• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerimaan penuh atau sebahagian dengan privilege (hak istimewa) dalam inventarisasi dan penolakan

DAN LIKUIDASI HARTA KEKAYAAN

4.3. Penerimaan penuh atau sebahagian dengan privilege (hak istimewa) dalam inventarisasi dan penolakan

Berdasarkan Pasal 833 KUH Perdata, para ahli waris memperoleh alas hak terhadap boedel dianggap terjadi demi hukum bukan terjadi karena kesepakatan. Kendati begitu, KUHPerdata membuka pilihan bagi ahli waris untuk menolak menerima alas hak atas boedel. Berdasarkan ketentuan Pasal 1044 dan 1057 KUHPerdata, terbuka tiga pilihan bagi para ahli waris berkenaan dengan harta kekayaan pewaris. Pertama berdasarkan ketentuan Pasal 1084 KUHPerdata, para ahli waris menerima penuh (alas hak terhadap) boedel yang diwariskan dengan membuat pernyataan tegas yang dimaktubkan dalam suatu akta penerimaan waris atau menerimanya secara implisit sebagaimana muncul dari perilaku nyata. Misalnya ahli waris menjual, menggunakan sendiri atau membayar hutang yang diwariskan (non-testamenter). Kedua, ahli waris menerima untuk sebahagian harta kekayaan pewaris dengan mengaitkan pada itu syarat bahwa ia tidak akan diwajibkan membayar hutang (nontestamen) pewaris lebih dari bagian yang diterimanya. Ketiga, para ahli waris menolak boedel. Penolakan harus dinyatakan di kantor kepaniteraan pengadilan negeri tempat pembagian/pemberesan waris (akan) dilakukan.

Menurut ketentuan Pasal 1047 dan Pasal 1059 dari KUHPerdata, baik penerimaan ataupun penolakan, akan memiliki daya berlaku retroaktif (surut) terhitung sejak pemilik harta kekayaan meninggal dunia. Dalam hal pewaris meninggalkan hutang, penolakan penerimaan boedel oleh para ahli waris akan menimbulkan kerugian terhadap para kreditor. Sebab itu pula ketentuan Pasal 1061 KUHPerdata menetapkan bahwa para kreditor dapat mengajukan permohonan kehadapan hakim untuk diberi mandat menerima boedel atas nama para ahli waris dan mewakili mereka dalam pemberesan boedel tersebut. Klaim seperti ini sama seperti tindakan atau upaya hukum auctio pauliana yang diatur dalam ketentuan Pasal 1341 KUHPerdata.

Sekalipun demikian, KUHPerdata tidak memuat ketentuan yang mengatur bagaimana dan kapan para ahli waris harus memutuskan apakah menerima atau menolak boedel. Hal ini tentunya menimbulkan

ketidakpastian yang merugikan para kreditur. Sebab itu para pihak yang berkepentingan berwenang untuk meminta agar para ahli waris segera memutuskan apakah akan menerima atau menolak boedel. Menanggapi permohonan kreditur demikian, berdasarkan ketentuan Pasal 1024 KUHPerdata, para ahli waris berwenang untuk menimbang-nimbang apakah akan menerima atau menolak boedel dalam jangka waktu 4 bulan sebelum membuat putusan demikian. Konsekuensi hukum dari itu ialah bahwa selama jangka waktu tersebut, para ahli waris tidak dapat dituntut di muka hukum untuk memenuhi kewajiban sebagai ahli waris. Bahkan, berdasarkan ketentuan Pasal 1025 KUHPerdata, putusan pengadilan berkenaan dengan boedel, eksekusinya akan ditangguhkan selama jangka waktu tersebut masih berlangsung.

Sebagaimana juga telah disinggung sebelumnya, berdasarkan ketentuan Pasal 1029 dan 1023 KUHPerdata, para ahli waris dapat menyatakan menerima boedel dengan sejumlah persyaratan, dan dengan hak istimewa melakukan inventarisasi. Untuk itu para ahli waris harus mengajukan permohonan pendaftaran pernyataan kehadapan kepaniteraan pengadilan negeri dalam yurisdiksi di mana pemberesan harta benda pewaris akan dilakukan. Hal terpenting dari pernyataan di atas ialah keterangan bahwa kewajiban para ahli waris untuk membayar hutang-hutang pewaris akan dibatasi nilai total harta kekayaan pewaris dan karena itu untuk selebihnya boedel pewaris akan bebas dari tagihan hutang. Harta kekayaan pewaris (boedel) akan diperlakukan sebagai asset yang terpisah dan dikelola demi kepentingan para kreditur. Kondisi demikian sama dengan yang terjadi dalam pernyataan kepailitan. Satu perbedaan, namun demikian, berkenaan dengan hak para ahli waris terhadap boedel berbeda dengan kedudukan penerima. Setelah semua hutang pewaris dilunasi, maka sisa harta kekayaan menjadi hak para ahli waris. Dalam hal nilai harta kekayaan pewaris ternyata lebih kecil dari total hutang yang ada, maka para ahli waris atau kreditor dapat mengajukan permohonan kehadapan pengadilan agar boedel demikian dinyatakan pailit.

4.4. Testamen

Testamen atau surat wasiat adalah penyataan kehendak yang dilakukan oleh seseorang berkenaan dengan pengurusan harta kekayaannya dan akan berlaku setelah yang bersangkutan meninggal dunia. Pada dasarnya dikenal dua jenis surat wasiat. Pertama yang berisikan penunjukkan satu atau lebih orang sebagai ahli waris yang akan menerima pengalihan sebahagian atau seluruh harta kekayaan pewaris. Ahli waris yang ditunjuk akan menggantikan kedudukan pewaris (yang meninggal dunia) dan konsekuensi hukum dari itu ialah seluruh hak

dan kewajiban pewaris berpindah kepada para ahli waris. Untuk bentuk yang kedua, isi surat wasiat adalah pemberian kepada seseorang tertentu. Orang yang mendapat pemberian ini bukanlah ahli waris dan karena itu pula ia tidak menggantikan kedudukan hukum pewaris serta mengambil alih hak dan kewajibannya pewaris. Orang demikian berhak menuntut penyerahan barang yang disebut di dalam testamen dan tidak punya kewajiban menanggung hutang-hutang pewaris.

Testamen dapat dibuat dalam tiga bentuk berbeda: openbaar testament, olographis testament dan testamen rahasia/tertutup. Testamen terbuka dibuat oleh atau dihadapan notaris publik. Seseorang datang menghadap seorang notaris dan menyatakan kehendaknya dihadapan notaris tersebut berkenaan dengan pengurusan harta kekayaannya setelah ia meninggal dunia. Keuntungan cara ini ialah bahwa notaris kemudian dapat memberikan nasehat hukum yang diperlukan dan mengawasi pembentukan testamen agar sejalan dengan hukum yang berlaku. Berbeda dengan itu, olographis testament ditulis sendiri oleh orang yang membuat surat wasiat dan harus disampaikan olehnya kepada notaris. Penyerahan demikian dapat dilakukan terbuka atau tertutup dan disaksikan oleh dua orang saksi. Untuk yang terakhir, testamen rahasia/tertutup, harus dibuat oleh orang yang hendak membuat wasiat sekalipun tidak dipersyaratkan harus ditulis oleh tangannya sendiri. Penyerahan testamen demikian kepada notaris dilakukan tertutup dan disaksikan oleh empat orang saksi.

Sebagai pemilik sah dari harta kekayaan, pembuat surat wasiat (testator) bebas menyerahkan hartanya sebagai donasi atau pemberian kepada siapapun juga. Sekalipun demikian, KUHPerdata dalam ketentuan Pasal 913 s/d 915, menetapkan pembatasan hukum terhadap kebebasan demikian. Pembatasan tersebut dikenal sebagai doktrin legitieme portie. Legitieme portie (bagian legitim) adalah sebahagian dari harta kekayaan pewaris yang menurut hukum wajib diserahkan kepada para ahli waris dalam garis keturunan langsung. Pewaris selama ia masih hidup dilarang untuk menyerahkan bagian yang terhitung ke dalam legitieme portie baik melalui donasi atau wasiat kepada orang lain. Jika pewaris hanya meninggalkan dalam garis keturunan langsung ke bawah hanya satu orang anak, bahagian yang dinyatakan sebagai legitieme portie mencakup satu setengah total nilai boedel yang diperhitungkan dari bagian yang sedianya diterima ahli waris tersebut bilamana tidak ada surat wasiat. Bilamana para ahli waris terdiri dari dua orang anak, legitieme portie bagi setiap anak ditetapkan sebesar ⅔ dari boedel yang akan diterima masing-masing bilamana terjadi pewarisan tanpa adanya surat wasiat. Jika ada tiga atau lebih anak, maka legitieme portie ditetapkan sebesar ¾ dari besar warisan yang seharusnya diterima setiap anak bilamana tidak

ada surat wasiat. Istilah anak di sini merujuk pada keturunan pewaris dalam derajat apapun juga. Namun, mereka baru akan diperhitungkan bilmanana mereka mewakili/menggantikan anak dari derajat pertama dari pewaris.

Dalam garis keturunan ke atas, legitieme portie selalu diperhitungkan sejumlah setengah dari nilai boedel yang seharusnya mereka terima menurut hukum jika pewarisan terjadi tanpa surat wasiat. Sedangkan untuk anak di luar nikah yang diakui, legitieme portie diperhitungkan sebesar satu setengah dari bagian yang menurut hukum seharusnya diterima bilamana tidak ada surat wasiat.

Pembuat surat wasiat (testator), berdasarkan ketentuan Pasal 1005 KUHPerdata, dapat menunjuk satu atau beberapa orang untuk menjadi executor (pelaksana) dari surat wasiat. Penunjukkan demikian dapat dilakukan langsung di dalam testamen, atau melalui akta notarial atau di bawah tangan sesuai dengan ketentuan Pasal 935 KUHPerdata. Beranjak dari ketentuan Pasal 1007 KUHPerdata, pembuat surat wasiat dapat memberi kewenangan kepada eksekutor untuk menguasai harta kekayaan yang diwariskan. Penguasaan tersebut hanya boleh dijalankan untuk jangka waktu tidak lebih dari satu tahun terhitung sejak tanggal eksekutor berhasil menguasai harta benda yang diwariskan. Lebih lanjut, berdasarkan ketentuan Pasal 1012 KUHPerdata, jika tidak tersedia dana cukup untuk membayar legatee (penerima wasiat), eksekutor berwenang untuk membayar benda-benda bergerak (bagian dari harta kekayaan pewaris) dan dengan seizin hakim juga dapat menjual benda-benda tidak bergerak. Ketentuan Pasal 1013 KUHPerdata juga memberi kewenangan kepada eksekutor, selama masa penguasaan boedel pewaris di atas, untuk menagih piutang yang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih.

Pembuat wasiat, di bawah ketentuan Pasal 1019 KUHPerdata, juga berwenang menunjuk satu atau beberapa adminstrator (pengelola) untuk mengelola harta kekayaan yang diwariskan kepada para ahli waris atau penerima wasiat selama hidup mereka ataupun hanya untuk jangka waktu tertentu saja. Tujuan penunjukan pengelolaan di atas adalah dalam rangka mencegah para ahli waris atau penerima wasiat menghambur-hamburkan harta kekayaan yang diwariskan. Administrator tersebut akan menguasai dan mengelola harta kekayaan untuk kepentingan dan keuntungan para ahli waris atau penerima wasiat.

4.5. Aspek perpajakan dan pengalihan nama/alas hak atas