• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III. MAKNA, TEMPAT, PERAN DAN PERGULATAN LANSIA

B. Makna dan Nilai Lanjut Usia

Pada masa sekarang ini, manusia hidup lebih lama dan lebih sehat daripada masa yang lalu. Mereka juga dapat mengembangkan minat berkat pendidikan mereka yang lebih tinggi. Usia tua tidak lagi berarti ketergantungan pada orang lain atau berkurangnya mutu hidup yang akan memberikan gambaran negatif tentang lanjut usia. Akan tetapi untuk memperbaiki gambaran yang negatif ini tentang lanjut usia, mereka perlu dibantu untuk memahami makna usia mereka untuk menghargai dan menerima masa hidup secara positif dan tidak tenggelam ke dalam pengasingan diri, kepasrahan, yang pasif, serta perasaan tidak berguna dan putusasa. Dengan demikian mereka dapat mengisi, menikmati dan memaknai masa lanjut usia dengan penuh rasa syukur (Dewan Kepausan Untuk Kaum Awam, 2002: 16-18).

Sebagaimana setiap jenjang umur, demikian pula umur tua biarpun banyak keluhan dan penyusutan namun tetap merupakan masa penuh rahmat dan hadiah berharga dari Allah Pencipta yang perlu dipelihara dan dirawat dengan saksama. Lanjut usia juga ditandai dengan kebaikan dan kegembiraan, dengan harapan dan kejutan. Sebagaimana kebanyakkan orang baru mencapai puncak perkembangan rohani dan intelektualnya justru setelah lanjut usia. Hal ini mau menegaskan bahwa masa tua merupakan masa yang penuh rahmat (Bock, 2007: 3)

1. Sikap tanpa Pamrih

Kebudayaan zaman sekarang ini mengukur nilai tindakan-tindakan kita menurut kriteria-kriteria efisiensi dan sukses jasmani, yang mengabaikan matra

sikap tanpa pamrih: memberi sesuatu atau memberikan diri kita sendiri tanpa mengharapkan balasan. Pernyataan ini mau menggambarkan bagaimana orang-orang sekarang begitu sulit melakukan pekerjaan yang tanpa pamrih. Kehadiran orang-orang lanjut usia dapat mengingatkan masyarakat yang terlalu sibuk dan perlunya meretas rintangan-rintangan dari sikap acuh tak acuh (Dewan Kepausan Untuk Kaum Awam, 2002: 21)

Paus Yohanes XXIII pernah berkata, “Setiap hari adalah baik untuk dilahirkan dan setiap hari adalah baik untuk meninggal”. Setiap orang diajak untuk menggunakan waktu yang diberikan oleh Allah untuk bergembira atas segala apa yang kita jumpai. Hendaknya kita juga dapat membagi-bagikan waktu kepada sesama misalnya dengan mengunjungi sesama. Semua orang menerima jumlah waktu yang sama dari Tuhan.

2. Ingatan

Pengaruh zaman yang semakin maju membuat generasi-generasi muda kehilangan kesadaran bersejarah, dan mengakibatkan kurangnya kesadaran akan jati diri mereka sendiri. Masyarakat yang menipiskan kesadaran bersejarah tidak berhasil dalam tanggung jawabnya untuk mendidik orang-orang muda, dan masyarakat yang mengabaikan masa lalu lebih muda beresiko mengulangi kesalahan-kesalahannya. Hilangnya kesadaran bersejarah ini juga disebabkan oleh system kehidupan yang telah menyingkirkan dan mengasingkan kaum lanjut usia, yang menghambat dialog antargenerasi (Dewan Kepausan Untuk Kaum Awam, 2002: 21).

3. Pengalaman

Dewasa ini kita hidup dalam dunia yang telah menggantikan nilai pengalaman-pengalaman lanjut usia dengan jawaban kemajuan ilmu dan teknologi. Bahkan hal-hal yang dulu berharga, sekarang dianggap kuno dan ketinggalan zaman. Rintangan budaya semacam ini tidak boleh menghalang-halangi orang-orang lanjut usia, untuk membagi-bagikan apa yang mereka miliki untuk dikatakan kepada generasi muda. Pada umumnya orang yang sudah lanjut usia, senang membagikan dan memberikan kekayaan yang selama ini dipelihara kepada generasi muda, supaya tetap terpelihara sebagai sesuatu yang bernilai. Namun hal seperti ini sering kurang disadari oleh kaum muda, sehingga kurang memberi minat untuk meminta pendapat ataupun pengalaman orang tua. Orang lupa bahwa pengalaman-pengalaman yang sudah lewat, sangat bernilai apabila direfleksikan akan membawa perbaikan. Dengan demikian nilai-nilai yang baik akan tetap dipelihara pada masa yang akan datang (Dewan Kepausan Untuk Kaum Awam, 2002: 22).

4. Kebergantungan Satu Sama Lain

Di tengah perkembangan zaman sekarang ini, banyak orang berlomba mengejar popularitas dan kepentingan diri sendiri yang membawa mereka kepada sikap egoisme dan individualisme yang tinggi. Dengan keberhasilan yang dicapai membuat orang merasa tidak membutuhkan sesamanya lagi karena segalanya dapat dikerjakan sendiri. Akan tetapi orang-orang lanjut usia, yang ada bersama dengan kita, dalam usaha mereka mencari kawan, menantang masyarakat yang

kerapkali meninggalkan mereka yang lebih lemah, mereka mengingatkan kita akan kodrat sosial manusia dan perlunya memperbaiki tata susunan hubungan antarpribadi dan sosial (Dewan Kepausan Untuk Kaum Awam, 2002: 22).

Maurus (2007: 130) menegaskan kembali bahwa kaum lanjut usia tidak boleh mengasingkan diri dari kelompok usia lain dan harus meluangkan waktu untuk bergaul dengan orang-orang yang seusia mereka. Berbagi waktu dan bertukar pikiran membuat jiwa lebih muda dan menjadikan hidup lebih ringan. Sikap yang demikian memperlihatkan suatu solidaritas yang luar biasa, apabila di antara yang muda dan yang tua saling membutuhkan dan membantu akan tercapai suatu nilai kebergantungan satu sama lain. Sehingga sikap egoisme lambat laun semakin

terkikis atas kesadaran bahwa semua manusia membutuhkan sesamanya, baik mereka yang lemah maupun yang kuat.

5. Visi Hidup yang Lebih Lengkap

Hidup pada zaman modren, membuat manusia sering dikuasai oleh sikap buru-buru, cepat-cepat, resah-gelisah dan tidak jarang neurosis. Bila tidak mencapai suatu target yang telah ditentukan, dirasa suatu kegagalan yang dapat membawa pada sikap keputusasaan. Dalam situasi seperti ini, orang sering hidup dalam kekecewaan, melupakan arti, makna, tujuan panggilan, martabat dan tujuan akhir manusia. Kaum lanjut usia merupakan usia kesederhanaan dan kontemplasi. Pada usia tua mereka mengejar nilai-nilai efektif, moral, dan religius yang hidup dalam diri orang-orang lanjut usia yang menjadi sumber daya yang sangat

diperlukan untuk memupukkembangkan keselarasan masyarakat, keharmonisan keluarga, dan keserasian individu. Melalui nilai-nilai ini mengajak orang untuk sadar dan bertanggungjawab, atas iman akan Allah, persahabatan, sikap tidak memihak kepada kekuasaan, kebijaksanaan, kesabaran, dan keyakinan batin yang dalam akan perlunya menghormati ciptaan dan memupuk kedamaian. Dengan demikian kaum lanjut usia, memahami keberadaan mereka akan lebih berharga daripada perbuatan dan sikap kepemilikan. Orang lanjut usia memahami bahwa “perihal ada” lebih mulia dari pada “perihal berbuat” dan “perihal memiliki”. Masyarakat manusia akan menjadi lebih baik jika dapat belajar memetik manfaat dari kharisma-kharisma usia tua (Dewan Kepausan Untuk Kaum Awam, 2002: 22-23).

Makna dan tujuan hidup orang bisa lebih ditingkatkan jika orang berjuang terus-menerus untuk memperluas visi menuju tujuan yang labih besar, serta mengembangkan setiap bakat yang dikaruniakan Tuhan (Maurus, 2007: 129).