• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penyebab yang Melatarbelakangi Terjadinya Culture Shock Pada Mahasiswa Aceh di Kota Medan Aceh di Kota Medan

FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA CULTURE SHOCK DALAM PROSES ADAPTASI MAHASISWA ACEH DI KOTA MEDAN

4.2 Penyebab yang Melatarbelakangi Terjadinya Culture Shock Pada Mahasiswa Aceh di Kota Medan Aceh di Kota Medan

Berdasarkan hasil analisis peneliti terhadap fenomena culture shock yang dialami para objek penelitian yakni mahasiswa Aceh perantau yang tergabung dalam organisasi IPTR dikota Medan, peneliti menemukan hal-hal yang melatarbelakangi terjadinya culture shock dalam proses adaptasi mereka di kota Medan sebagai lingkungannya yang baru yang dibedakan peneliti kedalam beberapa faktor-faktor penyebab yakni sebagai berikut:

125 4.2.1 Lingkungan Sosial Budaya

4.2.1.1 Bahasa

Bahasa sebagai salah satu unsur kebudayaan yang memegang peranan penting dalam kehidupan manusia menjadi salah satu penyebab terjadinya culture shock dalam proses adaptasi mahasiswa Aceh di kota Medan. Bahasa sebagai alat yang digunakan oleh setiap manusia untuk berinteraksi merupakan aspek yang sangat berpeluang pada terjadinya culture shock, seperti pada mahasiswa Aceh dimana terjadinya culture shock yang mereka hadapi dalam beberapa bentuk permasalahan.

Perbedaan logat atau dialek bahasa yang merupakan ciri khas gaya berbicara kedaerahan merupakan salah satu permasalahan yang paling sering terjadi dalam konsep bahasa. Permasalahan dalam logat bahasa cenderung menjadi pemicu utama para informan mengalami culture shock akibat bahasa. Logat bahasa para informan ketika mendatangi kota Medan cenderung masih sangat kental dengan bahasa-bahasa daerahnya di Aceh begitupun demikian sebaliknya dengan logat bahasa lingkungan daerah yng didatangi. Hal tersebut menjadi salah satu hambatan dalam proses adaptasi mahasiswa Aceh di kota Medan karena menimbulkan gangguan terhadap keadaan emosional atau mental para informan yaitu timbulnya rasa tidak percaya atau minder sebagai reaksi dari terjadinya culture shock.

Rasa tidak percaya diri yang dialami para subjek penelitian juga timbul akibat dua akar permasalahan yakni pertma mereka sendiri yang merasakan perbedaan bahasa tersebut dan kedua, mereka mendapat kritikan oleh orang-orang di lingkungan barunya kadang kala dianggap sebagai sebuah “bullyan” terhadap bahasanya sehingga timbullah perasaan tidak percaya diri. Sebaliknya, dialek dan logat bahasa orang Medan dengan intonasi suara yang cukup kuat juga menjadi salah satu permasalahan dalam konsep bahasa yang menyebabkan shock pada para subjek penelitian.

Permasalahan selanjutnya adalah perbedaan penyebutan terhadap suatu hal.

Dalam hal ini, perbedaan penyebutan terhadap benda atau kata tertentu menjadi salah satu bentuk permasalahan yang dihadapi para informan dalam konsep bahasa. Seperti halnya penyebutan sepeda motor yang di kota Medan disebut dengan “kereta” sedangkan

126 orang Aceh menyebutnya dengan “Honda”. Perbedaan dalam kata-kata tertentu seperti demikian juga memicu culture shock pada mahasiswa Aceh dalam konsep bahasa berdasarkan hasil wawancara. Selanjutnya permasalahan dalam “bahasa kotor”.

Sebenarnya hal ini juga termmasuk kedalam permasalahan adat bagi mahasiswa Aceh, tetapi juga dapat berkaitan dengan bahasa. Dalam hal ini, beberapa informan Aceh mengatakan bahasa orang Medan cenderung kasar dan mudah mengeluarkan bahasa kotor yang tidak biasa di dengar dan diucapkan di Aceh sehingga menjadi salah satu bagian dari culture shock yang dihadapi para informan. Akibat dari culture shock yang disebabkan oleh bahasa, para informan cenderung mengurangi interaksi dengan orang-orang yang tidak berasal dari Aceh untuk menghindari rasa ketidapercayaan diri maupun untuk menyelamatkan mental mereka.

4.2.1.2 Adat Istiadat

Berdasarkan hasil analisis terhadap bentuk-bentuk culture shock yang dihadapi para informan, perbedaan adat istiadat yang juga memiliki kaitan dengan agama yang menjadi penyebab paling utama dalam proses terjadinya culture shock yang dihadapi para informan dalam proses penelitian peneliti. Adat istiadat meupakan kompleks konsep serta aturan yang mantap dan terintegrrasi kuat dalam sistem budaya dari suatu kebudayaan yang menata tindakan manusia dalam kehidupan sosial budaya (Koentjaraningrat 2003:2). Culture shock yang dihadapi mahasiswa perantau akibat faktor adat istiadat dalam lingkungan sosial budaya megarah kepada perbedaan nilai-nilai budaya, norma-norma,dan hukum atau aturan-aturan yang berlaku antara Aceh dan kota Medan.

Aceh yang merupakan salah satu provinsi yang terdapat di Sumatera merupakan daerah yang menegakkan syari’at islam di daerahnya yang mana hukum dan aturan islam mengatur seluruh sendi kehidupan masyarakatnya. Dalam sebuah peribahasa (hadih maja) yang sangat terkenal di Aceh disebutkan bahwa “ Adat ngon hukom, lagee zat ngen sifeut” artinya adalah adat dan hukum merupakan dua hal yang tak bisa dipisahkan11. Peribahasa tersebut mempertegas bahwasannya nilai adat budaya masyarakat Aceh menyatu dengan ajaran agama islam. Masyarakat Aceh memiliki budaya adat yang sangat

11 Hakim, Lukman. Konstruksi Teologis Dalam Hadih Maja. Banda Aceh: Jurnal Substantia, vol 15. 2013 hlm 14

127 identik dengan agama islam dimana hal tersebut melahirkan masyarakat yang religius.

Harmonisasi antara adat dan islam di Aceh berkembang dalam berbagai aspek kehidupan masyarakatnya dimana mereka menyesuaikan praktek agama dengan tradisi adat istiadat yang berlaku dalam kehidupan sosial budayanya. Hal tersebut menjadikan Islam dan budaya Aceh menjadi satu paket yang tidak terpisahkan.

Hal tersebut jugalah yang menjadikan adat istiadat menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya culture shock pada mahasiswa Aceh di Medan. di Aceh, terdapat peraturan daerah yang disebut “Qanun” yang mengatur kehidupan masyarakat di Aceh dan hal ini berkaitan dengan adat istiadat yakni aturan-aturan dan norma-norma yang juga memiliki kaitan dengan hukum yang mengatur kehidupan masyarakatnya. Di Aceh, hal-hal yang terlihat biasa saja di kota Medan seperti yang disaksikan oleh para informan dalam kehidupan sosialnya yakni teman-teman yang meminum minuman keras, berjudi, perempuan yang berpakaian menunjukkan aurat, tingkah laku perempuan dan laki-laki yang berlebihan, dan lain sebagainya seperti yang telah dipaparkan pada bentuk-bentuk culture shock merupakan perubahan adat yang dihadapi para informan dalam lingkungan sosial budaya nya di kota Medan.

Dalam hal ini, Medan dan Aceh tentu sangat berbeda sehingga benar jika para informan meyatakan kebebasan berekspresi lebih terasa di kota Medan. hal demikian adalah karena adat istiadat yang berdasarkan syariat islam mengatur segala sendi kehdupan masyarakat Aceh yang tentu saja berbeda dengan kota Medan yang plural. Hal tersebutlah yang menjadikan adat istiadat sebagai salah satu penyebab terjadinya culture shock pada mahasiwa Aceh di kota Medan karena nilai-nilai budaya yang tertanam bagi setiap manusia merupakan mental map reality yakni memandu kita sejak kanak-kanak tentang berbagai hal yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan dimana Mulyana (2005:10) menegaskan bahwasannya beradaptasi bukan menyetujui semua ttindakan orang lain melainkan mencoba memahami alasan dibaliknya tanpa kita sendiri tertekan oleh situasi. Pernyataan demikian selaras dengan tindakan para informan yang memilih berada dalam situasi kulturnya dengan bergabung bersama identitas yang sama untuk menghindari situasi tertekan akibat perbedaan-perbedaan yang dialami.

128 4.2.1.3 Agama

Agama menjadi salah satu factor yang mendukung terjadinya culture shock pada mahasiswa Aceh karena seperti yang kita ketahui, Aceh merupakan provinsi yang hampir seluruh masyarakatnya memiliki kesamaan dalam system religi yaitu menganut agama Islam dan berbeda halnya dengan kota Medan yang heterogen terdiri dari beragam agama. Perbedaan agama menjadi salah satu penyebab beberapa di antara mahasiswa Aceh mengalam culture shock. Menurut peneliti hal demikian terjadi karena mahasiswa-mahasiswi Aceh terbiasa hidup dengan keadaan yang homogen memiliki identitas budaya yang sama sehingga rentan mengalami kecemasan akibat rasa asing yang dimiliki dalam lingkungan kota Medan yang lebih plural.

Selain itu, agama juga merupakan suatu hal yang berkaitan dengan adat istiadat di Aceh. Mahasiswa Aceh mengalami kecemasan dalam kehidupannya di lingkungan kota Medan akibat terbentuknya sifat religius yang mereka miliki dan aturan-aturan agama, adat istiadat bahkan hukum yang bersendikan syari’at Islam sebagai pedoman hidup yang didalam memuat aturan-aturan yang mengatur kehidupan masyarakatnya dan di kota Medan, hal-hal demikian tidak begitu terasa sekenatal saat berada di kampung halaman.

Selain itu, menurut peneliti melalui hasil wawancara dengan para informan, kadangkala agama juga berpengaruh pada munculnyasikap etnosentrisme mahasiswa Aceh terhadap penduduk kota Medan karena mereka cenderung membanding-bandingkan bagaimana di Aceh dan bagaiamana di kota Medan.

4.2.1.4 Makanan

Makanan merupakan salah satu bagian dari penyebab terjadinya culture shock pada mahasiswa Aceh di kota Medan berdasarkan apa yang telah dikaji peneliti malalui bentuk-bentuk culture shock yang dihadapi mahasiswa Aceh perantau. Dalam hal ini, perbedaan cita rasa memang bukanlah menjadi suatu masalah utama yang dihadapi.

Perbedaan cita rasa makanan hanya pada rasa yang mana ada beberapa informan menyatakan bahwasannya di Medan, rasa makanan lebih kepada rasa pedas sedangkan di Aceh lebih kepada rasa Asa. Selain itu mereka menyatakan di Aceh rempah-rempah makanan lebih terasa. Namun, rasa makanan bukanlah persoalan yang rumit bagi mereka, melainkan perasaan was-was dalam memilih makanan di kota Medan. Kondisi kota

129 Medan yang plural tentunya menyediakan jenis makan yang beragam dan oleh beragam identitas suku ataupun agaman. Berdasarkan penelitian terhadap para informan, mereka cenderung cemas dalam memilih tempat makan di kota Medan.

Kecemasan tersebut timbul akibat banyak terdapat rumah-rumah makan atau café di kota Medan yang biasa menjadi tempat tongkrongan atau sekadar tempat untuk makan khusunya bagi mahasiswa-mahasiswi USU namun tidak menimbulkan simbol-simbol keislaman yang terkadang membuat mahsiswa Aceh kewalahan karena takut tidak sejalan dengan larangan-larangan yang terdapat dalam agama jika diajak makan atau berkumpul oleh teman-teman yang beragam suku ataupun agama ketempat demikian. Kecemasan dalam pemilihan agama tersebut merupakan salah satu bentuk culture shock yang mereka hadapi karena di Aceh, tentunya akan sangat jarang ditemukan rumah makan atau penjual-penjual makanan diluar agama Islam.

4.2.2 Lingkungan Fisik

Dalam proses menjalin adaptasi dengan lingkungan baru mahasiswa Aceh di kota Medan, lingkungan fisik menjadi salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya culture shock karena mereka juga dihadapkan dengan perubahan lingkungan fisik. lingkungn fisik dalam hal ini berkaitan dengan system peralatan hidup dan teknologi sebagai bentuk kebudayaan materiil yang tentunya ada pada tiap daerah dalam lingkungan kebudayaan.

Dalam proses adaptasi mahasiswa Aceh di kota Medan, lingkungan fisik menjadi salah satu penyebab terjadinya culture shock karena beberapa wujud dari bentuk system peralatan hidup dan teknologi sebagai wujud kebudayaan fisik di kota Medan berbeda dengan di Aceh yang menyebabkan terjadinya culture shock.

Hal tersebut tampak dari kritikan para informan penelitian terhadap keadaan lalu lintas dan suasana kota Medan yang dinilai padat, ribut, banyak polusi, dan kemacetan yang sangat luar biasa dalam jam-jam tertentu. Tidak hanya itu, terdapat juga mahasiswa Aceh yang mengalami kecemasan untuk berpergian di kota Medan akibat rambu-rambu lalu lintas yang tidak dipahami. Selain itu, lingkungan tempat tinggal mahasiswa Aceh di kota Medan juga menjadi hal-hal yang memicu terjadinya culture shock karena kondisi lingkungan tempat tinggal mereka di kota Medan tentu perbedaan dengan di kampung halaman. Di kota Medan mereka akan tinggal sendirian atau berdampingan dengaan

130 orang lain dalam rumah kos-kosan ataupun kontrakan. Tentunya berbeda dengan tinggal bersama orang tua yang semuanya serba ada dan serba sesuai dengan apa yang diinginkan mahasiswa perantau mulai dari kondisi rumah, peralatan, air dan sebagainya..

Hal ini tentu diakibatkan adanya perubahan dan beberapa perbedaan dalam konsep lingkungan fisik antara kota Medan dan Aceh sehingga menjadi salah satu faktor terjadinya culture shock pada mahasiswa Aceh di kota Medan.

4.2.3 Kepribadian (Karakter)

Setiap kebudayaan mempunyai “modal personality structure” atau kepribadian umum yakni sejumlah ciri watak yang berada dalam jiwa mayoritas warga suatu masyarakatnya yang dibentuk oleh latar belakang kebudayaan atau sub kebudayaan dari lingkungan sosial tempat individu hidup dan dibesarkan (Linton, 1945). Bredasarkan teori tersebut, dapat diketahui bahwasannya jiwa mayoritas masyarakat Aceh didasari oleh aturan-aturan atau pedoman hidup yang bersendikan syari’at islam sebagai kepribadian umum masyarakatnya yang turut membentuk kepribadian individu masyarakatnya menjadi religius dan teratur sesuai hukum syari’at.

Kepribadian menjadi salah satu penyebab yang mempengaruhi terjadinya culture shock dalam proses adaptasi mahasiswa Aceh di kota Medan berdasarkan analisis peneliti terhadap ke 6 subjek penelitian. Dalam antropologi, Koentjaraningrat (1990) agaknya menempatkan pembahasan karakter dalam isu kepribadian yang disebutnya dengan ciri-ciri watak. Hornby (1955) mendefenisikan secara etimologis karakter (character) diartikan sebagai ciri-ciri (nature) mental atau moral atau seluruh kualitas moral atau mental yang membuat seorang individu atau sekelompok individu berbeda dengan individu atau kelompok individu lainnya atau ras suatu masyarakat.

Karakter yang diartikan sebagai mental atau moral yang membuat individu atau sekelompok individu berbeda dengan yang lainnya seperti defenisi tersebut merupakan salah satu titik permasalahan yang ditemukan pada Mahasiswa Aceh di kota Medan. Hal tersebut dikarenakan melalui kajian peneliti terhadap para subjek penelitian, mental dan moral yang dimiliki mahasiswa Aceh cenderung terbentuk mewakili kebudayaannya yang berdasarkan syari’at Islam. Tipe kepribadian masyarakat Aceh secara umum adalah lebih mengarah kepada kebaikan-kebaikan karena seluruh aspek kehidupan didasarkan

131 oleh ajaran agama sedangkan kota Medan lebih dikenal plural dengan karakter masyarakatnya yang berbed-beda namun cenderung dianggap kasar.

Namun, secara khusus setiap individu juga memiliki kepribadian yang membentuk karaternya masing-masing. Berkaitan dengan fenomena culture shock, kepribadian menjadi salah satu aspek yang menyebabkan terjadinya culture shock karena perbedaan-perbedaan kepribadian menjadi salah satu penentu mudah tidaknya mahasiswa Aceh beradaptasi di kota Medan. Seperti yang telah dikaji, pada bentuk-bentuk culture