• Tidak ada hasil yang ditemukan

Alasan-Alasan Pembenar Bagi Notaris Yang Dapat Dijadikan

BAB IV UPAYA HUKUM ADMINISTRASI YANG DILAKUKAN

C. Alasan-Alasan Pembenar Bagi Notaris Yang Dapat Dijadikan

1. Khilaf Dalam Akta Notaris dan Pendapat Ahli sebagai Alasan-Alasan Pembenar Bagi Notaris Yang Dapat Dijadikan Dasar Pembelaan

Suatu persetujuan yang dibuat di hadapan notaris, mempunyai kekuatan otentik, mengingat para pihak yang mengadakannya. Apabila kemudian ternyata bahwa para pihak mengetahui menyadari bahwa persetujuan itu dibuat dengan khekilafan, mudah penyelesaikannya, yakni bersama-sama datang kepada notaris untuk membuat untuk membuat akta pembatalan dan pembetulan. Demikian itu

93Zainul Pelly, Dkk, Beberapa Catatan Hukum Administrasi Negara, (Medan: Fakultas Hukum USU, 1979), hal 7.

sesuai dengan ketentuan hukum bahwa persetujuan tersebut tidak dapat ditarik kembali selain sepakat kedua belah pihak. Akan tetapi adalah merupakan kesulitan, apabila hanya satu pihak saja yang merasa ada kekhilafan sementara pihak lainnya tidak, oleh karena itu tidak bersedia untuk mengadakan pembatalan-pembetulan.Dalam hal ini timbullah sengketa. Maka satu-satunya jalan adalah satu pihak merasa adanya kekhilafan itu mengajukan tuntutan pengadilan, dan oleh karena itu mohon dibatalkannya persetujuan yang telah dibuatnya. Dalam permohonannya tentu harus disertai dengan alasan yang pantas, harus dapat dimengerti, harus tidak aneh, harus dapat dimaafkan, demikian sebagai diutarakan oleh Wirjono Projodikoro tersebut diatas.94

Notaris tidak mempunyai wewenang untuk menilai ada tidaknya kekhilafan95. Notaris tidak dapat membuat akta pembatalan suatu persetujuan, hanya atas permintaan salah satu pihak aja.96

Beberapa pendapat yang dapat dijadikan dasar bagi notaris untuk dapat melakukan pembelaan atas tuduhan-tuduhan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya di dalam membuat akta otentik:

94 Surabaya Post, 6 Agustus 1981, akan tetap kutipan dari Surat Kabar Surabaya Post ini, didapatkan melalui buku A. Kohar, Notaris Dalam Praktak Hukum, (Bandung: Alumni. 1983), hal 58.

95Khekilafan yang dimaksud disini adalah sebuah kelalaian atas persetujuan kehendak atau materi, substansi yang diperjanjikan seperti adanya kekurangan bagian yang diperjanjikan atau adanya materi perjanjian yang senyatanya tidak perlu untuk diperjanjikan akan tetapi tetap dituangkan pada akta oleh para pihak yang membuat akta di hadapan notaris. Khelilafan ini bukan unsur kesengajaan, sehingga senyatanya tidak ada sebuah unsure penipuan atau upaya untuk merugikan antara para pihak yang terikat perjanjian yang dibuat dihadapan notaris. Kenyataan ini bila terjadi, senyatanya bukan sebuah unsur kesalahan pada notaris, dan notaris pun tidak dapat dipersalahkan

96Ibid

1. Ridwan Susilo : tidak benarnya sebuah perjanjian dibuat notaris, karena kliennya berbohong atau menipu, bukan tanggung jawab notaris.

2. GHSL Tobing : hakim tidak perlu memanggil notaris menjadi saksi. Sebab dalam membuat akta, notaris hanya memriksa formalnya saja, tidak materinya.

3. A. Pitlo dalam buku pembuktian dan daluwarsa :

a. Bukan tugas notaris untuk menyelidiki apakah keterangan yang dituliskan oleh kliennya di dalam akta sesuai dengan kebenaran.

b. Apabila notaris membuat kesalahan, maka untuk para pihak sama saja dengan membuat akta di bawah tangan.

Pada akhirnya dengan uraian di atas, dapat diambil sebuah kesimpulan singkat

“notaris menjadi saksi saja mengundang banyak pendapat, apalagi notaris menjadi tertuduh/terdakwa memalsukan akta (padahal minutanya ada) ”.97

2. Pelanggaran-Pelanggaran yang Dilakukan oleh Notaris

Seorang notaris dalam menjalankan tugasnya dibatasi oleh koridor-koridor aturan. Pembatasan ini dilakukannya. Tanpa adanya pembatasan, seseorang cendrung akan bertindak sewenang-wenang. Demi sebuah pemerataan, pemerintah membatasi wialayah kerja seorang notaris. Undang-undang tentang jabatan notaris juga sudah mengatur bahwa seseorang notaris dilarang menjalankan jabatan di luar wilayah kerja di Yogyakarta tidak dapat membuka praktik atau membuat akta autentik di wilayah Jakarta (batas yuridiksi notaris adalah provinsi).98

97Surabaya Post, Sabtu, 20 Agutus 1983, akan tetap kutipan dari Surat Kabar Surabaya Post ini, didapatkan melalui buku A. Kohar, Notaris Berkomunikasi, (Bandung: Alumni, 1984), hal 148.

98Ira Koesoemawati dan Yunirman Rija, Ke Notaris, Mengenal Profesi Notaris, Memahami Praktik Kenotariatan, Ragam Dokumen Penting Yang Diurus Notaris, Tips Agar Tidak Tertipu Notaris, (Jakarta: Raih Asa Sukses, 2009), hal 46-47.

Bukan hanya anak sekolah saja yang dihukum karena membolos. Notaris pun akan dikenai sanksi jika meninggalkan wilayah jabatannya lebih dari tujuh hari kerja tanpa alasan yang sah. Seorang notaris tidak dapat seenaknya mengambil waktu untuk rehat karena tugas yang didelegasikan Negara pada dirinya menuntut untuk senantiasa siap melayani mereka yang butuh pembuatan atau penetapan autentik tentang berbagai hal.99

Dapat dibayangkan jika seorang notaris tiba-tiba tidak ada di tempat maka banyak yang akan dirugikan. Jika memang seorang notaris ingin rehat sejenak dari kegiatan kenotariatan di wilayah itu maka ia wajib mengajukan izin cuti kepada Negara. Lebih dari itu, jika di tempat tersebut tidak ada notaris lagi yang bertugas maka dirinya wajib menunjuk seorang notaris pengganti. Notaris penggati ini haruslah yang memiliki pengetahuann hukum yang mumpuni dan pengalaman di dunia kenotariatan.

Rangkap jabatan merupakan hal yang dilarang bagi seorang notaris. Rangkap jabatan tertentu untuk dilakukan. Entah sebagai PNS, sebagai petinggi perusahan Negara atau swasta, sebagai pejabat Negara, sebagai PPAT di luar wilayah yuridiksinya, apalagi juga berperan sebagai advokat. Seorang notaris harus bertindak professional. Profesionalitas tersebut tidak akan tercapai jika terjadi rangkap jabatan dapat membuat si notaris dalam menjalankan tugasnya tidak bertindak netral. Ia akan fokus dalam melayani masyarakat dan akan lebih mendahulukan kepentingan pribadi atau kepentingan yang mengutungkan si notaris terlebih dahulu. Negara sudah

99Ibid, hal 47.

mengakat notaris sebagai pejabat umum Negara dan mendelegasikan kepercayaan serta tugas yang cukup penting. Sudah sepantasnyalah seorang notaris menjalankan tanggung jawab itu dengan kesungguhan hati dan tidak “selingkuh” dengan melakukan rangkap jabatan.100

Notaris sebagai salah satu “pendekar” hukum tentu sangat fasih tentang peraturan hukum yang berlaku di negeri ini. Oleh karena itu seorang “pendekar”

hukum juga pasti mengerti risiko jika melakukan pelanggaran hukum. Sewaktu menjalankan tugas ataupun dalam kehidupan sehari-hari, seorang notaris harus menjalaninya sesuai dengan koridor hukum di Indonesia. Pelanggaran terhadap norma-norma yang berlaku akan mencemari kehormatan dan martabat jabatan notaris yang akhirnya dapat menimbulkan ketidakpercayaan dari masyarakat terhadap para notaris. Pelanggaran terhadap norma-norma yang berlaku di negeri ini, terutama pelanggaran norma hukum dapat terkena hukuman.101

Banyak lagi peraturan-peraturan yang menyebutkan apa yang harus dilakukan oleh notaris dalam menjalankan jabatannya dalam membuat akta, dan apa hukumannya bila dilanggar ini dapat dibaca dalam PJN, antara lain sebagai berikut:

1. Notaris harus mempunyai tempat tinggal dan kantor ditempat kedudukkan notaris, notaris tidak boleh tanpa cuti, berada diluar daerah jabatannnya lebih dari tiga kali dua puluh empat jam, hal ini melanggar ketentuan, dan dapat dipecat.

(Pasal 6 PJN). Ketentuan ini terang dan nyata harus disampaikan notaris di dalam

100Ibid, hal 47-48.

101Ibid, hal 48.

aktanya juga, yang tertuang di dalam komparisi contoh bahasa aktanya seperti

“pada hari ini datang kehadapan saya………Notaris di Medan”, kata notaris di Medan ini, mencerminkan sebuah kepastian akan kedudukan pasti dari letak kantor notaris berada dalam menjalankan profesi notaris tersebut.

2. Notaris tidak boleh menolak membuat akta, jika telah mendapat surat dari hakim untuk itu tetap menolaknya, maka ancamannya dapat dipecat. (Pasal 7 PJN).

Ketentuan ini tergambar di dalam bahasa akta yang jelas berbunyai “datang kehadapan saya…….”

3. Notaris membuat akta diluar daerahnya, sanksinya akta itu hanya bernilai akta dibawah tangan, kehilangan otensitasnya. (Pasal 9). Menurut ketentuan Peraturan Jabatan Notaris, bagi setiap notaris ditentukan daerah hukumnya (daerah jabatannya) dan hanya di dalam daerah yang ditentukan baginya itu ia berwenang untuk membuat akta otentiknya. Akta yang dibuat diluar wilayah jabatannya adalah tidak sah.102Ketentuan ini tertuang dalam bahasa akta di akhir akta (kaki akta) yang tertulis contoh “bahwa akta ini dilangsungkan di Medan dengan beberapa perubahan ……….”

4. Notaris yang menjalankan jabatannya mengadakan persekutuan, diancam akan kehilangan jabatannya. (Pasal 12). Maksudnya notaris tidak pernah bersama-sama dengan rekan sejawat seperti advokat yang mendirikan kantor secara bersama-sama, hal ini tampak pada bahasa akta “bahwa pada hari ….. pukul…..

datang kehadapan saya Notaris…….” Nama Notaris secara jelas dan sendiri, dari

102G.H.S Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 1982), hal 50.

hal tersebut notaris tidak melakukan persekutuan di dalam menjalankan tugas profesi jabatannya.

5. Notaris harus bersumpah merahasiakannya. Melanggar dapat dituntut pidana penjara paling lama 9 bulan. (Pasal 17 PJN, Pasal 322 KUHP) dan dapat dituntut pidana penjara paling lama 9 bulan. Ketentuan pasal ini tergambar pada bagian akhir akta atau kaki akta. “dimana akta ini dibuat berdasarkan sumpah jabatan….”103.

6. Notaris setelah menerima jabatannya, dalam tempo satu bulan harus mengirimkan antara lain tanda tangan, parap, cap kepada instansi lainnya.

Pelanggaran dikenakan denda Rp. 50,00.

7. Kuasa di bawah tangan, harus dilekatkan pada minuta akta. Melanggar kena denda Rp. 25.00. dan sebagainya, dan sebagainya.104Keterangan tentang kuasa ini harus diterangkan dalam komparisi penerima kuasa sebagai berikut;

“Menurut keterangannya dalam hal ini bertindak berdasarkan surat kuasa dibawah tangan tertanggal 2-2-2012 (dua Pebruari duaribu duabelas, surat tersebut bermaterai cukup selalu dilekatkan (dijahitkan) pada minuta akta ini, kuasa dari-dan sebagai demikian untuk dan atas nama...”.

3. Indikator Terjadinya Pelanggaran

Banyak hal yang mempengaruhi terjadinya sebuah pelanggaran. Yaitu karena kelalaian atas sebuah tanggung jawab, hal tersebut biasanya yang paling sering

103Senyatanya setiap akta yang dibuat dihadapan notaris, haruslah dibuat berdasarkan sumpah jabatan notaris, yaitu merahasiakan akta tersebut. Ketentuan ini merupakan sumpah jabatan noatris yang harus dipegang teguh oleh setiap notaris yang mejalankan tugas dan jabatannya.

104A. Kohar, Op. Cit hal 153-154.

terjadi. Selain itu, dapat juga dikarenakan tidak adanya sanksi yang tegas dan banyak keberpihakan kepada jabatan Notaris.

Majelis Pengawas Notaris (MPN) sebagai suatu badan yang dipercaya untuk mengawasi Notaris dalam berperilaku, dinilai kurang memberikan tindakan yang tegas agar Notaris jera atau takut untuk melakukan pelanggaran yang telah diatur oleh peraturan yang ada, hal tersebut dapat menjadi salah satu indikator terjadinya pelanggaran yang dilakukan oleh Notaris.

Notaris dalam menjalankan jabatannya, di sana tidak ada pihak yang mengawasi secara langsung. Misalnya, saat penandatanganan akta, angota MPN tidak ada ditempat untuk menyaksikan apakah Notaris telah melaksanakan apa yang diatur oleh undang-undang, seperti membacakan akta, menyaksikan penandatanganan, dan lain sebagainya.105

Hal tersebut baru akan terungkap, jika ada pihak yang dirugikan melaporkan kepada pihak yang berwenang, apabila tidak ada pihak yang melaporkan dugaan pelanggaran atas akta yang dibuat oleh Notaris yang bersangkutan, maka walaupun telah terjadi sebuah pelanggaran, Notaris tersebut tidak mendapat sebuah sanksi. Apakah, tidak semua pelanggaran yang dilakukan Notaris dapat diberikan sanksi? Apabila jawabannya adalah ya, maka hal tersebut yang menjadi salah satu indikator Notaris melakukan pelanggaran, karena hanya pelanggaran yang diketahui dan dimintakan sebuah pertanggungjawaban atas kinerja Notaris saja yang dapat

105Shinta Marina, Optimalisasi Kinerja Notaris, Tesis (Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010), hal 30.

dikenakan sanksi. Apabila para pihak dalam akta tidak memperdulikan hal tersebut, dan MPN tahu telah terjadi sebuah pelanggaran, Notaris tersebut tetap tidak diberikan sanksi. Padahal peraturan dibuat untuk ditaati, dan diadakannya sanksi untuk membuat Notaris tidak melakukan pelanggaran.106

Adanya indikator-indikator yang telah disebutkan di atas yang membuat pelanggaran terus terjadi, apabila adanya kerjasama yang kuat antara MPN dan Notaris, maka maksud dan tujuan dari Undang-undang dapat tercapai dengan baik.107 Di lain pihak, peraturan yang ada tidak dapat dijadikan senjata bagi masyarakat untuk menjatuhkan profesi Notaris. Apabila adanya suatu laporan dari masyarakat yang menganggap telah terjadinya suatu pelanggaran yang dilakukan Notaris, MPN sebagai badan pengawas, juga sebagai badan pemeriksa, memeriksa apakah benar laporan masyarakat tersebut telah terjadi.

106Ibid

107Ibid, hal 31.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Majelis Pengawas Notaris merupakan Jabatan Tata Usaha Negara yang mendapatkan kewenangan yang bersumber dari adanya delegasi kewenangan dari Menteri Hukum dan Ham RI serta perintah Undang-Undang Jabatan Notaris untuk melaksanakan pengawasan terhadap para notaris, selain itu bahwa Majelis Pengawas Notaris melaksanakan fungsi pelayanan terhadap masyarakat sebagaimana fungsi pelayanan tersebut adalah fungsi administrasi pemerintahan sebagaimana diatur di dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.

2. Keputusan Majelis Pengawas Notaris dikatakan sebagai objek sengketa Tata Usaha Negara dikarenakan Majelis Pengawas Notaris merupakan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang melaksanakan tugas Menteri Hukum dan HAM RI berdasarkan fungsi delegasi untuk menjalankan fungsi perintah dan fungsi pelayanan yang didasarkan aturan perundang-undangan yang berlaku, sehingga putusan Majelis Pengawas Notaris mempunyai unsur Tindakan hukum publik, bersifat sepihak, konkret, dan individual. Dengan keadaan demikian sudah pasti bahwa putusan Majelis Pengawas Notaris dalam pemberian sanksi bagi notaris, merupakan objek bagian sengketa Tata Usaha Negara.

3. Upaya hukum administrasi yang dilakukan notaris terhadap sanksi menurut Undang-undang No. 2 Tahun 2014 perubahan atas Undang-undang No. 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, dapat melakukan upaya hukum banding adminitrasi terlebih dahulu, atau dapat langsung mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara, hal ini dapat terjadi sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan oleh notaris dan diputuskan dengan sanksi langsung, atau dapat melakukan upaya banding adminitrasi.

B. Saran

1. Kedudukan MPN dalam melakukan pengawasan, pemeriksaan, dan penjatuhan sanksi kepada notaris hendaknya lebih memperhatikan peraturan-peraturan yang ada agar setiap kebijakan ataupun keputusan yang dikeluarkan dapat diterima oleh notaris.

2. Disarankan adanya penyuluhan kepada MPN bahwa mereka adalah Badan/

Pejabat TUN, yang mana jika mengeluarkan keputusan, maka keputusan tersebut merupakan keputusan TUN. Penyuluhan ini penting dikarenakan oleh adanya anggota MPN yang tidak mengetahui bahwa mereka adalah Badan/ Pejabat TUN dan juga karena adanya anggota MPN yang tidak berasal dari notaris.

3. Disarankan notaris dapat menggunakan haknya apabila dikenakan sanksi administrasi oleh Majelis Pengawas Notaris dalam hal upaya hukum banding adminitrasi ke Majelis Pengawas Pusat, apabila putusan yang dikeluarkan oleh Majelis Pengawas Wilayah merugikan notaris, dan atau putusan Majelis

Pengawas Wilayah Notaris yang tidak memerlukan upaya banding administrasi dapat langsung digugat di Pengadilan Tata Usaha Negara untuk dibatalkan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara, apabila putusan Majelis Pengawas Notaris tersebut sangat merugikan notaris.

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku:

Adjie, Habib,Hukum Notaris Indonesia,Bandung : Refika Aditama, 2008.

______________,Sanksi Perdata dan Administratif Terhadap Notaris Sebagai Pejabat Publik, Bandung : Refika Aditama 2008.

Adam, Muhammad, Asal Usul dan Sejarah Akta Notaris, Bandung: Sinar Bandung, 1985.

Ali, Achmad, Menguak Tabir Hukum: Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis,Jakarta : PT Gunung Agung Tbk, 2002.

Ali, Zainuddin, Metode Penelitian Hukum, Jakarta : Sinar Grafika, 2009

Asikin, Aminuddin dan H. Zainal, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2005.

Atmosudirjo Prajudi, Seri Pustaka Ilmu Administrasi VII, Hukum Administrasi Negara, Cetakan Ke-10, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1994.

Bungin, Burhan, Analisa Data Penelitian Kualitatif, Pemahaman Filosofis dan Metodologis Kearah Penguasaan Modal Aplikasi, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2003.

Efendi, Dyah Ochtorina Susanti dan A’an, Penelitian Hukum (legal Research), Jakarta : Sinar Grafika, 2014

Effendi, Luhtfi Pokok-pokok Hukum Administrasi, Edisi pertama Cetakan kedua, Malang: BayumediaPublishing, 2004.

Friedman, Lawrence M. diterjemahkan M. Khozim, Sistem Hukum Perspektif Ilmu Sosial, cetakan Pertama, Bandung: Nusa Media, 2009.

Fuady, Munir, Dinamika Teori Hukum, Bogor : Ghalia indonesa, 2009.

Fuller, Lon L. The Morality of Law, New Haven: Yale University Press, 1975.

Hart, H. L. A. Konsep Hukum (The Concept Of Law), cetakan Ke-Empat, Bandung:

Nusamedia, 2011.

101

Hadjon, Philipus M., dkk, Pengantar Hukum Adminstrasi Negara, Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, 2005.

Harahap Zairin, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Edisi Revisi, Jakarta:

Rajawali Pers, 2010.

Hasibuan, Abdurrozaq. Metode Penelitian, Medan, 2003.

HR, Ridwan. Hukum Administrasi Negera, Raja Grafindo Persada: Jakarta, 2006.

Hutagalung, dkk, Kewenangan Pemerintah di Bidang Pertanahan, Raja Grafindo Persada: Jakarta, 2008.

Ibrahim, Johny, Teori & Metode Penelitian Hukum Normatif, Malang : Bayumedia Publishing, 2005.

Indroharto, Usaha Memahami Undang-Undang Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1993.

Koentjaraningrat, et-al, Metode-metode Penelitian Masyarakat, Cet 3, Jakarta : Gramedia, 1980.

Koentjoro, Diana Halim Hukum Adminitrasi Negara, Bogor Selatan: Ghalia Indonesia, 2004.

Koesoemawati, Ira dan Yuniman Rajin, Ke Notaris, Jakarta: Raih Asa Sukses, 2009.

Kohar, A, Notaris Berkomunikasi, Bandung: Alumni, 1984.

, Notaris dalam Praktek Hukum, Bandung: Alumni,1983.

Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, Dasar-Dasar Filsafat dan Teori Hukum, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2004.

Lubis, M. Solly, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Bandung: Mandar Maju, 1994.

Lumban Tobing, G.H.S., Peraturan Jabatan Notaris, Jakarta: Erlangga, 1982.

Mamudji, Soejono Soekanto dan Sri, Penelitian Hukum Normatif suatu Tinjauan Singkat,Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1995.

Marbun, S.F., Peradilan Administrasi Negara dan Upaya Administrasi di Indonesia, Yogyakarta, Liberti, 1997.

Marzuki, Peter Mahmud, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta : Kencana Pranada Media Group, 2008.

, Pengantar Ilmu Hukum, Edisi Revisi, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011.

Muhardjir, Noeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, Yogyakarta: Roke Sarasni, 1996.

Nasution, Johan, Metode Penelitian Hukum, Jambi : Mandar Maju, 2008.

Neno, Victor Yaved, Impilikasi Pembatasan Kompetensi Absolut Peradilan Tata Usaha Negara, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2006.

Notodisoerjo, R. Sugondo, Hukum Notariat di Indonesia,Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2007.

Pelly, Zainul. Dkk, Beberapa Catatan Hukum Administrasi Negara, Medan: Fakultas Hukum USU, 1979.

Rahardjo, Satjipto,Hukum Dalam Jagat Ketertiban, Jakarta: UKI Press, 2006.

_______________ , Ilmu Hukum,Bandung : Citra Aditya Bakti, 1996.

Rifai, Achmad. Penemuan Hukum oleh Hakim Dalam Perspektif Hukum Progresif, Jakarta: Sinar Grafika, 2011.

Salman, H.R Otje, dan Anthon F. Susanto, Teori Hukum (Mengingat, Mengumpulkan Dan Membuka Kembali), Bandung : Refika Aditama, 2004.

Sarwono, Jonathan, Metode Penelitian Kuantitatif & Kualitatif, Yogyakarta : Mandar Maju,2008.

Siregar, Tampil Anshari, Metodelogi penelitian Hukum Penulisan Skripsi,Medan : Pustaka Bangsa Press, 2005.

Soebechi, Imam. Hak Uji Materiil, Jakarta: Sinar Grafika, 2016.

Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta : UI Press, 2008.

_______________, Suatu Tinjauan Sosiologi Hukum Terhadap Masalah-Masalah Sosial,Bandung, Alumni, 1982.

Soeroso, R. Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, 2004.

Sugitario, Eko dan Tjondro Tirtamulia, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Surabaya: Brilian Internasional, 2012.

Supandi, Hukum Peradilan Tata Usaha Negara (Kepatuhan Hukum Pejabat Dalam Mentaati Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara), Pustaka Bangsa Press, Medan, 2011.

Susanto, H.R Otje Salman dan Anthon F., Teori Hukum(Mengingat, Mengumpulkan Dan Membuka Kembali), Bandung : Refika Aditama, 2004.

Ujan, Andre Ata, Keadilan dan Demokrasi, Telaah Filsafat Politik John Rawls, Yogyakarta : Kanisius, 2005.

Utrecht, E. di sadur Moh. Saleh Djindang, Pengantar Dalam Hukum Indonesia, Cetakan Ke-Sebelasas, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1983.

Yulianto, dan Fajat, Dualisme Penelitan Hukum. Normatif dan Empiris, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2010.

B. Peraturan Perundang-Undangan

Undang Nomor 2 tahun 2014 tentang tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris.

Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.

Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Pengadilan Tata Usaha Negara

Undang-undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Pengadilan Tata Usaha Negara

Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.

Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor : M.02.Pr.08.10 Tahun 2004 Tentang Tata Cara Pengangkatan Anggota, Pemberhentian Anggota, Susunan Organisasi, Tata Kerja, Dan Tata Cara Pemeriksaan Majelis Pengawas Notaris.

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 009-014/PUU-III/2005

C. Jurnal Hukum/Karya Ilmiah/Internet

Asmarani Ramli, Penerapan Fungsi Pembinaan dan Pengawasan Pejabata Pembuat Akta Tanah Oleh Pejabat Pada Badan Pertanahan, Makassar: Program Studi Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, 2011.

Desni Prianty Aff. Manik, Analisis Kewenangan Majelis Pengawas Notaris Dalam Pengawasan Notaris Menurut Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, Medan : Universitas Sumatera Utara, 2009.

Faisal Akbar Nasution, Makalah diajukan dalam acara Sosialisasi Administrasi Negara, yang diadakan oleh Pemerintah Kabupaten Pakpak Barat Pada tanggal 20 April 2011.

Muhammad Ikwan, Keputusan Tata Usaha Negara (beschikking)

http://studihukum.blogspot.co.id/p/keputusan-tata-usaha-negara-beschikking.html Muhammad Ikhwan tangga l 21 Oktober 2016.

Winanto Wiryomartani, Tugas dan Kewenangan Majelis Pengawas Notaris, Makalah, disampaikan pada acaraKongres Ikatan Notaris Indonesia, pada tanggal 13-16 Juli 2005 di Makassar, Sulawesi Selatan.

Yance Arizona, http.//yancearizona.net/2008/04/13/apa-itu kepastian-hukum/

http://www.bukukerja.com/2014/01/pengertian-teori-dan-penggunaan-teori.html Analisa hukum keputusan majelis pengawas pusat notaris yang diajukan kepada

pengadilan tata usaha negara : studi kasus Putusan PTUN Jakarta No.

43/G/2011/PTUNJKT,http://lib.ui.ac.id/bo/uibo/detail.jsp?id=20364955&loka si=lokal

http://idehukum.blogspot.co.id/2012/05/upaya-hukum-bagi-notaris-2.html diakses pada tanggal 05 September 2016

www.detiknews.com, diakses 25 Desember 2014 dikutip dari Andi Yuliani, Undang-undang Administrasi Pemerintahan Terhadap Peradilan Tata Usaha Negara, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Direktorat

Jenderal Peraturan Perundang-undangan,

http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/hukum-adm-negara/2942-undang-undang-administrasi-pemerintahan-terhadap-peradilan-tata-usaha-negara.html diakses pada tanggal 21 Oktober 2016.