• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III Marga dan Sistem Kekerabatan pada Masyarakat Batak Toba

3.2 Tata Cara Pemberian Marga Bagi Wanita Bukan Batak

3.2.1 Langkah I Manghatai dohot Hula-Hula

Orang tua dari si Anak yang akan menikah dengan perempuan bukan Batak (Boru Sileban) pergi ke rumah Hula-hulanya, yaitu Tulang dari si Anak (Doli) yang akan menikah. Hal ini untuk membicarakan serta meminta izin kesediaan Hula-hula

tersebut agar bersedia mangampu (menerima) dan mengangkat calon menantu menjadi seperti anak kandung mereka. Biasanya hula-hula tidak akan langsung menerima atau mengabulkan permintaan itu. Sebelumya harus berunding terlebih dahulu dengan Abang/Adik dan keluarga terdekat. Acara ini dimulai dari Orang tua pihak laki-laki menyampaikan beberapa kalimat ucapan syukur sebagai mengawali acara, dimana mereka boleh datang menjumpai lae/inangbao (Hula-hula) di dalam keadaan sehat. Kemudian kalimat mereka akan di sambut kembali oleh Hula-Hula yaitu dengan mempertanyakan hal apa gerangan membuat mereka datang ke tempat ini. Lalu pihak laki-laki pun menjelaskan maksud akan kedatangan mereka. Mereka akan mengatakan bahwa anak laki-laki mereka (bere si Hula-Hula) telah bertemu dengan seorang gadis dan mereka menuju hubungan ke yang lebih serius. Gadis yang akan menjadi pendamping hidup Laki-laki ini Boru Sileban atau bukan boru Batak (gadis Batak) . Inilah yang menjadi permasalahan bagi mereka. Dan sebab itulah mereka datang menemui Hula-hula. Lalu, pihak Laki-laki akan mengatakan dan memohon kepada pihak Hula-hula agar kiranya berkenan menerima calon istri bere nya. Juga agar mereka bersedia mengangkat gadis atau Boru Sileban tersebut menjadi seolah-olah anak kandung mereka.

Setelah pihak Laki-laki menjelaskan maksud kedatangan mereka, maka pihak Hula-hula akan berunding terlebih dahulu dengan hula-hula yang lainnya. Dan setelah ada kesepakatan mereka akan mengatakannya. Pihak Hula-hula menghubungi Adik/Abang teman semarga yang terdekat termasuk Raja Parhata yang lebih menguasai proses adat yang berhubungan dengan acara”Mangampu Boru atau mengangkat anak. Demikian juga dengan pihak Paranak (Laki-laki) menghubungi teman semarga yang terdekat, termasuk juga Raja Parhata yang dapat memberi solusi dalam masalah peradatan .Setelah selesai pembicaraan Parboru/Hula-hula ke teman se marga, boru/bere. Demikian juga pada pihak Paranak, maka disepakatilah satu hari untuk acara yang disebut “Manulangi Hula-Hula sekaligus Patio baba ni

3.2.2 Langkah II Manulangi hula-Hula= Patio Baba ni Mual

Pada hari dan tanggal yang sudah disepakati sebelumnya, keluarga dari Anak yang akan menikah, beserta kerabat terdekat menuju rumah Hula-hula. Ketika kerumah Hula-hula, pihak Anak biasanya membawa makanan khas “pinahan lobu na marsaudara” untuk “Manulangi” sekaligus “Patio baba ni mual.” .Ketika para undangan dan para kerabat telah tiba di rumah Hula-hula maka acara manulangi pun dimulai. Acara dimulai oleh protocol dari tuan rumah. Protokol dari Paranak akan menyampaikan kesediaan mereka untuk memyampaikan/mempersembahkan makanan khas adat ( Tudu-tudu sipanganon). Lalu akan di sambut lagi oleh protkol Hula-hula bahwa mereka telah siap menerima kedatangan boru untuk mempersembahkan tudu-tudu sipanganon. (makanan khas adat Batak).

Selanjutnya pihak Paranak menyerahkan makanan tersebut dan pihak Hula-hula (parboru) menerima dengan baik. Sebaliknya pihak Hula-Hula-hula (parboru) menyerahkan juga makanan berupa “dekke simudur-mudur” (ikan mas). Setelah itu Paranak akan menyampaikan kepada teman semarga, boru/bere kalau ikan yang mereka terima adalah untuk kita semua. Lalu, Protokol atau Raja Parhata dari Hula-hula akan meminta dengan hormat, agar pihak Paranak yang memimpin doa makan.

Pihak Paranak mewakili untuk memimpin doa sebelum jamuan makan bersama.

Tudu-tudu sipanganon yang berupa daging itu (biasanya daging Babi, Kerbau atau Lembu yang mentah) di potong-potong lalu dibagi-bagikan nantinya.

Gambar 3.2 Tudu Tudu Sipanganon Sumber : Tabloid Horas Indonesia

Tudu-tudu sipanganon yang arti harafiahnya penanda perjamuan (bila dalam keadaan lengkap disebut na margoar atau bagian-bagian hewan yang diberi nama sesuai dengan yang berhak menerimanya dalam parjambaran atau pembagian daging hewan) adalah bagian-bagian tertentu hewan sembelihan yang diletakkan di tengah-tengah sebagai simbol penghormatan hasuhutan kepada undangannya khususnya Hula-hula.15

Pada simbol Tudu-tudu sipanganon terdapat beberapa bagaian potongan daging yang akan dibagi-bagikan sebagai jambar untuk beberapa pihak yang berhak menerimanya dan yang menerima jambar tersebut sudah ditentukan. Jenis hewan yang disembelih untuk Tudu- tudu Sipanganon ada 2 jenis yaitu Namarmiak- miak jenis hewan babi, Sigagat duhut kambing dan lembu, Horbo Sitingko Tanduk (Kerbau yang paling besar) merupakan tudu-tudu sipanganon untuk pesta yang sakral dan besar misalnya pesta Saur Matua dan Horja (pesta tugu).

Tudu-tudu sipanganon secara tidak langsung juga dapat menunjukkan status sosial yang ada di masyarakat. Misalnya apabila dalam suatu pesta adat yang disembelih adalah Sigagat Duhut, maka akan terlihat lebih tinggi di mata masyarakat, walaunpun sesungguhnya sama saja nilai adatnya.

Adat Batak,” ikkon di atas sipanganon” berarti udah memasuki atau memmbicarakan acara adat yang penting dan sakral. Ketika menjumpai Hula-hula membawa tudu-tudu sipanganon tanda menghormati hula-hula. Asa “Raja” . Setelah selesai makan, perbincangan pun dimulai. Protokol dari Pihak Hula-hula mempertanyakan mengenai makanan persembahan. Yang kemudian akan di sahut oleh pihak Paranak bahwa makna dari makanan yang mereka sampaikan hanyalah persembahan saja, dan kiranya menjadi makanan yang lezat dan pembawa berkat.

Raja Hata dari pihak Hula-hula akan meminta kepada pihak paranak agar memberikan Batu Sipanganon (uang di dalam amplop). Hal ini dimaksudkan akan lebih berpahala berkat yang akan diberikan kepada mereka.

“Songon na mandanggurhon batu tu dolok do molo buas mangalehon tu Hula-hula”.

Secara harafiah, apabila kita lemparkan batu ke gunung pasti batu itu kembali lagi, bahkan membawa batu-batuk kecil yang lebih banyak. Maka dapat diartikan , bahwa apa yang diberikan ke Hula-hula akan berkali-kali lipat berkat yang kita terima.

Lalu, Hasuhuton atau pihak Paranak (orang tua si Anak) memberikan “Batu Sipanganon” . Yang pertama diberikan tentu kepada Tuan rumah (Hasuhuton Bolon) lalu suhut kedua dan seterusnya. Pasi tuak na tonggi ( uang biasanya nilainya lebih kecil dari yang diberikan ke Hasuhuton Bolon) diberikan ke boru/bere, dongan sahuta (teman sekampung) dan tidak ketinggalan Raja Hata Niparboru ( yang mempin pembicaraan di pihak Hula-hula. Setelah itu Raja Hata dari Paranak pun

menerima pasu-pasu (berkat) agar berkat yang datang melalui doa Hula-hula, terutama kepada Anak (Doli). Mudah-mudahan terang jalan yang dilalui jernih air yang didapati. lalu, Raja Hata meminta agar Hula-hula memberkati berenya (anak/Doli).

Lalu Hula-hula (Tulang dan Nantulang si Bere) berdiri datang ke hadapan si Bere untuk memberikan doa berkat, nasihat dan petuah-tuah.

Di ho Bere Hasian …. ( Goarni Bere na)

Songon pandok ni natua-tua “Amak do rere, Anak do bere”Songon holong ni rohanami di anaknami, songoni do holong ni rohanami Tulang mu dohot Nantulang tu ho. Sai anggiat ma Tuhanta na mamasu-masu ho, huhut mangaramoti ho bere di sude pardalanan ni ngolum. Sai tiur ma tutu di dalananmu jala tio aek inumonmu. Manang tu dia pe ho mangalangka sai dapot ma na di jalahanmu. Sai dipasu-pasu Tuhani ma ho arian nang borngin. On pe, songon las ni rohanami, las ma roham manjalo ulos on. Parhitean do on, Tuhanta do ianggo na masu-masu ho bere!

Bere yang kami sayangi .. (nama si Bere disebutkan) Seperti kata Orang Tua “ Amak o rere, Anak do bere. ( Saudara atau ponakan adalah Anak juga). Sperti rasa sayang kepada anak kami, begitu jugalah rasa saying kami kepada engkau bere!. Semoga Tuhan memberkati mu dan melindungimu dalam setiap langkah kehidupanmu, Semoga terang jalan hidupmu. Tercapai apa yang engkau cita-citakan, semoga Tuhan menyertaimu siang maupun malam. Disini, sebagai pertanda sayang kami kepadamu bere terimalah ulos ini dengan senang hati. Ulos ini hanyalah jemabatan karena hanya Tuhanlah yang dapat memberkatimu.

Lalu ulos diberikan kepada si Bere.ditaburkan beras di atas kepala sib ere lalu Tulang dan Nantulang nya mencium pipi si bere. “Horas jala Gabe” ( Sejahterahlah kita semua) lalu sisa beras ditaburkan ke sekeliling hadirin.

Ulos yang disandangkan biasanya adalah ulos ragi hotang. Ulos pada masyarakat Batak Toba dulu memiliki fungsi untuk menghangatkan badan dari rasa dingin yang sangat menusuk ketulang, sekarang Ulos memiliki fungsi simbolik untuk hal-hal lain dalam segala aspek kehidupan masyarakat Batak, khususnya masyarakat

Batak Toba. Ulos yang digunakan dalam acara Adat Perkawinan (dalam buku Raja Parhata dohot Jambar Hata Drs.Manahan Radjagukguk) yaitu :

• Ulos Panssamot atau Ragidup adalah Ulos yang diberikan oleh orang tua pengantin perempuan kepada orang tua pengantin laki-laki (hela).

• Ulos Pengantin atau disebut juga Ragihotang adalah ulos yang diberikan oleh Orang Tua pengantin perempuan kepada kedua pengantin.

• Ulos Holong adalah Ulos yang diterima atau diberikan oleh semua undangan yang hadir pada upacara perkawinan. Ulos ini dapat diterima dari para undangan sampai ratusan.

• Ulos Sadum adalah ulos yang akan diberikan kepada Namboru (adik perempuan dari ayah) dari kedua mempelai yang akan diuloskan oleh Hula-hula (adik atau abang laki-laki dari ibu.

• Ulos Ragihotang adalah ulos yang digunakan atau dipakai oleh semua laki-laki yang akan menghadiri pesta perkawinan termaksud Orang Tua laki-laki-laki-laki dari kedua pengantin.

Ulos yang digunakan dalam Upacara Kematian yaitu :

• Ulos Sibolang merupakan ulos yang akan diberikan kepada orang yang sedang berduka atau yang ditinggalkan oleh suaminya (meninggal) dan biasanya warna ulos yang digunakan warna hitam.

• Ulos Tujung atau Ulos Saput merupakan salah satu ulos yang akan diberikan atau yang akan digunakan dalam upacara adat kematian pada masyarakat Batak Toba.

Ulos yang digunakan dalam acara tujuh bulanan pada masyarakat Batak Toba adalah sebagai berikut :

• Ulos Bintang Maratur adalah Ulos yang digunakan untuk parompa sibayi

• Ulos Sadum adalah Ulos yang digunakan untuk mengulosi ayah dan ibu si calon bayi. Ulos yang digunakan untuk memasuki Rumah Baru pada masyarakat Batak Toba adalah sebagai berikut :

• Ulos Sampetua adalah Ulos yang digunakan masyarakat Batak Toba untuk upacara memasuki Rumah Baru.16

Setelah acara peemberian ulos kepada si Anak/Doli (yang hendak menikah), maka pembicaraan pun dimulai lagi. Orang tua si Doli (Paranak) mengucapkan terimaksih kepada Hula-hula dimana mereka dengan ringan hati memberkati Anaknya melalui ulos yang diberikan dan berbagai macam nasihat atau petuah.

Lalu, Orang Tua si Anak/Doli ini menyampaikan kepada Hula-hula, Dongan Sahuta yang hadir di tempat itu, bahwa Anaknya, telah memiliki kekasih dan mereka hendak menikah. Kekasih Anaknya ini merupakan Boru Sileban atau gadis non Batak. Orang tua si Anak, memohon kepada Hula-hula kiranya, gadis yang bukan boru Batak ini dapat mereka terima menjadi boru mereka.

Tung pasiat hamu ma tulang pangidoan nami on…. Jangkon hamuna ma ni ririt bere muna on gabe boru mun, ampu hamu ma tulang nantulang gabe boru muno situtu nanaeng parumaen name I,gabe boru muna, boru …. (didok marga ni Hula-hula i),

Semoga tulang mengabulkan permintaan kami, terimalah kekasih bere tulang ini menjadi boru ….. ( disebut marga Hula-hulanya).

Permintaan pihak Paranak ini akan dirundingkan langsung oleh pihak Hula-hula, na mardongan tubu ( yang semarga). Setelah perundingan selesai, hasil keputusan akan di sampaikan langsung.

16Candra Agustina, 2016 , Makna dan Fungi Ulos dalam Adat Masyarakat Batak Toba di Desa Talang Mandi Kecamatan Mandau Kabupaten Bengkalis Jurnal Fakultas Imlu Sosial dan Ilmu

Untuk laki-laki yang menikah dengan perempuan bukan Batak yang akan diberi marga, maka pengambilan boru nya adalah mengambil marga dari marga ibunya, atau marga ibu ayahnya (Opung boru dari Ayah). Hal ini agar mereka menjadi pariban, karena di dalam adat Batak, perkawinan yang ideal adalah perkawinan dengan pariban.