• Tidak ada hasil yang ditemukan

6. Gejala-Gejala atau Komponen Culture Shock

3.3 Persepsi Mahasiswa Aceh IPTR USU Tentang Kota Medan

3.3.1 Persepsi Negatif

Persepsi negatif para informan tentang kota Medan cenderung terjadi ketika mereka belum mendatangi kota Medan. Persepsi ini timbul sebagai akibat dari informasi yang diterima melalui berbagai sumber sehingga menafsirkan bahwa Medan merupakan kota yang seperti mereka pikirkan. Seperti halnya persepsi informan Fitri tentang kota Medan yang dianggapnya memiliki tingkat kriminal tinggi:

92

“Pas udah mau dekat daftar ulang di USU sebenernya aku takut kali dulu ke Medan kak, soalnya dipikiranku kota Medan ini ngeri, menurutku salah satu kota yang tingkat kriminalnya tinggi karna sering juga ada kejadian-kejadian kriminal gitu masuk tu ke berita apalagi orang tuaku juga bilang gitu kan kak, jadi akupun makin takut.

Itu sebenernya alasan aku dilarang merantau, karna kata mereka banyak orang jahat di Medan sana katanya, akupun mikirnya jadi gitu pula apalagi karna dibilang ngeri jadi ku lihat-lihat berita-berita kriminal di kota Medan jadi makin takut gitu lah aku”.

Informan dan bahkan orang tua informan memiliki persepsi bahwasannya kota Medan merupakan kota yang tingkat kriminal tinggi sehingga menurut orang tua inforrman akan berbahaya untuk hidup sendiri di kota Medan apalagi bagi seorang perempuan perantau.

Tak hanya itu, informan juga menyatakan stereotype yang paling diidentikkan dengan masyarakat kota Medan bahwasannya di dalam benaknya, kota Medan merupakan kota yang orang-orangnya memiliki karakter yang kasar terkhusus pada cara bicaranya, seperti yang diungkapkannya sebagai berikut :

“Aku juga udah nyiap-nyiapin mental tu kak, sebelum datang ke Medan. Nyiapin mental karna yang ku tau sebelum tinggal disini, orang Medan ini katanya kasar-kasar, apalagi ngomongannya.

Pokokya aku dah nyiap-nyiapin mental lah untuk itu”

Demikian pula persepsi informan LI yang pada awalnya sama sekali tidak ingin merantau. Informan beranggapan bahwasannya di awal merantau kota Medan merupakan kota yang dipenuhi oleh “Premanisme” sehingga sangat dibutuhkan ke was-was an agar dapat melindungi diri. Premanisme di kota Medan yang dimaksudkan oleh informan merupakan orang-orang yang suka meminta uang dengan paksa, mengancam, dan merampok. Persepsi demikian dikatakan informan LI karena ia pernah mendengar langsung kejadian seperti demikian melalui teman informan yang di ancam kemudian di minta barang-barang berharga di dalam angkutan umum kota Medan (angkot) ketika berada di Medan sehingga menjadi dasar informan berpersepsi bahwasannya kota Medan merupakan kota yang dipenuhi oleh premanisme:

“ Awal aku mau merantau ke kota Medan, aku sering nangis di kamar.

Pertama ya karna aku sadar bakalan pisah sementara dalam jangka waktu yang cukup lama lah dari orang tua, adek juga kawan-kawan di kampung. Selain itu karna aku gak ingin merantau. aku takut sama kota Medan, karna pernah kawan dikampung cerita kalo dia pernah diancam dan di mintain uangnya di angkot sama dua orang preman

93 pas pagi-pagi dia baru datang dari kampung mau ke kota Medan

jumpain sodaranya. Jadi aku yang sejak awal gak ada niatan mau merantau ditambah lagi ke kota Medan yang banyak preman nya cem kata kawan aku tadi, makin downlah perasaanku. Sampek-sampek setiap kali aku teringat bakal meranto ke kota Medan, perutku jadi sakit mikirinnya, walaupun sebenernya ada kakakku di sini tapi dia pun udah kuliah tahap akhirnya, pastinya gak akan lama lagi di Medan. Nah, gitu di kota Medan pun aku awal-awal dulu udah kayak orang paranoidlah. Setiap kali keluar sendirian kupegang barang-barangku erat-erat, mataku pun selalu merhatiin orang disekelilingku.”

Informan LI menyatakan bahwasannya Medan merupakan kota yang dipenuhi oleh premanisme karena pernah memperoleh informasi langsung melalui pengalaman seorang temannya yang pernah mendatangi kota Medan. Informan bahkan sudah mengalami gangguan fisik sebelum mendatangi kota Medan sebagai bentuk ketidak inginanya merantau ke kota Medan. Selain itu, melalui jawaban informan dapat diketahui bahwasannya persepsi informan tentang kota Medan yang dipenuhi oleh “premanisme”

terbentuk melalui informasi yang diterimanya melalui pengalaman orang lain yang didengarnya. Hal inilah yang membuat informan beranggapan bahwasannya kota Medan merupakan kota yang dipenuhi oleh premanisme sehingga ketika berpergian dikota Medan informan selalu waw-was terhadap sekitarnya.

Persepsi yang cukup negative juga datang dari informan HM. Informan ini sebenarnya memiliki pandangan negative dan juga positif tentang kota Medan. Dari sisi negative HM memandang kota Medan sebagai kota yang orang-orangnya galak

“Akukan merantau kuliah disini karna disuruh sama orang tua, jadi sebenarnya banyak nerima asupan positif tentang kota Medan dari orang tua, tapi ada gambaran tersendiri bagiku tentang kota Medan bahwasannya orangnya galak-galak dan aku juga ada rasa takut sih, karna pernah punya anggapan kalau orang Medan itu mau makan orang. Aku pernah dengar-dengar berita gitu. dan gaktau sih sampai sekarang itu mitos apa memang pernah kejadian gitu.”

Pandangan informan HM akan kota Medan memiliki kesamaan dengan informan sebelumnya yakni karakter masyarakatnya yang dianggap kasar. Selain itu, adapula mitos tentang “orang Medan makan orang” yang dikonsumsi oleh sehingga menjadi salah satu pemicu rasa takut baginya sebelum mendatangi kota Medan.

94 Persepsi yang cukup negative tentang kota Medan selanjutnya juga dikatakan oleh informan Rizky, dimana ia beranggapan bahwassannya kota Medan dikenalnya sebagai kota yang dihuni banyak begal: dengan kasus begal jadi lebih was-was. Makanya dulu aku gak berani bawa Motor ke sini di awal-awal merantau. Soalnya sering kudengar info-info begal di Medan ini dari aku SMA pun. Keknya orang lumayan diminati bidang begal ini kak .”

Informan Rizky mengatakan bahwasannya bisa merantau ke kota besar dan berkuliah di Perguruan Tinggi Negeri merupakan suatu kebahagiaan walau informan juga menyadari kehidupannya akan berubah menjadi lebih keras karena tidak lagi berada di lingkungan keluarga. Informan memiliki persepsi bahwasannya Medan cukup ditakuti karena menurutnya identik dengan begal.