhi faktor-faktor ekonomi, sosial dan politik. Institusi dapat berupa aturan formal (undang-undang tertulis) atau dalam bentuk informal (kebiasaan atau tradisi yang disepakati bersama). North membedakan antara kelembagaan atau institusi dari organisasi. Institusi adalah aturan mainnya, sedangkan organisasi adalah para pemainnya. Rutherford (1994) menyatakan bahwa kelembagaan adalah regulasi perilaku yang secara umum diterima oleh anggota-anggota kelompok sosial, untuk perilaku spesifik dalam situasi yang khusus, baik yang diawasi sendiri maupun dimonitor oleh otoritas

luar. Sementara Robinson (2008) mengidentifikasi tiga pentingnya kelembagaan, yaitu, 1) kendala yang dirancang secara manusiawi, 2) aturan main dengan ketentuan penegakan hukum tertentu, dan 3) menjelaskan struktur insentif. Semenjak kelembagaan ini menjadi insentif, maka kelembagaan ini dapat memengaruhi kinerja ekonomi termasuk ekonomi pembangunan, pertumbuhan

dan kemiskinan dan selanjutnya berkembang menjadi “The New Institutional

Economics”.

Lembaga bersifat dinamis, mengikuti perubahan pola interaksi, nilai, kultur, serta selera masyarakat seiring dengan perubahan waktu. Menurut Ostrom (1990), Bloomington, mengembangkan kerangka analisis perubahan kelembagaan menjadi tiga level, yaitu 1) Operational rule yang berada pada operational choice level, 2) Collective choice rule yang berada pada level collective choice, dan 3) Constitutional rule yang berada pada level constitutional choice. Operational rule adalah aturan main yang berlaku dalam keseharian, yaitu aturan yang ditemukan dalam sebuah komunitas, organisasi atau kelompok masyarakat mengenai bagaimana interaksi antar anggota komunitas tersebut seharusnya terjadi. Pengawasan (monitoring) terhadap tindakan setiap aktor, penegakan sanksi bagi para pelanggar dan pemberian reward kepada mereka yang taat aturan semuanya diatur dalam operational rule. Operational rule berubah seiring dengan perubahan teknologi, sumberdaya, budaya, keadaan ekonomi, dan lain-lain. Walaupun operational rule berubah secara spontan, namun dalam pelaksanaannya ada ketentuan-ketentuan atau kesepakatan-kesepakatan mengenai bagaimana operational rule tersebut berubah.

Collective choice rule, yaitu aturan mengenai bagaimana operational rule dibuat atau diubah, siapa yang melakukan perubahan, dan kapan perubahan tersebut harus berlangsung. Hasil pekerjaan aktor-aktor yang bermain pada level collective choice akan langsung berpengaruh pada operational rule (Ostrom 1990). Kelembagaan pada constitutional choice level mengatur, utamanya, mengenai siapa yang berwenang bekerja pada level collective choice danbagaimana mereka bekerja. Constitutional rule merupakan rule tertinggi yang tidak semua kelompok, organisasi atau komunitas memilikinya. Collective choice

rule berbeda dengan constitutional rule walaupun aktor yang terlibat dalam pembuatannya kemungkinan sama.

2.3.2 Perspektif The New Institutional Economics

Selama periode tahun 1950-1960, mainstreams para ahli ekonomi lebih bertumpu dan mengembangkan ekonomi neoklasik (Neoclassical Economics). Terkait dengan kelembagaan, dalam ekonomi neoklasik asumsi kelembagaan adalah netral, setiap transaksi bebas biaya (free of cost). Dengan kata lain, transaksi dapat berlangsung mengikuti mekanisme pasar tanpa perlu keluar biaya. Pandangan ini bertolak belakang dengan pemikiran ekonomi kelembagaan baru (The New Institutional Economics) yang beranggapan sebaliknya. Pasar tidak akan berjalan sempurna apabila pelaku ekonomi tidak memiliki informasi mengenai barang yang akan ditransaksikan. Untuk itu, sebagian ekonom berkeyakinan bahwa suatu transaksi dapat berjalan apabila ada informasi. Pengumpulan informasi memerlukan biaya. Oleh karena itu, asumsi bahwa transaksi dapat berjalan tanpa biaya menjadi tergoyahkan. Dengan demikian, biaya transaksi menjadi unit analisis penting dalam ekonomi kelembagaan.

Menurut Williamson (1985), biaya transaksi merupakan biaya untuk menjalankan sistem ekonomi. North (1990) menyebut biaya transaksi sebagai biaya untuk menspesifikasi dan memaksakan kontrak yang mendasari pertukaran, sehingga dengan sendirinya mencakup biaya organisasi politik dan ekonomi. Sementara Coase (1960) menyebut biaya transaksi sebagai biaya untuk menentukan dan memberlakukan hak-hak kepemilikan atas barang dan jasa. Biaya transaksi meliputi, Pertama, biaya mencari informasi, yaitu biaya yang ditimbulkan untuk mencarfi informasi mengenai barang yang diinginkan di pasar, misalnya biaya informasi untuk mencari biaya termurah, kualitas terbaik, variasi jenis barang, dan lain-lain. Kedua, biaya membuat kontrak/negosiasi, yaitu biaya yang diperlukan untuk menerima suatu persetujuan/kontrak dengan pihak lain tas suatu transaksi. Ketiga, biaya monitoring, yaitu biaya yang ditimbulkan karena danya kegiatan untuk mengawasi pihak lain dalam melaksanakan kontrak seperti biaya cek kualitas dan kuantitas, cek harga, ketepatan waktu kirim, kemanan, dan lain-lain. Keempat, biaya adaptasi (selama kesepakatan berlangsung), yaitu biaya

yang ditimbulkannya karena dilakukannya penyesuaian-penyesuaian pada saat suatu kesepakatan transaksi dilakukan.

Terdapat beberapa pendekatan yang digunakan untuk mengukur kualitas kelembagaan, diantaranya indeks persepsi korupsi dari Index Transparancy Internationmal, indeks dari unsur-unsur kelembagaan yang berasal dari Global Competitiveness Report (Word Economic Forum) yang meliputi kelembagaan pemerintah dan kelembagaan swasta, indeks unsur-unsur kelembagaan dari Worldwide Governance Indicator (World Bank), unsur-unsur kelembagaan dari Economic Freedom yang berasal dari World Bank.

2.3.3. Kelembagaan, Biaya Transaksi dan Perdagangan

Kelembagaaan menurut North (1992) terdiri dari atas Aturan-aturan formal, aturan informal (norma perilaku, konvensi, kode etik yang ditetapkan sendiri, dll) serta karakteristik penegakan keduanya. Sedangkan organisasi merupakan pelaku/aktor dari kelembagaan-kelembagaan tersebut. Kelembagaan yang dibutuhkan dalam sebuah sistem perekonomian dalam rangka regulasi perekonomian ternyata tidak selamanya membuahkan hal yang bersifat positif. Menurut North tidak ada jaminan bahwa struktur kelembagaan akan menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang lebih baik, ataupun cenderung menghasilkan ekonomi biaya tinggi. Fenomena umum menunjukkan bahwa negara-negara dengan biaya produksi dan biaya transaksi yang tinggi akan menghambat pertumbuhan ekonomi negara tersebut.

Kelembagaan yang baik akan mendorong transaksi dilakukan dengan efektif dan efisien sehingga mampu mengurangi biaya transaksi dengan memperbaiki akses dan kualitas informasi dan mendorong tegaknya aturan. Namun demikian efesiensi dalam perekonomian itu sangat tergantung kepada lembaga yang senantiasa memberikan fleksibilitas ekonomi dan politik dari waktu ke waktu. Lembaga yang bersifat adaptif dan efesien harus mampu memberikan insentif, mendorong inovasi dan kegiatan-kegiatan perekonomian yang kreatif. Kelembagaan yang baik akan menimbulkan biaya transaksi yang tidak terlalu besar sehingga akan menimbulkan efesiensi dalam perekonomian (North 1992).

Institusi dikatakan efisien jika biaya transaksi rendah, adanya kepastian aturan main (certainty) dan hubungan yang sepadan antara principal dan agent

(equal relationship). Institusi dapat dikatakan efektif apabila dapat menginvestasikan keterampilan dan ilmu pengetahuan dengan tujuan efisiensi biaya dalam rangka meningkatkan produktivitas. Institusi yang baik haruslah memiliki aturan yang jelas, dikenal secara luas, masuk akal atau logis, dapat diterima secara luas, dapat diperkirakan (predictable), dapat dipercaya, disusun dengan benar dan juga dilaksanakan dengan benar

Secara umum biaya transaksi meliputi, (1) biaya pencarian informasi yaitu biaya yang terjadi untuk pencarian barang yang diperlukan di pasar guna mencari harga yang paling rendah, (2) biaya perundingan, adalah biaya yang diperlukan untuk mencapai kesepakatan (agreement) dengan pihak yang dimana transaksi dilakukan, dan (3) biaya pelaksanaan, adalah biaya untuk menjaga agar pihak lain tetap berada dalam kontrak kesepakatan yang telah disetujui dan membuat tindakan lanjutan. Tingkat biaya transaksi sangat tergantung pada institusi dalam suatu negara, sistem hukum dan politik, budaya dan sebagainya. Pemerintah sebagai salah satu institusi dituntut untuk dapat berperan dengan baik.

Holden (2004) menyatakan bahwa pemerintahan yang lemah dalam regulasi perekonomian dan cenderung berbelit-belit akan mengakibatkan biaya transaksi menjadi tinggi. Lembaga yang lemah dan tinggi biaya transaksi memberikan lahan subur bagi korupsi yang memiliki dampak korosif pada aktivitas bisnis. Holden (2004) menjelaskan bahwa biaya transaksi adalah biaya dalam pengaturan dan pelaksanaan kegiatan usaha. Biaya transaksi tinggi juga akan menjadi salah satu penyebab terjadinya kegagalan pasar bahkan kegagalan pasar total - dimana pasar tidak berfungsi secara efisien. Beberapa faktor yang akan menyebabkan terjadinya biaya transaksi tersebut, diantaranya :

1. Biaya dalam usaha-usaha pencarian sumber modal/keuangan baru 2. Biaya dalam pemeliharaan dan penegakan Property Right (Kepemilikan) 3. Biaya pembuatan dan penegakan kontrak