• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. SPIRITUALITAS PENDIRI SEBAGAI DASAR DAN

A. Spiritualitas Belaskasih sebagai Landasan

Dewasa ini kita sering menyaksikan penderitaan umat manusia begitu beranekaragam. Media masa banyak menyoroti tentang keadaan manusia yang menderita akibat perang, bencana alam maupun karena struktur sosial. Penderitaan mengakibatkan manusia hidup dalam kemiskinan, kemelaratan dan mengalami keterpurukan dalam berbagai kesulitan. Pada dasarnya manusia tidak menghendaki adanya kemiskinan oleh sebab itu orang yang menderita perlu ditolong dan berusaha menemukan penyebabnya dan bersama-sama mencari jalan ke luar untuk mengurangi kemisikinan yang ada.

Pelayanan terhadap orang yang menderita, miskin, tertindas dan yang tersisikan merupakan karya karitatif. Karya karitatif dilandasi oleh semangat mencintai dengan tulus dan belaskasih yang mendalam. Belas kasih tidak pernah berhenti untuk meringankan penderitaan lahiriah saja namun menghantar orang yang dilayani pada keselamatan. Belas kasih dalam pelayanan merupakan pemberian diri tanpa pamrih, tanpa menonjolkan diri, tanpa menjadi majikan di hadapan orang yang dilayani, tetapi merupakan suatu panggilan untuk berjuang demi mengangkat kembali derajat dan martabat kaum lemah yang tersisih.

Pelayanan belas kasih membangun sebuah kehidupan menjadi lebih baik yang dilandasi sikap sederhana dan rendah hati (Blommestijn & Huls, 1998: 73-74).

1. Sumber Spiritualitas Belaskasih

Dalam bahasa Yunani belas kasih disebut eleos dan chesed dalam bahasa Ibrani. Belas kasih memperlihatkan kelembutan, keterharuan karena seseorang. Kesetiaan dan kepercayaan, pengabdian yang tulus, tanpa pamrih, suka membantu dan bermurah hati (Blommestijn & Huls, 1993a: 43).  

Kata compassion diterjemahkan sebagai “belas kasih”. Kata compassion sekaligus mengandung arti belarasa, kemurahan hati dan belas kasih. Belas kasih juga berhubungan dengan yang dalam bahasa Ibrani disebut rachamim yang menunjuk pada kandungan Yahwe. Belas kasihan adalah perasaan yang sedemikian mendalam, inti dan penuh daya dalam diri Yesus sehingga hanya dapat digambarkan sebagai suatu gerakan dari kandungan Allah. Dalam rahim itu ada kelembutan dan kemurahan, persaudaraan tulus, perasaan/emosi dan kemesraan menyatu dalam cinta Ilahi. Belas kasih yang digerakkan berbeda dengan perasaan simpati, empati atau pilu yang hanya ada pada permukaan dan cepat berlalu (Nouwen, 1987: 16-17, 29).

Belas kasih tidak akan habis karena bersumber dari kerahiman Allah. Untuk dapat berbelas kasih orang selalu mulai dengan melihat orang lain dan penderitaannya. Belas kasih bukan sekedar perasaan ikut merasakan atau terharu melainkan bertindak agar orang lain dapat tertolong. Di samping itu belas kasih

merupakan perhatian yang penuh kasih sayang, iba dan peduli dengan penderitaan manusia baik fisik maupun batin (Blommestijn & Huls, 1998: 114).  

Belas kasih adalah tindakan karitatif untuk membantu orang yang menderita, miskin, terlantar dan tersisih untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik dan layak. Tindakan belas kasih adalah tindakan yang memberi dan mengampuni tanpa pernah mengharapkan imbalan. Tindakan belas kasih berarti terlibat dalam dinamika hidup orang lain terutama yang miskin dan menderita (Nouwen, 1995: 162).

Hal ini dapat dilihat sebagai suatu panggilan di mana manusia peduli dengan penderitaan sesama tanpa pamrih dalam memberikan pertolongan dan ikut ambil bagian dalam pergumulan mereka sehari-hari. Ini dilandasi oleh suatu semangat yang menghendaki agar manusia dapat hidup layak, sejahtera, tanpa tekanan dari pihak manapun dan dapat melayani satu sama lain sebagai saudara. Maka, spiritualitas belaskasih adalah semangat pelayanan tanpa pamrih, kasih tanpa batas, sederhana, tanpa menonjolkan diri, terlibat dalam mengusahakan kehidupan yang lebih baik dan layak bagi mereka yang miskin, menderita dan tersisihkan yang bersumber dari kerahiman Allah (Blommestijn & Huls, 1998: 115-116)

2. Makna Spiritualitas Belaskasih

Semangat pelayanan yang tanpa pamrih, sederhana, tanpa menonjolkan diri dan terlibat mengusahakan kebaikan bersama merupakan panggilan hidup manusia. Panggilan hidup manusia untuk mengusahakan kebaikan bersama

memberi makna yang berarti bagi mereka yang hidup dalam kemiskinan baik jasmani maupun rohani, beserta kaum terlantar dan mereka yang malang hidupnya. Spiritualitas Belaskasih merupakan semangat karya cinta yang harus bebas dan tetap bebas dari setiap bentuk kepentingan pribadi. Belas kasih sejati tidak pernah mengingat diri sendiri untuk mencari keuntungan, gengsi, jabatan atau kehormatan. Sebaliknya makna belas kasih dapat dirasakan oleh banyak pihak bila dapat mengubah keadaan yang hancur dari sumber keputusasaan menjadi sumber pengharapan (Blommestijn & Huls, 1998: 77).

3. Belas Kasih Menurut Kitab Suci

Sikap belas kasih terdapat dalam Kitab Suci Perjanjian Lama. Dua hal yang dikatakan yaitu belas kasih Allah terhadap umat-Nya dan belas kasih yang berkembang antara sesama umat dalam perjalanan iman mereka. Tindakan penyelamatan Yahwe terjadi karena belas kasih Allah terhadap umat-Nya sehingga umat dihantar pada keadaan damai/syalom. Penyelamatan terjadi melalui peristiwa-peristiwa dalam sejarah umat Allah seperti ke luar dari perbudakan di Mesir (Kel 14:30; 15:2; Hos 13:4 Mzm 106:21), pengusiran orang Midian yang merampok (Hak 6:37; 7:2.7; 10:12) dan diambilnya kuk orang Filistin dari pundak umat Israel (Hak 15; 1Sam. 9:16; 2Sam 23:10.12). Dengan demikian umat Israel mengalami Allah mereka sebagai Allah yang menyelamatkan. Tindakan penyelamatan ini diyakini sebagai sebuah tindakan belas kasih di mana Allah menginginkan umat-Nya hidup bahagia dan bebas dari berbagai tekanan (Dister, 2004: 139).

Belas kasih juga terjadi antara manusia dengan berbagai cara: antara anggota keluarga (Kej 47:29), antara orang sesuku (1Sam 15:6) antara tuan rumah dan tamu (Kej 19:9; Jos 2:14), antara ratu dan bawahan (1Raj 20:31-32) dan (1 Sam 20:8) antara sahabat (Waayman, 1993: 34).

Belas kasih yang ditunjukkan dalam Perjanjian Lama merupakan bukti karya kasih Allah yang menyelamatkan umat-Nya. Tindakan belas kasih Allah membuat umat pilihan-Nya selamat, dibebaskan dari penindasan dan bahaya apa saja. Belas kasih yang ditunjukkan Allah dalam Perjanjian Lama merupakan karya kasih Allah yang dikerjakan untuk kebahagiaan hidup umat pilihan.

Dalam Perjanjian Baru, Allah yang berbelas kasih ditampakkan dalam diri, hidup dan karya Yesus. Seluruh Kitab Perjanjian Baru diresapi oleh keyakinan bahwa harapan Perjanjian Lama akan keselamatan digenapi dalam diri Yesus dari Nazaret, Sang Mesias yang diutus oleh Allah. Dalam diri Yesus keselamatan terjadi: Penyelamatan dari dosa (Luk 1:77;7:49; 1Tim 1:15). Penyelamatan dari penghakiman (Rom 5:9; Yoh 12:47; 1Kor 5:5; 1Tes 1:10; 5:9); tekanan terletak pada penyelamatan dari dosa. Penyelamatan dari kebinasaan. (Fil 1:28; Mat 18:11; Luk 6:9; 2Kor 2:15; Yak 4:12). Penyelamatan dari kematian (abadi) (Yak 5:20; 2Kor 7:10) dan (Kis 2:40), bahkan “dari angkatan yang jahat ini” (Dister, 2004: 142-143).

Yesus adalah gambar Allah yang berbelas kasih terhadap manusia. Ketika Yesus melihat banyak orang lelah dan terlantar seperti domba tanpa gembala, Ia merasa sama seperti mereka pada inti pribadinya (Mat 9:36). Ketika Ia menyadari ribuan orang yang mengikuti Dia selama berhari-hari tanpa

makanan, Ia mengatakan “Hati-Ku tergerak oleh belas kasihan (Mrk 1:41). Ketika Yesus melihat orang banyak yang besar jumlahnya, tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan kepada mereka dan Ia menyembuhkan mereka yang sakit (Mat 14:14). Tergeraklah hati Yesus oleh belas kasihan kepada mereka karena mereka lelah dan terlantar seperti domba yang tidak bergembala (Mat 9:36). Ia terharu oleh belas kasihan akan keadaan sulit dan air mata janda Naim (Luk 7:13). Seluruh indera batin Yesus diresapi oleh gerakan belas kasih kepada orang-orang kecil, miskin dan yang terlantar. Ia tak berdaya akan kesedihan mereka yang sangat mendalam. Ia hilang dengan mereka yang hilang, lapar dengan mereka yang lapar dan sakit dengan mereka yang sakit. Di dalam Dia semua penderitaan dirasakan dengan kepekaan yang sempurna (Blommestijn & Huls, 1993b: 57-58).

B.Aspek-aspek Belas Kasih