WHO AHA IDF
Hipertensi Dalam pengobatan antihipertensi atau TD ≥130/85 mmHg Dalam pengobatan antihipertensi atau TD ≥ 140/90 mmHg Dalam pengobatan antihipertensi atau TD ≥130/85 mmHg Dalam pengobatan antihipertensi atau TD ≥130/85 mmHg Dislipidemia Plasma TG
≥150 mg/dL, Plasma TG ≥150 mg/dL dan atau Plasma ≥150 mg/dL, TG Plasma TG≥150 mg/dL HDL-C: L < 40 g/dL P< 50 mg/dL HDL-C: L < 35 mg/dL P< 40 mg/dL HDL-C: L < 40 mg/dL P< 50 mg/dL HDL-C: L < 40 mg/dL P< 50 mg/dL atau dalam
pengobatan dislipidemia Obesitas Lingkar pinggang: L >102 cm, P>88cm IMT > 30kg/m2 dan atau rasio perut-pinggul: L >0,90 P>0,85 Lingkar pinggang L >102 cm, P>88cm Obesitas sentral (lingkar perut) Asia: L>90 cm P>80 cm (nilai tergantung etnis) Gangguan Metabolisme Glukosa GD puasa ≥ 110 mg/dL DM tipe 2 atau TGT GD puasa ≥100 mg/dL GD puasa ≥100 mg/dL atau diagnosis DM tipe 2 Lain-lain Mikroalbuminuri ≥20 µg/menit (rasio albumin: kreatinin ≥ 30) Kriteria Diagnosa Minimal 3 kriteria DM tipe 2 atau TGT dan 2 kriteria di atas. Jika toleransi glukosa normal, diperlukan 3 kriteria Minimal 3 kriteria Obesitas sentral + 2 kriteria di atas
Keterangan: TD = Tekanan Darah; L = Laki-laki; P = Perempuan; TG = Trigliserida; HDL-C = Kolesterol HDL; IMT = Indeks Massa Tubuh; DM = Diabetes
Melitus; TGT = Toleransi Glukosa Terganggu; GD = Gula Darah Referensi:
1. Alberti, KGMM; Zimmet .1999. "Definition, Diagnosis, and Classification of Diabetes Mellitus and its Complications". World Health Organization. pp. 32–33.
2. Expert Panel on Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Cholesterol in Adults (May 2001). "Executive Summary of the Third Report of the National Cholesterol Education Program (NCEP) Expert Panel on Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Cholesterol in Adults (Adult Treatment Panel III)". JAMA: the Journal of the American Medical
Association 285 (19): 2486–97. doi:10.1001/jama.285.19.2486.PMID 11368702
3.
Grundy SM, Brewer HB, Cleeman JI, Smith SC, Lenfant D, for the Conference Participants. 2004. Definition of metabolic syndrome: report of the National, Heart, Lung, and Blood Institute/American Heart Association conference on scientific issues related to definition. Circulation.54. A. Ileus Obstruktif
Ileus adalah gangguan/hambatan pasase isi usus yang merupakan tanda adanya obstruksi usus akut. Ileus dibagi menjadi ileus obstruktif dan ileus paralitik.
Ileus obstruktif disebut juga ileus mekanik adalah keadaan di mana isi lumen saluran cerna tidak bisa disalurkan ke distal atau anus karena adanya sumbatan/hambatan mekanik yang disebabkan kelainan dalam lumen usus, dinding usus atau luar usus yang menekan atau kelainan vaskularisasi pada suatu segmen usus yang menyebabkan nekrose segmen usus tersebut.
Berdasarkan letak obstruksinya, ileus obstrktif dibagi menjadi: Ileus obstruktif letak tinggi
Mengenai usus halus yaitu dari gaster sampai ileum terminal Ileus obstruktif letak rendah
Mengenai usus besar yaitu dari ileum terminal sampai rectum Berdasarkan stadiumnya, ileus obstruktif dibagi menjadi:
Obstruksi sebagian (partial obstruction)
Obstruksi terjadi sebagian sehingga makanan masih bisa melewati, dapat flatus, dan defekasi sedikit.
Obstruksi sederhana (simple obstruction)
Obstruksi yang tidak disertai terjepitnya pembuluh darah Obstruksi strangulasi (strangulated obstruction)
Obstruksi disertai terjepitnya pembuluh darah sehingga terjadi iskemia yang akan berakhir dengan nekrosis atau gangguan.
Manifestasi klinis muncul sebagai berikut: Obstruksi sederhana
Manifestasi klinis yang muncul adalah nyeri kram pada perut disertai kembung. Pada obstruksi usus halus proksimal imbul muntah yang banyak dan jarang menjadi muntah fekal. Tanda vital normal namun akan berlanjut dengan dehidrasi karena kehilangan cairan dan elektrolit. Distensi abdomen tidak ada atau minimal. Bising usus meningkat dan metallic sound didengar sesuai dnegan timbulnya nyeri pada daerah obstruksi. Obstruksi disertai proses strangulasi
Geala yang muncul adalah nyeri hebat abdomen disertai perburukan gejala. Apabila muncul tanda strangulasi berupa nyeri iskemik, yaitu nyeri sangat hebat, menetap, tidak menyurut maka merupakan keadaaan emergensi.
Obstruksi komplit
Gejala yang muncul adalah nyeri hebat yang terus-menerus, bobrygmus timbul sesuai dengan nyeri, muncul konstipasi. Muntah fekal bisa terjadi. Pada pemeriksaan fisik menunjukkan distensi abdomen, gerakan usus akan tampak pada pasien kurus, terdengar metallic sound.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan:
Anamnesis: syok, oliguria, meteorismus, hiperperistaltik berkala, kolik, flatus (-), defekasi (-).
Pemeriksaan fisik: pembesaran perut, distensi abdomen, bising usus meningkat atau tidak terdengar sama sekali.
Pemeriksaan radiologi:
Untuk menegakkan diagnosis secara radiologis dilakukan foto abdomen 3 posisi. Ileus obstruktif letak tinggi
Dilatasi di proximal sumbatan (sumbatan paling distal di ileocecal junction) dan kolaps usus di bagian distal sumbatan.
Herring bone appearance
Air fluid level yang pendek-pendek dan banyak (step ladder sign) Ileus obstruktif letak rendah
Gambaran sama seperti ileus obstruksi letak tinggi.
Gambaran penebalan usus besar yang juga distensi tampak pada tepi abdomen. Air fluid level yang panjang-panjang di kolon.
Sumber:
1. Sjamsuhidajat, R. dan De Jong, Wim. 2003. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: EGC. Hal: 623.
2. Sutton, David. 2003. Textbook of Radiology and Imaging Volume 1. Edisi 7. London: Churchill Livingstone.
55. C. Kista Entamoeba histolitica
Pasien mengeluhkan diare dengan frekuensi 5-8x/hari yang disertai lender dan darah. Hal ini menunjukkan pathogen yang menginvasi mukosa usus. Pasien telah diberikan antibiotik tidak membaik, dikarenakan penyebabnya berupa entamoeba. Diare yang disebabkan oleh Entamoeba histolitica adalah diare diesrtai darah dan lender yang dapat terjadi hingga 10 kali/hari.
Sifat khas pada diare Amoeba adalah:
Volume tinja setiap kali buang air besar lebih banyak Bau tinja menyengat
Warna tinja umumnya merah tua denga darah dan lender bercampur feses
Entamoeba histolitica memiliki bentuk trofozoit dan kista. Ciri-ciri morfologi sebagai berikut:
Trofozoit
Ukuran 10-60 µm.
Sitoplasma bergranular dan mengandung eritrosit.
Terdapat 1 inti entamoeba ditandai dengan karyosom padat yang terletak di tengah inti, serta kromatin yang terletak di pinggiran inti.
Bergerak progresif dengan alat gerak ektoplasma yang lebar disebut pseudopodia. Kista
Ukuran 10-20 µm.
Bentuk memadat mendekati bulat.
Kista matang memiliki 4 buah inti Entamoeba. Tidak dijumpai eritrosit di dalam sitoplasma.
Kista yang belum matang memiliki glikogen berbentuk seperti cerutu, namun biasanya menghilang setelah kista matang.
Sumber:
Jawetz E., J. L. Melnick, E. A. Adelberg, G. F. Brooks, J. S. Butel, L. N. Ornston. 1995. Mikrobiologi Kedokteran, ed. 20, San Francisco: University of California.
56. A. Ruptur uretra
Ruptur uretra anterior disebabkan oleh straddle injury (cedera selangkangan), di mana terjadi kontusio dinding uretra, ruptur uretra parsial atau ruptur totalis dinding uretra.
Uretra anterior dibungkus corpus spongiosum. Di mana corpus spongiosum bersama dengan corpus kavernosum dibungkus fascia buck dan fascia colles. Jika ruptur beserta corpus spongiosum, darah dan urine keluar dari uretra tapi masih berbatas pada fascia Buck yang secara klinis tampak hematoma pada penis. Jika fascia buck robek, ekstravasasi darah dan urine dibatasi fascia colles yang klinisnya tampak sebagai hematoma sampai skrotum dan dinding abdomen. Robekan ini memberikan gambaran Butterfly apperiance, yang merupakan tanda khas dari ruptur uretra.
57. E. Hipospadia
Fimosis adalah keadaan di mana prepusium tidak dapat di tarik ke belakang (proksimal)/membuka.Kadang-kadang lubang pada prepusium hanya sebesar ujung jarum, sehingga sulit untuk keluar (Purnomo, tahun 2003). Pada 95% bayi, kulub masih melekat pada glans penis sehingga tidak dapat di tarik ke belakang dan hal ini tidak dikatakan fimosis. Pada umur 3 tahun anak yang fimosis sebanyak 10% (Ikatan dokter Anak Indoneisa,tahun 2008) . Hipospadia: kelainan bawaan lahir pada anak laki-laki yang dicirikan dengan letak abnormal lubang kencing tidak diujung kepala penis seperti seharusnya, tetapi berada lebih bawah. Kelainan ini jarang ditemukan, angka kejadian kasus hipospadia 1 : 250-400 kelahiran.
Penyebab dari hipospadia sampai saat ini belum dapat diijelaskan secara pasti, namun teori-teori yang berkembang umumnya mengaitkan kelainan ini dengan masalah hormonal. Sebuah teori mengungkapkan kelainan ini disebabkan oleh penghentian prematur perkembangan sel-sel penghasil androgen di dalam testis, sehingga produksi androgen terhenti dan mengakibatkan maskulinisasi inkomplit dari alat kelamin luar. Proses ini menyebabkan gangguan pembentukan saluran kencing (uretra), sehingga saluran ini dapat berujung di mana saja sepanjang garis tengah penis tergantung saat terjadinya gangguan hormonal. Semakin dini terjadinya gangguan hormonal, maka
lubang kencing abnormal akan bermuara semakin mendekat ke pangkal. Diagnosis hipospadia
Hipospadia sangat mudah dikenali saat pemeriksaan fisis bayi laki-laki yang baru lahir. Tidak adanya lubang kencing di ujung kepala penis, serta bentuk penis melengkung menjadi ciri khas bayi laki-laki dengan hipospadia. Pada kelainan yang sangat berat, jenis kelamin bayi seringkali sukar untuk dikenali sebagai laki-laki atau perempuan jika berdasar dari pemeriksaan fisik semata. Dalam hal tersebut, penderita akan disarankan untuk menjalani pemeriksaan kromosom-penanda-kelamin (sex chromatin). Pemeriksaan penunjang lain yang cukup berguna meskipun jarang dilakukan adalah pemeriksaan radiologis urografi (IVP, sistouretrografi) untuk menilai gambaran saluran kemih secara keseluruhan dengan bantuan kontras. Pemeriksaan ini biasanya baru dilakukan bila penderita mengeluh sulit berkemih.
58. C. AV blok
Gangguan konduksi nodus AV (AV Blok) tampak pada pemeriksaan EKG sebagai abnormalitas interval PR, gambaran ini menunjukkan kelainan impuls listrik dari atrium menuju nodus AV dan Bundle of His serta cabang-cabangnya di ventrikel. Interval PR normal berkisar 0.12 – 0.20 detik.
Berdasar pemeriksaan EKG AV blok dibagi 3, yaitu:
AV blok derajat I: interval PR memanjang lebih dari 0.20 detik
AV blok derajat II: terjadi kegagalan impuls dari atrium untuk mencapai ventrikel secara intermiten sehingga denyut ventrikel berkurang. AV blok derajat II dibagi menjadi 2 tipe, yaitu:
Mobitz I Interval PR memanjang secara progresif sampai suatu ketika kompleks QRS menghilang.
Mobitz II interval PR tetap namun didapatkan denyut ventrikel/komplek QRS menghilang (drop beat) dapat terjadi reguler seperti 2:1, 3:1 atau tidak teratur.
AV blok derajat III: blok jantung komplit di mana terjadi blok total di nodus AV sehingga impuls dari atrium tidak mencapai ventrikel, sehingga masing-masing berjalan sendiri sesuai impuls intrinsiknya.
Referensi:
Trisnohadi H. R. 2006. Gangguan Irama Jantung yang Spesifik. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi Keempat – Jilid III. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
59. B. Paracetamol 120-180 mg/kali beri
Kasus pada soal ini mengarah pada infeksi virus dengue. Langkah diagnosis bedasarkan Ikatan Dokter Anak Indonesis (IDAI):
Anamnesis
- Demam merupakan tanda utama (suhu 38,5 0C), terjadi mendadak tinggi, selama 2-7 hari
- Disertai lesu tidak mau makan, dan muntah
- Pada anak besar dapat mengeluh nyeri kepala, nyeri otot, dan nyeri perut. - Diare kadang-kadang dapat ditemukan
- Perdarahan paling sering dijumpai adalah perdarahan kulit dan mimisan Pemeriksaan fisik
- Gejala klinis DBD diawali demam mendadak tinggi, facial flush, muntah, nyeri kepala, nyeri otot dan sendi, nyeri tenggorok dengan faring hiperemis, nyeri d ibawah lengkung iga kanan. Gejala penyerta tersebut lebih mencolok pada DD daripada DBD.
- Perbedaan antara DD dan DBD adalah pada DBD terjadi peningkatan permeabilitas kapiler sehingga menyebabkan perembesan plasma, hipovolemia, dn syok.
- Perembesan plasma mengakibatkan ekstravasasi cairan kedalam rongga pleura dan peritoneal selama 24-48 jam.
- Perdarahan dapat berupa petekie (terprovokaasi uji RL (+), hematemessis,dan melena, ataupun hematuria.
Kasus ini tidak menunjukkan tanda-tanda syok di mana denyut nadi dan frekuensi pernapasannya masih baik, sehingga anak ini dapat didiagnosis sebagai suspek demam dengue berdasarkan klinisnya. Hal ini juga sesuai dengan kriteria klinis demam dengue berdasarkan WHO (2013), yaitu : Demam tinggi mendadak, ditambah gejala penyerta 2 atau lebih:
- Nyeri kepala - Nyeri retro orbita - Nyeri otot dan tulang - Ruam kulit
- Meski jarang dapat disertai manifestasi perdarahan - Leukopenia
- Uji HI >1280 atau IgM/IgG positif.
- Tidak ditemukan tanda kebocoran plasma (hemokonsentrasi, efusi pleura, asites, hipoproteinemia).
- Antipiretik dapat diberikan, dianjurkan pemberian paracetamol bukan aspirin ataupun ibuprofen karena obat-obatan ini dapat merangsang pendarahan. Dosis paracetamol yang dianjurkan adalah 10-15mg/kgBB/kali per 6 jam.
- Diusahakan tidak memberika obat-obat yang tidak diperlukan (misalnya antasid, antiemetik) untuk mengurangi beban detoksifikasi obat dalam hati.
- Kortikosteroid diberikan pada DBD ensefalopati, apabila terdapat perdarahan saluran cerna kortikosteroid tidak diberikan.
- Antibiotik diberikan untuk DBD ensefalopati.
Anak dalam soal ini memiliki berat 12 kg sehingga dosis paracetamol yang diperlukan adalah 120-180 mg/kali beri.
Referensi:
1. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia Jilid I, 2010.
2. World Health Organization.2013.Pocket book of hospital care for children: guidelines for the management of common childhood illnesses – 2nd ed.
60. A. Nadi 120 x/menit
Kasus pada soal ini mengarah pada sindrom syok dengue (meskipun informasi yang terdapat pada soal kurang lengkap).
DIAGNOSIS DEMAM DIDASARKAN PADA KEADAAN
Infeksi virus dengue: demam dengue, demam berdarah dengue, dan sindrom syok dengue
Demam atau riwayt demam mendadak tinggi selama 2-7 hari
Manifestasi perdarahan (sekurang-kurangnya uji bendung positif) Pembesaran hati
Tanda-tanda gangguan sirkulasi
Peningkatan nilai hematokrit, trombositopenia (100 000/μl atau kurang), dan leukopenia Ada riwayat keluarga atau tetangga sekitar menderita atau tersangka demam berdarah dengue
Pada anak, hipotensi biasanya baru terjadi pada syok yang telah lanjut, oleh karena itu hipotensi tidak merupakan keharusan untuk diagnosis syok. Syok pada kasus ini termasuk syok hipovolemik dimana faktor resiko untuk kasus ini selain kebocoran plasma juga adanya keluhan klinis muntah. Pada fase awal, terjadi kompensasi tubuh, secara klinis dapat dijumpai takikardi (usia 10 tahun normalnya 60-110 denyut/menit), ekstremitas dingin, capllary refill yang mulai memanjang, pulsasi perifer melemah, sementara tekanan darah masih normal. Tanda awal yang utama adalah takikardi dan penurunan perfusi perifer.
Referensi:
1. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia Jilid I, 2010.
2. World Health Organization.2013.Pocket book of hospital care for children: guidelines for the management of common childhood illnesses – 2nd ed.
61. B. Pemfigus vulgaris
Pembahasan:
Pemfigus Vulgaris Pemfigoid Bulosa
Etiologi autoimun Disangka autoimun
Usia 30-60th Biasanya usia tua
Keluhan Tidak gatal Tidak gatal
Kelainan kulit Bula, dinding kendur, krusta bertahan lama
Bula berdinding tegang
Nikolsky Sign + -
Predileksi generalisata Perut, lengan bagian fleksor,
lipat paha, tungkai medial
Kelainan Mukosa Mulut 60% 10-40%
Histopatologi Bula intraepidermal,
akantolisis Celah epidermal, diantara dermal-bula subepidermal, sebukan terutama eosinofil
Imunoflouresensi langsung Ig G dan komplemen di epidermis
Ig G seperti pita di membran basal
Terapi Kortikosteroid (prednison
60-150 mg/hr, sitostatika)
Kortikosteroid (prednison 40-60 mg/hr)
62. B. Ekstraksi moluskul bodies Pembahasan:
Pada kasus di atas, pasien terdiagnosis Moluscum Kontagiosum. Moluscum Kontagiosum merupakan penyakit infeksi kulit yang disebabkan oleh Poxvirus. Terutama menyerang pada anak-anak dan juga menyerang pada dewasa sebagai infeksi menular seksual. Penyakit ini tidak ada keluhan. Kelainan kulit berupa papul khas berbentuk kubah miliar, di tengahnya terdapat delle. Jika dipijat akan tampak keluar massa berwarna putih seperti nasi yang merupakan badan moluskum. Terkadang berbentuk lentikular dengan warna ptuih seperti lilin. Penatalaksanaan pada penyakit ini adalah dengan ekstraksi moluskum bodies yaitu dapat dengan bedah kuretase/enukleasi atau dengan topikal seperti TCAA 25-35%, tinctura podofilin 10-25%, Kantaridin 0,7-0,9%.
63. A. Indomethacin
Sasaran pengelolaan Arthritis Gout terdapat 3 hal, yaitu: Mengobati serangan akut.
Mencegah episode serangan akut (profilaksis).
Menurunkan kelebihan kadar urat untuk mencegah arthritis, dan deposisi kristal urat dalam organ.
Pengobatan Gout serangan akut seperti pada kasus, ditujukan untuk mengurangi nyeri dan inflamasi yang berlangsung. American College of Rheumatology (ACR) merekomendasikan pemberian terapi farmakologi dalam kasus akut segera dalam 24 jam sejak onset serangan, pilihan terapi yang direkomendasikan oleh adalah Nonsteroidal anti-inflammatory drugs-NSAIDs, corticosteroids, dan colchicine. Ketiganya memiliki ‘Level of Evidence: A’ sehingga pemilihan modalitas terapi disesuaikan dengan pertimbangan dokter dan pilihan pasien bagi masing-masing kasus. Pengobatan monoterapi ditujukan bagi serangan akut derajat ringan-sedang yang melibatkan 1-2 sendi besar, atau beberapa sendi kecil; sedangkan terapi kombinasi ditujukan bagi serangan akut berat yang melibatkan 1-2 sendi besar atau poliartikular.
NSAIDs merupakan obat pilihan pada pasien gout serangan akut yang tidak memiliki penyakit komorbid sistemik lain, karena NSAIDs selain memiliki efek anti inflamasi juga analgetik, terutama agen dengan onset cepat. Jenis obat yang banyak dipilih untuk gout serangan akut adalah Indometasin (Level of Evidence : A) 150-200mg selama 2-3 hari, dilanjutkan 75-100mg/hari sampai dengan 7 hari atau peradangan dan nyeri membaik.
Kolkisin oral merupakan modalitas pilihan dalam tatalaksana gout arthritis akut terutama dalam 36 jam sejak onset serangan. Dosis yang direkomendasikan adalah loading dose 1.2 mg dilanjutkan 0.6 mg 1 jam kemudian, kemudian 0.6 mg tiap 12 jam sampai dengan keluhan membaik.
Kortikosteroid yang direkomendasikan untuk serangan akut diberikan melalui rute oral. Pada gout serangan berat atau melibatkan poliartikular yang membutuhkan injeksi kortikosteroid, atau kombinasi kortikosteroid dan NSAIDs.
Obat penurun asam urat seperti Allopurinol atau obat urikosurid (ex. Probenesid) tidak boleh diberikan dalam stadium akut, kecuali pada pasien yang telah rutin mendapat obat penurun asam urat dan mengalami serangan akut.
Referensi:
Khanna et. al., 2012. 2012 American College of Rheumatology Guidelines for Management of Gout. Part 2: Therapy and Antiinflammatory Prophylaxis of Acute Gouty Arthritis. Arthritis Care & Research Vol. 64, No. 10, pp 1447–1461
Tehupeiroy. E. S. 2006. Artritis Pirai (Gout). Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi Keempat – Jilid II. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
64. D. Atonia uteri
Pada pasien di atas terdapat dua kemungkinan penyebab perdarahan pasca salin, yaitu atonia uteri dan laserasi jalan lahir akibat penggunaan forsep. Tetapi pada kasus di atas memiliki faktor resiko paling banyak terjadinya atonia uteri, yaitu multiparitas, kala 1 lama, dan bayi yang cukup besar.
Perdarahan pasca salin (PPS) adalah perdarahan yang mencapai 500-1000 cc setelah anak lahir yang bisa diakibatkan oleh atonia uteri, perlukaan jalan lahir, sisa jaringan plasenta, dan kelainan faktor pembekuan. Secara klasik WHO mengklasifikasikan PPS sebagai:
Perdarahan pasca salin primer/dini yaitu perdarahan ≥ 500 cc dalam 24 jam pertama setelah bayi lahir.
Perdarahan pasca salin sekunder/lanjut, yaitu perdarahan ≥ 500 cc sesudah 24 jam pertama setelah persalinan.
Penyebab PPS adalah 1 atau lebih dari 4 faktor di bawah ini: Tone (gangguan kontraksi uterus)
Tissue (sisa produk konsepsi) Trauma (robekan jalan lahir)
Thrombin (gangguan fungsi koagulasi)
Penyebab terbanyak PPS dini adalah atonia uteri. Akan tetapi pemeriksaan klinis harus dilakukan dengan seksama untuk menyingkirkan sebab lain atau penyebab plasenta lainnya, seperti:
Sisa jaringan (plasenta, membran, bekuan darah) Laserasi vagina/serviks atau hematom
Ruptur uteri
Hematom ligamentum latum
Perdarahan ekstragenital (misalnya ruptur subkapsula hepar) Inversio uteri
Gejala dan tanda yang selalu ada
Gejala dan tanda yang kadang-kadang ada Diagnosis kemungkinan Uterus tidak berkontraksi dan lembek Perdarahan segera setelah anak lahir
Syok Atonia uteri
Perdarahan segera Darah segar yang
mengalir segera setelah bayi lahir Uterus kontraksi baik Plasenta lengkap
Pucat Lemah Menggigil
Robekan jalan lahir
Plasenta belum lahir setelah 30 menit Perdarahan segera Uterus kontraksi baik
Tali pusat putus akibat traksi berlebihan
Inversio uteri akibat tarikan Perdarahan lanjutan Retensio plasenta Plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh darah) tidak lengkap Perdarahan segera
Uterus berkontraksi tetapi tinggi fundus tidak berkurang
Tertinggalnya sebagian plasenta
Uterus tidak teraba Lumen vagina terisi
massa
Tampak tali pusat (jika plasenta belum lahir) Perdarahan segera (inversi komplit mungkin tidak menimbulkan perdarahan)
Nyeri sedikit atau berat
Syok neurogenik Pucat dan limbung
Inversio uteri
Subinvolusi uterus Nyeri tekan perut
bawah
Perdarahan > 24 jam setelah persalinan. Perdarahan sekunder. Perdarahan bervariasi (ringan atau berat, terus menerus atau tidak teratur) dan berbau (jika disertai infeksi)
Anemia Demam
Perdarahan terlambat
Endometritis atau sisa plasenta (terinfeksi atau tidak)
Perdarahan segera (perdarahan
intraabdominal dan/atau vaginum) Nyeri perut berat
(kurangi dengan ruptur)
Syok
Nyeri tekan perut Denyut nadi ibu cepat
Robekan dinding uterus (ruptura uteri)
Referensi:
Abdul Bari Saifuddin dkk. 2002. Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Made Kornia Karkata dkk. 2012. Panduan Penatalaksanaan Kasus Obstetri. Himpunan Kedokteran Fetomaternal POGI.
Analisis Sperma adalah suatu pemeriksaan yang penting untuk menilai fungsi organ reproduksi pria (untuk mengetahui apakah seorang pria fertil atau infertil). Semen harus diperiksa dari seluruh ejakulat. Karena itu mengambilnya dari tubuh harus dengan masturbasi atau coitus interuptus (bersetubuh dan waktu ejakulasi, persetubuhan dihentikan dan mani ditampung semua). Ada juga bersetubuh dengan menggunakan kondom khusus. Sebelum melakukan pemeriksaan disarankan untuk berpuasa bersetubuh (abstinensi) terbaik sekitar 3-5 hari. Pemeriksaan semen terbaik selambatnya sejam sesudah ejakulasi.
Semen adalah cairan putih atau abu-abu, terkadang kekuningan, yang dikeluarkan dari uretra (pipa di dalam penis) pada saat ejakulasi. Fungsi semen adalah membawa jutaan sperma ke dalam saluran reproduksi wanita.
Karakteristik Semen
Menurut WHO, berikut adalah empat kriteria yang dilihat dalam pengujian semen: 1. Volume
Pria subur rata-rata mengeluarkan 2 hingga 5 cc semen dalam satu kali ejakulasi. Secara konsisten mengeluarkan kurang dari 1,5 cc (hypospermia) atau lebih dari 5,5 cc (hyperspermia) dikatakan abnormal. Volume lebih sedikit biasanya terjadi bila sangat sering berejakulasi, volume yang lebih banyak terjadi setelah lama “berpuasa”.
2. Konsentrasi sperma
Pria subur memiliki konsentrasi sperma di atas 20 juta per cc atau 40 juta secara keseluruhan. Jumlah di bawah 20 juta/cc dikatakan konsentrasi sperma rendah dan di bawah 10 juta/cc digolongkan sangat rendah. Istilah kedokteran untuk konsentrasi sperma rendah adalah