• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengertian Keputusan Tata Usaha Negara

BAB III KEPUTUSAN MAJELIS PENGAWAS NOTARIS DAPAT

A. Pengertian Keputusan Tata Usaha Negara

Ketetapan Tata Usaha Negara pertama kali diperkenalkan oleh seorang sarjana Jerman, Otto Meyer, dengan istilah verwaltungsakt. Istilah ini diperkenalkan di negeri Belanda dengan nama Beschikking oleh Van Vollenhoven dan C. W van der Pot yang oleh beberapa penulis, seperti AM. Donner, H. D. Van Wiljk/Willemkonjinenbelt, dan lain-lain, dianggap sebagai “de vader vanhet modern beschikking begrip.64

Di Indonesia istilah Beschikking diperkenalkan pertama kali oleh WF. Prins ada yang memperkenalkan istilah Beschikking ini dengan “ketetapan”, seperti E.

Utrecht, Bagir Manan, Sjchran Basah, Indroharto dan lain-lain, dan dengan

“keputusan”. Djenal Hoesen dan Muchsan mengatakan bahwa penggunaan istilah keputusan barang kali akan lebih tepat untuk menghindari kesimpangsiuran pengertian dengan istilah ketetapan.65

Menurutnya di Indonesia istilah ketetapan sudah memiliki pengertian teknis yuridis, yaitu sebagai ketetapan MPR yang berlaku ke luar danke dalam. Meskipun penggunaan istilah keputusan dianggap lebih tepat. Istilah ketetapan dengan pertimbangan untuk membedakan dengan penerjemahan “besluit” (keputusan) yang

64Ridwan HR. Op. Cit, hal 144

65Ibid, hal 144-145.

sudah memiliki pengertian khusus, yaitu sebagai keputusan yang bersifat umum dan mengikat atau sebagai peraturan perundang-undangan.

Istilah “Beschikking” sudah sangat tua dan dari segi kebahasaan digunakan dalam berbagai arti. Meskipun demikian, dalam pembahasan ini istilah Beschikking hanya dibatasi dalam pengertian yuridis, khususnya HAN. Menurut H. D van Wiljk Willem Konijnenbelt, ketetapan merupakan keputusan pemerintah untuk hal yang bersifat konkret dan individual (tidak ditujukan untuk umum) dan sejak dulu telah dijadikan intrumen yuridis pemerintahan yang utama.66

Konsepsi tentang Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN)67 dalam UU PERATUN berbunyi, keputusan TUN adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarakan oleh Badan atau Pejabat yang berisi tindakan hukum TUN yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang bersifat konkret, individual, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata. Selanjutnya dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan atau sering disebut Undang-undang Administrasi Pemerintahan , konsepsi KTUN ini diatur lebih detail dan menyeluruh, sehingga menimbulkan konstruksi baru tentang elemen-elemen yang terkandung dalam KTUN yang akan menjadi obyek gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Pasal 1 butir 7 berbunyi Keputusan administrasi pemerintahan yang juga disebut Keputusan Tata Usaha Negara atau Keputusan Administrasi Negara yang selanjutnya disebut

66Ibid, hal 145-146.

67Ibid

Keputusan adalah ketetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan dan/atau pejabat pemerintahan dalam penyelenggaraan pemerintahan.

Ruang lingkup sumber terbitnya KTUN yang berpotensi menjadi sengketa di PTUN juga semakin luas karena disebutkan dalam Pasal 87, Keputusan Badan dan/atau Pejabat TUN di lingkungan eksekutif, legislatif, yudikatif, dan penyelenggara negara lainnya. Sementara UU PERATUN masih mengandung konsep yang lebih rigid dan sempit.

Sumber hukum materil dalam sebuah pengujian Keputusan Tata Usaha Negara juga belum terakomodir melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negarajo. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara jo. Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.

Undang-Undang Administrasi Pemerintahan akan mempermudah para hakim di Pengadilan Tata Usaha Negara dalam menguji sebuah sengketa administrasi karena dapat menjadi sumber hukum materil dalam suatu pengujian Keputusan Tata Usaha Negara.

Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara menyatakan jika suatu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tidak mengeluarkan keputusan yang dimohon, sedangkan jangka waktu sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundang-undangan dimaksud telah lewat, maka Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tersebut dianggap telah menolak mengeluarkan

keputusan yang dimaksud. Pasal 3 ayat (3) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara menyebutkan dalam hal peraturan perundangan-undangan yang bersangkutan tidak menentukan jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), maka setelah lewat jangka waktu empat bulan sejak diterimanya permohonan, Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang bersangkutan dianggap telah mengeluarkan keputusan penolakan.

Bertolak belakang pada Pasal 77 ayat (5) Undang-Undang Administrasi Pemerintahan menyebutkan tentang penyelesaian upaya administratif berupa keberatan harus diselesaikan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud, maka keberatan tersebut dianggap dikabulkan. Disini dapat dilihat perubahan paradigma dalam pelayanan publik. Hal ini akan mendorong peningkatan pelayanan kepada masyarakat. Hukum acara mengenai pengajuan permohonan ini semestinya harus menyesuaikan diri agar tidak terjadi tumpang tindih dalam tindakan dan keputusan pihak yang berwenang.

Keputusan dan ketetapan Tata Usaha Negara merupakan tindakan Tata Usaha Negara, dimana tindakan Tata Usaha Negara tersebut terdiri dari 2 macam yaitu:

1. Tindakan hukum TUN berdasar hukum perdata (hukum privat) misalnya menyewakan ruang (Pasal 1548), jual-beli (Pasal 1457) ataupun perjanjian kerja (BK III BW) yang dilakukan oleh pejabat Tata Usaha Negara untuk kepentingan jabatan.

2. Tindakan hukum TUN berdasarkan hukum publik, yaitu tindakan menurut hukum publik yang bersifat sepihak yang dilakukan oleh badan atau pejabat

TUN dalam rangka melaksanakan utusan pemerintahan dengan maksud menimbulkan akibat hukum.68

Bila melihat dan menganalisis dua (2) tindakan sebagaimana disebutkan di atas, maka selayaknya yang dapat dikatakan sebagai tindakan dari Pejabat Tata Usaha Negara yang mempunyai muatan sebagai objek dari sebuatn keputusan administratif (keputusan tata usaha Negara) ialah tindakan yang diuraikan pada point kedua sebagaimana disebutkan di atas. Setelah mengetahui tindakan yang merupakan tindakan dari Pejabat Tata Usaha Negera, selanjutnya dapat mengetahui bentuk-bentuk dari sebuah keputusan Tata Usaha Negara adalah sebagai berikut:

1. Keputusan dalam rangka ketentuan-ketentuan larangan dan atau perintah.

Misalnya pemberian ijin, dispensasi, dan konsesi.

2. Keputusan yang menyediakan sejumlah uang. Misalnya pemberian subsidi atau hibah.

3. Keputusan yang membebankan suatu kewajiban. Misalnya membayar pajak.

4. Keputusan yang member suatu kedudukan. Misalnya pengakatan seseorang menjadi pejabat atau pegawai negeri.

5. Keputusan penyitaan. Misalnya pencabutan hak milik.69

68 Diana Halim Koentjoro, Hukum Adminitrasi Negara, (Bogor Selatan: Ghalia Indonesia, 2004), hal 57.

69 Faisal Akbar Nasution, Makalah diajukan dalam acara Sosialisasi Administrasi Negara, yang diadakan oleh Pemerintah Kabupaten Pakpak Barat Pada tanggal 20 April 2011.

Bentuk-bentuk di atas, dapat diterapkan serta mempunyai keabsahan di dalam pelaksanaannya, apabila telah memiliki 4 (empat) syarat sebagaimana diutarakan oleh van der pot:

1. Ketetapan harus dibuat oleh alat pemerintah yang berwenang

2. Pembentukan kehendak alat pemerintahan yang membuat keputusan tidak boleh memuat kekurangan yuridis.

3. Keputusan harus diberi bentuk (vorm) yang ditetapkan oleh peraturan yang menjadi dasarnya dan pembuatannya juga harus memperhatikan cara membuat keputusan dimaksud, apabila cara tersebut diutarakan secara tegas dalam peraturan dasar tersebut.

4. Isi dan tujuan keputusan harus sesuai dengan isi dan tujuan peraturan dasar.70 Keputusan Tata Usaha Negara yang tidak sesuai dengan syarat-syarat formil di atas sebagaimana disampaikan Van Den Pot, maka keputusan Tata Usaha Negara tersebut dapat berakibat sebagai berikut:

1. Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) itu harus dianggap batal sama sekali.

2. Berlakunya KTUN itu dapat digugat.

3. Dalam KTUN tersebut, sebelum dapat berlaku memerlukan persetujuan suatu badan kenegaraan yang lebih tinggi, maka persetujuan itu tidak diberi.

4. KTUN itu diberi suatu tujuan lain daripada tujuan semula.71

70Ibid

71Ibid

B. Unsur-Unsur Keputusan Dikatakan Sebagai Keputusan Tata Usaha Negara