• Tidak ada hasil yang ditemukan

6. Gejala-Gejala atau Komponen Culture Shock

1.4 Batasan Masalah

2.1.1 Letak Geografis Kota Medan

Kota Medan merupakan ibu kota dari provinsi Sumatera Utara yang berada pada koordinat 3°30’-3°.43’ Lintang Utara dan 98°.35-98°.44’ Bujur Timur. Topografi kota Medan cenderung miring ke Utara dan kota Medan berada pada ketinggian 2,5 – 37,5 Meter di atas permukaan laut. Kota Medan merupakan kota terbesar ketiga setelah kota Jakarta dan kota Surabaya dimana kota Medan memiliki luas 26.510 hektar atau sama dengan 265,10 km2 atau 3,6% dari luas wilayah Sumatera Utara (BPS 2010). Kota Medan terdiri dari 21 kecamatan dengan jumlah penduduk mencapai 2.983.868 jiwa (Pemkomedan) yang dengan demikian, jika dibandingkan dengan kota atau kabupaten lainnya, kota Medan memiliki luas wilayah yang relative kecil dengan jumlah penduduk yang relative besar.

Sebagian besar wilayah kota Medan adalah dataran rendah dan dikatakan memiliki kedudukan yang strategis karena selain merupakan tempat pertemuan dua sungai penting yakni sungai Deli dan sungai Babura yang mana keduanya merupakan jalur lalu lintas perdagangan yang cukup ramai, kota Medan juga berbatasan langsung dengan Selat Malaka dibagian Utara sehingga relative dekat dengan kota-kota atau negara yang lebih maju seperti pulau pulau Penang, Kuala Lumpur Malaysia dan singapura (Arsip PemkoMedan). Secara administrative hampir keseluruhan dari wilayah kota Medan berbatasan dengan kabupaten Deli Serdang. Adapun batas-batas wilayah administrative tersebut adalah sebagai berikut :

Sebelah Utara : Kabupaten Deli Serdang dan Selat Malaka Sebelah Timur : Kabupaten Deli Serdang

Sebelah Selatan : Kabupaten Deli Serdang Sebelah Barat : Kabupaten Deli Serdang

53 Berikut luas wilayah kota Medan menurut Kecamatan tahun 2015 berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS) kota Medan :

Tabel 2. Luas Wilayah Kota Medan Menurut Kecamatan, tahun 2015 Sumber : BPS Kota Medan tahun 2015

Kecamatan Luas Persentase (%) 1. Medan Tuntungan 20,68 7,80 2. Medan Johor 14,58 5,50 3. Medan Amplas 11,19 4,22 4. Medan Denai 9,05 3,41 5. Medan Area 5,52 2,08 6. Medan Kota 5,27 1,99 7. Medan Maimun 2,98 1,13 8. Medan Polonia 9,01 3,40 9. Medan Baru 5,84 2,20 10. Medan Selayang 12,81 4,83 11. Medan Sunggal 15,44 5,83 12. Medan Helvetia 13,16 4,97 13. Medan Petisah 6,82 2,57 14. Medan Barat 5,33 2,01 15. Medan Timur 7,76 2,93 16.Medan Perjuangan 4,09 1,54 17.Medan Tembung 7,99 3,01 18. Medan Deli 20,84 7,86 19. Medan Labuhan 36,67 13,83 20. Medan Marelan 23,82 8,99 21. Medan Belawan 26,25 9,90 Kota Medan 265,10 100,00

54 Gambar 2.Peta Kota Medan

Sumber: Arsip Daerah Pemerintah Kota Medan2

2 Arsip Daerah Pemerintah Kota Medan Provinsi Sumatera Utara. Arsip.Pemko Medan.go.id

55 2.1.2 Heterogenitas Kota Medan

Medan sebagai ibu kota Provinsi Sumatera Utara merupakan salah satu kota yang heterogen dengan keanekaragaman masyarakat yang terdapat didalamnya. Seperti yang dapat diamati pada masa kini, kota Medan merupakan kota yang multietnis dimana penduduknya terdiri dari orang-orang yang memiliki latar belakang budaya yang berbeda-beda. Keanekaragaman tersebut dapat dilihat melalui masyarakatnya yang terdiri dari beragam suku bangsa, bahasa, agama, ras dan lain sebagainya yang membentuk kota Medan menjadi sebuah kota yang heterogen. Keanaekaragaman tersebut juga terpampang jelas dengan jumlah Masjid, Gereja, Vihara, atau Kuil yang terdapat di kota Medan.

Namun, keberadaan kota Medan yang heterogen saat ini sebenarnya tidak terlepas dari gelombang migrasi yang pernah terjadi akibat perkembangan perkebunan di kota Medan sekitar abad 19 hingga abad 20.

Gelombang migrasi pertama adalah datangnya orang-orang Tionghoa (Cina) dan ada juga orang-orang tamil untuk bekerja sebagai kuli perkebunan tembakau oleh para pemerintah Belanda. Kemudian, sejak pemerintah Tiongkok mempersulit kedatangan buruh-buruh Cina dan pemerintah Inggris di India memajukan syarat untuk kesejahteraan orang-orang Tamil yang menjadi kuli perkebunan di Deli, maka para pengusaha perkebunan Belanda mendatangkan orang-orang Jawa sebagai kuli kontrak di Perkebunan tembakau tersebut3. Orang-orang Tionghoa pun kemudian berkembang dalam sektor perdagangan.

Gelombang ke dua adalah datangnya suku bangsa Minangkabau, Mandailing, dan Aceh. Kedatangan mereka bukanlah untuk bekerja sebagai buruh perkebunan melainkan untuk berdagang, menjadi guru ataupun ulama4. Jika kembali menilik historis kota Medan, hetrogenitas yang ada benar sudah terjadi sejak lama dimana Usman Pelly pada tahun 1930 hingga 1980 memberikan data perbandingan etnis di kota Medan, yang kemudian dilengkapi juga oleh data BPS Sumut tahun 2000 seperti yang tertera berikut ini:

3 Tengku Luckman Sinar, SH. “Sejarah Medan Tempo Doeloe”. 1991, hlm.26

4http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/63821/Chapter%20II.pdf?sequence=4&isAllow ed=y

56

Etnik Tahun 1930 Tahun 1980 Tahun 2000

Jawa 24,89 % 29,41 % 33,003%

Batak 2,93 % 14,11% (lih.catatan)

Tionghoa 35,63 % 12,80% 10,65%

Mandailing 6,12 % 11,91% 9,36%

Minangkabau 7,29% 10,93% 8,60%

Melayu 7,06% 8,57% 6,59%

Karo 0,19% 3,99% 4,10%

Aceh - 2,19% 2,78%

Sunda 1,58 % 1,90% -

Lain-lain 1,31 % 4,13% 3,95 %

Sumber: 1930 dan 1980: Usman Pelly, 1983; 2000: BPS Sumut[9] Data BPS Sumut tidak menyenaraikan "Batak" sebagai salah satu suku bangsa, namun total Simalungun (0,69%), Toba (19,21%), Pakpak, (0,34%), dan Nias (0,69%) totalnya adalah 20,93%

Tabel 3. Perbandingan etnis di Kota Medan pada tahun 1930, 1980, dan 20005

Data Perbandingan etnis tersebut menjadi bukti bahwasannya kota Medan sudah menjadi kota yang Multietnis dan beragam sejak lama bahkan sebelum kemerdekaan Indonesia. Terdapat etnis Jawa, Batak, Tionghoa, Mandailing, Minangkabau, Melayu,, Karo, Aceh, dan Sunda yang telah bermukim di kota Medan dan telah terdata mulai tahun 1930. Dalam tabel tersebut juga dapat dilihat bahwasannya jumlah etnis Aceh sebagai etnis yang menjadi kajian peneliti di kota Medan mengalami peningkatan mulai tahun 1980 hingga tahun 2000. Disamping itu, selain kota yang multietnis, kota Medan juga dikenal dengan keberagaman agama yang terdapat didalamnya.

5 Wikipedia: 1930 dan 1980: Usman Pelly, 1983; 2000: BPS Kota Medan

57 Berikut agama di kota Medan menurut wikipedia, berdasarkan data sensus kota Medan tahun 2018 :

Agama Persen%

Islam 64.53 %

Protestan 20.99 %

Khatolik 5.11 %

Buddha 8.27 %

Hindu 1.04 %

Konghucu 0.06 %

Tabel 4. Agama di kota Medan

Sumer : Wikipedia berdasarkan data sensus kota Medan tahun 2018

Data sensus pada tabel di atas menunjukkan keberagaman agama yang ada di kota Medan dengan jumlah pemeluk agama Islam sebesar 64,35%, agama Kristen protestan sebesar 20,99 %, Khatolik 5,11 %, Buddha 8,27 %, Hindu 1,04%, dan Konghucu sebesar 0,06%. Eberagaman agama tersebut juga dapat di amati pada kota Medan melalui rumah-rumah ibada agama-agama tersebut yang berada tersebar di kota Medan.

Dari sekian banyaknya faktor pendorong yang menjadikan kota Medan sebagai kota yang heterogen atau multicultural, faktor pendidikan adalah yang menjadi salah satu faktor pembentuk keheterogenitasan tersebut. Terdapat individu-individu yang bermigrasi ke kota Medan baik secara permanen ataupun tidak dengan tujuan untuk menempuh pendidikan. Dalam konteks pendidikan pada jenjang perguruan tinggi di kota Medan, Universitas Sumatera Utara merupakan salah satu faktor pendorong utama para individu yang berasal dari luar kota Medan bermigrasi ke kota Medan dengan tujuan untuk menempuh pendidikan. Hal demikian karena Universitas Sumatera Utara

58 merupakan salah satu Universitas Negeri ternama khususnya di pulau Sumatera sehingga beragam individu dengan latar belakang asal daerah, suku bangsa atau etnis, ras, atau agama yang berbeda-beda mendatangi kota Medan dengan tujuan untuk menempuh pendidikan yang menjadi salah satu faktor pendorong keherterogenitasan tersebut di kota Medan.