• Tidak ada hasil yang ditemukan

Litigasi dan Proses Hukum Lainnya

Dalam dokumen Buku Garuda Prospektus Final (Halaman 165-168)

BAB VII. KETERANGAN TENTANG PERSEROAN DAN ANAK PERUSAHAAN

16. Litigasi dan Proses Hukum Lainnya

Pada 4 Mei 2010, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (Komisi Pengawas Persaingan Usaha atau “KPPU”) menjatuhkan denda kepada Perseroan sebesar Rp187 miliar atas praktek dugaan persaingan tidak sehat berkaitan dengan beban tambahan bahan bakar (fuel surcharge) yang melanggar Pasal 5 dan Pasal 21 Undang-undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (“UU No 5 Tahun 1999”). Pada 17 Juni 2010, Perseroan mengajukan keberatan atas putusan KPPU ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Sidang keberatan tersebut telah dilakukan pada 8 Desember 2011 dan 15 Desember 2010 dan hingga prospektus ini diterbitkan belum ada putusan pengadilan sehubungan dengan upaya hukum keberatan tersebut. KPPU telah dijadwalkan untuk menyampaikan laporan berupa expert testimony kepada panel hakim. Dalam persidangan tanggal 15 Desember 2010 tersebut, PN Jakarta Pusat mengeluarkan putusan sela yang pada intinya memerintahkan KPPU untuk melakukan pemeriksaan tambahan terhadap ahli tambahan Perseroan Sidang pemeriksaan keberatan akan dilanjutkan pada 26 Januari 2011 dengan agenda penyerahan berkas pemeriksaan tambahan oleh KPPU ke majelis hakim.

Pada bulan September 2009, Australian Competition and Consumer Commission (“ACCC”) mengajukan tuntutan hukum terhadap Perseroan bersama-sama dengan maskapai penerbangan internasional lain sehubungan dengan dugaan atas keterlibatan dalam kartel beban tambahan bahan bakar global jasa kargo. Antara bulan Oktober 2009 dan bulan Juni 2010, pra-sidang diselenggarakan berkenaan dengan tuduhan terhadap Perseroan, dan pada 2 Juni 2010, Pengadilan Negeri New South Wales menolak permohonan Perseroan untuk dikeluarkan dari perkara berdasarkan Foreign Satates Immunities Act 1985. Pada 17 Oktober 2010, Perseroan mengajukan banding atas putusan tersebut. Hingga prospektus ini diterbitkan belum ada putusan pengadilan sehubungan dengan perkara ini. Pada tahun 2008, New Zealand Commerce Commission (NZCC) menerbitkan pernyataan tuntutan terhadap Perseroan, bersama-sama dengan maskapai penerbangan internasional lain, karena diduga terlibat dalam kartel beban tambahan bahan bakar global jasa kargo. Persidangan sehubungan dengan penggabungan pembelaan berkenaan dengan tuntutan terhadap Perseroan di New Zealand rencananya akan diselenggarakan tahun 2011. Jika tuntutan ACCC dikabulkan, maka Perseroan dapat dikenakan sanksi denda sebesar AUSD5 juta - AUSD7 juta, sedangkan jika tuntutan NZCC dikabulkan, Perseroan dapat dikenakan sanksi denda sebesar NZD1 juta - NZD2 juta. Namun hingga prospektus ini diterbitkan belum ada temuan atau putusan yang diterbitkan oleh NZCC sehubungan perkara ini. KPPU juga telah mengeluarkan putusan terhadap dugaan pelanggaran Pasal 19 UU No 5 Tahun 1999 terkait dengan penunjukkan langsung yang dilakukan oleh Perseroan kepada PT Gaya Bella Diantama dan PT Uskarindo Prima untuk pengadaan give-away kepada jamaah haji Indonesia untuk tahun 2009/2010 dan 2010/2011. Pada 27 Oktober 2010, KPPU menjatuhkan denda sebesar Rp1.000.000.000 dan ganti rugi sebesar Rp7,075 miliar atas praktek dugaan persaingan usaha tidak sehat berkaitan dengan tender give away haji yang melanggar Pasal 19 huruf (d) UU No 5 Tahun 1999. Perseroan telah menerima salinan putusan KPPU tersebut pada 30 Nopember 2010. Perseroan telah mengajukan upaya hukum Keberatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat atas putusan KPPU tersebut pada tanggal 20 Desember 2010. Hingga tanggal Prospektus ini persidangan atas keberatan belum dimulai.

Pada tanggal 7 Maret 2007, penerbangan Garuda Indonesia GA 200 mengalami kecelakaan di landasan pacu saat mendarat di Bandara Adisucipto di Yogyakarta. Dari 140 penumpang pesawat, 21 penumpang dan awak kabin meninggal dunia. Pada tanggal 30 September 2010, Perseroan telah membayar kompensasi atau ganti rugi sekitar USD82.400.000 kepada penumpang dan keluarga penumpang yang meninggal, dan Perseroan mengalami kerugian sebesar USD21,6 juta sehubungan dengan penghapusbukuan (write-off) dari pesawat, dan Perseroan telah menerima kompensasi total sebesar USD104,0 juta atas polis asuransi yang dimiliki Perseroan. Dalam kecelakaan tersebut seorang awak kabin Perseroan telah meninggal dunia. Atas hal tersebut, keluarga dari awak kabin dimaksud telah menerima kompensasi baik dari pihak Perseroan asuransi maupun dari Perseroan. Pada 30 Juli 2010, istri dan anak dari awak kabin yang telah meninggal dimaksud mengajukan tuntutan hukum di pengadilan Kyoto di Jepang sebesar JPY188.990.530 untuk bantuan pasangan dan perkiraan kehilangan pendapatan. Sidang diadakan pada tanggal 5 Nopember 2010. Sampai dengan tanggal Prospektus ini belum ada keputusan atas perkara ini. Kalaupun Perseroan dikalahkan dalam proses persidangan ini, hal tersebut tidak akan memberikan dampak material negatif terhadap usaha dan keuangan Perseroan.

Pada tanggal 6 Agustus 2004, PT World Simulator Technology (“WST”) mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengklaim bahwa Perseroan telah (i) cidera janji dalam menyediakan fasilitas pendukung alat simulator pesawat, (ii) tidak mengizinkan digunakannya ruang simulator dan (iii) menuntut pembayaran sewa ruangan lebih tinggi dari beban sewa yang disepakati. Pada tanggal 4 Juni 2007, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengabulkan gugatan WST dan memerintahkan Perseroan untuk membayar kerugian yang dialami WST sebesar USD1.360.800 dan Rp1.590.000.000. Baik Perseroan maupun WST mengajukan banding atas keputusan tersebut ke Pengadilan Tinggi Jakarta, yang pada 4 Juni 2008 memutuskan memenangkan WST dan memerintahkan Perseroan untuk membayar kerugian WST sebesar USD1.984.500 ditambah Rp1.590.000.000. Pada tanggal 19 Desember 2008, Perseroan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung Republik Indonesia. Pada tanggal 3 Nopember 2010, Perseroan telah mendapat relaas pemberitahuan putusan Mahkamah Agung yang menyatakan Mahkamah Agung telah menolak upaya hukum kasasi dari Perseroan dan oleh karenanya putusan pengadilan tersebut telah berkekuatan hukum tetap dapat dilaksanakan terhadap Perseroan dan aset-asetnya. Pada tanggal 19 Nopember 2010 Perseroan mengajukan upaya hukum luar biasa peninjauan kembali atas putusan kasasi Mahkamah Agung tersebut. Belum ada temuan atau putusan yang dikeluarkan terkait penelaahan pada tanggal Prospektus ini diterbitkan. Berdasarkan surat Direksi Perseroan No. GARUDA/JKTDF-20004/11 tanggal 31 Januari 2011 tentang Konfirmasi Pelaksanaan Putusan Pengadilan, Perseroan telah memenuhi putusan pengadilan sebagaimana dinyatakan dalam Putusan Kasasi Mahkamah Agung No. 526/K/PDT/2009 yang pada pokoknya mewajibkan Perseroan untuk membayar kerugian materiil kepada PT World Simulator Technology sebesar Biaya operasional pendapatan yang diharapkan sebesar USD 1,984,500.00 dan Biaya pengembalian dana talangan sebesar Rp 590.000.000,00. Berdasarkan Berita Acara Penyelesaian Sebagian dengan PT World Simulator Technology tanggal 28 Januari 2011, biaya pembongkaran/ pemindahan simulator ditambah dengan biaya parts, repair dan service sebesar Rp 1.000.000.000,00 akan dipenuhi ketika PT World Simulator Technology melakukan pembongkaran/pemindahan simulator tersebut selambat-lambatnya tanggal 10 Pebruari 2011.

Perseroan menjadi tergugat II dalam gugatan yang diajukan oleh PT Metro Batavia (“Batavia”) terhadap GMF AeroAsia. Tuntutan Batavia terhadap GMF AeroAsia terkait tagihan yang dilayangkan GMF AeroAsia kepada Batavia untuk perbaikan mesin pesawat Batavia yang memiliki garansi GMF AeroAsia dan biaya sewa mesin yang harus ditanggung oleh Batavia selama masa perbaikan mesin pesawat milik Batavia oleh GMF AeroAsia. Batavia mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 1 Agustus 2008 dan menuntut: (i) Perseroan untuk memerintahkan GMF AeroAsia untuk bertanggung jawab memperbaiki mesin milik Batavia, (ii) GMF AeroAsia secara tanggung renteng bersama Perseroan membayar ganti rugi materiil Rp500.000.000,00 setiap hari dan USD50,000.00 atau setara dengan Rp460.000.000,00 per bulan terhitung sejak 23 Oktober 2007 sampai dengan pesawat milik Batavia dapat dioperasikan lagi, (iii) membayar ganti rugi moril sebesar USD10,000,000.00 setara dengan Rp92.000.000.000,00. Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menolak gugatan Batavia berdasarkan putusan No. 269/PDT.G/2008/PN.Jkt.Pst tanggal 11 Maret 2009. Batavia kemudian mengajukan Banding kepada Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang menolak banding tersebut berdasarkan putusan No. 503/PDT/2009/PT.DKI tanggal 15 Januari 2010. Batavia kemudian mengajukan upaya hukum kasasi kepada Mahkamah Agung Republik Indonesia dengan mengajukan memori kasasi pada tanggal 25 Maret 2010. GMF AeroAsia mengajukan kontra memori kasasi pada tanggal 17 Mei 2010. Sampai dengan tanggal Prospektus ini, belum ada putusan Mahkamah Agung atas kasasi tersebut.

Pada 9 Agustus 2010, Perseroan mencatatkan perselisihan kepentingan kepada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Propinsi DKI Jakarta (“Disnaker DKI Jakarta”) karena tidak tercapainya kesepakatan antara Perseroan dengan Serikat Pekerja Perseroan perihal ketentuan dalam rancangan perjanjian kerja bersama periode 2010-2012. Pada tanggal 23 Nopember 2010 Disnaker DKI Jakarta telah mengeluarkan anjuran yang merupakan hasil dari mediasi antara para pihak. Disnaker DKI Jakarta memberikan batas waktu 10 hari kerja sejak tanggal 3 Desember 2010 (tanggal penerimaan surat) bagi para pihak untuk menyampaikan tanggapan atas anjuran tersebut. Perseroan mendapat informasi, namun belum mendapat pemberitahuan resmi, bahwa Serikat Pekerja Perseroan menolak anjuran tersebut. Jika benar, sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku, perselisihan kepentingan tersebut dapat diajukan kepada Peradilan Hubungan Industrial.

Pada tanggal 4 Agustus 2010, Hutomo Mandala Putera (“Tommy Soeharto”) mengajukan klaim terhadap beberapa tergugat, termasuk Perseroan, dalam kaitannya dengan sebuah artikel yang diterbitkan oleh majalah in-flight yang diterbitkan oleh Perseroan, Majalah Garuda, edisi Desember 2009. Tommy Soeharto berpendapat bahwa tergugat telah menginvasi hak pribadinya, reputasi dan privasi dalam artikel di Pecatu Indah Resort yang mencatat bahwa Tommy Soeharto adalah narapidana dalam kaitannya dengan kasus pembunuhan. Tommy Suharto mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan meminta pembayaran atas kerugian material sebesar Rp13.710.580 dan kerugian immaterial sebesar Rp25 miliar yang harus dibayar secara tanggung renteng oleh para tergugat. PT Bali Pecatu Graha (“BPG”) sebagai operator Pecatu Indah Resort juga mengajukan klaim terhadap beberapa tergugat termasuk Perseroan atas dasar yang sama. klaim yang diajukan BPG disampaikan kepada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada tanggal 7 September 2010. Dalam kasus ini BPG menuntut kerugian material sebesar Rp1.690.839.062 dan kerugian immaterial sebesar Rp25 miliar yang harus dibayar secara tanggung renteng oleh para tergugat. Tommy Suharto dan BPG juga menuntut permintaan maaf dari para tergugat yang akan diterbitkan di Majalah Garuda dan beberapa media nasional lainnya. Kedua kasus tersebut dalam proses pemeriksaan oleh Pengadilan Negeri Jakarta

Perkara-perkara sebagaimana diungkapkan di atas merupakan perkara yang dianggap penting oleh Perseroan, namun apabila pengadilan memberikan putusan yang mengalahkan Perseroan, tidak akan menimbulkan dampak negatif secara material terhadap kelangsungan usaha, keuangan Perseroan maupun rencana Penawaran Umum ini. Pada saat ini, Anggota Direksi dan Dewan Komisaris Perseroan tidak sedang terlibat dalam suatu perkara perdata, pidana dan atau perselisihan lain di lembaga peradilan dan/atau lembaga perwasitan atau tidak pernah dinyatakan pailit atau menjadi anggota Direksi dan Dewan Komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu Perseroan menjadi dinyatakan pailit.

Dalam dokumen Buku Garuda Prospektus Final (Halaman 165-168)