• Tidak ada hasil yang ditemukan

TESIS. Oleh. LINDA CHONITA OKTAVIA SIHOMBING /M.Kn

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "TESIS. Oleh. LINDA CHONITA OKTAVIA SIHOMBING /M.Kn"

Copied!
123
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

Oleh

LINDA CHONITA OKTAVIA SIHOMBING 137011046/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2017

(2)

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

LINDA CHONITA OKTAVIA SIHOMBING 137011046/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2017

(3)

TENTANG JABATAN NOTARIS

Nama Mahasiswa : LINDA CHONITA OKTAVIA SIHOMBING Nomor Pokok : 137011046

Program Studi : KENOTARIATAN

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN)

Pembimbing Pembimbing

(Dr. Faisal Akbar Nasution, SH, MHum) (Notaris Syafnil Gani, SH, MHum)

Ketua Program Studi, Dekan,

(Prof.Dr.Muhammad Yamin,SH,MS,CN) (Prof.Dr.Budiman Ginting,SH,MHum)

Tanggal lulus : 09 February 2017

(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN Anggota : 1. Dr. Faisal Akbar Nasution, SH, MHum

2. Notaris Syafnil Gani, SH, MHum

3. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum 4. Notaris Suprayitno, SH, MKn

(5)

Nim : 137011046

Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU

Judul Tesis : ANALISIS YURIDIS TERHADAP UPAYA HUKUM ADMINISTRASI ATAS PUTUSAN MAJELIS PENGAWAS NOTARIS DALAM UNDANG-UNDANG NO. 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS

Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.

Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan sehat.

Medan,

Yang membuat Pernyataan

Nama : LINDA CHONITA OKTAVIA SIHOMBING Nim : 137011046

(6)

i

yang dilakukan oleh Notaris di dalam menjalankan tugas profesinya. Putusan yang dibuat oleh Majelis Pengawas Notaris di dalam memutuskan perkara pelanggaran aturan Undang-undang Jabatan Notaris oleh Notaris dapat tidaknya ditempuh upaya hukum administrasi. Permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah Majelis Pengawas Notaris merupakan lembaga administrasi negara, apakah keputusan majelis pengawas notaris dapat dikatakan merupakan bagian dari objek sengketa Tata Usaha Negara, bagaimana upaya hukum administrasi yang dilakukan notaris terhadap sanksi menurut Undang-undang No. 2 Tahun 2014 perubahan atas Undang-undang No. 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.

Penelitian ini menggunakan teori kewenangan, sedangkan jenis penelitian ini adalah yuridis normatif dan sifat penelitian ini ialah deskriftif analitis, sumber data pada penelitian ini data sekunder yang didapatkan melalui studi kepustakaan (library research).

Majelis Pengawas Notaris merupakan Jabatan Tata Usaha Negara yang mendapatkan kewenangan yang bersumber dari adanya delegasi kewenangan dari Menteri, Majelis Pengawas Notaris merupakan Jabatan Tata Usaha Negara sehingga putusan Majelis Pengawas Notaris pun merupakan Putusan Pejabat Tata Usaha Negara, Upaya hukum administrasi yang dapat dilakukan notaris adalah upaya hukum banding adminitrasi terlebih dahulu, atau dapat langsung mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara. Dalam penjatuhan sanksi kepada notaris hendaknya Majelis Pengawas Notaris lebih memperhatikan peraturan yang ada agar setiap keputusan yang dikeluarkan dapat diterima oleh notaris, adanya penyuluhan kepada Majelis Pengawas Notaris bahwa mereka adalah Pejabat Tata Usaha Negara, penyuluhan ini penting dikarenakan oleh adanya anggota Majelis Pengawas Notaris yang tidak mengetahui bahwa jabatan mereka adalah Jabatan Tata Usaha Negara, notaris dapat menggunakan haknya apabila dalam hal upaya hukum banding adminitrasi ke Majelis Pengawas Pusat, apabila putusan yang dikeluarkan oleh Majelis Pengawas Wilayah merugikan notaris, atau Notaris dapat langsung digugat di Pengadilan Tata Usaha Negara untuk dibatalkan apabila putusan Majelis Pengawas Notaris tersebut sangat merugikan notaris.

Kata Kunci : Upaya, Hukum, Administrasi

(7)

ii

profession. Decision of Notarial Supervisory Council in deciding the case of the violation against Notarial Act is whether it can be done by Administrative legal remedy. The research problems were as follows whether Notarial Supervisory Council was a State Administration Institution, whether the decision of Notarial Supervisory Council can be part of disputable object of State Administration, and how abaout administrative legal remedy by a Notary toward the sanction under Law No. 2/2004 on Notarial Position.

The research used the theory of authority with juridical normative and descriptive analytic method. Secondary data were obtained from library research.

Notarial Supervisory Council is a State Administrative Official which has the authority by the delegation of authority from the ministry. As a State Administrative Institution, its decision is the decision of State Administrative Official. Legal remedy which can be done by a Notary is doing by administrative appeal or he can file his complaint directly to the State Administrative Court. It is recommended that before imposing sanction on a Notary, Notarial Supervisory Council consider the prevailing regulation so that every decision can be accepted by notaries and provide counseling about what Notary Supervisory Council is. Counseling is important since some Notarial Supervisory Council members do not know that they are State Administrative Officials. A Notary can use his right in his legal remedy to the Central Supervisory Council when the decision of the Regional Supervisory Council harm him, or he can directly file his complaint to the State Administrative Court to revoke the decision when the decision of the Notarial Supervisory Council severely harms him.

Keywords : Legal Remedy, Law, Administration

(8)

iii

dengan rahmat dan karunia-Nya tesis yang berjudul “ANALISIS YURIDIS TERHADAP UPAYA HUKUM ADMINISTRASI ATAS PUTUSAN MAJELIS PENGAWAS NOTARIS DALAM UNDANG-UNDANG NO. 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS”, sebagai suatu persyaratan yang harus dipenuhi untuk memproleh gelar Magister dalam bidang ilmu kenotariatan ( M.kn ) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ini dapat selesai. Penulis Menyadari bahwa tesis ini masih terdapat banyak kekurangan, akan tetapi penulis telah berusaha untuk mencoba menyajikannya dalam bentuk penyajian yang singkat dan di format sesederhana mungkin dikarenakan keterbatasan yang ada.

Pada kesempatan ini tak lupa penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya pada semua pihak yang telah membantu penyusunan ini dengan memberikan berbagai referensi buku dan sumber pustaka lainnya sehingga dapat penulis jadikan sebagai acuan dalam penyusunan tesis ini. Untuk itu ucapan terima kasih yang mendalam penulis sampaikan secara khusus kepada:

1. Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum, selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN, selaku Ketua Program Studi S2 Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Sekaligus

(9)

iv

yang telah meluangkan waktu dan memberi motivasi, bimbingan, dorongan, saran dan perhatian hingga selesai penulisan tesis ini.

5. Bapak Notaris Syafnil Gani, SH, M.Hum, selaku pembimbing ketiga yang telah meluangkan waktu dan memberi motivasi, bimbingan, dorongan, saran dan perhatian hingga selesainya penulisan tesis ini.

6. Para Bapak/ ibu Dosen Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan ilmu pengetahuan yang sangat bermanfaat, selama penulis mengikuti pendidikan.

7. Seluruh Staf Biro Pendidikan Magister Kenotariatan yang telah banyak memberikan bantuan kepada penulis selama ini.

8. Keluarga tercinta, terutama untuk ayahanda Ir. Paruntungan Sihombing dan Ibunda tercinta Aolien Kalase yang tiada hentinya memberikan perhatian, doa dan semangat kepada penulis hingga selesainya penulisan tesis ini, semoga selalu dalam lindungan Tuhan, Adik tercinta, Erwin Kurnia dan Ryan Franklin yang telah memberikan dukungannya.

9. Rekan-rekan mahasiswa dan mahasiswi di Program Megister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, khususnya Arlianti Imaria Simanjuntak, SH, M.Kn, Fitri Yanti Tambun, SH, M.Kn, Melky S. Pardede, SH, M.Kn, Ivan Stevanus, SH, M.Kn, Andre Prima Sembiring, SH, M.Kn, Elisanta Monika Sembiring, SH, yang saya sayangi terima kasih atas segala bantuan, motivasi, dan hiburan yang diberikan selama saya kuliah disini.

(10)

v

sepenuhnya terdapat dalam tesis ini guna perbaikan dikemudian hari.

Medan, Februari 2017 Penulis,

(LINDA CHONITA OKTAVIA SIHOMBING)

(11)

vi

Nama : LINDA CHONITA OKTAVIA SIHOMBING

TempatTanggalLahir : Jayapura, 29 Oktober 1989 JenisKelamin : Perempuan

Status : Belum Menikah

Agama : Kristen Protestan

Alamat : Royal Setia Budi Residence Blok E6, Jalan Harmonika Baru, Pasar 1 Padang Bulan, Medan

II. DATA KELUARGA

1. Nama Ayah : Paruntungan Sihombing, ST.

2. NamaIbu : Aolien Kalase

3. NamaSaudara : 1. Linda Chonita Oktavia Sihombing 2. Erwin Kurnia

3. Ryan Franklin III. PENDIDIKAN FORMAL

1. SD. St. Antonius, Medan Lulus Tahun 2001 2. SMP P. Cahaya, Medan Lulus Tahun 2004 3. SMA Cahaya, Medan Lulus Tahun 2007 4. SI Fakultas Hukum USU Lulus Tahun 2011 5. S2 Program Studi MKn FH USU Lulus Tahun 2017

(12)

vii

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR SINGKATAN ... ix

DAFTAR ISTILAH ASING ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan masalah ... 10

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Manfaat Penelitan ... 11

E. Keaslian Penelitian ... 12

F. Kerangka Teori dan Konsepsi... 14

1. Kerangka Teori ... 14

2. Konsepsi ... 24

G. Metode Penelitian ... 26

1. Jenis dan Sifat Penelitian ... 27

2. Sumber Data ... 28

3. Metode Pengumpulan Data ... 29

4. Alat Pengumpul Data ... 30

5. Analisis Data ... 30

BAB II MAJELIS PENGAWAS NOTARIS MERUPAKAN LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA... 32

A. Majelis Pengawas Notaris ... 32

(13)

viii

Sanksi Terhadap Notaris ... 42

D. Majelis Pengawas Notaris Sebagai Badan atau Jabatan Tata Usaha Negara ... 46

BAB III KEPUTUSAN MAJELIS PENGAWAS NOTARIS DAPAT DIKATAKAN MERUPAKAN BAGIAN DARI OBJEK SENGKETA TATA USAHA NEGARA ... 56

A. Pengertian Keputusan Tata Usaha Negara ... 56

B. Unsur-Unsur Keputusan Dikatakan Sebagai Keputusan Tata Usaha Negara ... 62

C. Keputusan Majelis Pengawas Notaris Merupakan Bagian Objek Sengketa Tata Usaha Negara... 68

D. Bentuk-Bentuk Sanksi Administrasi yang Merupakan Bagian dari Keputusan Majelis Pengawas Notaris... 69

BAB IV UPAYA HUKUM ADMINISTRASI YANG DILAKUKAN NOTARIS TERHADAP SANKSI MENURUT UNDANG- UNDANG NO. 2 TAHUN 2014 PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NO. 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS... 77

A. Prosedur Pemeriksaan Notaris Pada Majelis Pengawas ... 77

B. Upaya Hukum Administrasi Yang Dilakukan Notaris Terhadap Sanksi Menurut Undang-undang No. 2 Tahun 2014 Perubahan atas Undang-undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris ... 82

C. Alasan-Alasan Pembenar Bagi Notaris Yang Dapat Dijadikan Dasar Pembelaan ... 89

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 98

A. Kesimpulan ... 98

B. Saran ... 99

DAFTAR PUSTAKA ... 101

(14)

ix

DPRD : Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

HAM : Hak Asasi Manusia

MPD : Majelis Pengawas Daerah

MPN : Majelis Pengawas Notaris

MPP : Majelis Pengawas Pusat

MPR : Majelis Perwakilan Rakyat

MPW : Majelis Pengawas Wilayah

PERDA : Peraturan Daerah

PERMEN : Peraturan Menteri

Permenhukham : Peraturan Meneteri Hukum Hak Asasi Manusia PERNORI : Persatuan Notaris Reformasi Indonesia

PTUN : Pengadilan Tata Usaha Negera

PUU : Pengujian Undang-undang

RI : Republik Indonesia

TUN : Tata Usaha Negara

UUD : Undang-undang Dasar

UUJN : Undang-undang Jabatan Notaris

(15)

x

Atribusi : Pemberian wewenang pemerintahan oleh

Pembuat undang-undang kepada organ pemerintahan

Atributaris : Penerima wewenang

Autoriteit : Penguasa

Axiomatic : Pemberian makna pada serangkaian fakta

Bestuursfunctie : Fungsi memerintah

Besluiten : Keputusan- keputusan

Beschikkingen : Ketetapan-ketetapan

Besturssdwang : Paksaan pemerintah

Deduktif : Bertolak dari suatu yang umum dan abstrak Menuju suatu yang khusus dan nyata.

Delegasi : Pelimpahan wewenang pemerintahan dari Satu organ pemerintahan kepada organ Pemerintahan lainnya.

Delegetaris : Penerima delegasi

Dissenting Opinion : Berbeda pendapat

ex officio : Rangkap jabatan

Gezag, Authority : Kekuasaan

Legalitas Principle : Asas legalitas

Mandat : Organ pemerintahan mengizinkan

Kewenangannnya dijalankan oleh organ Lain atas namanya

Mandataris : Penerima mandate

Mandans : Pemberi mandate

Match, Power : Kekuasaan

(16)

xi

Rechtszekerheid : Kepastian hukum

Tool of Science : Alat dari ilmu

Vege norm : Norma-norma tersamar

Vervolgensfunctie : Fungsi pelayanan

(17)

i

yang dilakukan oleh Notaris di dalam menjalankan tugas profesinya. Putusan yang dibuat oleh Majelis Pengawas Notaris di dalam memutuskan perkara pelanggaran aturan Undang-undang Jabatan Notaris oleh Notaris dapat tidaknya ditempuh upaya hukum administrasi. Permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah Majelis Pengawas Notaris merupakan lembaga administrasi negara, apakah keputusan majelis pengawas notaris dapat dikatakan merupakan bagian dari objek sengketa Tata Usaha Negara, bagaimana upaya hukum administrasi yang dilakukan notaris terhadap sanksi menurut Undang-undang No. 2 Tahun 2014 perubahan atas Undang-undang No. 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.

Penelitian ini menggunakan teori kewenangan, sedangkan jenis penelitian ini adalah yuridis normatif dan sifat penelitian ini ialah deskriftif analitis, sumber data pada penelitian ini data sekunder yang didapatkan melalui studi kepustakaan (library research).

Majelis Pengawas Notaris merupakan Jabatan Tata Usaha Negara yang mendapatkan kewenangan yang bersumber dari adanya delegasi kewenangan dari Menteri, Majelis Pengawas Notaris merupakan Jabatan Tata Usaha Negara sehingga putusan Majelis Pengawas Notaris pun merupakan Putusan Pejabat Tata Usaha Negara, Upaya hukum administrasi yang dapat dilakukan notaris adalah upaya hukum banding adminitrasi terlebih dahulu, atau dapat langsung mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara. Dalam penjatuhan sanksi kepada notaris hendaknya Majelis Pengawas Notaris lebih memperhatikan peraturan yang ada agar setiap keputusan yang dikeluarkan dapat diterima oleh notaris, adanya penyuluhan kepada Majelis Pengawas Notaris bahwa mereka adalah Pejabat Tata Usaha Negara, penyuluhan ini penting dikarenakan oleh adanya anggota Majelis Pengawas Notaris yang tidak mengetahui bahwa jabatan mereka adalah Jabatan Tata Usaha Negara, notaris dapat menggunakan haknya apabila dalam hal upaya hukum banding adminitrasi ke Majelis Pengawas Pusat, apabila putusan yang dikeluarkan oleh Majelis Pengawas Wilayah merugikan notaris, atau Notaris dapat langsung digugat di Pengadilan Tata Usaha Negara untuk dibatalkan apabila putusan Majelis Pengawas Notaris tersebut sangat merugikan notaris.

Kata Kunci : Upaya, Hukum, Administrasi

(18)

ii

profession. Decision of Notarial Supervisory Council in deciding the case of the violation against Notarial Act is whether it can be done by Administrative legal remedy. The research problems were as follows whether Notarial Supervisory Council was a State Administration Institution, whether the decision of Notarial Supervisory Council can be part of disputable object of State Administration, and how abaout administrative legal remedy by a Notary toward the sanction under Law No. 2/2004 on Notarial Position.

The research used the theory of authority with juridical normative and descriptive analytic method. Secondary data were obtained from library research.

Notarial Supervisory Council is a State Administrative Official which has the authority by the delegation of authority from the ministry. As a State Administrative Institution, its decision is the decision of State Administrative Official. Legal remedy which can be done by a Notary is doing by administrative appeal or he can file his complaint directly to the State Administrative Court. It is recommended that before imposing sanction on a Notary, Notarial Supervisory Council consider the prevailing regulation so that every decision can be accepted by notaries and provide counseling about what Notary Supervisory Council is. Counseling is important since some Notarial Supervisory Council members do not know that they are State Administrative Officials. A Notary can use his right in his legal remedy to the Central Supervisory Council when the decision of the Regional Supervisory Council harm him, or he can directly file his complaint to the State Administrative Court to revoke the decision when the decision of the Notarial Supervisory Council severely harms him.

Keywords : Legal Remedy, Law, Administration

(19)

Perkataan Notaris berasal dari perkataan Notarius, yakni nama pada zaman Romawi yang diberikan kepada orang-orang yang menjalankan pekerjaan menulis.

Nama Notarius lambat laun mempunyai arti berbeda dengan semula, sehingga kira- kira pada abad kedua sesudah Masehi yang disebut dengan nama Notarius itu adalah mereka yang mengadakan pencatatan atau tulisan cepat.1

Notaris mulai masuk di Indonesia pada permulaan abad ke 17 dengan beradanya “Vereenigde Oost Ind Compagnie (VOC)” di Indonesia pada tanggal 27 Agustus 1620 diangkat Notaris pertama di Indonesia yaitu Melchior kerchem, sekretaris college van schepenen.”2

Setelah pengangkatan notaris pertama jumlah notaris di Indonesia kian berkembang tetapi para notaris pada waktu itu tidak mempunyai kebebasan di dalam menjalankan jabatannya itu oleh karena mereka pada masa itu adalah pegawai dari Vereenigde Oost Ind compagnie. Notaris dilarang untuk membuat akta-akta transport,

jual beli, surat wasiat dan lain-lain akta, jika tidak mendapat persetujuan terlebih dahulu dari gubernur jenderal dan daden van indie dengan ancaman akan kehilangan jabatannya.

1R. Sugondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2007), hal. 13.

2Habib Adjie, Sanksi Perdata dan Administratif Terhadap Notaris Sebagai Pejabat Publik, (Bandung : Refika Aditama, 2008), hal. 1.

(20)

Setelah Indonesia merdeka, keberadaan Notaris di Indonesia tetap diakui berdasarkan ketentuan Pasal II Aturan Peralihan (AP) Undang-Undang Dasar 1945, yaitu: ”Segala peraturan Perundang-Undangan yang ada masih tetap berlaku selama belum diadakan yang baru menurut Undang- Undang Dasar ini. “Dengan dasar Peraturan Peralihan tersebut tetap diberlakukan Reglement op Het Notaris Ambt in Nederlands Indie atau Staatsblad 1860 No. 3. Sejak tahun 1948 kewenangan

pengangkatan notaris dilakukan oleh menteri kehakiman berdasarkan Peraturan Pemerintah tahun 1948 No. 60 tentang Lapangan Pekerjaan, Susunan, Pimpinan, dan Tugas Kewajiban Kementerian Kehakiman.3

Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana yang dimaksud dalam undang-undang ini.4 Notaris adalah seorang pejabat negara/pejabat umum yang dapat diangkat oleh negara untuk melakukan tugas-tugas negara dalam pelayanan hukum kepada masyarakat demi tercapainya kepastian hukum sebagai pejabat pembuat akta otentik dalam hal keperdataan. Notaris adalah suatu jabatan yang tidak digaji oleh pemerintah akan tetapi pegawai pemerintah yang berdiri sendiri dan mendapat honorarium dari orang- orang yang meminta jasanya.5

Notaris sebagai Pejabat Umum memiliki kewenangan tertentu yaitukewenangan yang diperoleh secara atribusi, yakni pemberian kewenangan yang baru kepada suatu

3ibid, hal. 2

4Pasal 1 angka 1 Undang-undang No. 30 Tahun 2004 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris.

5Desni Prianty Aff. Manik, Analisis Kewenangan Majelis Pengawas Notaris Dalam Pengawasan Notaris Menurut Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris. Tesis, (Medan : Universitas Sumatera Utara, 2009). Hal 1.

(21)

jabatan berdasarkan suatu peraturan perundang-undangan atau aturan hukum. Notaris diberikan kewenangan oleh peraturan perundang-undangan yakni UUJN, yang berarti juga kewenangan tersebut sebatas apa yang diberikan oleh UUJN.6

Menurut UUJN yakni Pasal 15 Ayat (1), kewenangan Notaris adalah membuat akta dengan batasan:

1. Sepanjang tidak dikecualikan pada pejabat lain yang ditetapkan oleh Undang- undang;

2. Sepanjang menyangkut akta yang harus dibuat atau berwenang membuat akta otentikmengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh aturanhukum atau dikehendaki oleh yang bersangkutan;

3. Sepanjang mengenai subjek hukum untuk kepentingan siapa akta itu dibuat.

Notaris berwenang pula untuk:

1. Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;

2. Membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;

3. Membuat kopi dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan;

4. Melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya;

5. Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta;

6. Membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau 7. Membuat akta risalah lelang.7

6Habib Adjie, 2008, Hukum Notaris Indonesia, (Bandung :Refika Aditama), hal. 77-78.

(22)

Kehadiran institusi Notaris di Indonesia perlu dilakukan pengawasan oleh Pemerintah. Adapun yang merupakan tujuan dari pengawasan agar para notaris ketika menjalankan tugas jabatannya memenuhi semua persyaratan yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas jabatan notaris, demi untuk pengamanan kepentingan masyarakat, karena Notaris diangkat oleh pemerintah bukan untuk kepentingan diri Notaris sendiri melainkan untuk kepentingan masyarakat yang dilayaninya.

Sebagai konsekwensi logis, seiring dengan adanya tanggung jawab Notaris kepada masyarakat, maka haruslah dijamin adanya pengawasan dan pembinaan yang terus menerus agar tugas Notaris selalu sesuai dengan kaidah hukum yang mendasari kewenangannya dan dapat terhindar dari penyalahgunaan kewenangan atau kepercayaan yang diberikan.8

Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, maka pembinaan dan pengawasan terhadap Notaris yang semula dilakukan oleh Pengadilan Negeri setempat di wilayah Notaris tersebut kini berada di bawah wewenang Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia. Untuk pengawasan tersebut, Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia membentuk Majelis Pengawas Notaris. Majelis Pengawas Notaris (MPN) sebagai suatu badan yang dipercaya untuk mengawasi Notaris dalam berperilaku, dinilai kurang memberikan tindakan yang tegas agar Notaris jera atau takut untuk melakukan pelanggaran yang

7Pasal 15 ayat 2 Undang-undang No. 30 Tahun 2004 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris.

8Winanto Wiryomartani, Tugas dan Kewenangan Majelis Pengawas Notaris, Makalah, disampaikan pada acara Kongres Ikatan Notaris Indonesia, pada tanggal 13-16 Juli 2005 di Makassar, Sulawesi Selatan.

(23)

telah diatur oleh peraturan yang ada, hal tersebut dapat menjadi salah satu indikator terjadinya pelanggaran yang dilakukan oleh Notaris. Dalam Pasal 67 Undang-Undang No. 2 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang No. 30 tahun 2004 tentag Jabatan Notaris, mengatur bahwa Majelis Pengawas Notaris tersebut kini telah terbentuk yang terdiri dari 9 (sembilan) orang yaitu dari unsur Pemerintah 3 (tiga) orang, Notaris 3(tiga) orang, maupun akademisi 3 (tiga) orang. Untuk kepentingan tertentu Majelis Pengawas membentuk Tim Pemeriksa dan Majelis Pemeriksa (Daerah, Wilayah, Pusat). Menurut Pasal 68 Undang-Undang Jabatan Notaris, bahwa Majelis Pengawas Notaris, Majelis Pengawas Notaris terbagi menjadi tiga yaitu Majelis Pengawas Daerah, Majelis Pengawas Wilayah berkedudukan dan Majelis Pengawas Pusat yang berkedudukan di Ibu Kota Negara.

Majelis Pengawas Daerah adalah suatu badan yang mempunyai kewenangan dan kewajiban untuk melaksanakan pengawasan dan pembinaan terhadap Notaris yang berkedudukan di Kabupaten/Kota. Dalam Pasal 70 UUJN mengatur wewenang MPD yang berkaitan dengan menyelenggarakan sidang untuk memeriksa adanya dugaaan pelanggaran Kode Etik Notaris, melakukan pemeriksaan terhadap Protokol Notaris secara berkala, memberikan izin cuti untuk waktu sampai dengan 6 (enam) bulan, menetapkan Notaris Pengganti, menunjuk Notaris yang akan bertindak sebagai pemegang sementara Protokol Notaris, menerima laporan dari masyarakat mengenai adanya dugaan pelanggaran Kode Etik Notaris, membuat dan menyampaikan laporan kepada Majelis Pengawasan Wilayah.

(24)

Majelis Pengawas Wilayah adalah suatu badan yang mempunyai kewenangan dan kewajiban untuk melaksanakan pengawasan dan pembinaan terhadap Notaris yang berkedudukan di ibukota provinsi. Dalam Pasal 73 ayat (1) UUJN diatur mengenai wewenang MPW yang berkaitan dengan menyelenggarakan sidang untuk memeriksa dan mengambil keputusan atas laporan masyarakat yang dapat disampaikan melalui Majelis Pengawas Daerah, memanggil Notaris terlapor untuk dilakukan pemeriksaan, memberikan izin cuti lebih dari 6 (enam) bulan sampai 1 (satu) tahun, memeriksa dan memutus atas keputusan Majelis Pengawas Daerah yang menolak cuti yang diajukan, memberikan sanksi baik peringatan lisan maupun tertulis, mengusulkan pemberian sanksi terhadap Notaris kepada Majelis Pengawas Pusat.

Majelis Pengawas Pusat adalah suatu badan yang mempunyai kewenangan dan kewajiban untuk melaksanakan pengawasan dan pembinaan terhadap Notaris yang berkedudukan di Ibu kota Negara.Dalam Pasal 77 UUJN diatur mengenai wewenang MPP yang berkaitan dengan menyelenggarakan sidang untuk memeriksa dan mengambil keputusan dalam tingkat banding terhadap penjatuhan sanksi dan penolakan cuti, memanggil Notaris terlapor untuk dilakukan pemeriksaan, menjatuhkan sanksi pemberhentian sementara, mengusulkan pemberian sanksi berupa pemberhentian dengan hormat kepada Menteri.

Mengenai kewenangan Majelis Pengawas (Daerah, Wilayah, dan Pusat) ini, ada satu kewenangan Majelis Pengawas yang perlu untuk diluruskan sesuai aturan hukum yang berlaku, yaitu atas laporan Majelis Pemeriksa jika menemukan suatu

(25)

tindak pidana dalam melakukan pemeriksaan terhadap Notaris, maka Majelis Pengawas akan melaporkannya kepada pihak yang berwenang.

Mekanisme dan atau prosedur dan proses beracara dalam pemeriksaan dan penjatuhan sanksi administratif terhadap notaris oleh Majelis Pengawas Wilayah sebagai lembaga yang berhak untuk memberikan sanksi pada tingkat pertama berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UUJN) dan Peraturan Menteri (Permen) Nomor M.02.PR.08.10 Tahun 2004 adalah:

1. Pemeriksaan bersifat tertutup untuk umum

2. Putusan diucapkan dalam sidang yang bersifat terbuka untuk umum

3. Dalam hal terdapat perbedaan pendapat (dissenting opinion) di antara sesama MPW, maka perbedaan tersebut dimuat dalam putusan.9

Dalam prosedur serta proses pemeriksaan maka MPW:

1. Memeriksa dan memutus hasil pemeriksaan MPD

2. Pemeriksaan dimulai paling lambat 7 (tujuh) hari kalender sejak berkas diterima dari MPD

3. MPW berwenang memanggil pelapor dan terlapor untuk didengarkan keterangannya

4. Putusan diucapkan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh ) hari sejak berkas diterima.10

9Pasal 25 Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor: M. 02. PR. 08. 10 Tahun 2004 Tentang Tata Cara Pengangkatan Anggota, Pemberhentian Anggota, Susunan Organisasi, Tata Kerja, Dan Tata Cara Pemeriksaan Majelis Pengawas Notaris.

10Pasal 26 Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor: M. 02. PR. 08. 10 Tahun 2004 Tentang Tata Cara Pengangkatan Anggota, Pemberhentian Anggota, Susunan Organisasi, Tata Kerja, Dan Tata Cara Pemeriksaan Majelis Pengawas Notaris.

(26)

Mekanisme tersebut di atas merupakan proses awal sampai dengan penjatuhan sanksi administratif bagi notaris yang melanggar, mengenai sanksi adminstratif di dalam dunia kenotariatan adalah sanksi yang timbul sebagai spesialitas dari kajian Hukum Adminstrasi Negara.11 Maka kaitannya dengan hukum notaris adalah sangat erat karena UUJN juga menerapkan sanksi yang berkaitan dengan adminstratif.

Dalam hukum administratif yang mempunyai sanksi adminstratif memiliki kekhasan tersendiri sehingga untuk membuktikan bahwa sanksi yang di dalam UUJN merupakan sanksi yang berdasarkan hukum administrasi negara perlu dilakukan perbandingan untuk memastikan sanksi tersebut adalah sanksi administratif.

Menurut Philipus M. Hadjon terdapat beberapa kekhasan sanksi dalam hukum Administrasi Negara yaitu:

1. Besturssdwang atau paksaan pemerintah, yang dapat diuraikan sebagai tindakan- tindakan yang nyata dari penguasa guna mengakhiri suatu keadaan yang dilarang oleh suatu kaidah hukum adminstrasi atau;

2. Penarikan kembali keputusan yang menguntungkan, yaitu sanksi yang digunakan untuk menarik kembali keputusan atau ketetapan yang menguntungkan dengan mengeluarkan ketetapan baru atau;

3. Pengenaan denda administratif, ditujukan kepada mereka yang melangggar peraturan perundang-undangan tertentu, dan kepada si pelanggar dikenakan sejumlah uang tertentu berdasarkan peraturan perundang-undangan yang

11S. F. Marbun, Peradilan Administrasi Negara dan Upaya Administrasi di Indonesia, (Yogyakarta: Liberti, 1997), hal.

(27)

bersangkutan, kepada pemerintah diberikan wewenang untuk menetapkan sanksi tersebut;

4. Pengenaan uang paksa oleh pemerintah, ditujukan untuk menambah hukuman yang pasti, disamping denda yang disebutkan dengan tegas dalam peraturan perundang-undangan yang bersangkutan.12

Sanksi sebagaimana disebutkan di atas merupakan wujud penerapan aturan hukum yang sebaik-baiknya. Sebagian besar teori hukum menyatakan baik secara ekspilisit dan implisit bahwa yang membedakan norma hukum dengan norma yang lainnya adalah pada norma hukum dilekatkan suatu paksaan atau sanksi.13Pandangan demikian merupakan karakteristik pandangan kaum positivis menurut kaum positivis,14 unsur paksaan dikaitkan dengan pengertian tentang hierarki perintah secara formal. Arti lain bahwa sebuah aturan harus mempunyai sanksi yang dapat memberikan tindakan tegas bagi para pelanggarnya, tidak berbeda dengan aturan yang mengatur profesi notaris, yang memiliki aturan serta sanksi bagi notaris yang melanggarnya.

Kondisi dimana notaris merasa tidak mendapatkan keadilan atas putusan Majelis Pengawas Wilayah yang telah diberikan kepada Notaris, Notaris diperbolehkan mengajukan Banding kepada Majelis Pengawas Pusat sesuai dengan Pasal 77 huruf (a), Undang-undang No. 30 Tahun 2004. Tetapi apabila notaris tetap

12Philipus M. Hadjon dkk, Pengantar Hukum Adminstrasi Negara, Cetakan kesembilan, (Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, 2005), hal. 245-265.

13Lon L. Fuller, The Morality of Law, (New Haven: Yale University Press, 1975), hal 109.

14Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, Edisi Revisi, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011),hal 67.

(28)

merasa tidak merasa mendapatkan keadilan atas putusan banding yang diberikan oleh majelis Pengawas pusat maka Notaris tidak dapat melakukan upaya hukum apapun karena putusan Majelis Pengawas Pusat bersifat final. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Analisis Yuridis Terhadap Upaya Hukum Administrasi Atas Putusan Majelis Pengawas Notaris Dalam Undang-Undang No 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut:

1. Apakah Majelis Pengawas Notaris merupakan lembaga administrasi negara?

2. Apakah keputusan majelis pengawas notaris dapat dikatakan merupakan bagian dari objek sengketa Tata Usaha Negara?

3. Bagaimana upaya hukum administrasi yang dilakukan notaris terhadap sanksi menurut Undang-undang No. 2 Tahun 2014 perubahan atas Undang-undang No. 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang disebut di atas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui Majelis Pengawas Notaris merupakan lembaga administrasi negara.

(29)

2. Untuk mengetahui keputusan majelis pengawas notaris dapat dikatakan merupakan bagian dari objek sengketa Tata Usaha Negara.

3. Untuk mengetahui upaya hukum administrasi yang dilakukan notaris terhadap sanksi menurut Undang-undang No. 2 Tahun 2014 perubahan atas Undang- undang No. 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat baik secara Teoritis maupun secara Praktis dibidang hukum kenotariatan, dan hukum Administrasi terkhususnya tentang upaya hukum administrasi.

1. Secara Teoritis

Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa:

a. Menambah khasanah ilmu Hukum administrasi dan Hukum Kenotariatan.

b. Memberi bahan masukan dan/atau dapat dijadikan sebagai bahan kajian lebih lanjut untuk melahirkan berbagai konsep keilmuan yang dapat memberikan andil bagi perkembangan ilmu pengetahuan hukum administrasi khususnya upaya hukum administrasi.

2. Secara Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa:

a. Manfaat yang sebesar-besarnya bagi para praktisi hukum khususnya bagi para Notaris sehubungan dengan upaya hukum administrasi.

(30)

b. Mengungkap masalah-masalah yang timbul dan/atau muncul dalam lapangan hukum dan masyarakat serta memberikan solusinya sehubungan dengan upaya hukum administrasi yang dapat dilakukan notaris.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan hasil penelusuran kepustakaan di lingkungan Universitas Sumatera Utara khususnya di lingkungan Sekolah Pasca Sarjana Magister Kenotariatan Sumatera Utara menunjukkan bahwa penelitian dengan judul ini belum pernah dilakukan. Akan tetapi ditemukan beberapa judul tesis yang berhubungan dengan topik dalam tesis ini di antara lain:

1. T. Muzakkar, Nim. 067011095, dengan judul Perbandingan Peranan Dewan Pengawas Notaris Dalam Melakukan Pengawasan Setelah Dikeluarkannya Undang-Undang No. 30 Tahun 2004.

Rumusan Masalah:

a. Bagaimanalah pengawas melakukan pengawasan bagi Notaris dalam pelaksanaan tugasnya sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004?

b. Apakah manfaat pengawasan bagi Notaris dalam pelaksaan tugasnya?

c. Bagaimanakah perbandingan peranan Dewan kehomatan dengan Majelis Pengawas Notaris dalam melakukan pengawasan setelah dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004?

2. Desni Prianty Eff. Manik, Nim. 077005007, dengan judul Analisis Kewenangan Majelis Pengawas Notaris Dalam Pengawasan Notaris Menurut Undang-Undang No. 30 Tahun 2004.

Rumusan Masalah:

(31)

a. Bagaimana kewenangan Majelis Pengawas Notaris dalam Pengawasan Notaris menurut Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris?

b. Bagaimana akibat hukum dari putusan Majelis pengawas Notaris terhadap Notaris berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris?

c. Bagaimana kendala yang timbul dalam pelaksaan kewenangan Majelis Pengawas Notaris serta upaya-upaya untuk mengatasinya?

3. Silvia Sumbogo, NIM: 127011144, dengan judul Analisis Kewenangan Majelis Pengawas Notaris Dalam Pengawasan Notaris Menurut UU No. 30 Tahun 2004 Dan Permen Hukum Dan HAM RI No. M.02.PR.08.10 Tahun 2004.

Rumusan Masalah:

a. Bagaimanakah Kewenangan Majelis Pengawas Notaris dalam pengawasan Notaris menurut Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris Dan HAM RI No. M.02.PR.08.10 Tahun 2004?

b. Bagaimanakah akibat hukum dari Putusan Majelis Pengawas Notaris terhadap Notaris berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris Dan HAM RI No. M.02.PR.08.10 Tahun 2004?

c. Bagaimanakah hambatan dalam pelaksanaan kewenangan Majelis Pengawas Notaris serta upaya-upaya untuk mengatasinya ditinjau dari Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris Dan HAM RI No.

M.02.PR.08.10 Tahun 2004?

4. Andre Prima Sembiring, NIM: 137011144, dengan judul Analisis Kewenangan Majelis Pengawas Wilayah Dalam Penerapan Sanksi Atas Pelanggaran

(32)

Administrasi Yang Dilakukan Notaris Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris.

Rumusan Masalah :

a. Bagaimanakah kewenangan MPW dalam melakukan penerapan sanksi yang terhadap pelanggaran administrasi yang dilakukan oleh Notaris?

b. Bagaimanakah akibat hukum terhadap notaris dan para pihak setelah dijatuhkan sanksi oleh Majelis Pengawas Wilayah atas pelanggaran administrasi yang berlaku bagi Notaris?

c. Bagaimanakah upaya hukum yang dilakukan notaris dan/atau pihak yang dirugikan atas putusan sanksi oleh Majelis Pengawas Wilayah terhadap pelanggaran yang dilakukan Notaris?

Dari judul penelitian tersebut tidak ada kesamaan dengan penelitian yang dilakukan. Dengan demikian judul ini belum ada yang membahasnya sehingga penelitian ini dijamin keasliannya dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Teori berasal dari kata “theoria” dalam bahasa latin yang berarti

“perenungan”, yang berasal dari kata “thea” dalam bahasa Yunani yang secara hakiki berarti “realitas”.15

Di dalam suatu teori sedikitnya terdapat tiga unsur, yakni : Pertama, penjelasan mengenai hubungan antara berbagai unsur dalam suatu teori. Kedua,

15H. R Otje Salman dan Anthon F. Susanto, Teori Hukum( Mengingat, Mengumpulkan Dan Membuka Kembali),(Bandung : Refika Aditama, 2004), hal. 21.

(33)

Teori menganut sistem deduktif, yaitu bertolak dari suatu yang umum dan abstrak menuju suatu yang khusus dan nyata. Ketiga, Teori memberikan penjelasan atau gejala yang dikemukakannya.16

Setiap penelitian memerlukan adanya landasan teoritis, sebagaimana dikemukakan oleh M. Solly Lubis bahwa “landasan teoritis merupakan kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, asas maupun konsep yang relevan digunakan untuk mengupas suatu kasus ataupun permasalahan.”17

Fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk memberikan pengarahan kepada penelitian yang akan dilakukan. Hukum merupakan sarana untuk mengatur kehidupan sosial. Tujuan hukum adalah untuk mewujudkan keadilan (rechtsgerechtigheid), kemanfaatan (rechtsutiliteit), dan kepastian hukum (rechtszekerheid).

Sebuah penelitian membutuhkan kerangka teori untuk dapat menganalisis masalah yang diangkat dalam penelitian tersebut, apalagi di dalam penelitian- penelitian yang berhubungan dengan disiplin ilmu hukum yang membutuhkan teori guna menganalisis masalah yang diangkat dalam penelitian tersebut. Sebagaimana fungsi teori,teori merupakan susunan fakta-fakta secara teratur dan sistematis, atau lebih tegas diartikan bahwa teori adalah suatu kumpulan konsep, definisi dan dugaan yang memberikan gambaran sistematis tentang fakta yaitu dengan menggunakan saling hubungan antara variabel-variabel fakta yang secara keseluruhan berguna

16Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum: Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis, (Jakarta : PT Gunung Agung Tbk, 2002), hal. 85.

17M. Solly Lubis ,Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Bandung: Mandar Maju, 1994), hal. 80.

(34)

untuk menjelaskan dan memprediksikan fakta tersebut. Secara garis besar ada 3 (tiga) fungsi utama dari teori yaitu:

a. Teori memberikan arah tentang apa yang harus diteliti dari suatu objek, sehingga mampu membahas fenomena/ fakta yang akan dipelajari/diamati dari objek tersebut (yang relevan).

b. Teori menyusun fakta secara teratur/sistematis dalam bentuk generalisasi atau prinsip-prinsip, sehingga hubungan fakta-fakta satu sama lainnya mudah untuk dipahami.

c. Teori menunjukkan hubungan fakta-fakta, sehingga dengan pola hubungan itu dapat diramalkan fakta/kondisi yang belum pernah diketahui.18

Teori berhubungan erat dengan fakta. Teori dapat menunjukkan arah yang harus ditempuh untuk mengungkapkan fakta baru. Fakta dapat memberikan gambaran untuk menyusun teori baru atau memperluas, menyempurnakan, bahkan untuk menolak teori yang sudah ada (lama).

Fakta adalah pengamatan yang telah diverifikasikan secara empiris. Fakta dapat menjadi ilmu dapat juga tidak. Jika fakta hanya diperoleh saja secara random, fakta tersebut tidak akan menghasilkan ilmu. Sebaliknya, jika dikumpulkan secara sistematik dengan beberapa sistem serta beberapa pokok-pokok pengurutan, maka fakta tersebut dapat menghasilkan ilmu. Fakta tanpa teori juga tidak akan menghasilkan apa-apa.19

18Abdurrozaq Hasibuan, Metode Penelitian, (Medan, 2003), hal 4.

19Ibid

(35)

Adapun yang menjadi teori dalam penelitian ini adalah teori kewenangan, berkaitan dengan teori kewenangan ini, maka Pilar utama negara hukum (rechtstaat) yaitu asas legalitas (legalitas principle). Berdasarkan prinsip ini tersirat bahwa wewenang pemerintahan berasal dari peraturan perundang-undangan, artinya sumber wewenang bagi pemerintah adalah peraturan perundang-undangan. Beberapa pengertian tentang kewenangan dari para ahli yaitu:

a. H. D. Stout berpendapat bahwa wewenang dapat dijelaskan sebagai keseluruhan aturan yang berkenaan dengan perolehan dan penggunaan wewenang-wewenang pemerintah oleh subyek hukum publik dalam hubungan dengan hukum publik.

b. E. Utrecht melihat bahwa kekuasaan (gezag, authority) lahir dari kekuasaan (match, power) apabila diterima sebagai sesuatu yang sah atau sebagai tertib hukum positif badan dan badan yang lebih tinggi itu diakui sebagai penguasa (autoriteit).

c. Soerjono Soekanto lebih melihat wewenang sebagi kekuasaan yang ada pada seseorang atau kelompok orang yang mempunyai dukungan atau mendapat pengakuan dari masyarakat.

d. Bagir Manan berpendapat bahwa kekuasaan (match) menggambarkan hak untuk berbuat ataupun tidak berbuat, sedangkan wewenang berarti hak dan sekaligus kewajiban (rechten en plichten).20

20Hutagalung, dkk, Kewenangan Pemerintah di Bidang Pertanahan, (Raja Grafindo Persada:

Jakarta, 2008), hal 104.

(36)

Secara teoritis, kewenangan yang bersumber dari peraturan perundang- undangan tersebut diperoleh melalui 3 (tiga) cara yaitu atribusi, delegasi, dan mandat.

Indoroharto mengatakan “bahwa pada atribusi terjadi pemberian wewenang pemerintahan yang baru oleh suatu ketentuan dalam peraturan perundang- undangan.”21

Pada delegasi terjadilah pelimpahan suatu wewenang yang telah ada oleh badan atau jabatan Tata Usaha Negara yang telah memperoleh wewenang pemerintahan secara atributif kepada badan atau jabatan tata usaha negara lainnya.

Jadi suatu delegasi selalu didahului oleh adanya atribusi wewenang. Beberapa pengertian mengenai atribusi, delegasi dan mandat:

a. Menurut H. D. van Wijk/ Willem Konijnenbelt mendefenisikan sebagai berikut:

1) Atribusi adalah pemberian wewenang pemerintahan oleh pembuat undang-undang kepada organ pemerintahan.

2) Delegasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan dari satu organ pemerintahan kepada organ pemerintahan lainnya.

3) Mandat terjadi ketika organ pemerintahan mengizinkan kewenangannnya dijalankan oleh organ lain atas namanya.

b. Berbeda dengan van Wijk, F. A. M. Stoinkdan J. G. Steenbeek menyebutkan bahwa “Hanya ada 2 (dua) cara organ pemerintahan memperoleh wewenang yaitu atribusi dan delegasi. Atribusi berkenaan dengan penyerahan wewenang

21Ridwan HR, Hukum Administrasi Negera, (Raja Grafindo Persada: Jakarta, 2006), hal 104.

(37)

baru, sedangkan delegasi menyangkut pelimpahan wewenang yang telah ada (oleh organ yang telah memperoleh wewenang secara atributif kepada organ lain, jadi delegasi secara logis selalu didahului oleh atribusi). Dalam hal mandat dikemukakan bahwa pada mandat tidak dibicarakan penyerahan wewenang, tidak pula pelimpahan wewenang. Dalam hal mandat tidak terjadi perubahan wewenang apapun (setidak-tidaknya dalam arti yuridis formal), yang ada hanyalah hubungan internal, sebagai contoh Menteri dengan pegawai, Menteri mempunyai kewenangan dan melimpahkan kepada pegawai untuk mengambil keputusan tertentu atas nama Menteri, sementara secara yuridis wewenang dan tanggung jawab tetap berada pada organ kementerian.”

c. Pengertian atribusi dan delegasi berdasarkan Algemene Bepalingen van Administratief Recht yaitu “Atribusi wewenang dikemukakan bila undang-

undang (dalam arti material) menyerahkan wewenang tertentu kepada organ tertentu). Dalam hal delegasi disebutkan berarti pelimpahan wewenang oleh organ pemerintahan yang telah diberi wewenang kepada organ lainnya, yang akan melaksanakan wewenang yang telah dilimpahkan itu sebagai wewenangnya sendiri. ”

d. Di dalam Al-gemene Wet Bestuursrecht (Awb), “Mandat berarti pemberian wewenang oleh organ pemerintahan kepada organ lainnya untuk mengambil keputusan atas namanya, sedangkan delegasi diartikan sebagai pelimpahan wewenang oleh organ pemerintahan kepada organ lain untuk mengambil keputusan dengan tangung jawab sendiri, artinya dalam penyerahan

(38)

wewenang melalui delegasi ini pemberi wewenang telah terlepas dari tanggung jawab hukum atau dari tuntutan pihak ketiga jika dalam penggunaan wewenangitu menimbulkan kerugian pada pihak lain.” Dalam hal pelimpahan wewenang pemerintahan melalui delegasi ini terdapat syarat-syarat sebagai berikut:

1) Delegasi harus definitif dan pemberi delegasi (delegans) tidak dapat lagi menggunakan sendiri wewenang yang telah dilimpahkan itu.

2) Delegasi harus berdasarkan ketentuan peraturan perundang- undangan artinya delegasi hanya dimungkinkan kalau ada ketentuan untuk itu dalam peraturan perundang-undangan.

3) Delegasi tidak kepada bawahan artinya dalam hubungan hierarki kepegawaian tidak dibenarkan adanya delegasi.

4) Kewajiban memberikan keterangan (penjelasan) artinya delegans berwenang untuk meminta penjelasan tentang pelaksanaan wewenang tersebut.22

Peraturan kebijakan,23 artinya delegans memberikan instruksi (petunjuk) tentang penggunaan wewenang tersebut. Dalam kajian hukum administrasi negara, mengetahui sumber dan cara memperoleh wewenang organ pemerintahan ini penting karena berkenaan dengan pertanggungjawaban hukum dalam penggunaan wewenang tersebut, seiring dengan salah satu prinsip dalam negara hukum yaitu tidak ada

22Ibid, hal 104-107.

23Pengertian Peraturan Kebijakan adalah peraturan yang dibuat untuk berlaku di dalam instansi itu sendiri.

(39)

kewenangan tanpa pertanggungjawaban. Di dalam setiap pemberian kewenangan kepada pejabat pemerintahan tertentu tersirat pertanggungjawaban dari pejabat yang bersangkutan.

Berdasarkan keterangan tersebut di atas, tampak bahwa wewenang yang diperoleh secara atribusi itu bersifat asli dari Undang- undang. Dengan kata lain, organ pemerintahan memperoleh kewenangan secara langsung dari redaksi pasal tertentu dalam suatu Undang-undangan. Dalam hal atribusi, penerima wewenang dapat menciptakan wewenang baru atau dapat memperluas wewenang yang sudah ada dengan tanggung jawab intern dan ekstern pelaksanaan wewenang yang diatribusikan sepenuhnya berada pada penerima wewenang (atributaris).

Pada delegasi tidak ada penciptaan wewenang, namun hanya ada pelimpahan wewenang dari pejabat satu kepada pejabat lainnya. Tanggung jawab yuridis tidak lagi berada pada pemberi delegasi (delegans) tetapi beralih kepada penerima delegas (delegetaris). Sementara itu pada mandat, penerima mandat (mandataris) hanya bertindak untuk dan atas nama mandat (mandans), tanggung jawab akhir keputusan yang diambil mandataris tetap berada pada mandans. Hal ini karena pada dasarnya, penerima mandat ini bukan pihak lain dari pemberi mandat.24

Dalam kepustakaan terdapat pembagian mengenai sifat wewenang pemerintahan yaitu yang bersifat terikat, fakultatif dan bebas terutama dalam kaitannya dengan kewenangan pembuatan dan penerbitan keputusan- keputusan

24Asmarani Ramli, Penerapan Fungsi Pembinaan dan Pengawasan Pejabata Pembuat Akta Tanah Oleh Pejabat Pada Badan Pertanahan. Tesis, (Makassar: Program Studi Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, 2011), hal 52-53.

(40)

(besluiten) dan ketetapan-ketetapan (beschikkingen) oleh organ pemerintah sehingga dikenal ada keputusan atau ketetapan yang bersifat terikat dan bebas. :

a. Wewenang pemerintahan yang bersifat terikat yakni terjadi apabila peraturan dasarnya menentukan kapan dan dalam keadaan bagaimana wewenang tersebut dapat digunakan atau peraturan dasarnya sedikit banyak menentukan tentang isi dari keputusan yang harus diambil. Dengan kata lain, terjadi apabila peraturan dasar yang menentukan isi dari keputusan yang harus diambil secara terinci, maka wewenang pemerintahan semacam itu merupakan wewenang yang terikat.

b. Wewenang fakultatif terjadi dalam hal badan atau pejabat Tata Usaha Negara yang bersangkutan tidak wajib menerapkan wewenangnya atau sedikit banyak masih ada pilihan, sekalipun pilihan itu hanya dapat dilakukan dalam hal-hak atau keadaan-keadaaan tertentu sebagaimana ditentukan dalam peraturan dasarnya.

c. Wewenang bebas yakni terjadi ketika peraturan dasarnya memberi kebebasan kepada badan atau pejabat Tata Usaha Negara untuk menentukan sendiri mengenai isi dari keputusan yang akan dikeluarkannya atau peraturan dasarnya memberikan ruang lingkup kebebasan kepada pejabat Tata Usaha Negara yang bersangkutan. Philipus M. Hadjon, dengan mengutip pendapat Spelt dan Ten Berge, membagi kewenangan bebas dalam 2 (dua) kategori yaitu kebebasan kebijaksanaan (beleidsvrijheid) dan kebebasan penilaian (beoor-delingsvrijheid). Kebebasan kebijaksanaan (wewenang diskresi dalam

(41)

arti sempit) bila peraturan perundang-undangan memberikan wewenang tertentu kepada organ pemerintahan, sedangkan organ tersebut bebas untuk tidak menggunakannya meskipun syarat-syarat bagi penggunaannya secara sah dipenuhi. Adapun kebebasan penilaian (wewenang diskresi dalam arti yang tidak sesungguhnya) ada apabila sejauh menurut hukum diserahkan kepada organ pemerintahan untuk menilai secara mandiri dan ekslusif apakah syarat-syarat bagi pelaksanaan suatu wewenang secara sah telah dipenuhi.

Berdasarkan pengertian ini, Philip M. Hadjon menyimpulkan adanya 2 (dua) jenis kekuasaan bebas atau kekuasaan diskresi yaitu kewenangan untuk memutus secara mandiri dan kewenangan interprestasi terhadap norma-norma tersamar (vege norm).25

Meskipun kepada pemerintahan diberi kewenangan bebas, dalam suatu negara hukum pada dasarnya tidak terdapat kebebasan dalam arti yang seluas-luasnya atau kebebasan tanpa batas sebab dalam suatu negara hukum menegaskan bahwa baik penyerahan wewenang, sifat dan isi wewenang maupun pelaksanaan wewenang tunduk pada batasan-batasan yuridis. Mengenai penyerahan wewenang dan sebaliknya, terdapat aturan-aturan hukum tertulis dan tidak tertulis. Di samping itu, dalam negara hukum juga dianut prinsip bahwa setiap penggunaan kewenangan pemerintahan harus disertai dengan pertangungjawaban hukum.26

25Ibid, hal 110.

26Ibid, hal 54.

(42)

Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris disebutkan bahwa Majelis Pengawas adalah suatu badan yang mempunyai kewenangan dan kewajiban untuk melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap Notaris. Selain itu MPN merupakan perpanjangan tangan Menteri Hukum dan HAM, MPN diangkat oleh Menteri Hukum dan HAM sesuai Pasal 67 Undang- undang Nomor 30 Tahun 2004. Pengawasan Menteri Hukum dan HAM di delegasikan ke MPN.27

2. Konsepsi

Kerangka konsepsional ini penting dirumuskan agar tidak tersesat kepemahaman lain, diluar maksud yang diinginkan. Konsepsional ini merupakan alat yang dipakai oleh hukum disamping unsur lainnya seperti asas dan standar. Oleh karena itu, kebutuhan untuk membentuk konsepsional merupakan salah satu sari hal- hal yang dirasakan penting dalam hukum. Konsepsional adalah suatu konstruksi mental yaitu sesuatu yang dihasilkan oleh suatu proses yang berjalan dalam pikiran penelitian untuk keperluan analisis.28

Dalam bahasa Latin, kata conceptus (dalam bahasa Belanda, begrip) atau pengertian merupakan hal yang dimengerti. Pengertian bukanlah merupakan defenisi yang dalam bahasa Latin adalah defenitio. Defenisi tersebut berarti perumusan (dalam bahasa Belanda onschrijving) yang pada hakekatnya merupakan suatu bentuk

27 Hasil Wawancara dengan Anggota Majelis Pengawas Daerah Notaris I(Marzuki) Kota Medan Pada Tanggal 29 Agustus 2016.

28Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 1996) dan Aminuddin dan H.

Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2005), hal. 48- 49.

(43)

ungkapan pengertian disamping aneka bentuk lain yang dikenal di dalam epistimologi atau teori ilmu pengetahuan.29 Dalam kerangka konsepsional diungkapkan beberapa konsepsional atau pengetian yang akan dipergunakan sebagai dasar penelitian hukum.30

Di sini terlihat dengan jelas bahwa suatu konsepsional atau suatu kerangka konsepsional pada hakikatnya merupakan suatu pengarah atau pedoman yang lebih konkrit dari kerangka teoritis (tinjauan pustaka) yang sering kali masih bersifat abstrak. Namun, suatu kerangka konsepsional terkadang dirasakan masih juga abstrak sehingga diperlukan defenisi operasional yang akan menjadi pegangan konkrit di dalam proses penelitian.31Maka konsepsional merupakan defenisi dari apa yang perlu diamati, konsepsional terdiri dari variabel-variabel yang ingin menentukan adanya hubungan empiris.32

Untuk dapat menjawab permasalahan dalam penelitian ini perlu didefenisikan beberapa konsep dasar sehingga diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan penelitian yang telah ditentukan. Konsep tersebut sebagai berikut:

a. Upaya Hukum Administrasi/administratif adalah merupakan prosedur yang ditentukan dalam suatu perundang-undangan yang untuk menyelesaikan suatu sengketa Tata Usaha Negara yang dilaksanakan di lingkungan pemerintah sendiri

29Konsep berbeda dengan teori, dimana teori biasanya terdiri dari pernyataan yang menjelaskan hubungan kausal antara dua variable atau lebih. Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Roke Sarasni, 1996), hal. 22-23 dan 58-59, Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Ibid dan Aminuddin dan H. Zainal Asikin, Ibid.

30Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum,(Jakarta : UI Press, 1986), hal. 21.

31Satjipto Rahardjo, Op. cit, hal. 30 dan Aminuddin dan H. Zainal Asikin, Op. Cit, hal. 48.

32Koentjaraningrat, et-al, Metode-metode Penelitian Masyarakat, Cet 3, (Jakarta : Gramedia, 1980), hal. 21.

(44)

(bukan oleh badan peradilan yang bebas) yang terdiri dari prosedur keberatan dan prosedur banding administratif.33

b. Kewenangan merupakan suatu tindakan hukum yang diatur dan diberikan kepada suatu jabatan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang mengatur jabatan yang bersangkutan.34

c. Majelis Pengawas Notaris yang selanjutnya disebut Majelis Pengawas adalah suatu badan yang mempunyai kewenangan dan kewajiban untuk melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap Notaris (MPD, MPW, dan MPP).35

G. Metode Penelitian

Metode (Inggris : method, Latin : methodus, Yunani : methodos- meta berarti sesudah, di atas, sedangkan hodos berarti suatu jalan, suatu cara). Van Peursen mula- mula mengartikan metode sebagai suatu jalan yang harus ditempuh, kemudian menjadi penyelidikan atau penelitian berlangsung menurut suatu rencana tertentu.36

Metode yang diterapkan di dalam suatu penelitian adalah kunci utama untuk menilai baik buruknya suatu penelitian. Metode ilmiah itulah yang menetapkan alur kegiatannya, mulai dari pemburuan data sampai ke penyimpulan suatu kebenaran yang diperoleh dalam penelitian itu.37

33Penjelasan Pasal 48 Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 jo Undang-undang No. 9 Tahun 2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.

34Desni Prianty Aff. Op. Cit. Hal 23.

35Pasal 1 ayat 6 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 sebagaimana perubahan atas Undang- undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.

36 Johny Ibrahim, Teori & Metode Penelitian Hukum Normatif, (Malang : Bayumedia Publishing, 2005), hal. 25

37Tampil Anshari Siregar, Metodelogi penelitian Hukum Penulisan Skripsi. (Medan : Pustaka Bangsa Press), 2005, hal. 15.

(45)

Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisa dan konstruksi, yang dilakukan secara metodologis, sistematis, dan konsisten.

Metodologis berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu, sistematis adalah berdasarkan suatu sistem, sedangkan konsisten berarti tidak adanya hal-hal yangbertentangan dalam suatu kerangka tertentu.38

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif. Penelitian hukum doktrinal (doctrinal research) adalah penelitian yang bertujuan untuk memberikan eksposisi yang bersifat sistematis mengenai aturan hukum yang mengatur bidang hukum tertentu, menganalisis hubungan antara hukum yang satu dengan yang lain, menjelaskan bagian-bagian yang sulit untuk dipahami dari suatu aturan hukum, bahkan mungkin juga mencakup prediksi perkembangan suatu aturan hukum tertentu pada masa mendatang.39

Penelitian yuridis normatif tersebut mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan-putusan pengadilan serta norma-norma hukum yang ada dalam masyarakat. Selain itu, dengan melihat sinkronisasi suatu aturan dengan aturan lainnya secara hierarki.40

Ditinjau dari segi sifatnya, penelitian ini bersifat deskriptif, maksudnya adalah bahwa penelitian ini berdasarkan teori, atau konsep yang bersifat umum diaplikasikan untuk menjelaskan tentang seperangkat data dengan seperangkat data yang lain.41

38Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, ( Jakarta : UI Press, 2008), hlm. 42.

39Dyah Ochtorina Susanti dan A’an Efendi, Penelitian Hukum (legal Research), (Jakarta : Sinar Grafika, 2014), hal. 11.

40Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta : Sinar Grafika, 2009), hal. 105

41 Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1997), hal. 38-39

(46)

Dalam kaitannya dengan penelitian hukum normatif, maka disini digunakan pendekatan undang-undang.Pendekatan undang-undang (statute approach) dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani. Bagi penelitian untuk kegiatan praktis, pendekatan undang-undang ini akan membuka kesempatan bagi peneliti untuk mempelajari adakah konsistensi dan kesesuaian antara suatu undang-undang dengan undang- undang yang lainnya atau antara undang-undang dengan undang-undang dasar ataupun antara regulasi dari indang-undang tersebut.42

2. Sumber Data

Sebagai data dalam penelitian ini digunakan data sekunder sebagai data yang dapat menunjang keberadaan data primer tersebut, adapun kedua data tersebut meliputi sebagai berikut:

a. Data Sekunder

Data dalam penelitian ini menggunakan data sekunder. Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari hasil penelaahan kepustakaan atau penelaahaan terhadap berbagai literatur atau bahan pustaka yang berkaitan dengan masalah atau materi penelitian yang sering disebut sebagai bahan hukum.43 Data sekunder berasal dari penelitian kepustakaan (library research) yang diperoleh dari :

1) Bahan Hukum Primer.

42Peter Mahmud Marzuki, Op. Cit, hal. 93.

43Fajat dan Yulianto, Dualisme Penelitan Hukum. Normatif dan Empiris, (yogyakarta :Pustaka Pelajar, 2010) hlm. 34.

(47)

Yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat sebagai landasan utama yang dipakai dalam rangka penelitian ini yaitu :

a) Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.

b) Undang-Undang Nomor 2 tahun 2014 tentang tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris.

c) Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor : M.02.PR.08.10 Tahun 2004 Tentang Tata Cara Pengangkatan Anggota, Pemberhentian Anggota, Susunan Organisasi, Tata Kerja, Dan Tata Cara Pemeriksaan Majelis Pengawas Notaris.

2) Bahan Hukum Sekunder.

Yaitu bahan hukum memberikan penjelasan mengenai bahan hokum primer, seperti rancangan undang-undang, hasil-hasil penelitian, hasil karangan dari kalangan hukum, dan seterusnya.44

3) Bahan Hukum Tertier.

Yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, contohnya adalah kamus dan seterusnya.

3. Metode Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui penelitian kepustakaan (library research) untuk mendapatkan atau mencari konsepsi- konsepsi, teori-teori, asas-asas, pendapat atau pemikiran konseptual dan penelitian

44Ibid, hal 13.

(48)

pendahulu yang berhubungan dengan objek telah penelitian ini, yang dapat berupa peraturan perundang-undangan dan karya ilmiah lainnya.

4. Alat Pengumpul Data

Penelitian ini menggunakan 2 (dua) alat pengumpulan data yaitu :

a. Studi Dokumen untuk mengumpulkan data sekunder yang terkait dengan permasalahan yang diajukan, dengan cara mempelajari buku-buku, hasil penelitian dan dokumen-dokumen, perundang-undangan yang terkait selanjutnya digunakan untuk kerangka teoritis pada penelitian lapangan.

b. Wawancara, yang dilakukan dengan menggunakan pedoman wawancara sebagai bahan pendukung apabila diperlukan untuk penelitian terkait kewenangan Majelis Pengawas Wilayah.

Penelitian ini dilakukan dengan metode pengumpulan data, yaitu studi pustaka/ studi dokumen (documentary study), yang bersumber dari peraturan perundang-undangan, buku-buku, dokumen resmi, publikasi dan hasil penelitian.45 5. Analisis Data

Dalam suatu penelitian sangat diperlukan suatu analisis data yang berguna untuk memberikan jawaban terhadap permasalahan yang diteliti. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Penelitian dengan menggunakan metode kualitatif bertolak dari asumsi tentang realitas atau fenomena sosial yang

45Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta : Sinar Grafika, 2009), hal. 105.

(49)

bersifat unik dan kompleks. Padanya terdapat regulitas atau pola tertentu, namun penuh dengan variasi (keragaman).46

Analisis data penelitian berisi uraian tentang cara-cara analisis yang menggambarkan bagaimana suatu data dianalisis dan apa manfaat data yang terkumpul untuk dipergunakan memecahkan masalah yang dijadikan objek penelitian.47

Bahwa penelitian ini menggunakan analisis data kualitatif, yang artinya data diuraikan secara deskriptif, sebagaimana bentuk-bentuk penelitian ilmu sosial, bila dilakukannya sebuah penelitian atas ilmu tersebut. Selanjutnya ditarik kesimpulan dengan menggunakan metode berpikir deduktif, yaitu cara berpikir yang dimulai dari hal-hal yang umum untuk selanjutnya menarik hal-hal yang khusus, dengan menggunakan ketentuan berdasarkan pengetahuan umum seperti teori-teori, dalil- dalil, atau prinsip-prinsip dalam bentuk proposisi-proposisi untuk menarik kesimpulan terhadap fakta-fakta yang bersifat khusus, guna menjawab permasalahan- permasalahan yang telah dirumuskan dalam penelitian ini.

Uraian jawaban penelitian atas penelitian tersebut, akan diuraikan secara terperinci dan detail pada bagian pembahasan, dan setelah itu, akan ditarik kesimpulan dari setiap pembahasan yang terdapat di dalam bab-bab pembahasan, selain menarik kesimpulan, maka akan diberikan sumbangsi saran, bagi stakeholder para pemangku kepentingan, guna mencapai tujuan dari penelitian ini.

46Burhan Bungin, Analisa Data Penelitian Kualitatif, Pemahaman Filosofis dan Metodologis Kearah Penguasaan Modal Aplikasi, (Jakarta :Raja Grafindo Persada, 2003), hal. 53.

47Johan Nasution, Metode Penelitian Hukum, (Jambi : Mandar Maju, 2008), hal. 174.

(50)

BAB II

MAJELIS PENGAWAS NOTARIS MERUPAKAN LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA

A. Majelis Pengawas Notaris

Pejabat atau instansi yang diberi wewenang untuk melakukan pengawasan terhadap Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya dilakukan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Pasal 67 ayat (1) UUJN). Dalam pelaksanaan pengawasan tersebut Menteri membentuk Majelis Pengawas (Pasal 67 ayat (2) UUJN).

Berdasarkan Pasal 68 UUJN Majelis Pengawas terdiri dari : 1. Majelis Pengawas Daerah,

2. Majelis Pengawas Wilayah, dan 3. Majelis Pengawas Pusat.

MPN merupakan perpanjangan tangan Menteri Hukum dan HAM MPN di angkat oleh Menteri Hukum dan HAM sesuai Pasal 67 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 membentuk MPN. Pengawasan Menteri Hukum dan HAM di delegasikan ke MPN.48

Tiap Majelis Pengawas tersebut mempunyai tempat kedudukan yang berbeda, untuk Majelis Pengawas Daerah (MPD) berkedudukan di Kabupaten atau Kota (Pasal 69 ayat (1) UUJN), Majelis Pengawas Wilayah (MPW) berkedudukan di ibukota

48 Hasil Wawancara dengan anggota Majelis Pengawas Notaris Daerah Kota yaitu Bapak Marzuki Pada Tanggal 30 Agustus 2016

Referensi

Dokumen terkait

FE istraživanje tlačnih elemenata izvedenih kutnicima s jednakim krakovima od austenitnog toplo valjanog nehrđajućeg čelika provedeno je na temelju eksperimentalnog nelinearnog

Karakterisasi komposit HDPE - HAp hasil sintesis, analisis fase dengan XRD , dan identifikasi gugus fungsi yang terbentuk pada sampel dengan Fourier Transform Infrared

Hasil penelitian ekstraksi mikroalga laut Tetraselmis chuii dengan dua faktor yaitu rasio aquades:etanol dan rasio bahan:pelarut didapatkan hasil analisis sidik

Ada hubungan antara, kompetensi Bidan PONED dengan Penerapan penggunaan partograf APN, bidan yang mempunyai kompetensi, ternyata lebih banyak menerapkan penggunaan partograf APN dari

11 (3) 146 Tujuan dari KKP-E adalah a) Menyediakan kredit investasi dan atau modal kerja dengan suku bunga terjangkau, b) Mengoptimalkan pemanfaatan dana kredit yang

Backpropagation merupakan pembelajaran algoritma yang terawasi [9] Diharapkan pendekteksian gangguan pada lambung melalui pola iris mata dengan menggunakan metode

Notaris yang merasa dirugikan dengan Keputusan dari Majelis Pengawas dan dirasa memberatkan bagi Notaris atau Notaris merasa bahwa proses pemeriksaan oleh MPD, MPW dan MPP

Secara normatif, Protokol Notaris dari Notaris lain yang pada waktu penyerahannya berumur 25 (dua puluh lima) tahun atau lebih diserahkan oleh Notaris penerima