• Tidak ada hasil yang ditemukan

LEUKEMIA MIELOBLASTIK AKUT

Dalam dokumen soal ukdi TO optima mei 2015 (Halaman 174-181)

Derajat II: dibedakan menjadi 2: Derajat II Superficial:

LEUKEMIA MIELOBLASTIK AKUT

More Info:

Perbedaan LEUKEMIA MIELOBLASTIK AKUT dan LEUKEMIA LIMFOBLASTIK AKUT

LEUKEMIA LIMFOBLASTIK AKUT

LEUKEMIA MIELOBLASTIK AKUT Epidemiologi Terutama menyerang anak < 14 th

(90%)

Peningkatan insidensi ke-2 pada usia pertengahan (paruh baya)

Menyerang segala usia, bentuk leukemia paling sering pada dewasa Tipe Proliferasi Sel Neoplasia limfoblastik (Prekusor sel

limfosit)

Neoplasia mieloblas

(Prekusor sel granulosit dan monosit)

Derajat diferensiasi Sel blast tidak menunjukkan

diferensiasi Sel blast biasanya menunjukkan diferensiasi Prognosis Anak 2-9 th angka kesembuhan

50-75% 20-25% sembuh dengan kemoterapi ORGANOMEGALI: hepatomegali splenomegali ABNORMALITAS PEMERIKSAAN DARAH anemia leukopenia/leokositosis trombositopenia MDT

Dominan sel darah: Polimorfonuklear (PMN)

Karakteristik khas: LEUKEMIA

AKUT:

- hepatomegali dan splenomegali ringan

- ditemukan manifestasi perdarahan dan infeksi - Onset cepat

KRONIS:

- hepatomegali dan splenomegali berat - Jarang ditemukasn manifestasi

perdarahan dan infeksi

- Neutropenia, trombositopenia, limfopenia jarang ditemukan

dominasi PMN ini menunjukkan adanya peningkatan produksi granulosit di sumsum tulang MIELOBLASTIK

LEUKEMIA MIELOBLASTIK AKUT

Dewasa 35% sembuh dengan kemoterapi

Referensi:

O’Connor, Jones.2004. Pathology of the Endocrine System:Disorder of the pituitary in Crash Course Pathologi 2nd edition. Elsevier.

136. C. Defisiensi eritropoietin

Pada kasus ini didapatkan Hb penderita 9,1 g/dL maka termasuk dalam kondisi anemia. Menurut kriteria WHO, anemia adalah kadar hemoglobin di bawah 13 g% pada pria dan di bawah 12 g% pada wanita. Terdapat dua pendekatan untuk menentukan penyebab anemia, yaitu:

1. Pendekatan morfologi: Pendekatan ini mengkategorikan anemia berdasarkan perubahan ukuran eritrosit (Mean Corpuscular volume/MCV) dan respons retikulosit.

Dengan menggunakan pendekatan morfologi eritrosit yaitu normositik normokromik dimana merupakan anemia dengan MCV normal (antara 80-100 fL), maka keadaan ini dapat disebabkan oleh:

• Anemia pada penyakit ginjal kronik.

• Sindrom anemia kardiorenal: anemia, gagal jantung, dan penyakit ginjal kronik. • Anemia hemolitik:

- Anemia hemolitik karena kelainan intrinsik sel darah merah: Kelainan membran (sferositosis herediter), kelainan enzim (defi siensi G6PD), kelainan hemoglobin (penyakit sickle cell).

- Anemia hemolitik karena kelainan ekstrinsik sel darah merah: imun, autoimun (obat, virus, berhubungan dengan kelainan limfoid, idiopatik), alloimun (reaksi transfusi akut dan lambat, anemia hemolitik neonatal), mikroangiopati (purpura trombositopenia trombotik, sindrom hemolitik uremik), infeksi (malaria), dan zat kimia (bisa ular).

Anemia Normositik Anemia Mikrositik Anemia Makrositik

Sesuai dengan kasus ini di mana pasien merupakan penderita gagal ginjal kronis sehingga anemia pada kasus ini termasuk anemia penyakit kronis.

2. Pendekatan kinetik: Pendekatan ini didasarkan pada mekanisme yang berperan dalam turunnya Hb. Anemia dapat disebabkan oleh 1 atau lebih dari 3 mekanisme independen:

Anemia disebabkan karena kecepatan produksi sel darah merah lebih rendah dari destruksinya. Penyebab berkurangnya produksi sel darah merah:

- Kekurangan nutrisi: Fe, B12, atau folat; dapat disebabkan oleh kekurangan diet, malaborpsi (anemia pernisiosa, sprue) atau kehilangan darah (defi siensi Fe) - Kelainan sumsum tulang (anemia aplastik, pure red cell aplasia, mielodisplasia,

infl itrasi tumor)

- Supresi sumsum tulang (obat, kemoterapi, radiasi)

- Rendahnya trophic hormone untuk stimulasi produksi sel darah merah (eritropoietin pada gagal ginjal, hormon tiroid [hipotiroidisme] dan androgen [hipogonadisme])

- Anemia penyakit kronis/anemia inflamasi, yaitu anemia dengan karakteristik berkurangnya Fe yang efektif untuk eritropoiesis karena berkurangnya absorpsi Fe dari traktus gastrointestinal dan berkurangnya pelepasan Fe dari makrofag, berkurangnya kadar eritropoietin (relatif) dan sedikit berkurangnya masa hidup erirosit.

Meningkatnya destruksi sel darah merah

Anemia hemolitik merupakan anemia yang disebabkan karena berkurangnya masa hidup sel darah merah (kurang dari 100 hari). Pada keadaan normal, umur sel darah merah 110-120 hari. Anemia hemolitik terjadi bila sumsum tulang tidak dapat mengatasi kebutuhan untuk menggganti lebih dari 5% sel darah merah/hari yang berhubungan dengan masa hidup sel darah merah kira-kira 20 hari.

Kehilangan darah.

Dari penjelasan di atas maka jawaban yang paling sesuai adalah defisiensi eritropoietin. Referensi:

1. Schrier SL. 2011.Approach to the adult patient with anemia.www.uptodate.com

2. Schrier SL.2011.Approach to the diagnosis of hemolytic anemia in the adult. January 2011. www.uptodate.com

3. Teff eri A.2003. Anemia in adults : A contemporary approach to diagnosis. Mayo Clin Proc.

137. C. Meconium Aspiration Syndrome

Meconium Aspiration Syndrome (MAS) terjadi jika mekonium yang tercampur dengan cairan ketuban terhirup oleh fetus dalam uterus atau oleh neonatus selama proses persalinan dan kelahiran. Aspirasi mekonium terjadi jika janin mengalami stres selama proses persalinan berlangsung. Bayi seringkali merupakan bayi post-matur.

Faktor resiko terjadinya sindroma aspirasi mekonium: Kehamilan post-matur

Pre-eklamsi

Faktor maternal (DM, Hipertensi) Bayi Kecil masa kehamilan Korioamnionitis

Presentasi Klinis Meconium Aspiration Syndrome:

Air ketuban bercampur mekonium sebelum kelahiran

Pewarnaan kuning/hijau oleh mekonium pada neonatus setelah lahir.

Gagal pernapasan yang mengarah pada peningkatan diameter anteroposterior dada

Skor APGAR buruk Sianosis

More Info

Hyaline membrane disease (HMD) juga dikenal sebagai sindrom gawat napas (respiratory distress syndrome / RDS) Kondisi ini biasanya terjadi pada bayi prematur. HMD terjadi pada sekitar 25% neonatus yang lahir pada usia kehamilan 32 minggu. Insidens meningkat dengan semakin prematurnya neonatus.

Transient Tachypnea of the Newborn (TTN) adalah suatu penyakit ringan pada neonatus yang mendekati cukup bulan atau cukup bulan, yang mengalami gawat napas segera setelah lahir dan hilang dengan sendirinya dalam waktu 3-5 hari. Penyakit ini bersifat self- limiting disease dan tidak ada risiko kekambuhan atau disfungsi paru lebih lanjut. Gejala respirasi membaik sejalan dengan mobilisasi cairan dengan diuresis. *Apabila anda menjumpai soal dyspnea pada neonatus yang muncul pada soal exit exam, biasanya secara sederhana dapat dibagi menjadi prematur (Hyaline membrane disease) dan post matur (Meconium aspiration syndrome).

Referensi:

Falk. R., (2012). APPROACH TO PEDIATRIC DYSPNEA. Learn Pediatric. The University of British Columbia.

Kliegman, RM, HB Jenson, KJ Marcdante, & RE Behrman. 2006. Nelson Essentials of Pediatrics. Elsevier Saunders: Philadelphia.

138. A. bronkodilator + antibiotik

Prinsip penatalaksanaan PPOK pada eksaserbasi akut adalah mengatasi segera eksaserbasi yang terjadi dan mencegah terjadinya gagal napas. Bila telah menjadi gagal napas segera atasi untuk mencegah kematian. Beberapa hal yang harus diperhatikan meliputi:

1. Diagnosis beratnya eksaerbasi

Derajat sesak, frekuensi napas, pernapasan paradoksal Kesadaran

Tanda vital Analisis gas darah Pneomonia

2. Terapi oksigen adekuat

Pada eksaserbasi akut terapi oksigen merupakan hal yang pertama dan utama, bertujuan untuk memperbaiki hipoksemi dan mencegah keadaan yang mengancam jiwa. dapat

dilakukan di ruang gawat darurat, ruang rawat atau di ICU. Sebaiknya dipertahankan PaO2 > 60 mmHg atau Sat O2 > 90%, evaluasi ketat hiperkapnia. gunakan sungkup dengan kadar yang sudah ditentukan (ventury masks) 24%, 28% atau 32%. Perhatikan apakah sungkup rebreathing atau nonrebreathing, tergantung kadar Paco2 dan Pao2. Bila terapi oksigen tidak dapat mencapai kondisi oksigenasi adekuat, harus digunakan ventilasi mekanik. Dalam penggunaan ventilasi mekanik usahakan dengan Noninvasive Positive Pressure Ventilation (NIPPV), bila tidak berhasil ventilasi mekanik digunakan dengan intubasi.

3. Pemberian obat-obatan yang maksimal Obat yang diperlukan pada eksaserbasi akut a. Antibiotik

Peningkatan jumlah sputum Sputum berubah menjadi purulen Peningkatan sesak

Pemilihan antibiotik disesuaikan dengan pola kuman setempat dan komposisi kombinasi antibiotik yang mutakhir. Pemberian antibiotik di rumah sakit sebaiknya per drip atau intravena, sedangkan untuk rawat jalan bila eksaserbasi sedang sebaiknya kombinasi dengan makrolide, bila ringan dapat diberikan tunggal.

b. Bronkodilator

Bila rawat jalan B-2 agonis dan antikolinorgik harus diberikan dengan peningkatan dosis. Inhaler masih cukup efektif bila digunkan dengan cara yang tepat, nebuliser dapat digunakan agar bronkodilator lebih efektif. Hati-hati dengan penggunaan nebuliser yang memakai oksigen sebagai kompressor, karena penggunaan oksigen 8-10 liter untuk menghasilkan uap dapat menyebabkan retensi CO2. Golongan xantin diberikan bersamasama dengan bronkodilator lainnya karena mempunyai efek memperkuat otot diafragma.

Dalam perawatan di rumah sakit, bronkodilator diberikan secara intravena dan nebuliser, dengan pemberian lebih sering perlu monitor ketat terhadap timbulnya palpitasi sebagai efek samping bronkodilator.

c. Kortikosteroid

Tidak selalu diberikan tergantung derajat berat eksaserbasi. Pada eksaserbasi derajat sedang dapat diberikan prednison 30 mg/hari selama 1-2 minggu, pada derajat berat diberikan secara intravena. Pemberian lebih dari 2 minggu tidak memberikan manfaat yang lebih baik, tetapi lebih banyak menimbulkan efek samping.

4. Nutrisi adekuat untuk mencegah starvation yang disebabkan hipoksemia berkepanjangan, dan menghindari kelelahan otot bantu napas

5. Ventilasi mekanik

Penggunaan ventilasi mekanik pada PPOK eksaerbasi berat akan mengurangi mortaliti dan morbiditi, dan memperbaiki simptom. Dahulukan penggunaan NIPPV, bila gagal dipikirkan penggunaan ventilasi mekanik dengan intubasi

- Monitor balans cairan elektrolit - Pengeluaran sputum

- Gagal jantung atau aritmia

7. Evaluasi ketat progesivitas penyakit

Penanganan yang tidak adekuat akan memperburuk eksaserbasi dan menyebabkan kematian. Monitor dan penanganan yang tepat dan segera dapat mencegah dan gagal napas berat dan menghindari penggunaan ventilasi mekanik.

Indikasi penggunaan ventilasi mekanik dengan intubasi : - Sesak napas berat, pernapasan > 35 x/menit

- Penggunaan obat respiratori dan pernapasan abdominal - Kesadaran menurun

- Hipoksemia berat Pao2 < 50 mmHg

- Asidosis pH < 7,25 dan hiperkapnia Paco2 > 60 mmHg - Komplikasi kardiovaskuler, hipotensi

- Komplikasi lain, gangguan metabolik, sepsis, pneumonia, barotrauma, efusi pleura dan emboli

masif

- Penggunaan NIPPV yang gagal

Algoritme penatalaksanaan PPOK eksaerbasi akut di rumah dan pelayanan kesehatan primer/puskesmas

Referensi: Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003.

139. E. 2RHZE/HRZE/5R3H3E3

Paduan OAT lini pertama dan peruntukannya. a. Kategori-1 (2HRZE/ 4H3R3)

Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru: · Pasien baru TB paru BTA positif.

· Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif · Pasien TB ekstra paru

Kategori -2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3)

Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati sebelumnya: · Pasien kambuh

· Pasien gagal

· Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default)

Referensi: Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2011.

140. A. Proporsi Pembahasan:

Macam variabel penelitian:

Variabel Nominal, yaitu variabel yang ditetapkan berdasar atas proses penggolongan; variabel ini bersifat diskret dan saling pilah (mutually exclusive) antara kategori yang satu dan kategori yang lain; contoh: jenis kelamin, status perkawinan, jenis pekerjaan.

Variabel Ordinal, yaitu variabel yang disusun berdasarkan atas jenjang dalam atribut tertentu. Jenjang tertinggi biasa diberi angka 1, jenjang di bawahnya diberi angka 2, lalu di bawahnya di beri angka 3 dan seterusnya.

Variabel Interval, yaitu variabel yang dihasilkan dari pengukuran, yang di dalam pengukuran itu diasaumsikan terdapat satuan (unit) pengukuran yang sama. Contoh: variabel interval misalnya prestasi belajar, sikap terhadap sesuatu program dinyatakan dalam skor, penghasilan dan sebagainya.

Variabel ratio, adalah variabel yang dalam kuantifikasinya mempunyai nol mutlak. Contoh Berat Badan, Tinggi Badan.

Pada skenario tersebut responden dapat memberikan pendapat melalui 5 kategori pilihan jawaban yg terdiri dari "sangat tidak setuju", "tidak setuju", "ragu ragu", setuju, " sangat setuju", sehingga ini termasuk dalam variabel ordinal dan untuk menghitung jumlah respons/penilaian masyarakat adalah dengan cara menghitung frekuensi proporsi setiap kategori. Misalnya: Sangat setuju = 20 orang, Setuju = 15 orang dan seterusnya.

141. A. Asam folat

Asam folat adalah salah satu vitamin yang termasuk dalam kelompok vitamin B, yaitu vitamin B9, merupakan salah satu unsur penting dalam sintesis DNA (deoxyribo nucleic acid). Unsur ini diperlukan sebagai koenzim dalam sintesis pirimidin. Kebutuhan meningkat pada saat terjadi peningkatan pembentukan sel seperti pada kehamilan, keganasan dan bayi prematur.

Pada ibu hamil, asam folat berperan penting dalam pembentukan satu per tiga sel darah merah. Itu sebabnya, ibu hamil yang mengalami kekurangan asam folat umumnya juga mengalami anemia dengan segala konsekuensinya (terlihat pucat dan mudah letih, lesu dan lemas). Bahkan, juga berisiko mengalami persalinan prematur, plasenta lepas sebelum waktunya (solusio plasentae) dan keguguran. Meskipun asam folat dapat dipenuhi oleh nutrisi sehari-hari, ibu hamil tetap memerlukan tambahan asam folat. Itulah sebabnya suplementasi asam folat dianjurkan meskipun status gizi ibu hamil tersebut berada pada “jalur hijau” Kartu Menuju Sehat (KMS) ibu hamil.

Kekurangan asam folat juga sangat berpengaruh pada perkembangan sistem saraf utama otak dan tulang belakang janin seperti pada cacat tabung saraf janin (neural tube defect/NTD). Cacat tabung saraf janin sendiri dibagi menjadi 3 bentuk yaitu spina bifida, anensefali, dan encephalocele.

Spina bifida adalah adanya celah pada tulang belakang sehingga tidak bisa tertutup sempurna akibat beberapa ruas tulang gagal bertaut. Cacat jenis ini banyak terjadi di antara ibu hamil yang mengalami kekurangan asam folat, yakni 65%. Meski bisa bertahan hidup, namun bayi spina bifida sering disertai kelainan lain seperti kelumpuhan dan tidak ada kontrol untuk buang air besar dan kecil.

Anensefali adalah tidak sempurnanya pertumbuhan tengkorak kepala dan otak. Jenis yang sering membawa kematian begitu bayi dilahirkan ini, dialami sekitar 25% dari ibu hamil yang kekurangan asam folat.

Encephalocele adalah adanya tonjolan di belakang kepala. Jenis ini diderita sekitar 10% dari ibu yang kekurangan asam folat.

142. C. Kepala

Dalam dokumen soal ukdi TO optima mei 2015 (Halaman 174-181)