• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III. MAKNA, TEMPAT, PERAN DAN PERGULATAN LANSIA

C. Lanjut Usia Menurut Kitab Suci

Kitab Suci membagi kehidupan ke dalam empat masa (Im 27:1-8), yakni: masa kanak-kanak (Bayi sampai 5 tahun), masa muda (5-20 tahun), masa dewasa (20-60 tahun) dan masa tua (60 tahun ke atas). Dalam Kitab Suci orang yang disebut berusia panjang adalah mereka yang mampu memasuki masa yang ke empat yaitu masa tua. Usia 80 tahun menjadi usia yang sempurna. Jika lebih dari 80 tahun maka itu sungguh berkat dari Tuhan. Pada umumnya Kitab Suci

memandang usia lanjut sebagai berkat. Para lanjut usia dengan rambut putihnya dianggap sebagai orang yang telah kenyang dengan pahit manisnya kehidupan. Mereka mempunyai banyak pengalaman, sehingga tidak berlebihan jika kaum lansia dianggap sebagai kaum bijak. Dari pengalaman dan usia panjang telah membuat mereka lebih bijaksana dibanding dengan kaum muda di dalam menyikapi berbagai ragam kehidupan. Menjadi suatu kebahagiaan bagi para lansia jika dapat menjalani kehidupan mereka dengan tenang, mengenang masa lalu yang manis dan melihat hasil perjuangan mereka pada generasi berikutnya. Kita menyadari bahwa keberhasilan hidup generasi di saat ini tidak dapat dilepaskan dari perjuangan generasi sebelumnya. Oleh karena itu para lansia sudah selayaknya dihargai dan dicintai dengan semestinya (Hari Kustono, 2007: 27).

Dalam Kitab Suci lanjut usia sangat dijunjung tinggi, sehingga hidup yang panjang dipandang sebagai tanda kemurahan hati Allah (Kej 11:10-32). Seperti halnya Abraham dalam usia tuanya ia menerima karunia istimewa berupa janji (Kej 12:2-3). Selain Abraham masih banyak tokoh-tokoh dalam Kitab Suci yang memperoleh karunia dari Allah pada masa tuanya. Mereka disebut sebagai kaum yang terberkati dan menjadi perantara berkat Tuhan. Para bapa bangsa di dalam Kitab Suci menjadi contoh yang paling jelas bagi kita. Para tokoh besar dikaruniai usia panjang, sekaligus juga menjadi perantara berkat bagi bangsanya (Abraham, Ishak, Yakub, Daud). Kewajiban menghargai lanjut usia juga menjadi bagian dari sejarah bangsa Israel. Mereka dihargai bukan saja karena pengalamannya tetapi juga karena karya serta berkat Tuhan yang langsung di dalam dan lewat mereka (Hari Kustono, 2007: 27). Dalam Kitab Suci Perjanjian

Lama tertulis kewajiban menghormati orang tua dan menjadi salah satu perintah di dalam sepuluh perintah Allah. Penghormatan terhadap orang tua juga ditekankan dalam Kitab Sir 3:1-16, antara lain dikatakan:

Barangsiapa menghormati bapanya memulihkan dosa, dan siapa memuliakan ibunya serupa dengan orang yang mengumpulkan harta. Barangsiapa menghormati bapanya, ia sendiri akan mendapat kesukaan pada anak-anaknya pula, dan apabila bersembahyang, niscaya doanya akan dikabulkan. Barangsiapa memuliakan bapanya akan panjang umurnya, dan orang yang taat kepada Tuhan menenangkan ibunya serta melayani orang tuanya sebagai majikannya. Anakku, hormatilah bapamu, baik dengan perkataan maupun dengan perbuatan, supaya berkat dari padanya turun atas dirimu...Anakku, tolonglah bapamu pada masa tuanya, jangan menyakiti hatinya di masa hidupnya. Pun pula kalau akalnya sudah berkurang hendaklah kau maafkan, jangan menistakannya sewaktu engkau masih berdaya. Kebaikan yang ditujukan kepada bapa tidak sampai terlupa, melainkan dibilang sebagai pemulihan segala dosamu.

Apa yang dikatakan Putera Sirakh sangat menarik bahwa penghormatan kepada bapa-ibu (termasuk yang sudah lanjut usia) akan membawa berkat dan juga pengampunan dosa. Dengan kata lain, penghormatan terhadap orang tua merupakan suatu kebajikan yang membawa keselamatan (Hari Kustono, 2007: 28).

Dalam Kitab Pengkotbah pada bagian akhir menggambarkan kedudukan manusia ketika harus menghadapi kerapuhan di usia lanjut (Pkh 12:1-7). Yang berisikan litani kerapuhan: kepikunan terasa, mata mulai kabur, tubuh semakin lemah, muda, tak ada lagi ambisi, satu persatu dari teman masa mudanya pergi ke rumah kekal. Gambaran ini terasa sebagai suatu penolakan terhadap keberadaan hidup. Namun dibalik gambaran muram tersebut, pengkotbah mau menggingatkan kita agar mengisi kehidupan sebaik mungkin selagi masih mampu dan ada kesempatan (Hari Kustono, 2007: 29).

Dalam Kitab Suci Perjanjian Baru juga terdapat beberapa pribadi lanjut usia. Injil Lukas mulai dengan memperkenalkan pasangan yang sudah menikah dan ”sudah lanjut umur mereka” (Luk 1:7), yakni Elisabet dan Zakharia. Kerahiman Tuhan menyentuh mereka (Luk 1:5-25;39-79). Kendati sudah lanjut usia, Zakharia diberitahu bahwa ia akan menerima putera. Ia sendiri berkata, ”aku sudah tua, dan isteriku sudah lanjut umurnya”. Pada saat Maria dan Yusuf mengantarkan Yesus untuk mempersembahkan-Nya kepada Allah, dalam Bait Allah di Yerusalem. Di situ mereka menjumpai Simeon yang sudah lanjut usia, dan sudah lama sekali mendambakan AlMasih. Seraya menerima kanak-kanak Yesus ke dalam tangannya, Simeon memberkati Allah dan menyerukan pujian ”Nunc dimittis”: ”Sekarang Tuhan, biarkanlah hamba-Mu ini pergi dalam damai sejahtera” (Luk 2:29). Masih banyak pribadi dalam Perjanjian baru yang menerima karunia istimewa pada masa tuanya. Dalam ajaran dan bahasa Kitab Suci memandang lanjut usia sebagai ”masa yang sungguh menguntungkan” dalam usaha mengantarkan hidup sampai pada pemenuhannya, sesuai dengan rencana Allah bagi setiap orang. Dalam (Keb 4:8-9) lanjut usia adalah terhormat bukan karena waktunya panjang, dan bukan karena tahunnya bertambah banyak. Tetapi pengertian orang ialah uban, dan hidup yang tak bercela merupakan usia yang lanjut (LE, art. 15-17).

Kerapuhan fisik bisa membawa hikmah jika mampu mengundang penghargaan dan perhatian dari keluarga, masyarakat maupun pemerintah. Akan tetapi kerapuhan lanjut usia bisa pula membawa penderitaan. Untuk itu mereka perlu dihargai, diperhatikan dan dilindungi. Penghargaan bagi kaum lanjut usia

merupakan suatu kewajiban sekaligus keutamaan. Di dalam Kitab Suci baik secara langsung maupun tidak langsung cukup jelas dikatakan keharusan untuk melindungi dan menghargai mereka. Kaum lanjut usia layak dihargai karena keadaan mereka, pengalaman mereka, jasa-jasa mereka. Lebih-lebih jika mereka tidak dapat mengurus dirinya sendiri lagi. Salah satu alasan untuk menghormati orang tua dalam sepuluh perintah Allah adalah karena jasa-jasa orang tua terhadap anaknya. Lebih dari semua pertimbagan di atas, penghargaan dan jaminan bagi kaum lansia mempunyai nilai religius dan iman yang cukup dalam. Tidak cukup jika dasarnya hanya pertimbangan senioritas, sosial, belaskasih, ataupun sekedar balas jasa. Perlakuan yang semestinya terhadap para lanjut usia merupakan bagian dari wujud iman kita akan Allah yang mengasihi dan yang menyelanggarakan kehidupan seluruh manusia tanpa membeda-bedakan (Hari Kustono, 2007: 30).

Menurut Kitab Suci, salah satu ”karisma hidup panjang” adalah kebijaksanaan. Kebijaksanaan adalah anugerah Allah, yang harus diterima oleh orang-orang yang sudah lanjut usia sebagai tujuan hidup mereka. Hanya dengan mengejar tujuan itu mereka dapat mencapai kebijaksanaan hati yang memampukan mereka untuk menyadari betapa singkatnya hidup ini, untuk itu perlu menghayati dan mengisi waktu yang diberikan oleh Tuhan dengan penuh tanggung jawab. Hakikat kebijaksanaan ini ialah penemuan makna mendalam hidup manusia dan penemuan tujuan transenden hidup manusia dalam Allah. Hal ini tidak saja penting untuk kaum muda, akan tetapi bahkan lebih penting bagi kaum lanjut usia, yang dipanggil untuk hidup tanpa melupakan satu-satunya hal yang penting (Dewan Kepausan Untuk Kaum Awam, 2002: 30).

D. Tempat Kaum Lanjut Usia