• Tidak ada hasil yang ditemukan

Wanita muda dengan keterlibatan dua organ atau lebih

Dalam dokumen soal ukdi TO optima mei 2015 (Halaman 193-200)

Derajat II: dibedakan menjadi 2: Derajat II Superficial:

PEMERIKSAAN VAGINA SELAMA KEHAMILAN Pemeriksaan Vaginal Toucher selama kehamilan:

1. Wanita muda dengan keterlibatan dua organ atau lebih

2. Gejala konstitusional: kelelahan, demam (tanpa bukti infeksi) dan penurunan berat badan. 3. Muskuloskeletal: artritis, artralgia, miositis.

4. Kulit: ruam kupu-kupu (butterfly atau malar rash), fotosensitivitas, lesi membrana mukosa, alopesia, fenomena Raynaud, purpura, urtikaria, vaskulitis.

5. Ginjal: hematuria, proteinuria, silinderuria, sindroma nefrotik. 6. Gastrointestinal: mual, muntah, nyeri abdomen.

7. Paru-paru: pleurisy, hipertensi pulmonal,lesi parenkhim paru. 8. Jantung: perikarditis, endokarditis, miokarditis.

9. Retikulo-endotel: organomegali (limfadenopati, splenomegali, hepatomegali). 10. Hematologi: anemia, leukopenia, dan trombositopenia.

11. Neuropsikiatri: psikosis, kejang, sindroma otak organik, mielitis transversus, gangguan kognitif neuropati kranial dan perifer.

Dari kriteria kewaspadaan diatas, 3 kriteria terpenuhi sesuai dengan kasus disoal ini sehingga diagnosis mengarah pada SLE.

Sistemik lupus eritematosus (SLE) adalah penyakit autoimun sistemik yang ditandai dengan adanya autoantibodi terhadap autoantigen, pembentukan kompleks imun, dan disregulasi sistem imun, menyebabkan kerusakan pada beberapa organ tubuh.

Kriteria Diagnostik:

Kriteria SLE dari the American College of Rheumatology (ACR), tahun 1997:

Kriteria Batasan

Malar rash Erythema yang fixed,datar/meninggi.

Letaknya pada malar, biasanya tidak mengenai lipatan nasolabial.

Discoid rash Lesi erythemetous yang meninggi dengan

squama keratotic. Kadang tampak scar yang atofi.

Fotosensitivitas Diketahui melalui anamnesa dan

pemeriksaan fisik.

Ulkus oral Ulserasi dimulut atau nasofaring,biasanya

tidak nyeri.

Arthritis Arthritis nonerosive melibatkan 2 atau lebih

dari sendi perifer. Ditandai dengan nyeri, bengkak, atau efusi

Serositis Pada pleuritis didapatkan riwayat nyeri

pleural, pleural friction rub, efusipleura. Pada pericarditis tampak pada ECG,

gesekan pericard,efusi pericardium. Gangguan Renal proteinuria > 0,5 g/hari atau >3+, atau

cellular cast berupa eritrosit, hemoglobin granular, tubular, atau campuran.

Kelainan neorologis Psikosis

Kejang-kejang (tanpa sebab yang jelas).

Kelainan hematologis Anemia hemolitic

Leukopenia(< 4000/μl) pada dua kali pemeriksaan

Limfopenia (< 1500/μl) pada dua kali pemeriksaan

Trombositopenia (< 100.000/μl) pada dua kali pemeriksaan

Kelainan imunologis Anti ds-DNA , Anti-Sm (antibody terhadap antigen otot polos) , Antifosfolipid antibody, STS false positve.

Antibodi antinuclear ANA test +

Penderita dikatakan mempunyai SLE jika terdapat minimal 4 kriteria terpenuhi, baik secara bersamaan ataupun simultan, selama observasi.

Referensi:

1. Current Medical Diagnosis and Treatment .2004. Chapter 20:Arthritis and Musculosceletal

disorder.

2. Perhimpunan Reumatologi Indonesia.2011. Diagnosis dan Pengelolaan Lupus Eritematosus Sistemik.

Salbutamol adalah obat golongan β2-adrenergic receptor agonist kerja singkat yang ditujukan untuk mengurangi bronkospasme pada penyakit seperti asthma dan PPOK. Reseptor β2-adrenergic terdapat di seluruh tubuh pada organ-organ otot polos dan skelet, jantung serta pembuluh darah, saluran pencernaan, dan mata.

Pada sistem kardiovaskular, aktivasi reseptor β2-adrenergic menyebabkan peningkatan kontraktilitas dan frekuensi denyut jantung (Chronotropic dan Inotropic positif), dan pada pembuluh darah menyebabkan dilatasi, sehingga dapat menyebabkan gejala-gejala sebagaimana yang terjadi pada kasus.

Efek samping paling sering yang ditimbulkan salbutamol adalah tremor, anxietas, nyeri kepala, kram otot, dan palpitasi. Efek lain yang mungkin terjadi dengan frekuensi lebih jarang adalah takikardia, aritmia, iskemik myokard, dan gangguan tidur.

Referensi:

Selective beta2 agonists–side effects". British National Formulary (57 ed.). London: BMJ Publishing Group Ltd and Royal Pharmaceutical Society Publishing. March 2008.

148. C. 1 – 2 tahun

Gambar letak – letak posisi undensensus testis

Pada prinsipnya testis yang tidak berada di skrotum harus diturunkan ke tempatnya, baik dengan cara medikamentosa maupun pembedahan. Dengan asumsi bahwa jika dibiarkan, testis tidak dapat turun sendiri setelah usia 1 tahun sedangkan setelah usia 2 tahun terjadi kerusakan testis yang cukup bermakna, maka saat yang tepat untuk melakukan terapi adalah pada usia 1 tahun – 2 tahun.

Cara penanganan Maldesensus Testis: 1. Medikamentosa

Pemberian hormonal pada kriptorkismus banyak memberikan hasil terutama pada kelainan bilateral, sedangkan pada kelainan unilateral hasilnya masih belum memuaskan. Obat yang sering dipergunakan adalah hormon hCG yang disemprotkan intranasal.

Hormon yang diberikan: a. HCG

Hormon ini akan merangsang sel Leydig memproduksi testosteron. Dosis: Menurut Mosier (1984): 1000 – 4000 IU, 3 kali seminggu selama 3 minggu. Garagorri (1982) : 500 -1500 IU, intramuskuler, 9 kali selang sehari. Ahli lain memberikan 3300 IU, 3 kali selang sehari untuk UDT unilateral dan 500 IU 20 kali dengan 3 kali seminggu. Injeksi HCH tidak

boleh diberikan tiap hari untuk mencegah desensitisasi sel Leydig terhadap HCG yang akan menyebabkan steroidogenic refractoriness.

Hindari dosis tinggi karena menyebabkan efek refrakter testis terhadap HCG, udem interstisial testis, gangguan tubulus dan efek toksis testis. Kadar testosteron diperiksa pre dan post unjeksi, bila belum ada respon dapat diulang 6 bulan berikutnya. Kontraindikasi HCG ialah UDT dengan hernia, pasca operasi hernia, orchydopexy, dan testis ektopik. Miller (16) memberikan HCG pada pasien sekaligus untuk membedakan antara UDT dan testis retraktil. Hasilnya 20% UDT dapat diturunkan sampai posisi normal, dan 58% retraktil testis dapat normal.

b. LHRH

Dosis 3 x 400 ug intranasal, selama 4 minggu. Akan menurunkan testis secara komplet sebesar 30 – 64 %.

c. HCG kombinasi LHRH

Dosis : LHRH 3 x 400 ug, intranasal, 4 minggu . Dilanjutkan HCG intramuskuler 5 kali pemberian selang sehari. Usia kurang 2 tahun: 5 x 250 ug, 3 -5 tahun: 5 x 500 ug, di atas 5 tahun: 5 x 1000 ug.

Respon terapi: penurunan testis 86,4%, dengan follow up 2 tahun kemudian keberhasilannya bertahan 70,6%.

2. OPERASI

Tujuan operasi pada kriptorkismus adalah: 1. Mempertahankan fertilitas,

2. Mencegah timbulnya degenerasi maligna, 3. Mencegah kemungkinan terjadinya torsio testis, 4. Melakukan koreksi hernia

5. Secara psikologis mencegah terjadinya rasa rendah diri karena tidak mempunyai testis. Operasi yang dikerjakan adalah orkidopeksi yaitu meletakkan testis ke dalam skrotum dengan melakukan fiksasi pada kantong sub dartos.

149. D. Silicosis

PNEUMOCONIOSIS

Pneumoconiosis adalah penyakit saluran pernapasan yang disebabkan oleh adanya partikel (debu) yang masuk atau mengendap di dalam paru-paru. Pneumoconiosis terdiri atas beberapa jenis, tergantung dari jenis partikel yang masuk atau terhisap ke dalam paru-paru. Beberapa contohnya adalah:

1. Silicosis

Penyakit ini disebabkan oleh debu silika bebas, berupa SiO2 yang terisap masuk ke dalam paru-paru kemudian mengendap. Debu silika bebas ini banyak terdapat pada pabrik besi dan baja, keramik, pengecoran beton, bengkel yang mengerjakan besi (mengikir, menggerinda, dll). Silicosis ditandai dengan sesak napas yang disertai batuk tidak berdahak. Silicosis merupakan penyakit yang terparah di antara semua pneumoconiosis, karena bersigat progresif, yaitu jika pajanan dihentikan maka pneumoconiosis tetap akan berlanjut.

Adalah penyakit kerja yang diakibatkan oleh debu atau serat asbes yang mencemari udara. Asbes adalah campuran dari berbagai macam silikat, namun yang paling utama adalah Magnesium silikat. Asbes dapat menyebabkan tumor pada pleura yang disebutmesotelioma. Mesotelioma bersifat ganas, tidak dapat disembuhkan dan biasanya terjadi setelah pemaparan selama 30-40 tahun. Debu asbes banyak dijumpai pada pabrik dan industri yang menggunakan asbes, pabrik beratap asbes, dsb.

3. Bissynosis

Adalah penyakit pneumoconiosis yang disebabkan oleh debu kapas atau serat kapas di udara yang kemudian terhisap ke dalam paru-paru. Banyak dijumpai pada pabrik pemitalan kapas, pabrik tekstil, perusahaan dan pergudangan kapas.

4. Anthracosis

Adalah penyakit saluran pernapasan yang disebabkan oleh debu karbon (anthracit).Anthracit bersifat inert dengan kata lain hampir tidak bereaksi dengan paru-paru (Antaruddin, 2003 dalam Wibawa, 2008). Penyakit ini biasanya dijumpai pada pekerja-pekerja tambang batu bara atau pada pekerja yang banyak melbatkan penggunaan batu-bara.

SILIKOSIS

Silikosis (Silicosis) adalah suatu penyakit saluran pernapasan akibat menghirup debu silika, yang menyebabkan peradangan dan pembentukan jaringan parut pada paru-paru.

Silikon dioksida (silika, SiO2) merupakan senyawa yang umum ditemui dalam kehidupan sehari-hari dan banyak digunakan sebagai bahan baku industri elektronik. Silikon dioksida kristalin dapat ditemukan dalam berbagai bentuk yaitu sebagai quarsa, kristobalit dan tridimit. Pasir di pantai juga banyak mengandung silika. Silikon dioksida terbentuk melalui ikatan kovalen yang kuat, serta memiliki struktur lokal yang jelas: empat atom oksigen terikat pada posisi sudut tetrahedral di sekitar atom pusat yaitu atom silikon.

Terdapat 3 jenis silikosis:

1. Silikosis kronis simplek, terjadi akibat pemaparan sejumlah kecil debu silika dalam jangka panjang (lebih dari 20 tahun). Nodul-nodul peradangan kronis dan jaringan parut akibat silika terbentuk di paru-paru dan kelenjar getah bening dada.

2. Silikosis akselerata, terjadi setelah terpapar oleh sejumlah silika yang lebih banyak selama waktu yang lebih pendek (4-8 tahun). Peradangan, pembentukan jaringan parut dan gejala-gejalanya terjadi lebih cepat.

3. Silikosis akut, terjadi akibat pemaparan silikosis dalam jumlah yang sangat besar, dalam waktu yang lebih pendek. Paru-paru sangat meradang dan terisi oleh cairan, sehingga timbul sesak napas yang hebat dan kadar oksigen darah yang rendah.

Pada silikosis simplek dan akselerata bisa terjadi fibrosis masif progresif. Fibrosis ini terjadi akibat pembentukan jaringan parut dan menyebabkan kerusakan pada struktur paru yang normal.

PENYEBAB

Silikosis terjadi pada orang-orang yang telah menghirup debu silika selama beberapa tahun. Silika adalah unsur utama dari pasir, sehingga pemaparan biasanya terjadi pada:

pekerja pemotong batu dan granit pekerja pengecoran logam

pembuat tembikar.

Biasanya gejala timbul setelah pemaparan selama 20-30 tahun. Tetapi pada peledakan pasir, pembuatan terowongan dan pembuatan alat pengampelas sabun, dimana kadar silika yang dihasilkan sangat tinggi, gejala dapat timbul dalam waktu kurang dari 10 tahun.

Bila terhirup, serbuk silika masuk ke paru-paru dan sel pembersih (misalnya

makrofag) akan mencernanya. Enzim yang dihasilkan oleh sel pembersih menyebabkan

terbentuknya jaringan parut pada paru-paru. Pada awalnya, daerah parut ini hanya merupakan bungkahan bulat yang tipis (silikosis noduler simplek). Akhirnya, mereka bergabung menjadi massa yang besar (silikosis konglomerata). Daerah parut ini tidak dapat mengalirkan oksigen ke dalam darah secara normal. Paru-paru menjadi kurang lentur dan penderita mengalami gangguan pernapasan.

GEJALA

Penderita silikosis noduler simpel tidak memiliki masalah pernapasan, tetapi mereka bisa menderita batuk berdahak karena saluran pernapasannya mengalami iritasi (bronkitis).

Silikosis konglomerata bisa menyebabkan batuk berdahak dan sesak napas. Mula-mula sesak napas hanya terjadi pada saat melakukan aktivitas, tapi akhirnya sesak timbul bahkan pada saat beristirahat.

Keluhan pernapasan bisa memburuk dalam waktu 2-5 tahun setelah penderita berhenti bekerja. Kerusakan di paru-paru bisa mengenai jantung dan menyebabkan gagal jantung yang bisa berakibat fatal. Jika terpapar oleh organisme penyebab tuberkulosis (Mycobacterium

tuberculosis, penderita silikosis mempunyai resiko 3 kali lebih besar untuk

menderita tuberkulosis. Gejala tambahan yang mungkin ditemukan, terutama pada silikosis akut:

demam batuk

penurunan berat badan

gangguan pernapasan yang berat.

DIAGNOSA

o Pemeriksaan yang dilakukan:

Rontgen dada (terlihat gambaran pola nodul dan jaringan parut) Tes fungsi paru

o Tes PPD (untuk TBC).

PENGOBATAN

Tidak ada pengobatan khusus untuk silikosis. Untuk mencegah semakin memburuknya penyakit, sangat penting untuk menghilangkan sumber pemaparan. Terapi suportif terdiri dari obat penekan batuk, bronkodilator dan oksigen. Jika terjadi infeksi, bisa diberikan antibiotik. Hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah:

membatasi pemaparan terhadap silika berhenti merokok

Penderita silikosis memiliki resiko tinggi menderita tuberkulosis (TBC), sehingga dianjurkan untuk menjalani tes kulit secara rutin setiap tahun. . Silika diduga mempengaruhi sistem kekebalan tubuh terhadap bakteri penyebab TBC. Jika hasilnya positif, diberikan obat anti TBC.

PENCEGAHAN

Silicosis dapat dicegah dengan memastikan kadar silika selalu di bawah ambang batas. Itu sebab, dust sampling (uji debu) perlu dilakukan berkala untuk memantau kadar silika pada suatu area kerja. Jika ditemukan kadar di atas ambang batas, tindakan perbaikan mesti dilakukan.

Tindakan pencegahan paling umum adalah dengan membasahi permukaan tanah dan bijih. Mesin-mesin yang berpotensi menimbulkan debu (mis: belt conveyor) juga mesti diberi pelindung agar debu tidak tersebar. Sedang di tambang bawah tanah, ventilasi yang cukup merupakan prasyarat penting untuk mengurangi kadar debu.

Agar perlindungan menjadi maksimal, pekerja mesti dibekali dengan respirator (masker anti debu). Respirator dilengkapi dengan filter hingga mampu mencegah partikel debu terhirup ke dalam paru-paru.

150. A. Amoxicillin, Klaritomicin, Omeprazole

Infeksi Helicobacter pylori pada sauran cerna bagian ats mempunyai variasi klinis yang beragam mulai dari asimptomatik hingga tukak peptic. Kuman H. pylori memiliki enzim urease yang dapat memecah ureum menjadi ammonia yang bersifat basa. Diagnostik adanya H.pylori dapat dilakukan secara non-invasif dan invasive. Secara non-invasif dapat dilakukan tes serologi dan urea breath test (UBT). Pemeriksaan invasif adalah gastroskopi, histopatologi, kultur. Pemeriksaan UBT merupakan pemeriksaan gold standart pemeriksaan non-invasif untuk menegakkan diagnosis infeksi H.pylori. Prinsip terapi eradikasi Helicobacter pylori sebagai berikut:

Terapi lini pertama

Terapi diberikan selama 1 minggu. Urutan prioritas sebagai berikut: PPI + Amoksisilin + Klaritromisin

PPI + Metronidazol + Klaritromisin PPI + Metronidazol + Tetrasiklin Dosis yang diberikan adalah:

OBAT DOSIS Omeprazole 2 x 20 mg Lansoprazole 2 x 30 mg Rabeprazole 2 x 10 mg Esomeprazole 2 x 40 mg Amoksisilin 2 x 100 mg / hari Klaritromisin 2 x 500 mg / hari Metronidazol 3 x 500 mg / hari Tetrasiklin 4 x 250 mg / hari

Terapi lini kedua diberikan jika terapi lini pertama gagal. Kriteria gagal adalah terdapat hasil positif H.pylori pada pemeriksaan Urea Breath Test/HpSA atau histopatologi setelah 4 minggu pasca terapi.

Urutan prioritas sebagai berikut:

Collodial bismuth subcitrate + PPI + Amoksisilin + Klaritromisin Collodial bismuth subcitrate + PPI + Metronidazol + Klaritromisin Collodial bismuth subcitrate + PPI + Metronidazol + Tetrasiklin Referensi:

Sudoyo, A.W et al. 2006. Ilmu Penyakit Dalam Ed.IV. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

151. D. Clostridium botulinum

PATOGEN PENYEBAB KERACUNAN MAKANAN Clostridium botulinum Clostridium

perfringens

Staphylococcus aureus

Morfologi Gram positif Gram positif Gram positif

Spora tahan panas Endospora (+) Spora (-) Tidak tahan asam

Toksin Toksin botulinum Enterotoksin di usus Toksin tahan panas Termolabil

Neurotoksik Transmisi Makanan kaleng yang

dikemas tidak sempurna

Bahan pangan kering Makanan kaya protein Panganan kaleng yang

berasam rendah

Daging mentah Makanan yang dikonsumsi keadaan dingin Makanan yang disimpan di suhu ruangan Makanan pada lemari pendingin yang suhunya kurang rendah Muncul gejala

12-36 jam 8-24 jam 4-6 jam

Manifestasi

klinis Pandangan berganda Muntah Nyeri perut Diare Muntah Diare

Nyeri perut Mual Hilang nafsu makan

Paralisisdaerah mata, faring, laring, dan otot

pernapasan

Kram perut

Lemah Distensi abdomen

Demam ringan Referensi:

Dalam dokumen soal ukdi TO optima mei 2015 (Halaman 193-200)