• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAN LIKUIDASI HARTA KEKAYAAN

4.7. Likuidasi harta kekayaan pewaris

Menurut ketentuan Pasal 207 UU 37/2004 tentang Kepailitan, seluruh asset (harta kekayaan) pewaris (yang meninggal dunia) akan dinyatakan dalam kepailitan dalam hal ada dua atau tiga kreditor yang mengajukan permohonan (gugatan) dan di dalam permohonan tersebut menguraikan secara singkat bahwa pihak yang meninggal dunia tidak mau/mampu (insolvent) untuk membayar hutang-hutangnya atau pada saat yang bersangkutan meninggal dunia, seluruh harta kekayaannya tidak cukup untuk menutup hutang-hutangnya. Selanjutnya ketentuan Pasal 208 dari UU Kepailitan menyebutkan bahwa permohonan tersebut harus didaftarkan pada saat debitur meninggal dunia di kepaniteraan pengadilan tempat domisili pihak yang meninggal dunia. Para ahli waris akan didengar keterangannya perihal persoalan di atas atau mereka akan dipanggil untuk menghadap dan didengar sebagai saksi oleh kepaniteraan pengadilan tempat domisili debitur yang meninggal dunia. Di dalam surat panggilan pengadilan itu, nama para ahli waris tidak akan disebutkan satu persatu kecuali diketahui sebelumnya.

Konsekuensi hukum dari putusan pailit, menurut ketentuan Pasal 209 UU Kepailitan, ialah terjadinya pemisahan demi hukum antara aset (harta kekayaan) pihak yang meninggal dunia dengan harta kekayaan para ahli waris. Lihat juga ketentuan Pasal 1107 KUHPerdata yang menyatakan bahwa para kreditur dan penerima wasiat dari pewaris dapat menuntut dari para ahli waris agar harta kekayaan pewaris dipisahkan dari harta kekayaan para ahli waris.

Ketentuan Pasal 210 UU Kepailitan mensyaratkan bahwa permohonan pailit harus diajukan dalam jangka waktu tiga bulan setelah meninggalnya debitur yang bersangkutan. Selanjutnya ketentuan Pasal 211 UU Kepalilitan menyatakan bahwa ketentuan tentang perdamaian sebagaimana diatur dalam Pasal 144-177 UU Kepailitan tidak akan berlaku, terkecuali para ahli waris menerima penuh tanpa syarat seluruh harta kekayaan (boedel) pewaris.

Kepailitan menyebabkan lenyapnya hak (kewenangan) debitur untuk mengelola dan mengalihkan harta kekayaannya (Pasal 24). Sekalipun begitu, bila permohonan penundaan pembayaran dikabulkan, debitur akan mempertahankan haknya untuk mengelola dan mengalihkan harta kekayaannya, yakni dengan ditundukan pada pemenuhan syarat bahwa kewenangan tersebut dijalankan bersama-sama dengan pengurus yang ditunjuk untuk itu (Pasal 240). Pengalihan kewenangan atau kewajiban untuk mengelola harta kekayaan pada seorang kurator dapat dilakukan melalui putusan sela yang ditetapkan pengadilan niaga segera setelah permohonan kepailitan diajukan, yakni dalam hal nyata adanya risiko harta kekayaan akan digelapkan.

Kepailitan mencakup seluruh harta kekayaan atau boedel (aset) debitur yang tersedia dan ada pada saat permohonan kepailitan dikabulkan, termasuk juga semua aset lainnya yang diperoleh selama kepailitan berlaku (Pasal 21). Kurator bertanggung jawab atas pengelolaan dan pengawasan atas keseluruhan asset yang diletakkan di bawah kepailitan (Pasal 1). Hakim pengawas mengawasi pelaksanaan kewajiban kurator dan memberikan persetujuan berkenaan dengan transaksi-transaksi kebendaan tertentu (Pasal 65), seperti misalnya penghentian (pemutusan) kontrak dan penjualan asset. Hakim Pengawas juga akan mendengar keberatan yang diajukan oleh kreditur dan debitur berkenaan dengan tindakan kurator (Pasal 77).

Bilamana selama kepailitan berlangsung, debitur menerima pewarisan, maka kurator berwenang untuk menyatakan menolak penerimaan warisan, terkecuali pewarisan demikian memberi keuntungan bagi harta kekayaan yang dinyatakan pailit. Untuk melakukan itu kurator harus mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari Hakim Pengawas (Pasal 40).

Setelah verifikasi jaminan (pertanggungan atau lainnya) atau tagihan hutang-hutang lain dan setelah harta kekayaan debitur dinyatakan insolven, maka berdasarkan ketentuan Pasal 185 UU Kepailitan, seluruh harta kekayaan debitur akan dijual melalui lelang terbuka atau dijual secara pribadi setelah mendapat persetujuan dari Hakim Pengawas. Setelah itu, menurut ketentuan Pasal 188 UU Kepailitan, Hakim Pengawas akan memerintahkan kurator untuk membagi-bagikan hasil penjualan (melalui lelang atau penjualan privat) kepada para kreditor yang hak pertanggungan atau tagihan (piutang) –nya telah diverifikasi.

Ketentuan umum perihal pembagian hasil penjualan harta kekayaan yang diletakkan di bawah kepailitan ialah kesamaan di antara para kreditor dengan mempertimbangkan juga hak prioritas yang dimiliki kreditor-kreditor tertentu berdasarkan undang-undang. Prioritas pertama diberikan kepada kreditor yang memiliki hubungan khusus dengan sejumlah asset, yakni berkaitan dengan penjaminan kebendaan/personal dan dalam hal adanya pemberian jaminan dengan fidusia. Mereka dapat melaksanakan penjaminan hutang tersebut seolah-olah tidak ada kepailitan, dengan memperhatikan batasan jangka waktu eksekusi 90 hari (Pasal 55 dan 56). Jika kreditur pemegang jaminan kebendaan gagal melaksanakan hak mereka dalam jangka waktu 2 bulan terhitung sejak tanggal kepailitan memasuki tahapan pemberesan, kreditur demikian akan bertanggung jawab untuk menanggung biaya kepalitan yang dibagi pro rata di antara kreditur preferen lainnya menurut peraturan perundang-undangan dan kreditur lainnya yang tidak memegang jaminan kebendaan/personal apapun (Pasal 59).

Harus pula dicermati bahwa sebagai aturan umum, jaminan kebendaan dan personal berkedudukan lebih tinggi daripada kreditur yang memiliki hak privilege menurut undang-undang, seperti misalnya upah buruh dalam pasal 1149 KUH Perdata. Tetapi dalam Pasal 95 ayat 4 Undang-undang No.13 Tahun 2003, tentang Ketenagakerjaan, upah buruh merupakan utang yang didahulukan pembayarannya. Prosedur serta jangka waktu untuk mengeksekusi pemenuhan kewajiban demikian diatur dalam peraturan yang khusus dibuat untuk itu. Peraturan khusus demikian ialah ketentuan umum UU 6/1984 sebagaimana diamandemen UU 9/1994, UU 16/2000 dan UU 28/2007 (Pasal 12). Dengan kata lain, hak negara untuk memenuhi kewajban membayar pajak lebih tinggi daripada tagihan kreditur pemegang jaminan kebendaan atas hutang manapun juga.

Terakhir dapat ditambahkan bahwa kreditur konkuren lainnya akan menerima bagian dari hasil penjualan asset debitur secara pro rata sesuai ketentuan Pasal 1131 dan 1132 KUHPerdata.

Daftar Pustaka

Gutama, Sudargo, Indonesian Business Law, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1985

Gutama, Sudargo and Robert N. Hornick, An Introduction to Indonesian Law: Unity in Diversity. Bandung: Alumni, 1983

Projodikoro, Wirjono, Hukum Warisan di Indonesia, Bandung: Sumur Bandung, 1976

Rahmanata and Anjar Pachta, Civil Code for Indonesia. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Indonesia, 2009

Subekti. Pokok-Pokok Hukum Perdata. Jakarta: Intermasa, 2008

---. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Jakarta: Pradnya Paramita, 2007

Tan Thong Kie, Studi Notariat: Serba-Serbi Praktek Notaris. Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 2007

5